Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

REGIONAL ANESTESI (BLOK SPINAL SUB ARACHNOID)


PADA
APPENDISITIS AKUT


PEMBIMBING :
Dr. Dublianus, Sp.An

DISUSUN OLEH :
Ferdian Yanuar ( 1102006101)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI
RSUD CILEGON

BAB I
PENDAHULUAN

Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang berasal dari bahasa
Yunani yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau
tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian
terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.
Pada presentasi kasus kali ini akan membahas tentang Regional Anestesi khususnya
blok spinal. Anestesi blok, yaitu penyuntikan anastetik lokal langsung ke saraf utama atau
pleksus saraf. Pada anestesi spinal, anastetik lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid
di antara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid.
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma.
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.

Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri
lepas dan spasme biasanya juga muncul. Nila tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif,
akan semakin meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.
Pada kasus apendisitis ini biasanya dilakukan operasi bedah yaitu Apendiktomi.
Setelah operasi Apendiktomi perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Apendisitis
adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat
diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi.
Karena perforasi jarang terjadi dalam 8jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam
masa tersebut.



BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. S
Umur : 21 tahun
Berat : 45 kg
Alamat : Curug/Bagendung

II. DATA UMUM
Masuk RSU : 23 April 2011 ( Pukul 11.00)
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sedang
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36
o
C
Respirasi : 20 x/menit
Nyeri : Perut kanan bawah
Tanggal Operasi : 23 April 2011 ( Pukul 17.15)
Diagnosa Prabedah : Appendisitis Akut
Jenis Operasi : Apendiktomi
Operator : dr. Anton, SpB
Anestesiologi Penata : dr. Dublianus, SpAn

III. ANAMNESIS
A. Keluhan Umum
Nyeri perut kanan bawah sejak kemarin ( 1hari SMRS )

B. Keluhan Tambahan
Pasien merasa mual dan panas


C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan nyeri perut
bagian kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan tidak menjalar.
Nyeri bersifat kumat-kumatan. Pasien juga merasa mual tetapi tidak
muntah, dan merasa panas jika malam hari. Pasien mengaku sebelumnya
meminum obat untuk sakit maag yang dibeli di warung. Karena tidak ada
perbaikan pada tanggal 23 April 2011 pukul 11.00 pasien dibawa ke
RSUD cilegon. Oleh dokter bedah didiagnosis appendisitis akut dan
dilakukan operasi Apendiktomi pada tanggal 23 April 2011 pukul 17.15

D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali menderita penyakit seperti ini. Pasien
mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit asma dan penyakit sistemik
lain seperti Hipertensi, Batuk lama, Sakit Jantung dan Diabetes Melitus.
Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi obat.

E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa. Di
keluarga juga tidak ada riwayat penyakit Asma, Diabetes melitus,
hipertensi dan juga alergi obat.

IV. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : > Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
> lidah tidak kering, bibir tidak kering.

Leher : > Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks : > Inspeksi : Kedua thoraks simetris dan tidak ada
ketinggalan gerak
> Palpasi : Fremitus vocal dan taktil normal,
nyeri tekan (-)
> Perkusi : Terdengar sonor di seluruh lapangan paru
> Auskultasi : wheezing (-)


Abdomen : > Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
> Auskultasi : Bising usus normal
> Palpasi : Nyeri tekan (+) pada titik McBurney
> Perkusi : Timpani

Ekstremitas : > Akral Hangat, tidak ada edema, tidak ada kelainan lain

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Golongan Darah : A/+
Hemoglobin : 13,4 gr%
Hematokrit : 39,1%
Leukosit : 14.010
Trombosit : 295.000
GDS : 175 mg/dl
Masa Perdarahan : 2
Masa Pembekuan : 9
Ureum : 17 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
SGOT : 22 U/L
SGPT : 15 U/L

VI. INSTRUKSI TERAPI DARI SPESIALIS BEDAH
1. IVFD RL 500ml
2. Cefotaxime
3. Metronidazol
4. Gentamycin

VII. KESIMPULAN
Seorang wanita dengan diagnosa Appendisitis Akut dengan ASA I
(Pasien sehat secara jasmani dan rohani,tidak ada gangguan sistemik).
Rencana akan di operasi Appendiktomi dengan Anestesi Regional (Blok
Spinal).


VIII. TINDAKAN ANESTESI ( REGIONAL ANESTESI)
1. Preoperasi
Pasien puasa selama 6jam sebelum dimulainya operasi.
Keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital :
- TD : 115/74 mmHg
- HR : 111 x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 36
o
C

2. Premedikasi
Sebelum dilakukan anestesi, pasien diberikan Ondansetron 4mg IV

3. Anestesi yang berikan :
Tindakan Anestesi (pukul 17.15) :
Dilakukan penyuntikan Bupivacain 15 mg dengan jarum spinal no. 27
ke Ruang SubArachnoid di daerah antara vertebra L3-L4.
Infus Ringer-Laktat diberikan sebagai cairan rumatan. Beberapa saat
sebelum operasi selesai diberikan :
A. Analgesik
- Ketorolac tromethamin 30mg IV
- Tramadol 100mg drip
B. Antibiotik
- Cefotaxime 1gr IV
Selama Operasi dilakukan pengawasan tanda-tanda vital (tensi, nadi,
saturasi O2)




4. Pasca Operasi :
Lama Operasi : 75 Menit (17.15-18.30)
Setelah operasi selesai, pasien di observasi di Recovery room. Tekanan
darah,nadi, dan pernapasan pasien normal.

