Anda di halaman 1dari 2

Keracunan histamin

Keracunan histamin disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin di dalam ikan yang
dikonsumsi. Keberadaan histamin atau scombrotoxin tidak bisa dideteksi secara sensorik karena
tidak berbau & tidak berwarna. Histamin tidak membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah
yang rendah, yaitu 8 mg/100 gr ikan. Gejala keracunan akan terjadi jika kita mengkonsumsi ikan
dengan kandungan histamin tinggi (lebih dari 70 mg/100 gr ikan).
Rasa mual dengan atau tanpa muntah/diare, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir
bengkak, sakit kepala, muka dan leher kemerah-merahan, kulit gatal dan badan lemas adalah
gejala yang timbul akibat keracunan histamin. Keracunan histamin bukan alergi. Tetapi karena
gejalanya mirip, orang sering keliru membedakan antara keracunan histamin dengan alergi.
Walau sampai saat ini belum pernah dilaporkan adanya kematian akibat keracunan histamin,
efek yang ditimbulkannya tidak bisa dianggap sepele.
Secara alami, keracunan histamin biasanya terjadi ketika mengkonsumsi ikan dari famili
Scombridae dan Scomberesocidae (scomroid fish). Karena itu, keracunan histamin sering juga
disebut dengan keracunan karena scombrotoxin. Keracunan histamin juga bisa terjadi ketika
mengkonsumsi ikan pelagik dengan kadar daging merah yang tinggi. Beberapa contoh ikan yang
sering menjadi penyebab keracunan histamin adalah ikan tuna, sardine, mackerel, swordfish dan
marlin. Pada cumi-cumi, udang dan kerang, histamin dijumpai dalam jumlah rendah.
Ikan penyebab keracunan histamin biasanya mengandung histidin bebas dalam jumlah
tinggi. (kadar histidin bebas lebih dari 1%). Perubahan dari histidin menjadi histamin,
disebabkan oleh aktivitas enzim histidine decarboxylase (HD) dari bakteri yang
mengkontaminasi ikan. Margonella sp, Proteus sp, Klebsiella sp dan Hapnia sp adalah contoh
bakteri yang memiliki enzim HD. Cumi-cumi, udang dan kerang hanya mengandung sedikit
histidin bebas. Hal ini menjelaskan mengapa kadar histamin didalam seafood ini rendah.
Tergantung kondisi suhu serta higiene dan sanitasi lingkungan selama penyimpanan dan
penanganan ikan, maka dekomposisi histidin menjadi histamin bisa jadi berlangsung ketika
kondisi ikan masih terlihat baik. Seperti halnya pertumbuhan bakteri, proses konversi histidin
menjadi histamin juga berlangsung cepat pada suhu ruang, dengan suhu optimum 35C. Kondisi
lingkungan penyimpanan dan penanganan ikan yang tidak memenuhi persyaratan higiene dan
sanitasi juga akan mempercepat dekomposisi histidin menjadi histamin.

Penting juga untuk diperhatikan, histamin bersifat stabil selama pemanasan dan
pembekuan. Sehingga, jika ikan yang mengandung histamin dalam jumlah tinggi diolah lebih
lanjut menjadi produk olahan ikan baik itu dalam bentuk ikan beku, ikan yang telah dimasak,
dikuring atau dikalengkan maka produk akhir yang dihasilkan akan tetap mengandung histamin
dalam jumlah tinggi. Karena itu tidak mengherankan jika keracunan histamin bisa tetap terjadi
padahal ikan telah dimasak dengan sempurna.
Histamin tidak bisa dirusak oleh pemasakan. Oleh karena itu, untuk mencegah keracunan
histamin maka kadar histamin ikan harus dijaga agar tetap rendah. Beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan histamin ikan tetap rendah adalah:
Jika membeli ikan, pastikan ikan tersebut disimpan dalam kondisi dingin. Pilih hanya
ikan yang bermutu baik. Ikan bermutu baik biasanya memiliki kadar histamin rendah
(kurang dari 3.83 mg/100 gr)
Ikan yang diterima/dibeli segera disimpan pada suhu rendah (4C) sampai saat akan
digunakan. Jika akan disimpan untuk waktu lama, simpan di dalam freezer (suhu beku).
Lakukan thawing ikan beku di dalam refrigerator.
Terapkan praktek higiene sanitasi yang baik selama menyimpan dan menangani
ikan. Praktek ini akan meminimalkan aktivitas mikroba termasuk dalam mendegradasi
histidin menjadi histamin.

Anda mungkin juga menyukai