Anda di halaman 1dari 4

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamu adalah obat tradisional khas dari Indonesia yaitu ramuan atau
obat bahan alam yang dibuat dari bahan alam dengan jenis dan sifat
kandungannya yang sangat beragam. Sebagian dari masyarakat menyatakan
bahwa jamu digunakan untuk menjaga kesehatan dan merawat kebugaran
tubuh secara alami tanpa zat kimia (Hanum, 2011)
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2010 bahwa
5,48 % masyarakat Indonesia memilih obat tradisional sebagai alternatif
pengobatan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya
yang berjumlah 5,36 %. Populasi daerah terbanyak yang menggunakan obat
tradisional sebagai alternatif pengobatan yaitu kepulauan Bangka Belitung
dengan prosentase 11,91% dan Bali sebanyak 10,92 % yang terjadi
peningkatan pesat dari tahun-tahun sebelumnya. Propinsi dengan persentase
terendah adalah Propinsi Maluku sebanyak 2,28 %. Sedangkan Propinsi Jawa
Tengah sekitar 6,28 % masyarakatnya memilih obat tradisional sebagai
pilihan pengobatan alternatif.
Di Indonesia saat ini tercatat sekitar 1400 pelaku industri obat
tradisional. Sekitar 1380 merupakan industri kecil dan hanya 80 yang sudah
masuk skala industri relatif modern. Sementara itu, dari 1320 pelaku industri
obat tradisional kecil, yang sudah memiliki sertifikat cara pembuatan obat
tradisional bermutu (CPOTB), hanya 9 unit. Sedangkan dari 80 pelaku
industri obat tradisional, baru 32 yang telah memenuhi syarat CPOTB.
Sebagian besar industri yang ada memang belum memenuhi CPOTB dan
mayoritas karena menyangkut aspek sanitasi dan hygiene. Maka dari itu,
perlu adanya peningkatan mutu jamu asli Indonesia yang menjadi tugas kita
semua (BPOM RI, 2012; KOMPAS, 2011)
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya disebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang signifikan dimana faktor-faktor tersebut dapat
2

mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap suatu objek. Wardana (2008)
menyebutkan dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Obat Tradisional
sebagai Alternatif Pengobatan pada Masyarakat di Kabupaten Sleman
menyebutkan bahwa Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
penggunaan obat bahan alam dalam pengobatan sendiri adalah pendidikan,
pekerjaan, persepsi sakit, dan jarak. Disebutkan bahwa pendidikan tidak
begitu berpengaruh secara bermakna terhadap minat responden dalam
menggunakan obat tradisional, disebabkan adanya faktor lain yang lebih kuat
memberikan pengaruh seperti tradisi nenek moyang, kebiasaan keluarga dan
informasi nasehat dari tetangga atau teman kerabat atau penjual jamu/obat
tradisional secara langsung.
Penelitian Hidayati dan Perwitasari (2011) menyebutkan bahwa ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai pengobatan tradisional. Namun kurang mendalam dipaparkan
bagaimana suatu pekerjaan bisa mempengaruhi pengetahuan dan peminatan
masyarakat untuk memilih jamu/obat tradisional sebagai alternatif
pengobatan. Paparan di atas adalah salah satu alasan peneliti ingin lebih
mendalami seberapa besar pengaruh suatu pekerjaan mempengaruhi minat
masyarakat untuk memilih obat tradisional sebagai alternatif pengobatan.
Sebagaimana disebutkan didalam peraturan Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) yaitu personalia dalam suatu bidang pekerjaan
mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang
sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya. Serta harus mendapatkan pelatihan yang sesuai
dengan prosedur. Sehingga secara tidak langsung pengetahuan tentang
jamupun telah di sampaikan ketika para pekerja mendapatkan penyuluhan
dari pihak industri (BPOM RI
1
, 2005)
Salah satu kawasan industri jamu rumahan di Jawa Tengah adalah
daerah kabupaten Cilacap tepatnya di kecamatan Kroya yang terdapat 58
industri jamu mulai dari golongan industri besar sampai industri jamu
3

rumahan serta menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan kebanyakan
masyarakat setempat yang bekerja sebagai pengrajin jamunya. Secara tidak
langsung sebagian dari masyarakat kecamatan Kroya sudah mendapatkan
informasi tentang obat tradisional khususnya tentang jamu. Bertolak dari
fakta tersebut, diharapkan pengetahuan masyarakat setempat mengenai jamu
sudah menjalar kepada masyarakat yang tidak berprofesi ataupun bekerja di
industri jamu sehingga ada kesamarataan pengetahuan tentang jamu di
kawasan Cilacap(BPS , 2012)
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan, ada pula yang
menyebutkan bahwa lingkungan juga menjadi faktor pengetahuan seseorang.
Sehubungan dengan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat secara
umum dan atas dasar data-data di atas maka perlu dilakukan penelitian
lapangan untuk membandingkan tingkat pengetahuan masyarakat pengrajin
dan non pengrajin jamu di kecamatan kroya kabupaten cilacap.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan persentase tingkat pengetahuan pengrajin dan non
pengrajin jamu mengenai jamu di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap?

C. Tujuan Penelitian
1. Membandingkan persentase (%) tingkat pengetahuan mengenai jamu
pada masyarakat yang bekerja sebagai pengrajin dan non pengrajin jamu.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat untuk peneliti
a. Memberikan tambahan ilmu dan pengalaman untuk peneliti
b. Sebagai tambahan acuan untuk penelitian selanjutnya.


4

2. Manfaat untuk umum
Memberikan kontribusi positif terhadap upaya penetapan standardisasi
obat tradisional warisan budaya oleh pemerintah dalam rangka
memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam penggunaan
jamu.
3. Manfaat untuk perindustrian jamu
Memberikan wacana positif kepada pengelola industri jamu rumahan
tentang peningkatan standardisasi dan pengetahuan karyawannya tentang
produk jamu.

Anda mungkin juga menyukai