Anda di halaman 1dari 11

Faktor Risiko

Faktor risiko kanker paru dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk jenis
kelamin, faktor genetika dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain, paparan terhadap
asap rokok, asap rokok lingkungan, karsinogen di lingkungan pekerjaan, polusi udara, makanan
dan beberapa penyakit pada paru juga dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker paru.
2


A. Jenis Kelamin
Bila dibandingkan antara perempuan dan laki-laki bukan perokok, maka perempuan
memiliki risiko menderita kanker paru 2-7 kali seumur hidupnya dan jika dibandingkan antara
perempuan dan laki-laki perokok, maka perempuan memiliki risiko lebih besar menderita kanker
paru dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian penderita kanker paru, tetap lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini terjadi karena biasanya laki-laki memiliki
kebiasaan merokok dengan jumlah lebih banyak dengan hisapan yang lebih dalam dibandingkan
perempuan biasanya merokok dengan jumlah lebih sedikit, hisapan lebih dangkal, memulai
merokok pada usia yang lebih tua dan lebih menyukai rokok filter.
2
Zang dan Wynder dapat memberikan penjelasan, mengapa perempuan memiliki risiko
lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki, hal ini terjadi karena
metabolisme unsur-unsur tembakau pada perempuan rendah, terdapat perbedaan dalam enzym
cytochorome P-450, dan kemungkinan efek estrogen terhadap perkembangan pertumbuhan
kanker paru.
2


B. Suku
Perbedaan genetika pada perderita yang memiliki risiko menderita kanker paru telah
banyak diteliti. CYP1A1 adalah gen yang mengkode beberapa enzym yang terlibat dalam
metabolisme dari polynuclear aromatic hydrocarbons (PAHs). PAH adalah karsinogen yang
banyak ditemukan dalam asap rokok, pembakaran arang, gas dari pembakaran batu bara, asap
kendaraan. Terdapat beberapa bukti, bahwa beberapa macam alel CYP1A1 berhubungan dengan
peningkatan kecepatan kanker paru pada penduduk Afrikan Amerika yang merokok.
3


C. Faktor Genetika
Samat melaporkan bahwa adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, maka
anaknya memiliki risiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang bukan perokok
tetapi memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka risiko menderita kanker paru lebih
besar, bila dibandingkan dengan orang perokok tetapi tidak memiliki riwayat keluarga menderita
kanker paru.
3,11

D. Merokok
Sebahagian besar penelitian epidemiologi menyatakan bahwa merokok adalah penyebab
utama kanker paru. Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok namun hanya sekitar
20% dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru.
14
Asap rokok yang dihirup secara
langsung maupun perokok pasif, mengandung sekitar 4.000 zat kimia dan lebih dari 60 zat
karsinogen, yang dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis
alveolar normal dan sel-sel bronkial.
14,18

Salah satu faktor penting, yang menjelaskan hubungan antara merokok dengan kanker
paru pada penelitian epidemiologi adalah:
19
1. Jumlah rokok yang dihisap perhari
2. Jumlah maksimum rokok yang dihisap perhari
3. Umur pada saat mulai merokok
4. Jumlah dan lamanya tahun merokok
5. Jenis hisapan/ kedalaman hisapan rokok
6. Kandungan tar dan nikotin dalam rokok.


Tabel 1. Faktor risiko kanker paru.
20

Faktor Resiko relatif
Bukan perokok 1
Perokok 1-2 pak/hari 42
Bekas perokok 1-10
1
42
1-10
Perokok pasif 1.5-2
Paparan asbestos 5
Paparan asbestos + perokok 90
1.5-2
5
90

Pada banyak penelitan derajat merokok sering diberi istilah pack years atau pak
pertahun adalah merupakan hubungan secara langsung, antara jumlah rokok dengan lamanya
tahun merokok, rumusnya adalah:
21



Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan lamanya
merokok dalam tahun :
22
1. Ringan : 0-200
2. Sedang : 200-600
3. Berat : >600
Terdapat literatur menyatakan bahwa indeks Brinkman lebih besar dari 400 merupakan
kelompok resiko tinggi menderita kanker paru. Setelah berhenti merokok, resiko kanker paru
menurun secara bertahap selama 15 tahun, tetapi tetap 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan
bukan perokok. Resiko menderita kanker paru pada perokok pasif sebesar 1.5%.
3,23
Berdasarkan jenis rokok yang digunakan, maka rokok kertas (sigaret) lebih besar
risikonya menyebabkan kanker paru, dibandingkan dengan rokok pipa dan cerutu. Rokok pipa
dan cerutu lebih besar kemungkinan menyebabkan kanker mulut dan faring, hal ini terjadi karena
asap bakaran dari rokok pipa dan cerutu lebih alkali, sehingga nikotin dengan mudah dapat
diserap melalui mukosa mulut, karena itu perokok cendrung tidak menghisap asap rokok masuk
ke paru-paru. Berbeda dengan rokok kertas, asap bakaran rokok tersebut lebih asam, sehingga
susah diserap oleh mukosa mulut, karena itu asap rokok harus dihisap, agar dapat masuk ke
dalam paru-paru untuk diserap.
2,24

Pada pertengahan tahun 1950an diperkenalkan rokok rendah nikotin dengan filter, namun
rokok filter kurang efektif dalam menyaring partikel-partikel berukuran lebih kecil, hal ini
menyebabkan semakin banyak zat-zat karsinogenik yang tertumpuk dibagian perifer paru dan
karena kandungan nikotinnya rendah, maka perokok biasanya mengkompensasi nikotin yang
rendah, dengan merokok dengan jumlah lebih banyak dan hisapan lebih dalam, dan pada
akhirnya akan meningkatkan insidensi kanker paru jenis adenokarsinoma.
6,19

Berdasarkan kandungan tar dan nikotinnya maka dikelompokkan menjadi :

19
1. Jenis rokok diaggap mengandung nikotin tinggi, jika rokok tersebut mengandung nikotin 2.0
mg 2.7 mg dan mengandung tar 25.8 mg - 35.7 mg.
2. Jenis rokok dianggap mengandung nikotin sedang, jika rokok tersebut mengandung nikotin
1.2 mg - 1.9 mg dan kandungan tar 17.6 mg - 25.7 mg.
3. Jenis rokok dianggap mengandung nikotin dan tar rendah, jika dibawah kriteria sedang.

E. Paparan Pekerjaan
Walaupun merokok adalah penyebab utama kanker paru, namun sebanyak 3% sampai
17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur karsinogenik yang terdapat di lingkungan
pekerjaan. Unsur-unsur karsinogenik tersebut antara lain misalnya: asbestos, arsen, etil krometil,
hidrokarbon polisiklik, kromium. Paparan paling sering menyebabkan kanker paru-paru adalah
asbestos. Merokok tembakau bersinergisme dengan asbestosis untuk meningkatkan risiko relatif
kanker paru 6-60 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Gas radon yang ditemukan secara
alami dalam batu, tanah dan air tanah dapat juga meningkatkan risiko kanker paru.
2,3,23

F. Polusi Udara
Terdapat bukti kuat yang menyatakan bahwa polusi udara adalah salah satu penyebab
kanker paru. Polusi udara di dalam atau di luar ruangan, gas buangan kenderaan bermotor juga
mengandung unsur-unsur karsinogenik. Belakangan terakhir ini, bahan dekorasi ruangan seperti
formaldehid dan gas radon, mungkin juga berisiko menimbulkan kanker paru.
3


G. Penyakit Paru Sebelumnya
Peradangan pada saluran napas, dapat menyebabkan pengeluaran tumorigenesis melalui
beberapa mekanisme, seperti menginduksi stres oksidan dan lipid preoxidation.
25
Bukti
epidemiologi menunjukkan peningkatan resiko menderita kanker paru pada orang yang memiliki
riwayat penyakit paru sebelumnya. Pada beberapa kondisi, seperti Penyakit Paru Obstruksi
Menahun (PPOK) dan penyakit tuberkulosis, dapat menyebabkan karsinogenesis dengan
membentuk daerah peradangan dan kerusakan sel epitel paru. Beberapa penyakit paru kronis
lainnya seperti, tuberkulosis, pneumonia dan penyakit yang berhubungan dengan paparan zat-zat
karsinogenik di lingkungan pekerjaan (asbes dan silika), juga dapat menyebabkan pembentuk
fibrosis paru (scarring), fibrosis ini adalah proses akhir suatu peradangan, dimana luka sembuh
dengan pembentukan jaringan ikat.
26


H. Hormonal
Beberapa penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen memiliki peranan terhadap
terjadinya kanker paru, khususnya pada perempuan. Taiolin dan Wynear tahun 2007 melaporkan
bahwa menopause dini, dapat menurunkan risiko kanker paru jenis adenokarsinoma pada
perempuan sedangkan pemberian terapi hormonal dapat menyebabkan peningkatan resiko
menderita kanker paru. Hormon estrogen eksogen maupun endogen mungkin berhubungan
dengan, terjadinya kanker paru jenis adenokarsinoma.
26

I. Ganja (Marijuana/Cannabis)
Merokok ganja mungkin memiliki potensi lebih besar menyebabkan kanker paru
dibandingkan dengan merokok tembakau. Walaupun ganja mengandung konsentrasi zat
karsinogenik polycylic aromatic hydrocarbon lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan
yang terdapat dalam rokok, namun secara kualitatif asap ganja sangat mirip dengan asap
tembakau. Ganja cendrung dihisap tanpa menggunakan filter, biasanya dihisap dengan hisapan
dalam dan menahan napas lebih lama, hal ini menyebabkan penumpukan zat karsinogenik pada
saluran napas bagian bawah. Karbon monoksida diserap lima kali lebih besar pada perokok ganja
bila dibandingkan dengan perokok tembakau dengan konsentrasi asap yang dihirup sama.
27

Didalam tembakau ditemukan nikotin sedangkan didalam ganja ditemukan delta-
9tetrahydrocannabinol (THC) yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan psikologis
atau keduanya. Didalam asap ganja terdapat THC dan sekitar 60 senyawa cannabinoid.
Marijuana merupakan hasil pengeringan pucuk bunga dan daun ganja. Pada awalnya THC yang
terdapat dalam asap ganja merelaksasikan otot polos saluran pernapasan, pada orang sehat
maupun pada penderita asma stabil, menyebabkan bronkodilatasi, namun efek bronkodilatasi
tersebut hanya dalam waktu relatif singkat, efek bronkodilatasi akan berkurang apabila
digunakan secara berulang ( tachyphylaxis).
28

J. Asap tembakau lingkungan ( Envirimental Tabacco Smoke, ETS)
Asap tambakau lingkungan atau asap rokok pasif adalah gabungan antara asap yang
dihasilkan oleh sidestream yaitu asap yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan asap
mainstream yaitu asap yang dihembuskan oleh perokok.
14
Asap mainstream dan asap
sidetream secara kwantitas sangat mirip, tetapi secara kualitas berbeda, karena kondisi
pembakarannya yang berbeda. Asap sidetream mengandung zat karsinogenik dan zat beracun
lebih tinggi, yang kemudian akan bercampur udara sekitarnya. Kadar cotinine sebagai biomarker
terhadap paparan asap tembakau lingkungan yang terdapat didalam serum, urine, air liur, dapat
dideteksi pa da80 % populasi yang bukan perokok.
29
Seseorang bukan perokok dapat terpapar
asap rokok yaitu dirumah, tempat kerja, dan ditempat-tempat umum. 30 Asap tembakau
lingkungan, mengandung sekitar 5000 zat kimia, termasuk 43 zat kimia yang telah diketahui
sebagai zat karsinogenik pada manusia maupun hewan.
2
Risiko kanker paru menunjukkan peningkatan akibat paparan terhadap asap tembakau
lingkungan. Dikalangan orang bukan perokok terutama perempuan, asap tembakau lingkungan
bertanggung jawab terhadap sekitar 3.000 kematian karena kanker paru setiap tahunnya di
Amerika Serikat.
30,31


Asap rokok pasif dari suami perokok
Perokok pasif sebagai faktor risiko kanker paru, pertama sekali dipublikasikan pada tahun
1981, ketika itu dipublikasikan dua penelitian yang menyatakan bahwa risiko kanker paru
meningkat pada perempuan bukan perokok yang memiliki suami seorang perokok. Hirayana
melaporkan hasil penelitiannya di Jepang, risiko kanker paru lebih tinggi pada perempuan bukan
perokok yang memiliki suami perokok, dibandingkan dengan perempuan bukan perokok yang
memiliki suami juga bukan perokok. Seorang perempuan bukan perokok jika tinggal dengan
suami perokok, memiliki risiko 24% lebih besar menderita kanker paru.
31

