Anda di halaman 1dari 13

1

Cognitive Behavior Therapy (CBT)








Teknik pelaksanaan CBT dilakukan dengan melihat klien berdasarkan
masalah, kejadian atau situasi yang sulit.

Hubungan kognisi, emosi, dan perilaku
a. Cara seseorang menginterprestasikan pengalaman hidupnya dalam
kesehariannya menentukan bagaimana perasaannya dari hari ke hari.
b. Orang yang sedang mengalami distres emosional, cenderung
menginterprestasikan pengalamannya dalam bentuk disfungsi dan distorsi;
hal ini akan menjadi keyakinan inti dari orang tersebut.
c. Dengan berjalannya waktu, distorsi tersebut menjadi kebiasaan yang salah
dalam berpikir. Kesalahan logis yang lazim tersebut mencakup, terlalu
menggeneralisasi (yaitu menggeneralisasikan suatu peristiwa kepada
semua situasi, misal, apabila suatu waktu sesuatu berjalan tidak lancar,
peristiwa yang sama di anggap akan berjalan tidak lancar, peristiwa yang
sama dianggap akan berjalan sebagaimana yang telah terjadi), membesar-
besarkan (membesarkan-besarkan suatu peristiwa diluar porsinya),
abstraksi selektif (menarik kesimpulan dari sesuatu yang rinci di luar
konteks), dan personalisasi, (mengaitkan suatu peristiwa dengan diri
sendiri padahal tidak ada alasan untuk seperti itu).
Kognitif/Pikiran
Aksi
Situasi
Perasaan
(fisik dan emosional)

2

d. Yang berada diatas keyakinan inti dan kesalahan logis yang disfungsional
ini adalah pikiran-pikiran otomatis. Pikiran-pikiran otomatis ini merupakan
pikiran refleks yang kita miliki pada banyak situasi; timbul sangat cepat
sehingga kita tidak menyadarinya, dan sangat menentukan reaksi kita
secara emosional terhadap suatu peristiwa. Pikiran-pikiran otomatis secara
khas diikuti oleh emosi-emosi tertentu, seperti kesedihan, anxietas atau
kemarahan.
e. Terapi mencakup identifikasi keyakinan-keyakinan inti tersebut,
kebiasan berpikir yang salah, serta pikiran-pikiran otomatis, dan
mengoreksi hal-hal tersebut.

Asumsi yang mendasari terapi kognitif:
a. Persepsi dan pengalaman pada umumnya adalah proses aktif yang
melibatkan data inspektif dan introspektif
b. Kognisi pasien merupakan suatu sintesis stimuli internal dan eksternal
c. Bagaimana orang menghargai situasi biasanya terlihat dalam kognisi
mereka (pikiran dan citra visual).
d. Kognisi tersebut mempengaruhi alur dan kesadaran mereka atau lapangan
fenomena, yang mencerminkan konfigurasi mereka sendiri, dunia mereka,
dan masa lalu serta masa depan mereka.
e. Perubahan isi struktur kognitif dasar mereka mempengaruhi keadaan
efektif dan pola perilaku mereka.
f. Melalui terapi psikologis, pasien dapat menyadari penyimpangan kognitif
mereka.
Terapi perilaku kognitif didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia
secara resiprok dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan, proses fisiologis, serta
konsekuensinya pada perilaku. Sebelum seseorang bertindak, didahului dengan
adanya proses berpikir, sehingga bila ingin mengubah suatu perilaku yang tidak

3

adaptif, tidak hanya sekedar mengubah perilakunya saja, namun juga menyangkut
aspek kognitifnya.
Terapi perilaku-kognitif merupakan bentuk terapi yang ingin melihat
bahwa individu tidak hanya dipahami melalui perilaku yang tampak saja, namun
dibalik tingkah laku yang tampak terdapat proses internal yang sebenarnya
merupakan hasil pemikiran kognisi.
Dalam pelaksanaannya, terapi perilaku-kognitif menekankan pada
pemahaman terhadap aspek pengalaman kognisi yang berbeda-beda misalnya
kepercayaan, harapan, imajinasi, pemecahan masalah, disamping mempelajari
ketrampilan teknik perilaku.
Jadi, dari penjelasan di atas, secara singkat modifikasi perilaku-kognitif
dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat
timbulnya perilaku adaptif dan memperlemah timbulnya perilaku yang tidak
adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran
yang kurang rasional dan upaya pelatihan ketrampilan coping yang sesuai.
Prinsip-prinsip Terapi Perilaku- Kognitif (CBT/TPK)
Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu menjelaskan
susunan terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang
teori modifikasi perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak
adaptif, prinsip yang melandasi prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang
langkah-langkah didalam terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk
meningkatkan motivasi individu dan menjalin kerjasama yang baik. Perlu pula
dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator timbulnya perilaku
yang dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi. Oleh
karena itu individu harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-prinsip
terapi kognitif dan modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan
peran terapis penting dalam mengajak individu memahami perasaannya dan
teknik terapi yang efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki.

4

Terkait dengan perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip CBT,
Meichenbaum mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang terapis
dalam penggunaan CBT, yaitu:
1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran,
perasaan, proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat
memasuki sistem interaksi dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan,
proses fisiologis, dan perilaku yang dihasilkan klien.
2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional,
namun yang menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses
kognitif itu sendiri merupakan proses interaksi yang kompleks. Bagian
penting dari proses kognisi adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha untuk
memberi komentar secara internal pada pola pemikiran dan perilakunya
saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk mengorganisasi
pengalaman adalah personal skema. Terapis perlu memahami personal
schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami masalah yang
dialami klien. Perubahan personal skema yang tidak efektif adalah bagian
yang penting dari terapi.
3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk
memahami cara klien membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan
psikoterapi yang diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan
proses pemahaman pengalaman klien.
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan
kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun
antara klien dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses
perubahan klien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu
dibawa ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.

5

9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan
klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan
timbulnya perilaku maladaptif.
Distorsi kognitif yang dapat dialami oleh individu terdiri dari
penyimpangan pemikiran-pemikiran dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Pemikiran "Segalanya atau Tidak Sama Sekali". Pemikiran ini menunjuk
pada kecenderungan individu untuk mengevaluasi kualitas pribadi diri
sendiri dalam kategori 'hitam atau putih' secara ekstrim. Pemikiran 'bila
saya tidak begini maka saya bukan apa-apa sama sekali" merupakan dasar
dari perfeksionisme yang menuntut kesempumaan. Pemikiran ini
menyebabkan individu takut terhadap kesalahan atau ketidaksempurnaan
apapun, sehingga untuk selanjutnya individu akan memandang dirinya
sebagai pribadi yang kalah total, dan individu akan merasa tidak berdaya.
2. Terlalu Menggeneralisasi. Individu yang melakukan pemikiran terlalu
menggeneralisasi terhadap peristiwa yang dihadapinya maka individu
tersebut menyimpulkan bahwa satu hal yang pernah terjadi pada dirinya
akan terjadi lagi berulang kali, karena apa yang pernah terjadi sangat tidak
menyenangkan, maka individu selalu senantiasa merasa terganggu dan
sedih.
3. Filter Mental. Pemikiran ini menunjuk kecenderungan individu untuk
mengambil suatu hal negatif dalam situasi tertentu, terus memikirkannya,
dan dengan demikian individu tersebut mempersepsikan seluruh situasi
sebagai hal yang negatif. Dalam hal ini individu yang bersangkutan tidak
menyadari adanya "proses penyaringan", maka individu lalu
menyimpulkan bahwa segalanya selalu negatif. Istilah teknis untuk proses
ini ialah "abstraksi selektif'.
4. Mendiskualifikasikan Yang Positif. Suatu pemikiran yang dilakukan oleh
individu yang tidak hanya sekedar mengabaikan pengalaman-pengalaman