Pasien boleh pindah ke ruangan bila Bromage Score < 2
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tidak mampu ekstensi tungkai 1
Tidak mampu fleksi lutut 2
Tidak mampu fleksi pergelangan kaki 3
Dalam hal ini, pasien memiliki score 2, sehingga bisa dipindahkan ke
ruang rawat.


















BAB III
PEMBAHASAN

Tindakan anestesi pada pasien ini yaitu regional anestesi dengan analgesia spinal
(blok subarachnoid). Obat premedikasi yang diberikan adalah ondansetron 4mg iv. Setelah
diberikan premedikasi dilanjutkan induksi dengan Bupivacain 15 mg dengan jarum spinal
no. 27 ke ruang subarachnoid. Analgesia spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat
analgetik lokal ( bupivacain ) ke dalam ruang subarachnoid ( urutan jarum spinal untuk
mencapai raung subarachnoid : kulit subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum
lig. Flavum ruang epidural duramater ruang subarachnoid ) di antara vertebra L2-L3
atau L3-L4 atau L4-L5.
Indikasi :
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obsgyn
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
Indikasi kontra :
1. Pasien menolak atau tidak kooperatif
2. Infeksi pada tempat penyuntikan
3. Dehidrasi
4. Syok
5. Kelainan tulang belakang
6. Infeksi sistemik
7. Nyeri punggung kronik



Persiapan :
1. Informed consent ( izin dari pasien )
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Tatalaksana :
1. Pasang alat pantau yang diperlukan ( TD,Nadi)
2. Pungsi lumbal dapat dilakukan dengan posisi pasien tidur miring ke kanan atau ke kiri
atau duduk, sesuai dengan indikasi.
3. Desinfeksi area pungsi lumbal dan tutup dengan duk lubang steril
4. Lakukan pungsi lumbal dengan jarum spinal ukuran paling kecil pada celah
interspinosum lumbal 2-3 atau 3-4 atau 4-5 sampai keluar cairan likuor.
5. Masukkan obat anestetik lokal (bupivacain) sambil melakukan barbotase.
6. Tutup luka tusukan dengan kasa steril.
7. Nilai ketinggian blok dengan skor Bromage.
8. Segera pantau tekanan darah dan denyut nadi.
Tinggi Blok Analgesia Spinal
Faktor yg mempengaruhi :
1. Volume obat : makin besar makin tinggi daerah analgesi
2. Konsentrasi obat : makin pekat makin tinggi batas daerah analgetik
3. Barbotase : penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik.
4. Kecepatan : penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan : 3 detik untuk 1ml larutan.
5. Manuver valsava : mengejan meninggikan tekanan LCS dengan batas analgesia
bertambah tinggi
6. Tempat pungsi : pengaruhnya besar, pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul
ke kaudal (saddle block) pungsi L2-3 atau L3-4 obat lebih mudah menyebar ke
kranial.
7. Berat jenis larutan : hiper,iso atau hipobarik.
8. Tekanan abdominal yang tinggi : dengan dosis yang sama didapat batas analgesia
yang lebih tinggi.

9. Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis, makin besar dosis
yang diperlukan.
10. Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap, sehingga batas analgesia tidak dapat diubah lagi dengan mengubah posisi
pasien.
Komplikasi Pasca Tindakan :
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis

Obat yang diberikan :
1. Ondansetron 4mg IV
Diberikan sebagai premedikasi ( anti mual-muntah )
2. Bupivacain 15mg
Anastetik lokal golongan amida. Digunakan sebagai anestetik yang disuntikkan di
ruang sub arachnoid. Anestetik ini biasanya digunakan yang hiperbarik, dengan dosis
5-15mg ( 1-3ml ).
3. Ketorolac 30mg IV
Diberikan sesaat sebelum operasi selesai sebagai analgetik pasca operasi.
4. Tramadol 100mg drip
Sama seperti ketorolac,diberikan sesaat sebelum operasi tetapi diberikan secara drip
sebagai analgetik pasca operasi.
5. Cefotaxime 1gr IV
Sebagai antibiotik yang memiliki spektrum luas. Sebelum di suntikkan cefotaxime ini
dilakukan skin test dulu.
Cairan : Ringer-Laktat 500ml untuk pengganti cairan yang hilang selama operasi.



DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA., Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta:2007
2. Mangku Gde, Senapathi TGA. Buku Ajar ilmu Anestesia Dan Reanimasi.
Jakarta:2009
3. Muhiman M,dkk. ANESTESIOLOGI, Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:1989
4. Mansjoer Arif,dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke III jilid 1 dan 2,Media
Aesculapius.Jakarta:2000
5. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta:1994
6. http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/03/perawatan-pasca-bedah-dini.html.

Anda mungkin juga menyukai