The National Reasearch Council, bukti epidemiologi yang terakhir menyimpulkan bahwa
seseorang yang memiliki pasangan hidup seorang perokok, kemungkinan 30 % lebih besar
menderita kanker paru, bila dibandingkan dengan seorang bukan perokok dengan pasangan
hidup juga bukan perokok. Hampir seperempat kasus kanker paru yang ditemukan dikalangan
bukan perokok diperkirakan terjadi karena paparan terhadap asap rokok pasif.
31

Asap rokok pasif selama masa kanak-kanak
Risiko kanker paru pada orang dewasa dapat dipengaruhi oleh paparan asap rokok
melalui plasenta atau pada masa kanak-kanak. Cotinine dapat diukur dalam cairan plasenta
seorang ibu perokok maupun seorang ibu bukan perokok yang terpapar asap rokok pasif dan
thiocyanate dapat diukur dalam darah plasenta. Penelitian juga menunjukkan peningkatan
aktivitas enzim yang memetabolisme benzo(a)pyrene dalam plasenta seorang perempuan
perokok dan bahkan dapat juga ditemukan dalam plasenta perempuan bukan perokok yang
terpapar asap rokok. Peningkatan ini juga ditemukan pada janin atau pada anak-anak yang
terpapar asap rokok. Beberapa penelitan epidemiologi menunjukkan bahwa seorang anak yang
memiliki ayah maupun ibu seorang perokok, akan meningkatkan terjadinya kanker pada usia
anak-anak.
32
Paparan asap tembakau lingkungan selama masa kanak-kanak dan remaja,
meningkatkan risiko kanker paru pada saat dewasa.
33
Penelitian terbaru melaporkan bahwa
perokok pasif selama masa kanak-kanak, meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 3.6 kali
pada saat berusia dewasa.
1

Asap rokok pasif dilingkungan ditempat bekerja
Lebih dari 50 penelitian epidemiologi pada orang bukan perokok yang terpapar asap
rokok pasif didalam rumah dengan atau tampa paparan asap rokok pasif tempat bekerja,
meningkatkan risiko kanker paru. Menghilangkan paparan asap rokok pasif baik di rumah, di
lingkunagan pekerjaan, ditempat-tempat umum sangat dibutuhkan untuk menurunkan risiko
menderita kanker paru diantara orang bukan yang tidak merokok.
18


K. Asap Masakan
Asap bahan bakar rumah tangga (misalnya batu bara, kayu, biomassa) yang digunakan
untuk memasak dan pemanas, telah dihubungkan dengan berbagai masalah kesehatan ( Kim dan
Henley tahun 2002; Kiriz dkk tahun 2003; Mishra dkk tahun 1999, 2004; Pokhrel dkk tahun
2005; Schei dkk tahun 2004; Shrestha dan Shrestha tahun 2005; Tang dkk tahun 2006;
Whichmann dan Voyi tahun 2006), termasuk juga kanker paru ( Hernandez-Garduno dkk tahun
2004; Hosgood dkk tahun 2008; Lan dkk tahun 2002, 2008; Mumford dkk tahun 1987). Bahan
bakar diklasifikasikan mejadi dua yaitu bahan bakar padat ( batu bara, kayu) dan bahan bakar
bukan padat ( listrik, minyak dan gas). Bahan bakar yang paling banyak merugikan kesehatan
adalah bahan bakar padat, karena menghasilkan asap lebih banyak dibandingkan dengan bahan
bakar bukan padat ( Haines dkk tahun 2007).
34