6

yang positif, tetapi juga mengubah semua pengalaman yang dialaminya
menjadi hal yang negatif.
5. Loncatan ke Kesimpulan. Individu melakukan pemikiran meloncat ke
suatu kesimpulan negatif yang tidak didukung oleh fakta dari situasi yang
ada. Dua jenis distorsi kognitifini adalah "membaca pikiran" dan
"kesalahan peramal". Membaca pikiran yaitu individu berasumsi bahwa
orang lain sedang memandang rendah dirinya, dan individu tersebut yakin
akan hal ini sehingga dirinya sama sekali tidak berminat untuk mengecek
kembali kebenarannya. Kesalahan peramal yaitu kecenderungan individu
untuk membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi, dan individu
tersebut menganggap pemikirannya sebagai suatu fakta walaupun sama
sekali tidak realistis.
6. Pembesaran dan Pengecilan. Individu memiliki kecenderungan untuk
memperbesar atau memperkecil hal-hal yang dialaminya di luar
proporsinya. Pembesaran yaitu individu akan melebih-lebihkan kesalahan,
ketakutan, atau ketidaksempurnaan dirinya. Pengecilan yaitu individu akan
mengecilkan nilai dari kemampuan dirinya sehingga kemampuan yang
dimilikinya tampak menjadi kecil dan tidak berarti. Jika individu
membesar-besarkan ketidaksempurnaan dirinya serta memperkecil
kemampuannya, maka individu akan merasa dirinya rendah dan tidak
berarti.
7. Penalaran Emosional. Individu menggunakan emosinya sebagai bukti
untuk kebenaran yang dikehendakinya. Penalaran emosional akan
menyesatkan sebab perasaan individulah yang menjadi cermin pemikiran
serta keyakinannya, bukan kondisi yang sebenarnya.
8. Pernyataan "Harus". Individu mencoba memotivasi diri sendiri dengan
mengatakan "Saya harus melakukan pekerjaan ini". Pernyataan tersebut
menyebabkan individu merasa tertekan, sehingga menjadi tidak
termotivasi. Bila individu menunjukkan pernyataan "harus" kepada orang
lain, maka individu akan mudah frustasi ketika mengalami kenyataan yang
tidak sesuai dengan harapannya.

7

9. Memberi Cap dan Salah Memberi Cap. Memberi cap pribadi berarti
menciptakan gambaran diri yang negatif yang didasarkan pada kesalahan
individu. Ini mernpakan bentuk ekstrim dari terlalu menggeneralisasi.
Pemikiran dibalik distorsi kognitif ini adalah nilai individu terletak pada
kesalahan yang dibuatnya, bukan pada kelebihan potensi dirinya. Salah
memberi cap berarti menciptakan gambaran negatif didasarkan emosi yang
dialami saat itu.
10. Personalisasi. Individu merasa bertanggung jawab atas peristiwa negatif
yang terjadi, walaupun sebenarnya peristiwa bukan merupakan kesalahan
dirinya. Jadi, individu memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu
peristiwa yang negatif, yang dalam kenyataan sebenarnya bukan individu
yang harus bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut.

Terapi ini lebih menanamkan dan menguatkan nilai-nilai pikiran dan
wujud pikir yang positif dalam menghadapi suatu masalah. Terapis bekerjasama
dengan pasien untuk mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi dan perilaku
yang salah. Terapi ini berfokus pada masalah atau kesulitan saat ini dan sekarang
yang diharapkan dapat tertanam dalam diri klien ketika menghadapi suatu situasi
yang sama ataupun situasi sulit lainnya dimasa mendatang. CBT tidak
memfokuskan pada kasus yang menyebabkan klien distress atau bergejala dimasa
lampau, tetapi lebih mencari jalan untuk menarik keadaan pikiran klien yang
menetap sekarang.
Terapi kognitif memiliki tiga komponen: aspek didaktif, teknik
kognitif, dan teknik perilaku.
1. Aspek didaktif
Aspek ini termasuk penjelasan kepada pasien tentang trias kognitif,
skema, dan logika yang salah. Ahli terapi harus mengatakan kepada
pasien bahwa mereka akan menyusun hipotesis bersama-sama dan
mengujinya selama perjalanan terapi. Terapi kognitif mengharuskan

