Anda di halaman 1dari 9

TEORI KONTRUKTIVISME DENGAN MODEL

PEMBELAJARAN LC ( LEARNING CYCLE )



PENDAHULUAN
Pembelajaran berbasis Karakter menuntut siswa untuk bekerja
aktif, kreatif dan inovatif yang menempatkan guru sebagai fasilisator dan
bukan sumber belajar utama. Siswa diharapkan meningkatkan aktivitasnya
melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga
pengetahuan yang diperoleh bukan hanya dari guru saja. Dengan demikian
siswa dapat lebih memahami materi yang dipelajari dan mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


PEMBAHASAN
A. Learning Cycle
Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme. Siswa diberikan kesempatan
untuk berperan aktif dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator.
Menurut Fajaroh F dan Dasma (2007): Learning Cycle adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (Student Centered).
Learning Cycle merupakan rangkaian tahapan kegiatan (fase) yang
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif.
Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
dan pengalaman mereka sendiri dengan terlibat secara aktif mempelajari
materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir baik secara individu
maupun kelompok, sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi
yang harus dicapai dalam pembelajaran.
Menurut Karplus and Their (dalam Charin, 1993), model Learning
Cycle terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi (exploration), fase pengenalan
konsep (Cencept introduction), dan fase aplikasi konsep (concept application).
Namun menurut Lorsbach ( dalam fajaroh, 2007) saat ini LC telah
dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 fase yang meliputi fase
pendahuluan (Engagement), fase eksplorasi (Exploration), fase penjelasan
(Explanation), fase penerapan konsep (Elaboration), fase evaluasi
(Evaluation) atau lebih dikenal dengan istilah LC 5E (Engagement,
Exploration, Explanation, Elaboration, Evaluation).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut penulis menyimpulkan LC 5E
pada fase model pembelajaran Learning Cycle yang akan diterapkan dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Fase Pendahuluan (Engagement)
Fase ini bertujuan mempersiapkan siswa agar terkondisi dalam
menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan
awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase ini minat dan
keingintahuan siswa tentang topic yang akan diajarkan berusaha
dibangkitkan. Pada fase ini siswa juga diajak membuat prediksi tentang
fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
2. Fase Eksplorasi (Exploration)
Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara
mandiri maupun kelompok tanpa instruksi secara langsung dari guru.
Siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan(secara
ilmiah), maupun pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat
suatu kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Guru sebagai fasilitator
membantu siswa agar bekerja pada ruang lingkup permasalahan.
3. Fase Penjelasan (Explanation)
Kegiatan pada fase ini bertujuan unttuk melengkapi,
menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa.
Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka
sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan
mengarahkan kegiatan diskusi. Pada fase ini siswa menemukan istilah-
istilah dari konsep yang telah dipelajari.
4. Fase Penerapan Konsep (Elaboration)
Kegiatan belajar ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-
konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi
baru melalui kegiatan-kegiatan seperti peraktikum lanjutan dan problem
solving.
5. Fase Evaluasi (Evaluation)
Pada fase ini dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase
sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep.
Learning Cycle melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa
untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara
berintraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implemantasi LC
dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis, yaitu:
1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara
bermakna dengan bekerja dan berfikir. Pengetahuan dikonstruksi
dari pengalaman siswa.
2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa.
Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi
individu.
3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang
merupakan pemecahan masalah. (Hudojo dalam Fajaroh dan
Dasma, 2007).
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer
pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses pemerolehan
konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan
langsung. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi lebih bermakna
dan menjadikan skema dalam diri siswa menjad pengetahuan fungsional
yang setiap saat dapat diorganisasikan oleh siswa untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi.
Dilihat dari dimensi guru, implementasi model pembelajaran ini
dapat memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam
merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan dilihat dari dimensi siswa,
penerapan model pembelajaran ini memberikan keuntungan sebagai
berikut:
1. Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Sedangkan kekurangan penerapan model pembelajaran ini adalah
sebagai berikut:
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi
dan langkah-langkah pembelajaran.
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana.
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaan. (Soebagio dalam Fajaroh dan
Dasna, 2007)
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1. Agar pembelajaran berjalan efektif, maka guru harus menguasai materi
tersebut dengan baik dan mempelajari langkah-langkah pada model
Learning Cycle. LKS yang diberikan juga benar-benar harus disiapkan
dengan baik, sehingga siswa benar-benar dapat menemukan sendiri
konsep yang telah dipelajari.
2. Guru harus membuat rancangan pembelajaran dengan baik sehingga
proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat. Rancangan pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan
fase-fase pada model pembelajaran Learning Cycle dan diusahakan
tidak domonan dalam pembelajaran.
3. Pengelolaan kelas disiapkan dengan baik. Pada pembelajaran Learning
Cycle siswa bisa bekerja secara individu atau kelompok. Bila guru
menghendaki siswa bekerja secara berkelompok, maka sebelum
pembelajaran dimulai kelas dibagi dalam kelompok-kelompok dan
tempat duduk siswa sudah diatur.
4. Guru perlu memberi batasan atau membagi waktu yang digunakan
selama kegiatan pembelajaran, yaitu dengan mencantumkan batas
waktu yang diperlukan didalam RPP agar kegiatan pembelajaran
berjalan tepat pada waktunya.

B. Teori Kontruktivisme
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa dalam pembelajaran siswa
harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri, memeriksa secara
terus-menerus informasi-informasi baru kemudian dibandingkan dengan
aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.
Teori ini menuntut peran yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran
mereka sendiri. Karena penekanannya pada keaktifan siswa, maka
pengajarannya sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa atau
student-centered instruction.
Para ahli konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba
menyelesaikan tugas di kelas,maka pengetahuan matematika dikonstruksikan
secara aktif (wood, 1990). Para ahli kontruktivisme yang lain mengatakan
bahwa belajar matematika bukanlah suatu proses pengetahuan secara hati
hati,melainkan tentang mengorganisir aktivitas.Belajar matematika merupakan
proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Untuk itu, para ahli setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi
aktif dari permaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Dalam
konstruktivisme, peran guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan
siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk menggunakan keterampilan
intelegensinya dalam matematika.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Hal ini menyebabkan seorang siswa mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa
konsep umum seperti:
2. Belajar aktif dalam membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang
sudah ada.
3. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
4. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
5. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
6. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
7. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa teori ini
menuntut siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai