Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
- Nama : An. V
- Umur : 7 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : Jambu kidul 1 No. 2, Jambu
- Agama : Islam
- Pekerjaan : Tidak bekerja
- No. RM : 060819
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan
ibu pasien pada tanggal 25 Juni 2014 pada pukul 10.15 WIB
1.2.1. Keluhan utama
Hidung tersumbat
1.2.2. Riwayat penyakit sekarang :
1 bulan pasien mengeluh hidung tersumbat. Keluhan hidung tersumbat sering
kambuh, saat tersumbat pasien menjadi sulit bernafas dan bernafas lewat mulut.
Selain itu pasien juga merasakan ada sesuatu yang mengganjal pada
tenggorokannya. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya sering demam, terakhir
demam 1 minggu yang lalu. Menurut orang tuanya, pada saat tidur pasien
sering mengorok. Sebelumnya pasien sudah berobat di Puskesmas dan diberi
obat antibiotik, tetapi keluhan tidak berkurang, oleh dokter Puskesmas
disarankan untuk periksa ke THT. Nyeri di telinga (-), keluar cairan dari telinga
(-). Nyeri wajah (-), nyeri saat menunduk (-).

2

1.2.3. Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat batuk pilek : diakui
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat operasi THT : disangkal
5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
1.2.4. Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat asma : disangkal
2. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
1.2.5. Riwayat sosial ekonomi :
1. Biaya pengobatan pasien ditanggung sendiri
2. Kesan ekonomi : cukup

1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Juni 2014, pukul 10.30 WIB.
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E
4
, M
6,
V
5
)
- Status gizi : kesan cukup (BB : 24 kg)
- Vital sign
Nadi : 88 x/menit (regular dan isi tegangan cukup)
RR : 18 x/menit
Suhu : afebris
Status Internus
1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-), petekie (-)
2. Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam lurus, luka (-)
3

3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, sentral,
reguler dan isokor 3mm/ 3mm
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
5. Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
6. Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-)
7. Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)
8. Thorax :
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis



Dinamis

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-
), sudut arcus costa dalam batas normal,
ics dalam batas normal

Pengembangan pernafasan paru normal

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)



Pengembangan pernapasan paru normal
Palpasi

Simetris (n/n), nyeri tekan (-/-),
ics dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal
Simetris (n/n), nyeri tekan
(-/-), ics dalam batas
normal, taktil fremitus
dalam batas normal
Perkusi
Kanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi

Suara dasar vesicular, ronki (-/-
), wheezing (-/-)
Suara dasar vesicular, ronki (-/-
), wheezing (-/-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru




Sd : vesikuler Sd : vesikuler
St : ronki (-), wheezing (-) St : ronki (-), wheezing (-)

9. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
4

Palpasi : ictus cordis teraba pada ics v 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
- Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
- Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
- Kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial linea midclavikula
sinistra
- Konfigurasi jantung : Kesan dalam batas normal
Auskultasi : regular
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan: gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)
10. Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
pekak sisi (-), pekak alih (-)
tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), hepar, lien dan ginjal tidak
teraba



5

Status Lokalis
1. Telinga
Telinga Luar Kanan Kiri
Mastoid Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Pre-aurikula Nyeri tekan tragus (-), fistel (-),
massa (-)
Nyeri tekan tragus (-), fistel (-),
massa (-)
Retro-aurikula Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Aurikula Nyeri tarik (-), deformitas (-),
massa (-), tanda radang (-)
Nyeri tarik (-), deformitas (-
),massa (-), tanda radang (-)
Kanalis eksternus Edem (-), Hiperemis (-), serumen
(-), darah (-), corpal (-), massa (-)
Edem (-), hiperemis (-), serumen
(-), darah (-), corpal (-), massa (-)
Discharge (-) (-)


Telinga Tengah Kanan Kiri
Membran tympani
warna
putih mengkilat, intak,
bulging (-), hiperemis (-)
putih mengkilat, intak,
bulging (-), hiperemis (-)
refleks cahaya (+) jam 5 (+) jam 7
perforasi (-) (-)

Tes Pendengaran
Kanan Kiri
a. Mendengarkan suara
berbisik
b. Tes rinne
c. Tes weber
d. Tes schwabach
N

AC > BC
tdk ada lateralisasi
BC penderita = BC
pemeriksa
N

AC > BC
tdk ada lateralisasi
BC penderita = BC
pemeriksa
6


2. Hidung
Hidung Simetris, deformitas (-), benjolan (-),
Warna seperti sekitar
Sinus Nyeri tekan (-)
Rinoskopi anterior Kanan Kiri
Discharge (-) (-)
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka Edem (-), hipertrofi (-) Edem (-), hipertrofi (-)
Tumor (-) (-)
Septum Septum deviasi (-) Septum deviasi (-)

3. Tenggorok
Faring
a. orofaring
palatum : simetris
arkus faring : simetris, uvula ditengah
mukosa : dinding faring posterior tak tampak tertutup tonsil
tonsil
ukuran : T4/T4
warna : Hiperemis (+/+)
permukaan : Tidak rata (+/+)
kripte : melebar (+/+)
detritus : (+/+)
membrane : (-)
peritonsil : tidak diperiksa
b. nasofaring : tak tampak, tertutup tonsil
c. laringofaring (Laringoskopi indirect) : tidak dilakukan
7

Supraglotis : tidak diperiksa
Glotis : tidak diperiksa
Subglotis : tidak diperiksa
4. Kepala dan leher
Kanan Kiri
Kepala Mesosefal mesosefal
Wajah Simetris Simetris
Leher anterior KGB (-), benjolan (-) KGB (-), benjolan (-)
Leher lateral KGB (-), benjolan (-) KGB (-), benjolan (-)

5. Gigi dan Mulut
gigi geligi Caries (-)
Lidah Deviasi (-)
Palatum Simetris
Pipi Simetris

1.4. RESUME
1 bulan pasien mengeluh hidung tersumbat, tenggorokan terasa
mengganjal, sering demam, terakhir demam 1 minggu yang lalu, tidur sering
mengorok. Nyeri di telinga (-), keluar cairan dari telinga (-). Nyeri wajah (-), nyeri
saat menunduk (-). Riwayat sering batuk pilek diakui.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsil T4/T4, kripte (+/+), hiperemis
(+/+), permukaan tidak rata (+/+) dan detritus (+/+).