8

penjelasan lengkap tentang hubungan antara depresi dan pikiran, afek, dan
perilaku, dan juga alasan semua aspek terapi.
2. Teknik kognitif
Pendekatan kognitif terdiri dari empat proses: 1) mendapatkan
pikiran otomatis, 2) menguji pikiran otomatis, 3) mengidentifikasi
anggapan dasar yang maladaftif, dan 4) menguji keabsahan anggapan
maladaftif.
Mendapatkan pikiran otomatis. Pikiran otomatis adalah kognisi
yang menghalangi antara peristiwa eksternal dan reaksi emosional orang
terhadap suatu peristiwa. Contoh, ia tidak menyukai saya jika seseorang
berjalan dihadapan orang tersebut, ia tidak menyapa. Pikiran otomatis
juga disebut distorsi kognitif.
Menguji pikiran otomatis. Dengan berperan sebagai guru, ahli
terapi membantu pasien menguji keabsahan pikiran otomatis. Tujuannya
adalah untuk mendorong pasien menolak pikiran otomatis yang tidak
akurat atau berlebih-lebihan setelah pemeriksaan yang cermat.
Pasien seringkali menyalahkan dirinya sendiri untuk hal-hal yang
buruk yang mungkin memang ada diluar kendali mereka. Ahli terapi
bersama-sama dengan pasien meninjau situasi keseluruhan dan membantu
menghubungkan kembali kesalahan atau penyebab peristiwa yang tidak
menyenangkan. Menciptakan penjelasan alternatif untuk peristiwa adalah
cara lain untuk menggali pikiran otomatis yang tidak akurat dan
menyimpang.
Mengidentifikasi asumsi maladaftif. Saat pasien dan ahli terapi
terus berusaha mengidentifikasi pikiran otomatis, pola biasanya menjadi
tampak. Pola mewakili aturan atau anggapan umum maladaftif yang
menuntun kehidupan pasien. Contoh dari aturan ini adalah supaya
gembira, saya harus sempurna dan jika setiap orang tidak menyukai
saya, saya tidak dicintai. Aturan tersebut akan menyebabkan kekecewaan
dan kegagalan dan akhirnya depresi.

9

Menguji keabsahan asumsi maladaftif. Suatu tes yang cukup
efektif bagi ahli terapi untuk meminta pasien mempertahankan keabsahan
suatu asumsi. Sebagai contoh, jika pasien menyatakan bahwa ia harus
selalu membangun kemampuannya, ahli terapi dapat bertanya mengapa
hal tersebut sangat penting bagi anda?
Alur kerja CBT
1. Melibatkan pasien
Langkah pertama adalah membangun hubungan dengan pasien. Dapat
dicapai dengan menerapkan empati, menciptakan suasana yang hangat
dan menghormati klien.
2. Menilai masalah, orang dan situasi
- Mulai dengan penilaian klien tentang benar dan salah menurutnya
- Tentukan adanya kelainan klinis yang berhubungan
- Ketahui riwayat personal dan sosialnya
- Nilai tingkat keparahan masalah
- Catat faktor personal yang relevan
- Periksa setiap gangguan sekunder: bagaimana perasaan pasien
ketika mengalami masalahnya sekarang.
- Periksa setiap faktor penyebab non-psikologik: kondisi fisik,
pengobatan, penyalahgunaan obat, faktor lingkungan/gaya hidup.
3. Siapkan pasien untuk terapi
- Perjelas tujuan pengobatan
- Nilai motivasi pasien untuk berubah
- Perkenalkan dasar CBT, termasuk model biopsikososial sebagai
penyebab
- Diskusikan pendekatan yang digunakan dan implikasi pengobatan
- Develope a contract
4. Melaksanakan program perawatan
- Analisis spesific episode terjadinya masalah, memastikan
keyakinan perasan klien terlibat, mengubahnya, mengembangkan

