Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun 1948
Latar belakang Pemberontakan PKI di Madiun dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap hasil Perjanjian Renville yang sangat merugikan Indonesia. Perjanjian Renville membuat Amir Syarifudin harus menyerahkan mandat perdana menteri kepada presiden Soekarno. Amir Syarifudin yang tidak puas kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR). Selain itu kebijakan Reorganisasi-Rasionalisasi (Re-RA) angkatan perang yang dilakukan oleh Kabinet Hatta membuat cemas tentara dari orang-orang PKI. Tokoh 1. Musso (pemimpin senior PKI) 2. Amir Syarifudin Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun berawal dari upaya FDR untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. Kegiatan FDR mendapat dukungan dari PKI yang dipimpin oleh Musso. Aksi-ksi yang dilakukan oleh PKI beserta ormas-ormasnya antara lain: 1. Melancarkan propaganda anti pemerintah 2. Mengadakan aksi mogok kerja 3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan, korbannya antara lain Kolonel Sutarto dan Dr. Moewardi. Pada tanggal 18 September 1948, FDR dan PKI memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Republik Indonesia di kota Madiun. Penyelesaian Untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun, pemerintah melakukan beberapa kebijakan diantaranya: 1. Pidato presiden Seokarno yang mengajukan pilihan kepada rakyat untuk memilih Soekarno Hatta atau Musso-Amir mendapt tanggapan positif dari rakyat. 2. Pengerahan pasukan militer dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto dan Kolonel Soengkono Dari upaya ppemerintah tersebut, maka pemberontakan PKI dapat dipadamkan. Tokoh-tokoh PKI, Musso tertembak mati sedangkan Amir Syarifudin tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
B. Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Pemberontkan DI/TII merupakan pemberontakan yang memiliki jaringan terluas dari pemerontkan lainnya. Berikut ini beberapa pemberontkan yang pernah terjadi di Indonesia. 1. Pemberontakan DI/TII Jawa Barat Latar belakang Kekecewaan Kartosuwiryo terhadap isi Perjanjian Renville yang mengharuskan wilayah Jawa Barat dikosongkan oleh tentara RI. Adanya kekosongan kekuasaan militer di Jawa Barat (Divisi Siliwangi) kemudian dimanfaatkan Kartosuwiryo untuk memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Perjuangan Kartosuwiryo bermula dari upaya gagasannya ingin menggunakan islam sebagai dasar negara. Hal ini sesuai dengan piagam Jakarta (jakarta Charter) yang dihasilkan oleh panitia sembila pada sidang tanggal 22 juli 1945. Tokoh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo Peristiwa Kartosuwiryo menolak untuk meninggalkan Jawa Barat menuju Yogyakarta sesuai dengan hasil Perjanjian Renville. Bersama pengikutnya yang terdiri dari lascar Hizbullah dan Sabillilah memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949. Pada saat itu focus pemerintah Indonesia terpecah dikarenakan dalam waktu yang bersamaan harus menghadapi Belanda. Selain itu medan berupa pegunungan sangat mendukung pasukan Tentara Islam Indonesia (TII) untuk bergerilya. Penyelesaian Pada awalnya pemerintah RI berupaya menyelesaikan pemberontakan melalui jalan damai yaitu mengutus Moh. Natsri untuk mengajak Kartosuwiryo kembali kepangkuan ibu pertiwi, akan tetapi misi damai berujung kegagalan. Oleh karena itu operasi militer ditempuh oleh pemerintah. Operasi Bharatayudha dengan taktik Pagar Betis berhasil menangkap Kartosuwiryo di Gunung Geber, Majalaya Jawa Barat. Kartosuwiryo akhirnya dihukum mati pada tanggal 16 Agustus 1962. 2. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah Latar belakang setelah Kartosuwiryo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII), Amir Fatah menyatakan bergabung dengan DI/TII dan Jawa Tengah menjadi bagian NII Tokoh 1. Amir Fatah 2. Mahfudz Abdurachman (Kyai Sumolangu) Peristiwa Pada tanggal 23 Agustus 1949 di Desa Pangarasan, Tegal, Amir Fatah menyatakan diri bergabung dengan DI/TII Jawa Barat. Selain Amir Fatah, Kyai Sumolangu dengan Angkatan Umat Islam juga menyatakan bergabung dengan Kartosuwiryo. Pemberontkan DI/TII Jawa Tengah meliputi kota Tegal, Pekalongan, Brebes dan Kebumen. Gerakan DI/TII Jawa Tengah semakin kuat dengan bergabungnya Batalyon 426 Kedu dan Magelang serta Gerakan Merapi- Merbabu Complex (MMC). Penyelesaian Pemberontkaan DI/TII Jawa Tengah ditumpas dengan Operasi Gerakan Banteng Negara (GBN) dipimpin oleh Letkol Sarbini (digantikan oleh Letkol M. Bachrun dan kemudian Ahmad Yani). GBN membentuk tentara khusus yang diberi nama Banteng Raiders. Sedangkan guna menumpas pemberontkan Batalyon 426 pemerintah membentuk Operasi Merdeka Timur yang dipimpin Letkol Soeharto. Pada awal tahun 1952 pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah berhasil dipadamkan. 3. Pemberontakan DI/TII Aceh Latar belakang Penyebab timbulnya pemberontakaan DI/TII Aceh adalah ketidakpuasan Daud Beureuh terhadap kebijakan pemerintah RI yang memasukan Aceh di bawah Karesidenan Sumatera Utara. Tokoh Tengku Daud Beureuh Peristiwa Pada tanggal 20 September 1953, Daud Beureuh mengeluarkan pernyataan bahwa Aceh termasuk bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Penyelesaian Operasi militer dilakukan untuk menumpas pemberontakan DI/TII Aceh akan tetapi mengalami kegagalan. Atas prakarsa Kolonel M. Yasin, diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang berlangsung pada tanggal 17-21 Desember 1962. Akhir pemberontakan DI/TII Aceh diselesaikan dengan cara damai. 4. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan Latar belakang Penyebab dari pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan adalah ketidakpuasan Kahar Muzakar terhadap kebijakan pemerintah mengenai rasionalisasi militer. Kahar Muzakar menginginkan agar Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang dipimpinnya diangkat tanpa melalui seleksi menjadi tentara Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Tokoh Kahar Muzakar Peristiwa Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah agar tentara KGSS dapat bergabung dengan APRIS. Pemerintah pusat menyalurkan tentara KGSS kedalam Korps Cadangan Nasional. Pada tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan menyatakan bergabung dengan DI/TII Kartosuwiryo. Penyelesaian Untuk mengatasi pemberontakan Kahar Muzakar, pemerintah melancarkan operasi militer dengan mengirimkan pasukan dari Devisi Siliwangi. Pemberontakan Kahar Muzakar cukup sulit untuk ditumpas, mengingat pasukan Kahar Muzakar sangat mengenal medan pertempuran. Akhirnya pada bulan februari 1965 Kahar Muzakar tewas dalam sebuah pertempuran. Pembrontakan benar-benar dapat ditumpas pada Juli 1965. 5. Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan Latar belakang Pembentukan gerakan Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT) oleh Ibnu Hajar Tokoh Ibnu Hajar alias Angli alias Haderi Bin Umar Peristiwa Ibnu Hajar adalah mantan anggota TNI yang memberontak dengan membentuk KRYT. Kemudian Ibnu Hajar menyatakan bergabung dengan NII pimpinan Kartosuwiryo. Penyelesaian: Penyelesaian pemberontakan Ibnu Hajar dilakukan dengan jalan damai dan operasi militer. Pada tahun 1963, pasukan Ibnu Hajar dapat ditumpas dan Ibnu hajar dijatuhi hukuman mati.
C. Pembeontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) tanggal 23 Januari 1950
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
D. Republik Maluku Selatan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan terror di pengasingan, Belanda. Pemimpin Pemerintah RMS yang pertama dibawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah Mr. dr. Chris Soumokil(Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan anjing Belanda) dibunuh secara illegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam pengasingan di Belanda dibawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua [drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda. Tagal serangan dan anneksasi illegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS - diantaranya Mr. Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966. Kerusuhan Dalam bulan september 2011 Jendral Kivlan Zen purn. mengaku dalam wawancara dengan Global Post bahwa KERUSUHAN AMBON sebenarnya REKAYASA dari para elit RMS dan Pendukung RMS di Belanda. mereka membuat skenario seolah-olah TNI dan Pemerintah Republik Indonesia telah lakukan mendestabilisasi Maluku secara politik dan ekonomis. Dalam skenario ini dibuat seolah-olah RMS dipersalahkan dengan sengaja dan kambinghitamkan. Mereka memakai kalimat-kalimat seperti: "Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. padahal ditemukan banyak sekali bukti kalau RMS terlibat dalam kerusuhan Maluku dan upaya Genosida Umat Islam di Maluku oleh Orang Kristen & RMS. Beberapa aktivis RMS telah membuat pengakuan palsu dan bohong kalau mereka telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.", padahal Jendral Kivlan Zen sendiri sekarang mengaku secara terbuka bahwa itu semua permainan elit politik RMS dan Pendukung RMS di Belanda dengan sokongan penuh anggota parlemen Belanda. RMS dibuat skenario sehingga Umat Kristen seperti sengaja dikambinghitamkan, sehingga merasa tidak pernah bersalah. Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi, tetapi pernah disiksa dan dianiaya. namun kemudian RMS dan Pendukung yang mayoritas orang Kristen di Maluku membuat berita bohong seolah-olah Penari Cakalele tersebut Dipukul sampai babak belur oleh DENSUS 88 atas perintah Presiden SBY sendiri. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat tetapi tidak pernah terbukti beritya ini. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. banyak berita palsu yang disebarkan oleh gerombolan RMS & OPM yang sangat pro Belanda bahwa TAPOL yang terbanyak di Indonesia pada saat ini terdapat di Maluku dan Papua. Hal ini menoda wajah NKRI sebagai demokrasi, sebab di negara-negara demokratis lain-lain didunia orang tidak dijatuhkan hukuman 15 tahun penjara hanya menaikkan lambang negara yang terlarang. padahal dinegara manapun jika ada anggota gerakan separatis mencoba mengibarkan lambang gerakan separatis tersebut pasti akan ditindak keras seperti di New Kaledonia dan Tahiti. di Belanda sendiri RMS dan OPM tidaklah lebih daripada kelompok Terroris dan pengacau Bodoh.
E. Pemberontakan Andi Azis
Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan oleh kesatuan- kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun berbagai tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut: 1. Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT. 2. Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI yang sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang. 3. Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan supaya tetap berdiri. Untuk menumpas pemberontakan Andi Azis pemerintah RIS melakukan berbagai upaya, di antaranya adalah: 1. Setelah ultimatum kepada Andi Azis untuk menghadap ke Jakarta guna mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak dipenuhi maka pemerintah mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut. 2. Pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan dan kepolisian. Selanjutnya APRIS segera bergerak dan menguasai kota Makassar dan sekitarnya. Pada bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran-pertempuran antara pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan Agustus 1950.
F. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958. 2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958. 3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo. 4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo. 5. Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari : Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono. Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono. Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda. Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat G. Pemberontakan G 30 S/PKI dan cara penumpasan Latar Belakang Partai Komunis Indonesia mengalami kemunduran setelah mengalamai kegagalam dalam pemberotakan di Kota Madiun. Akan tetap, setelah D.N Aidit menjadi ketua PKI pada tahun 1951, PKI berkembang pesat bahkan menjadi salah satu partai pemenang Pemilu 1955. Pada masa Demokrasi Terpimpin, PKI semakain bertambah kuat dengan adanya gagasan NASAKOM dari presiden Seokarno. Pada akhir tahun 1963, PKI melakukan gerakan sepihak diantaranya Peristiwa Jengkol, Peristiwa Indramayu, Peristiwa Kanigoro dan Peristiwa Bandar Betsi yang berupa penyerobotan tanah perkebunan. PKI melakukan kampanye melawan tujuh setan desa yaitu tuan tanah, tukang ijon, kapitalis birokrat (kabir), bandit desa dan pemungut zakat. Kempanye dilakukan guna mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat. Dalam usaha menyusun kekuatan dan merebut kekuasaan, PKI melakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Membentuk Biro Khusus dipimpin Syam Kamaruzman. Tugas Biro Khusus adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasaan dengan cara infiltrasi ke dalam tubuh ABRI, organisasi politik dan organisasi massa. 2. Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. 3. Melakukan latihan militer di Lubang Buaya. Secara militer gerakan 30 September 1965 dipimpin oleh Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Resimen Cakarabirawa (pengawal Presiden) 4. Membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang ingin menanamkan pengaruh PKI dalam bidang budaya. Sementara pihak yang bertentangan dengan PKI membentuk Manifes Kebudayaan (Manikebu). 5. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD dengan melancarkan isu Dewan Jenderal yang akan memberontak. Selain itu terdapat dokumen Gilchrist yang berisi adanya kerjasama antara TNI-AD dengan CIA dan Inggris. Peristiwa Gerakan 30 September dimulai pada dini hari, tanggal 1 Oktober, yakni menculik dan membunuh enam perwira tinggi angkatan darat. Korban kemudian dibawa di desa Lubang Buaya dan dimasukan ke dalam sumur tua kemudian ditimbun dengan sampah dan tanah. keenam perwira tinggi yang dibunuh adalah: 1. Letnan Jenderal Ahmad Yani 2. Mayor Jenderal R. Suprapto 3. Mayor Jenderal M.T Haryono 4. Mayor Jenderal S. Parman 5. BrigadirJenderal D.I. Panjaitan 6. Brigadir Jenderal Soetoyo Siswomiharjo Jenderal Abdul Haris Nasution, Menteri Perahanan dan Keamanan berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putri beliau, Irma Suryani Nasution tewas akibat tertembak para penculik. Letnan Satu Pierre Tendean, ajudan Jenderal Nasution juga menjadi korban beserta Brigadri Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah wakil Perdana Menteri II, Dr. J. Leimena. Peristiwa pembunuhan lainnya terjadi di Yopgyakarta, korban yang terbunuh adalah Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Pada tanggal 1 Oktober pukul 07.20, Kolonel Untung menyiarkan pengumuman melalui RRI bahwa telah terjadi Gerakan 30 September yang bertujuan menghancurkan Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan presiden Soekarno. Penyelesaian Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil alih komando AD karena belum ada kepastian mengenai keadaan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat. Langkah pertama yang diambil adalah merebut studio RRI Pusat dan Kantor PN Telekomunikasi. Pada pukul 17.20 pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo berhasil menguassai objek vital tersebut. Selanjunya Mayor Jenderal Soeharto melauli RRI mengeluarkan pengumuman yang menyatakan: 1. Gerakan 30 September adalah suatu ppemberontakan 2. Enam perwira AD telah diculik 3. Presiden Seokarno dalam keadaan aman 4. Rakyat tetap diminta tenang dan waspada. Pada tanggal 2 Oktober 1965, Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma berhasil dikuasai. Atas petunjuk dari Ajudan Brigadir Polisi Sukitman pada tanggal 3 Oktober ditemukan tempat penguburan para periwara AD yang dibunuh. Semua korban kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata kemudian dianugerahi Pahlawan Revolusi. Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai hari kesaktian Pancasila. Operasi pembersihan terus dilakukan, seorang demi seorang tokoh PKI berhasil ditangkap. Kolonel Latif dan Kolonel Untung berhasil ditangkap, sedangkan D.N Aidit tertembak mati pada tanggal 24 November 1965 di Surakarta. Pada akhirnya pemberontakan PKI berhasil dipadamkan atas kerjasama antara tentara AD dengan masyarakat.