1.5. DIAGNOSIS BANDING
Adenotonsilitis kronis
Tonsilitis Kronis

1.6. DIAGNOSIS
Adenotonsilitis kronis

8

1.7. INISIAL PLAN
1. Ip. Diagnosis
a. S : Anamnesis
b. O : Darah rutin, golongan darah, CT-BT
2. Ip. Terapi
a. Tindakan : Adenotonsilektomi
b. Farmakologi :
- Infus RL 8 tpm
- Cefotaxim 2x 500 mg IV
3. Ip. Monitoring
a. Monitoring kesembuhan
b. Monitoring reaksi dan efektivitas obat
c. Monitoring kekambuhan
4. Ip. Edukasi
a. Menjelaskan jenis penyakit dan penyebab penyakit.
b. Menjelaskan terapi yang dilakukan.
c. Mengurangi makanan pencetus seperti pedas, dingin, dan makanan
berminyak.
d. Pasien kembali kontrol 1 minggu lagi setelah operasi

1.8. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam



9

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga- tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
1


Gambar 1. Cincin Waldeyer

2.1.1. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
2

- Lateral : muskulus konstriktor faring superior
- Anterior : muskulus palatoglosus
- Posterior : muskulus palatofaringeus
- Superior : palatum mole
- Inferior : tonsil lingual
10

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh
tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan
umumnya memperlihatkan pusat germinal.
3
2.1.2. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah
atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih
rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak
mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.
4
2.1.3. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
1
2.1.4. Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m. konstriktor faring superior, batas superiornya adalah kutub atas
(upper pole) fosa supratonsil. Fosa berisi jaringan ikat jarang dan biasanya
merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi abses.
1
2.1.5. Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu :
11

- Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris
dan arteri palatina asenden;
- Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden;
- Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal;
- Arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal
5
2.1.6. Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
2
2.1.7. Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
2.1.8. Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B
berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu
epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan
pusat germinal pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
12

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
4,5

2.2. ADENOTONSILITIS KRONIS
2.2.1. Definisi
Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan
adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien
dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis
adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.
2.2.2. Etiologi
Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri
Streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsillitis dapat
disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri
seperti spirochaeta, dan Treponema Vincent.
2.2.3. Faktor Predisposisi
Sering terjadinya infeksi saluran nafas bagian atas, dapat menimbulkan
sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius.
2.2.4. Patofisiologi dan Patogenesis
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior
dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh,
dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke
nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel
leukosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan
membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi
adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan
tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut
berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif
kronik. Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur
ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang. Pada tonsillitis kronis
karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte
13

melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus
sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris.
2.2.5. Gejala dan Tanda Klinik
Gejala tonsilitis kronis adalah pada pemeriksaan tampak tonsil membesar
dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi
oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di
tenggorok dan napas berbau.
Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung
tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas
lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding
saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid :
mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang
pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat
terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal
phenamen negatif. Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan,
sakit leher, dan suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek
abses peritonsiler.
2.2.6. Penatalaksanaan
a. Tonsilitis Kronik
- Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
- Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil
a. Indikasi adenotonsilektomi :
- Fokal infeksi
- Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang
lain, contoh : sakit menelan.


14

b. Indikasi tonsilektomi :
The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wallaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
beta hemolyticus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa / otitis media supuratif
c. Indikasi adenoidektomi
1. Sumbatan
- Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut
- Sleep apnea
- Gangguan menelan
- Gangguan berbicara
- Kelaianan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
2. Infeksi
- Adenoiditis berulang / kronik
- Otitis media efusi berulang / kronik
- Otitis media akut berulang
3. Kecurigaan neoplasma jinak/ ganas.

15

2.2.7. Komplikasi
1. Adenoiditis kronik adalah : faringitis, bronkitis, sinusitis kronik, otitis media
akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif
kronik.
2. Tonsilitis kronik : Rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara
perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau limfogen
(endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis).
3. Tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerukan adenoid kurang
bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding
belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan
rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli
konduktif.













16

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Soerjadi K. Odinofagia. Di dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL, Ed.6 . Jakarta : FKUI. 2007. Hlm 214.
2. Wanri, A. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorok,
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang. 2007. Hlm 2-7.
3. Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi
Fungsional. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001. Hlm 122-124.
4. Hermani, B., Fachrudin, D., Hutauruk, S.M., Riyanto, B.U., Susilo, Nazar,
H.N. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Health Technology Assessment
(HTA) Indonesia. 2004. Hlm 1-25.
5. Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease. In:
Cummings, C.W., Flint, P.W., Harker, L.A., Haughey, B.H., Richardson M.A.,
Robbins K.T., et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery.
Volume 4. 4th Edition. Elsevier Mosby Inc. 2005. 4135-4138.
6. Rusmarojo dan Efiaty. A. S. Faringitis, Tonsilitis dan hipertrofi Adenoid. Di
dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Ed.6 . Jakarta : FKUI. 2007. Hlm
221-225.

Anda mungkin juga menyukai