10

pekerjaan rumah yang relevan (dikenal sebagai rekam fikir atau
analisis rasional)
- Developing behavioral assignment untuk mengurangi perilaku
takut atau memodifikasai cara-cara berperilaku.
- Strategi tambahan dan teknik yang sesuai, contohnya relaxation
training, interpersonal skill training.
5. Mengevaluasi progres. Menjelang akhir intervensi, nilai perbaikan
yang tampak pada perubahan cara pokir klien, dan seberapa besar
perubahan itu.
6. Persiapkan pasien untuk mengakhiri hubungan terapetik. Hal ini
biasanya sangat penting untuk mempersiapkan pasien untuk mengatasi
kemunduran. Banyak orang, setelah periode perbaikan, mereka
berpikir bahwa mereka telah sembuh. Kemudian ketika mereka
kembali lagi dan mendapati bahwa masalah lama mereka masih ada,
mereka cenderung putus asa dan tegoda untuk menyerah begitu saja.
- Peringatkan bahwa relaps sangat mungkin terjadi pada banyak
masalah kesehatan mental dan pastikan klien tau apa yang harus
mereka lakukan bila gejalanya kembali.
- Diskusikan pandangan mereka tentang mencari bantuan apabila
suatu saat dimasa datang mereka membutuhkan bantuan kembali.

Langkah-langkah dalam membantu klien untuk mengubah kognitif dan
perilakunya.
1. Membantu klien mengerti bahwa emosi dan perilakunya disebabkan oleh
kepercayaan dan pikirannya. Diberikan dalam bentuk penjelasan singkat
dari petugas CBT.
2. Menunjukkan bagaimana cara menemukan pikiran yang relevan. Dengan
format ABC. Mengunakan pengalaman yang sedang dialami klien. Terapis
mencatat C kemudian A. Klien diminta untuk mempertimbangkan B:
apa yang aku katakan pada diriku sendiri adalah tentang A, namun

11

merasakan dan berperilaku adalah tentang C?, jadi klien
mengembangkan pemahaman tentang berfikir rasional, dengan begini
prosses filling in the gap akan menjadi lebih mudah.
3. Mengajarkan kepada klien bagaimana cara membantah, menolak dan
mengubah kepercayaan yang irrasional, serta menepatkan pikiran alternatif
yang lebih rasional.
4. Menolong klien untuk dapat mengambil tindakan.
CBT dapat digunakan untuk menolong klien dengan:
Ansietas
Depresi
Panik
Agorafobia dan fobia lainnya
fobia sosial
Bulimia
Obsessive compulsive disorder
Post traumatic stress disorder
Skizofrenia
Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatrik yang lazim,
terutama depresi, gangguan panik, dan gangguan cemas menyeluruh. Terapi ini
tidak dapat dilaksanakan pada pasien dengan retardasi mental ataupun klien yang
mengalami gangguan intelegensi lainnya, karena dalam pelaksanaan terapis ini
memerlukan ingatan, kognitif, dan peran aktif dari klien untuk dapat diajak
berdiskusi dalam langkah penatalaksaan CBT ini, sehingga tujuan terapis mudah
tercapai.
Kekurangan CBT:
Waktu lama
Biaya mahal
Perlu keaktifan pasien

12

Perlu motivasi yang kuat
Kelebihan CBT:
Cukup efektif
Belajar dari diri sendiri
Dapat meningkatkan produktivitas hidup
Dapat mengubah pikiran-pikiran negative menjadi pikiran-pikiran posititf
Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan dan dalam
memecahkan masalah















13

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Phychiatri. Tenth
Edition. Lippincort William Wilkins ; 2007. 228-233
2. Hazlett, Holly., Stevents and Craske, G., Michelle.
3. Tasman A, et.al. Tasmans Psychiatri. Third Edition. Vol 1. John Willey &
Sons ; 2008.
4. Maramis, F., willy dan Maramis, A., Albert. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Ed. 2. Surabaya: Airlangga Univercity Press, 2009.

Anda mungkin juga menyukai