Menurut analisa global terbaru, WHO memperkirakan bahwa penggunaan bahan bakar
padat rumah tangga di Cina menyebabkan sekitar 420.000 kematian dini setiap tahunnya.
34
Disamping paparan terhadap asap tembakau (baik pasif maupun aktif) dan partikel-partikel udara
di dalam ruangan dianggap sebagai faktor risiko, yang berpotensial terhadap berkembangnya
kanker paru, sebagai contoh: paparan asap minyak goreng, asap pemasak dan pemanas
(pembakaran batu bara dan kayu bakar), dupa, obat nyamuk bakar, dan radon dalam ruangan (Ko
dkk tahun 2000; Wang dkk tahun 2002; Yu dkk tahun 2006; 18 Zhang dan Smith 2007). Asap
minyak goreng diketahui mengandung paling sedikit dua senyawa karsinogenik yaitu
benzo(a)pyrene dan 2,4-decadienal yang merangsang kelangsungan hidup sel-sel paru melalui
the nuclear factor kB pathway (Hung dkk tahun 2005, 2007). Perempuan bukan perokok
apabila terpapar dengan asap minyak penggorengan bersuhu tinggi, memiliki risiko menderita
kanker paru lebih tinggi dan risiko tersebut semakin tinggi jika asap tidak dikurangi dengan
menggunakan ekstraktor ( Ko dkk tahun 2002).
35

Bakar padat paling banyak digunakan di negara Cina adalah batu bara, sedangkan di
negara barat paling banyak menggunakan bahan bakar kayu. Diseluruh negara kawasan Asia
menggunakan bahan bakar batu bara untuk memasak dan pemanas, dimana hal ini nantinya akan
meningkatkan kadar zat karsinogenik di dalam ruangan seperti polycylic aromatic hydrocarbon
(PAHs) (International Agency For Research on Cancer (IARC) tahun 1983; Zhang dan Smith
2003).
34
IARC tahun 2010 menyimpulkan bahwa emisi di dalam ruangan yang berasal dari
pembakaran bahan bakar batu bara bersifat karsinogenik bagi manusia (kelompok 1), sedangkan
emisi dalam ruangan yang berasal dari pembakaran bahan bakar biomassa terutama kayu dan
emisi yang berasal dari suhu minyak penggorengan yang tinggi, diklasifikasikan sebebagai zat
karsinogenik pada manusia (kelompok 2A).
34,36

L. Inflamasi kronik
Bukti terakhir menunjukkan bahwa proses inflamasi mungkin memiliki peran utama
terhadap karsinogenesis. Penyakit paru sebelumnya seperti penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK: emfisema dan bronkhitis kronis), pneumonia, TB adalah penyebab utama peradangan di
paru, dimana kondisi tersebut dapat berperan sebagai katalisator terhadap terjadinya neoplasma
di paru dan tampaknya berhubungan dengan kanker paru.
38

Pada orang perokok, paparan asap rokok dapat memicu respon inflamasi pada saluran
napasnya. Asap rokok memicu pelepasan berbagai jenis mediator inflamasi dan faktor
pertumbuhan termasuk TGF-, EGFr, IL-1, IL-8 dan G-CSF melalui stress oksidatf dan
peradangan yang terjadi dapat berlangsung selama puluhan tahun setelah berhenti merokok.
PPOK meningkatkan risiko kanker paru hingga 4.5 kali lipat pada perokok dalam jangka waktu
yang lama. Sejauh ini PPOK adalah faktor risiko terbesar terhadap berkembangnya kanker paru
pada orang perokok dan PPOK ditemukan pada 50-90% penderita kanker paru.
39















