x k
Dimana:
D : Jumlah kematian pada tahun x
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
K : 1000
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang umumnya tersedia adalah "jumlah
penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data
dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap sebagai penduduk tengah tahun.
2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)
3. Angka Kematian Bayi (AKB)
Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada
bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung.
Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian
bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka
program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan
kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-
NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi,
serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan
pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.
Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu.
X 1000
Angka kematian neo-natal
Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000
kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Dimana :
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan
D 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
lahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000
Angka kematian post neo-natal
Definisi
Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian yang terjadi pada bayiyang berumur
antara 1 bulan sampai dengan kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Rumus
Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai dengan kurang dari 1 tahun
D 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan kurang dari 1 tahun pada satu tahun
tertentu & daerah tertentu
lahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
K = konstanta (1000)
4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5
tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun.
Definisi
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur
yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi)
Cara Menghitung
Dimana:
Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
Jumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 th pada pertengahan tahun tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000.
5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)
Konsep
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu sampai menjelang 5 tahun atau
tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan
anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan
yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar
rumah (Budi Utomo, 1985).
Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur
yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.
Dimana:
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang belum tepat berusia 5 tahun) pada satu
tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan tahun tertentu didaerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000
6. Angka Kematian IBU (AKI)
Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo.
1985).
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya,
dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan
membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal
per 100.000 kelahiran.
Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan
sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian ibu
adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan
pengembangan perencanaan program.
Padangan islam tentang aborsi dan hubungan suami istri di luar nikah
Resiko hamil di luar nikah menurut Islam
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal
itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan
airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka umumnya para ulama
membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-
laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang
menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki
yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah
habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa
zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di
dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki yang menghamili
atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya
Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya,
berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan
berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak
bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`.
`Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR Abu Daud dan An- Nasa`i)
Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian apa status anak tersebut secara humum
Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Quran atau Hadits yang menegaskan untuk masalah ini. Sehingga melahirkan 2
pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-SyafiI, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak mengekspos kepada yang lain, cukup
mereka dan pihak Kantor Urusan Agama. Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si A, boleh dinikahi oleh si A
walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah dipandang untuk memperjelas siapa ayah biologis si anak karena
selama masa iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina dengan seorang wanita, kemudian
wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung
tersebut adalah anak laki-laki tersebut.
Riwayat Sebuah Hadits
" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina, kemudian Ummar menyuruhnya untuk
menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut menolaknya (Al-Mughni) "
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki tersebut yang menghamilinya, kecuali
jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Qudamah Al Maqdasi di dalam Asy-Syarhul Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan "
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita tersebut mengandung, kemudian dia
bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi berkata, pisahkan mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau
istibro lalu bersih dari nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak menolak dengan tangan penyentuh,
Nabi bersabda ceraikanlah dia, lalu si laki-laki berkata nafsuku kepadanya. Nabi bersabda, kalau begitu bersenang-
senanglah dengannya
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah sampai wanita hamil tersebut
melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan lebih baik lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam
Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari garis Ayahnya, kalau dari garis Ibu,
kakek dan neneknya dia mendapatkannya
Aborsi menurut Islam
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan
dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs
An Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari.
Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan
untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun
yang bahagia. ( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan
janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan
adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke
janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka
hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah
mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan
Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan
telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu
dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam
istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena
alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
1. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan
roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di
atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia,
sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti,
maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa
janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang
pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan
sesuatu yang masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang
pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu
Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua
perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan
janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak
benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis,
yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI
hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang
bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.