Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian
ISPA sering disalah-artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar, ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang meliputi saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit infeksi akut yang menyerang salah
satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung (saluran bagian atas) hingga jaringan
di dalam paru-paru (saluran bagian bawah).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan, dan akut, dimana
pengertiannya adalah sebagai berikut :
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru (alveoli), beserta organ-organ di sekitarnya.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ( 14 hari ). Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit
yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan
terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila
ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat
antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama
apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.
Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
B. Penyebaran Penyakit
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu :
Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad
renik.

C. Faktor Resiko
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA :
Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih
besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih
rendah.


Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan
dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok
dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
D. Etiologi
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia
(silia = rambut-rambut halus). Udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan
dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam
hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior/belakang ke rongga hidung dan ke arah superior/atas
menuju faring.
Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan
meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh
bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas
sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan,
hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia), pengeluaran
lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan karena infeksi kelompok
virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama
beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi
virus pada saluran napas bagian atas.
E. ISPA dalam Pelayanan Kesehatan
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir
empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula,
ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan
kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus
pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari
luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. Namun demikian, patogen yang paling sering
menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman
ISPA akibat organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi memerlukan
tindakan pencegahan dan kesiapan khusus.
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak
penyakit berkaitan dengan :
Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban,
kebersihan, musim, temperatur);
Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas
ruang isolasi);
Faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status
kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen
lain, kondisi kesehatan umum; dan
Karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen
penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).

BAB III
PENATALAKSANAAN KASUS ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena
pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA
meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

A. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak.
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya.
Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin
perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah,
baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit
pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

B. Klasifikasi
Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia (radang paru-paru) dan yang bukan pneumonia sebagai berikut.
Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah
atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit
atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50
kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
ukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan
tidak ada napas cepat.
Penyakit batuk-pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas
lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas
bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman
Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik
penisilin.
C. ISPA yang dapat Menimbulkan Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat
1. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
SARS disebabkan oleh coronavirus yang berkaitan dengan SARS (SARS-CoV), yang dapat
menginfeksi hewan dan manusia. SARS pertama kali dilaporkan di Asia pada bulan Februari
2003 dan menular ke manusia di lebih 24 negara di Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan
Eropa sebelum wabah tersebut terbendung. SARS sekarang tidak diketahui menular di antara
manusia; namun demikian, penyakit ini masih dapat menular pada pejamu hewan dan penyakit
ini dapat muncul kembali pada manusia.


Penularan SARS dari manusia ke manusia umumnya terjadi melalui droplet atau kontak,
walaupun penularan melalui aerosol pernapasan infeksius dengan berbagai ukuran dapat terjadi
dalam jarak dekat.
2. Virus influenza baru yang menyebabkan infeksi pada manusia
Saat virus influenza baru pertama kali muncul pada spesies lain, virus tersebut belum
beradaptasi dengan manusia dan dapat menular pada pejamu hewan dan menimbulkan infeksi
sporadis pada manusia. Virus ini selanjutnya bisa berevolusi sehingga menyebabkan penularan
dari manusia ke manusia. Pada masa ini, deteksi dini, isolasi, dan peringatan sangat penting.
Beberapa episode infeksi flu burung sporadis pada manusia telah diuraikan sebelumnya. Virus
flu burung tipe A biasanya menginfeksi burung tapi kadangkadang dapat menginfeksi hewan lain
dan manusia dan berkaitan dengan cluster pada manusia. Galur yang berkaitan dengan jumlah
terbesar episode infeksi pada manusia adalah H5N1. Episode infeksi flu burung tipe A pada
manusia (H5N1) pertama kali dilaporkan di Cina, Hong Kong, Daerah Administrasi Khusus
(Hong Kong SAR) pada tahun 1997, dan muncul kembali dan ditemukan di negara-negara lain
sejak tahun 2003. Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia disebabkan oleh kontak
dengan unggas yang terinfeksi (misalnya, ayam peliharaan, itik, atau ayam kalkun) atau
permukaan yang terkontaminasi sekresi/ekskresi dari burung yang terinfeksi. Sampai sekarang,
belum terbukti adanya penularan flu burung tipe A (H5N1) yang efisien atau berkelanjutan dari
manusia ke manusia. Di antara episode infeksi yang mungkin terjadi dari manusia ke manusia,
penularan berkaitan dengan kontak tanpa pelindung yang dekat dan berkelanjutan, yang
menunjukkan bahwa penularan umumnya terjadi melalui droplet pernapasan dan/atau kontak.
D. Gejala Klinis
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit
dengan mortalitas yang lebih tinggi. Maka, perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi
lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan.
Berikut ini adalah tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada seorang penderita ISPA :
Tanda-tanda bahaya secara umum :
Pada sistem pernafasan : napas cepat dan tak teratur, retraksi/tertariknya kulit ke dalam dinding
dada, napas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan, suara napas lemah atau hilang, mengi,
suara nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras.
Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat dan lemah, tekanan darah
tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.
Pada sistem saraf : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang, dan koma.
Gangguan umum : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratories ISPA
hypoxemia,
hypercapnia dan
acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing.
E. Pengobatan
Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.

Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus
untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
F. Rekomendasi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah
ISPA dapat menyebar dengan mudah di dalam suatu keluarga. Setiap orang yang bersentuhan
dengan orang yang sakit yang belum terinfeksi berisiko mengalami infeksi. Anggota keluarga
harus melaksanakan rekomendasi berikut:
Sedapat mungkin batasi kontak dengan orang yang sakit. Tinggallah di kamar yang berbeda,
atau bila hal ini tidak memungkinkan, tinggallah sejauh mungkin dari orang yang sakit, misalnya
tidur di kasur atau kamar tidur yang terpisah, bila memungkinkan.
Ruang bersama (WC, dapur, kamar mandi, dll.) harus berventilasi baik (misalnya, ventilasi
alami, dengan selalu membuka jendela).
Pembersihan lingkungan sangat penting untuk mencegah penularan tak langsung, terutama
diruang bersama.
Bila perawatan jarak dekat harus dilakukan kepada orang yang sakit, orang yang sakit tersebut
harus menutup mulut/hidungnya dengan tangan atau benda lain (misalnya, tisu, saputangan, atau
bila tersedia, masker linen atau masker bedah). Bila tersedia, keluarga yang merawat juga harus
mengenakan masker bedah atau alat pelindung terbaik yang ada untuk mencegah droplet
pernapasan saat berdekatan dengan orang yang sakit.
Benda yang digunakan untuk menutup mulut/hidung harus dibersihkan atau dibuang ke tempat
yang aman.
Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila kontak terjadi, bersihkan tangan segera
setelah kontak.
Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air atau antiseptic
berbasis alkohol. Ada kekhawatiran keamanan (yaitu, tertelan, bahaya kebakaran) yang harus
diperhatikan sebelum antiseptik berbasis alcohol dapat dianjurkan untuk digunakan di rumah.
Orang yang lebih berisiko mengalami penyakit berat tidak boleh merawat orang yang sakit atau
berdekatan dengan orang yang sakit tersebut. Untuk influenza musiman, orang yang lebih
berisiko meliputi orang yang menderita penyakit jantung, paru, atau ginjal, diabetes, gangguan
kekebalan, penyakit darah (misalnya, anemia sel sabit), wanita hamil, orang berusia >65 tahun
atau anak-anak berusia <2 tahun.
Kemungkinan pajanan terhadap orang sakit atau benda terkontaminasi lainnya harus dihindari,
misalnya menggunakan bersama sikat gigi, rokok, perlengkapan makan, minuman, handuk, lap
pembersih badan, atau linen tempat tidur.
Rekomendasi kesehatan masyarakat yang diberlakukan pada saat itu harus diikuti bila salah satu
anggota keluarga memperlihatkan gejala ISPA meliputi demam, batuk, nyeri tenggorok, dan
sesak napas.
Orang yang merawat anggota keluarga yang menderita ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran
harus membatasi kontak mereka dengan orang lain dan harus mengikuti kebijakan nasional/local
mengenai rekomendasi karantina di rumah.