DAFTAR PUSTAKA
1. Molina JR, Yang P, Cassivi SD, et al. Non- Small Cell Lung Cancer: Epidemiology, Risk Factors,
Treatment, and Survivorship. Mayo Clin Proc. 2008 may; 83 (5): 584-94.
2. Josen K, Siegel R, Kamp D. Incidence and Epidemiology. In Weitberg AB. Cancer of the Lung
From Melecular Biology to Treatment Guidelines. New Jersey. Humana Press; 2002 :3-26.
3. Deaen W.Tumor Paru Di Daerah Toraks. In: Tiehua R, Yixin Z, Zongyuan Z, Jingqing L, Yilong
W, Zhuming G. Buku Ajar Ankologi Klinis. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008: 337- 50.
11. Senby C. Neoplastic Disease. In : Respiratory Medicine. New York. Churchill
14. Haugen A, Mollerup S. Etiology of Lung Cancer. In : Hansen H. Lung Cancer. London. Informa
Healthcare;2000: 1-8.
18. Prokhorov AV, Ford KH, Hudmon KS. Smoking Cassation. In : Roth JA, Hong WK, Cox JD.
Lung Cancer. USA. Blackwell Publishing; 2008: 1-20.
19. Boyle P, Gandini S, Gray N. Epidemiology of Lung Cancer: A Century of Great Success and
Ignominious Failure. In : Hansen H. Textbook of Lung cancer. USA. Informa Healthcare;
2008:10-18.
20. Patel H, Gwilt C, McGowan P. Neoplastic Disease of The lung. In : Szar DH, Adcock I.
Respiratory System. New York. Mosby Elsevier; 2008: 151-159.
21. Barnett M. The Background to COPD. In :Chonic Obstructive Pulmonary Disease In Primary
Care. New York. John Wiley & Son, Ltd; 2006: 1-14.
22. Gautchi O, Mack PC, Heighway J, Gumerlock PH. Melecular Biology of Lung Cancer as the
Basis for Targeted Therapy. In : Pandya KJ, Brahmer JR, Hidalgo M. Lung Cancer Translational
and Emerging Therapies. New York. Informa Healthcare USA, Inc ; 2007 :1-6.
23. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener C. Kanker Paru In : At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta.
Arlangga ; 2007: 84.
24. Burns DM. Lung Cancer and Tabacco control. In : Hirsch FR, Bunn PA, Kato H, Mulshine
JL.Textbook of Prevention and Detection of Early Lung Cancer. New York. Taylor & Francis;
2006: 34-52.
25. Wu X, Lin J, Spitz MR. Lung Cancer Susceptibility and Risk Assessment Models. In; Roth Aj,
Cox JD. Lung Cancer. 3th.
26. Hammound Z, Tan B, Badve S, Bigsby. In: Estrogen Promotor Tumor Progression In a
Genetically Defined Model of Lung Adenocarcinoma : Endocrine-Related Cancer (2008) 15 475-
483 ed. Australia.2008. 32-48.
27. Aldington S, Harwood M, Cox B, et al. Cannabis Use and Risk of Lung cancer: A Case control
Study. Eur Respir J. 2008; 31(2): 280-286.
28. Tashkin DP. Pulmonary Complicatins of Smoked Substance Abuse. West J Med 1990; 152: 525-
530.
29. Jaakkola MS. Environmental Tabacco Smoke and Health In The elderly. Eur Respir J 2002; 19:
172-181.
30. Alberg AJ, Ford JG, Samet JM. Epidemiology Of Lung Cancer: ACCP Evidence-Based Clinical
Practice Guidelines (2
nd
Edition). Chest 2007; 132:29S-55S.
31. Thomas L, Doyle LA, Edelman MJ. Emerging Differences in Epidemiology, Biology, and
Therapy. Chest 2005; 128:370-381 Edition). Chest 2007; 132:29S-55S.
33. Campbell IA. Smoking. In : Seaton A, Seaton D, Leitch AG. Crofton and Douglass Respiratory
Disease. 4 th ed. USA. Blackweel Science Ltd; 2000:311-313.
34. Hosgood HD, Berndt SI, Lan Q. GST Genotypes and Lung Cencer Susceptibility in Asian
Populations With Indoor Air Pollution Exposures: a Meta-Analysis. Mutat Res. 2007; 636(1-3):
134-143
35. Tang L, Lim WY, Eng P, et al. Lung Cancer in Chinese Women: Evidence for an Interaction
Between Tabacco Smoking and Exposure to Inhalants in the Indoor Environment. Environ
Health Perfect 118:1257-1260 (2010).
36. Hosgood HD. Boffetta P, Greenland S, et al. In Home and Wood Use and Lung Cancer Risk: A
Pooled Analysis of the International Lung Cancer Consortium. Environ Health perspect
118:1743-1747 (2010).
38. Brenner DR, McLaughlin JR, Hung RJ. Previous Lung Disease and Lung Cancer Risk: A
Systematic Review and Meta-Analysis. Plos ONE 6(3): e1779.
39. Adcock IM, Caramori G, Barnes PJ. Chrinic Obstructive Pulmonary Disease and Lung Cancer:
New Molecular Insights. Respiration 2011; 81: 265-284.
Livingstone; 2002 : 54- 9

Anda mungkin juga menyukai