Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di
bawah pengawasan Hakim Pengawas.

B. Dasar Hukum Kepailitan
1. Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 31.
2. Pengaturan Perudang-undangan di luar Undang-undang Kepailitan seperti antara lain :
a. KUHPerdata, misalnya Pasal 1139, 1149, 1134 dan lain-lain.
b. KUHPidana, misalnya Pasal 396,397,398,399,400,520 dan lain-lain.
c. Undang-undang PT No.1 Tahun 1995, misalnya Pasal 79 ayat (3), Pasal 96, Pasal 85
ayat (1) dan (2), pasal 3 ayat (2) huruf b,c dan d, Pasal 90 ayat (2) dan (3), Pasal (3),
Pasal 98 ayat (1), dan lain-lain.
d. Undang-undang tentang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. e. Peraturan
Perundang-undangan di bidang Pasar modal, Perbankan, Perusahaan BUMN dan
lain-lain.

C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Kepailitan
Dalam Pasal 2 UU Kepailitan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat
mengajukan permohonan kepailitan pada Pengadilan Niaga adalah :
1. Debitur sendiri
2. Seorang atau lebih kreditur
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia (BI) dalam hal debitur merupakan bank
5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam hal debitur merupakan perusahaan
efek
6. Menteri Keuangan dalam hal debitur merupakan perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.

D. Yang dapat dinyatakan Pailit
Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan yang menyebutkan bahwa dalam hal debitur merupakan
badan hukum, maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran
dasarnya. Selain itu, dalam ps. 3 ayat (1) uu kepailitan disebutkan bahwa dalam hal
permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang menikah, permohonan hanya dapat
diajukan atas persetujuan suami atau istrinya. Kedua pasal tersebut dijadikan dasar, siapa saja
(debitur) yang dapat dipailitkan.
Kepailitan membutuhkan pihak yang cakap melakukan tindakan keperdataan, seperti
kapasitas untuk memiliki aset dan membuat perjanjian dengan pihak ketiga, sehingga dapat
dikatakan bahwa yang dapat dipailitkan hanyalah pihak yang memenuhi syarat sebagai
subyek hukum.

Subyek hukum yang dapat dinyatakan pailit adalah :
1. Orang perorang, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun yang
belum, jika permohonan pailit itu diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah
maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isteri, kecuali
antara suami atau isteri tidak ada percampuran harta.
2. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum
lainnya. Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu Firma harus memuat nama dan
tempat kediaman masingmasing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh
utang firma.
3. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang
berbadan hukum. Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing
badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya.
4. Harta peninggalan.




http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-
dengan-pkpu 7 Juni 2014, 12:41
http://sesukakita.wordpress.com/2012/05/30/kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-
pembayaran-utang-pkpu/ 7 Juni 2014, 12:59
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/cl1746/node/lt4a0a533e31979/apakah-bumn-
dapat-dipailitkan?- 7 Juni 2014, 02:25
http://nuragungsugiarto.blogspot.com/2012/07/akibat-hukum-perseroan-terbatas-
yang_26.html 7 Juni 2014, 02:37

Anda mungkin juga menyukai