G. Perawatan ISPA Di Rumah
Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu
untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis 1/2 sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu 1/2 sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini
akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang
diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada
anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal
yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah
keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan
untuk pemeriksaan ulang
H. Pencegahan, Pemberantasan dan Pengendalian Infeksi
Kondisi dan tingkat kompleksitas fasilitas pelayanan kesehatan bervariasi di suatu negara
dan antarnegara. Pembuat kebijakan dan administrator kesehatan harus mengidentifikasi strategi
dengan rasio efektivitas biaya yang layak berdasarkan karakteristik fasilitas pelayanan kesehatan
dan kemungkinan perbaikan yang berkelanjutan dan terus-menerus.
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin untuk
semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan
diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :
Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
Immunisasi
Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas
bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat
pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader
akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat
yang perlusegera dirujuk ke rumah sakit .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang
tersedia.
Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA
kepada perawat atau paramedis.
Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda
bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap
perlu.
Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai
anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di
rumah,
Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati
penderita penyakit ISPA,
Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan
terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan
penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu
Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada. Melakukan
konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti pneumoni berat,
penderita dengan weezhing dan stridor.
Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan
pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader Kesehatan
Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan adalah diharapkan dapat
membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus
bukan pneumonia sehingga dapat :
1. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia)
serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu
yang anaknya menderita penyakit.
2. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan
tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
3. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
4. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil
(atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang
mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
5. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya
didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:
Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan kesehatan
dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan. Contoh
pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika batuk dan
tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.
Pengendalian administratif
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang diperlukan
untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan prasarana dan
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas
mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah
pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya, Kewaspadaan Standar untuk semua pasien),
persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi
dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan
perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan
staf, dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk
meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.
Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol pernapasan
infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan permukaan dan benda
yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh pengendalian teknis primer
untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi lingkungan yang memadai ( 12 ACH) dan
pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak,
pembersihan dan disinfeksi permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode
pengendalian lingkungan yang penting.
Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan
terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan
dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus
digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang menimbulkan risiko
penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan
prosedur yang secara khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya,
kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur,
pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting,
perilaku manusianya.
Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian
tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi
landasan bagi perilaku yang aman.
Ventilasi Ruangan
Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebarkan udara luar, dan/atau
udara daur ulang yang telah diolah dengan benar ke dalam gedung atau ruangan. Ventilasi dan
pengkondisian udara adalah dua konsep yang berbeda. Tujuan pengkondisian udara adalah
mempertahankan lingkungan dalam ruang yang bertemperatur nyaman. Tujuan ventilasi adalah
mempertahankan kualitas udara dalam ruang yang baik, yaitu menjamin agar udara dalam ruang
aman untuk keperluan pernapasan. Ruang isolasi dengan system kontrol ventilasi yang memadai
dan aliran udara satu arah yang terkontrol harus tersedia bila memungkinkan di fasilitas
pelayanan kesehatan Ini sangat penting untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan
dengan penularan obligat atau preferensial melalui airborne (misalnya, tuberkulosis paru,
campak, cacar air). Sebagian besar penyakit pernapasan (misalnya, virus parainfluenza, RSV,
virus influenza) tidak menular dengan cepat melalui udara dalam jarak jauh di lingkungan
layanan kesehatan, dan pasien dapat dilindungi dengan memadai tanpa sistem kontrol ventilasi
lingkungan. Namun demikian, karena penularan melalui airborne bisa terjadi untuk sebagian
ISPA, untuk pasien yang terinfeksi agen baru yang menyebabkan ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran, Kewaspadaan Transmisi Airborneharus dilakukan sampai cara penularannya
diketahui. Dengan demikian, bila ruang pencegahan infeksi melalui udara tersedia, pasien ini
juga harus ditempatkan di ruang tersebut. Bila ruang pencegahan infeksiairborne tidak tersedia,
penempatan pasien ini di ruang untuk satu pasien yang berventilasi memadai, yang mempunyai
12 ACH tapi dengan aliran udara satu arah yang belum tentu terkontrol, harus dipertimbangkan.
Sebagian pedoman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi menyatakan bahwa
ruang tekanan negatif berventilasi mekanis diperlukan untuk isolasi pasien yang menderita
infeksi airborne. Namun demikian, mungkin ada pilihan lain yang efektif untuk menghilangkan
kontaminan yang tersebar melalui udara dan mungkin lebih murah (misalnya, ventilasi alami).
I. ISPA pada Anak
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.
40 % 60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA.
Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % 30 %.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari
2 bulan.
Faktor pendukung yang menyebabkan bayi dan anak terserang ISPA dan hal-hal yang dapat
menularkan adalah:
Air ludah, darah, bersin, udaar pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat kesaluran pernapasannya.
Bayi kurang gizi.
Lingkungan yang tidak hygiene.
Kemungkinan infeksi silang
Beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta
tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Tanda-tanda ISPA:
Napas tak teratur dan cepat, retraksi/ tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping
hidung/napas dimana hidungnya tidak lobang, sesak kebiruan, suara napas lemah atau hilang,
suara nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras.
Denyut jantung cepat atau lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
Gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang dan koma.
Letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, anak tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.
Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam dan dingin
Oleh karena hal tersebut, diperlukan nutrisi lengkap termasuk DHA, ARA, Vitamin A,
Vitamin E dan mineral Zink untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA). Pola makan seimbang serta cara makan, bisa meminimalisir
wabah, seperti yang marak saat ini misalkan ISPA, kata Prof. Dr. Bidasari Lubis, Sp A(K) dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Sumatera Utara.



BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan
pembangunan nasional.

B. SARAN
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.







DAFTAR PUSTAKA

Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980.
____________Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak.
Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
____________Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai