ANDI SILPIA (2011730122) ASTRI KARTIKA SARI (2011730124) DIMAS HERVIAN PUTRA (2011730129) IRAWATI (2011730124) MUHAMMAD THANTHAWI J (2011730151) RR. YUNISA PUTRI R (2011730161) REZKY PRATAMA (2011730159) SURAYYA ARDILLA (2011730163) VIDIA AMRINA R (2011730167) YUDHA DAUD P (2011730168) TUTOR: dr. Yusnam Syarief
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmah HidayahNYA sehingga kami akhirnya dapat menyelesaikan laporan modul 1 Sesak Nafas pada system kegawatdaruratan dan traumatology sebagai tuntutan perlengkapan administrasi. Laporan ini merupakan hasil observasi dari problem based learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah. Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan. Terima kasih kepada para narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu sehingga laporan ini dapat tersusun.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 19 Juni 2014
PENYUSUN
BAB I PENDAHULUAN
A. Skenario I Seorang laki-laki usia 25 taun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.
B. Kata / Kalimat Sulit - C. Kata / Kalimat Kunci 1. Laki-laki 25 tahun 2. Sesak Nafas 3. Pucat dan kebiruan 4. Nadi cepat dan lemah
D. Pertanyaan- Pertanyaan 1. Jelaskan apa saja penyebab sesak nafas serta gejala tanda dari scenario! 2. Bagaimana membedakan antara sesak nafas akibat trauma dan non trauma ? 3. Jelasakan bagaimana tindakan awal penanganan jalan nafas pada penderita sesak nafas tanpa alat! 4. Jelasakan bagaimana tindakan awal penanganan jalan nafas pada penderita sesak nafas dengan alat! 5. Bagaimana cara memberikan oksigen pada scenario? 6. Bagaimana cara pemberian tindakan lanjut apabila terjadi kegagalan tindakan awal? 7. Bagaimana cara memberikan resusitasi? 8. Jelaskan mekanismeebirua, nadi cepat dan lemah pada scenario! 9. Jelaskan dan sebutkan lokasi dan cara pemeriksaan Nadi! 10. Bagaimana cara pemakaian obat-obatan darurat? 11. Jelaskan bagimana cara menstabilisai penderita sesak nafas karena trauma! 12. Jelaskan syarat-syarat melakukan transportasi dan ujukan untuk penderita pada scenario!
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Jelaskan apa saja penyebab sesak nafas serta gejala tanda dari scenario! 2. Bagaimana membedakan antara sesak akibat trauma dan non trauma? 3. Jelasakan bagaimana tindakan awal penanganan jalan nafas pada penderita sesak nafas tanpa alat! 4. Jelasakan bagaimana tindakan awal penanganan jalan nafas pada penderita sesak nafas dengan alat! 5. Bagaimana cara memberikan oksigen pada scenario? 6. Bagaimana cara pemberian tindakan lanjut apabila terjadi kegagalan tindakan awal? 7. Bagaimana cara memberikan resusitasi? 8. Jelaskan mekanismeebirua, nadi cepat dan lemah pada scenario! 9. Jelaskan dan sebutkan lokasi dan cara pemeriksaan Nadi! 10. Bagaimana cara pemakaian obat-obatan darurat? 11. Jelaskan bagimana cara menstabilisai penderita sesak nafas karena trauma! 12. Jelaskan syarat-syarat melakukan transportasi dan ujukan untuk penderita pada scenario!
1. Dimas Hervian Putera 2011730129
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC : Jakarta.
2. Andi Silpia 2011730122 Penyebab Sesak napas, yaitu : Trauma a. Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya : 1. infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat. 2. Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katub jantung sebelumnya. 3. Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk.
b. Pulmonal dispneu, misalnya : 1. Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi. 2. Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan wheezing ( mengi ). 3. COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional (latihan). 4. Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.
c. Hematogenous dispneu Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ).
d. Neurogenik dispneu Contohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan.
e. Trauma Kepala Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun penyebab terseringnya adalah kecelakaan seperti kecelakaan lalulintas. Jika hal tersebut terjadi, akan mengakibatkan terjadinya trauma pada kepala sehingga dapat menimbulkan perdarahan,baik perdarahan intracranial maupun perdarahan ekstrakranial..Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, akibat yang ditimbulkan yaitu sakit kepala hebat dan menekan pusat reflek muntah di medulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antara intake dengan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi serebral sehingga koordinasi motorik terganggu. Disamping itu hipoksia juga dapat menyebabkan terjadinya sesak nafas.
Non Trauma 1. Efusi Pleura Efusi Pleura, yang juga dikenal dengan cairan di dada, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura. Pleura adalah kantung yang terdiri dari dua lapisan yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada dan struktur-struktur di sekitarnya. Biasanya, sejumlah kecil cairan yang ada diantara dua lapisan tersebut berfungsi sebagai pelicin, mencegah gesekan ketika paru-paru mengembang dan menguncup ketika bernafas. Pada efusi pleura, jumlah cairan yang abnormal dalam rongga pleura membatasi fungsi paru-paru, menghasilkan gejala, seperti batuk, nyeri dada dan kesulitan bernafas.
2. Asma Bronkhial Penyakit asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini menjadi penyabab asma dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga
3. Pneumonia Adalah infeksi pada organ paru, merupakan penyakit menular dan menjadi penyebab kematian nomor 1 pada usia kanak-kanak. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri dan jamur. Beberapa tahun yang lalu di Indonesia merebak kasus virus Influenza (flu Burung atau flu baru/babi) yang menyebabkan kematian dengan kemampuan penularan yang tinggi. Gejala klinik yang dikeluhkan pasien pada awalnya adalah panas dan batuk dan bila berlanjut akan terjadi sesak napas, nyeri dada, panas tinggi dan penurunan kesadaran. Penundaan penanganan pneumonia adalah fatal karena organ paru yang terkena tidak lagi dapat melakukan fungsi dengan baik karena elemen terkecil tempat pertukaran gas di paru yang disebut ALVEOLI sudah terisi oleh infiltrat (cairan) sehingga Oksigen yang dibutuhkan tubuh tidak lagi dapat diambil oleh Alveoli. Kejadian ini disebut sebagai GAGAL NAPAS yang menyebabkan pasien harus dibantu dengan mesin pompa napas (ventilator) untuk menyelamatkan jiwanya.
Perbedaan antara sesak napas akbat trauma dan non-trauma
Trauma Non Trauma - Adanya riwayat trauma - Sering disertai tanda syok - Akut (tiba-tiba) - Tanpa riwayat trauma - Tidak disertai tanda syok - Sudah ada riwayat perjalanan penyakit tertentu
3, 4 Yunisa Putri Ryanti 2011730161
Penanganan Awal AIRWAY I. Penilaian 1. Tanda-tanda objektif sumbatan airway: A. Look (lihat): melihat gerakan napas/pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga B. Listen (dengar): mendengar aliran udara pernapasan C. Feel (raba/rasa) merasakan adanya aliran udara pernapasan 2. Penilaian secara cepet tepat akan adanya obstruksi II. Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi 1. Obstruksi Parsial A. Suara mendengkur (snoring) a. Tanpa alat secara manual Sumbatan jalan napas karena pangkat lidah jjatuh kebelakang, terdengar sara snoring atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara: Head-tilt/chin lift Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin lift Cara melakukan: 1. Letakan satu ttangan pada dahi tekan perlahan ke posterior, sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan napas). 2. Letakan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bahwa tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambil mempertahankan cara 1. Jaw thrust Bila tidak sadar da nada cedera kepala dengan cara jaw thrust Cara melakukan: 1. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala 2. Letakan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong keuar. 3. Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong diletakan pada lantai atau alas dimana korban diletakan. 4. Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan head tilt dan membuka mulut (metode gerak triple) Untuk cedera kepala/leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasi leher. b. Dengan menggunakan alat Pipa orofaring Cara pemasangan: 1. Pakai sarung tangan 2. Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari dan teluntuk 3. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya 4. Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan mudah dimasukan 5. Arahkan lengkungan meghadap ke langit-langit (palatal) 6. Masukan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah 7. Dorong pean-pelan sampai posisi tepat 8. Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring dengan melihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara napas pasca pemasangan. c. Berkumur (gurgling) Sapuan jari (finger sweep) Cara melakukan: 1. Pasang sarung tangan 2. Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah 3. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa untuk membersihkan dan mengorek semua benda asing dalam mulut Cross finger Dengan suction 2. Obstruksi oral A. Tanpa secara manual Back blows (pasien sadar) Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangal diatas tulang belakang diantara kedua tulang belikat. Jika memungkinkan rendahan kepaladi bawah dada. Heimlich maneuver (pasien sadar) Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitari pinggang, peganglah satu sama lain pergelangan atau kepalan tangan (penolong). Abdominal thrust (pasien tidak sadar) Letakan kedua tangan (penolong pada perut antara pusat dan prosesus sifoideus, tekanlah kea rah abdomen atas dengan hentakan cepat 3-5 kali. B. Dengan menggunakan alat ETT (Endotrakhea tube)
BREATHING Breathing dilakukan apabila pemeriksaan airway telah dilaksanakan. Atau apabila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi. I. Tanpa menggunakan alat: 1. Mouth to mouth Sambil mempertahankan posisi keala (jalan napas) lakukan tiupan nafas buatan dengan mulut denan cara tarik napas dalam, tiup dan liat pengembangan dada. Dengan konsentrasi oksigen 16%. 2. Mouth to mask Cara: A. Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mlut dan hidung, lalu rapatkan. B. Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan napas) lakukan tipuan napas dengan menggunakan: a. Kanula oksigen: dengan oksigen 2-3 liter/menit, konsentrasi 30% b. Sungkup sederhana: dengan oksigen 6-8 liter/menit, konsentrasi 60% c. Sungkup berbalon: dengan oksigen > 10 liter/menit, konsentrasi 100% C. Kemudian liat pengembangan dada. D. Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit.
Pemberian ventilasi tekanan positif 1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita 2. Pastikan jalan napas penderita bebas 3. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker rapat ke wajah penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari sisi masker pada saat dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai dada penderita terlihat mengembang. 4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita. CIRCULATION Indikasi pijat jantung: bradikardia (<60x/menit atau henti jantung). Lokasi pemijitan: 1/3 bagian bawah tulang dada (sernum) dengan kedalaman pijitan 1/3 tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan dengan frekuensi pemijitan 100x/menit. Koordinasi antara pijat jantung dan napas buatan yaitu 5:1 dengan 20 siklus.
DISABILITY 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/pts 2. Nilai pupil: besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation
EXPOSURE/KONTROL LINGKUNGAN 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia: beri selimut hangat dan tempatkan pada ruagnan yang cukup hangat
5. YUDHA DAUD P 2011730168 Pemberian oksigen
Tujuannya adalah Meningkatkan kandungan oksigen dalam darah arteri dihantarkan ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerobik. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% untuk : - Mencegah hipoksia sel & jaringan - Menurunkan kerja nafas - Menurunkan kerja otot jantung
LANGKAH PEMBERIAN OKSIGEN: 1. Universal precaution (cuci tangan) 2. Hubungan humidifier serta flowmeter pada tabung oksigen 3. Sambungkan selang kanul/masker ke selang sumber oksigen/humidifier 4. Cek aliran oksigen (humidifier akan bergelembung) 5. Atur aliran oksigen sesuai indikasi 6. Pasang kanul/masker pada klien dan atur pengikat untuk kenyamanan klien 7. Observasi dan evaluasi oksigenasi dengan klinis pasien 8. Rujuk dan konsultasi bila perlu Untuk alat pemberian oksigen menggunakan : 1. Kanul nasal 2. Sungkup muka (masker) 3. Masker non rebreathing Sementara sumber oksigennya berasal dari : 1. Humidifier 2. Flow meter 3. Tabung oksigen Rumus pemberian oksigen adalah : FiO2 = 150 + AaDO2 x 100% =..% 760 AaDO2 = PAO2 PaO2 PAO2 : tekanan oksigen alveoli PaO2 : nilai diambil dari hasil AGD FiO2 : konsentrasi O2 diberikan pd pasien AaO2 : prbdaan tek.O2 alveolar dgn O2 arteri
6. VIDIA AMRINA R 2011730167 Intubasi Endotrakeal Intubasi endotrakeal merupakan cara yang paling efektif dan handal untuk mengamankan jalan napas. Metode ini menjamin patensi jalan napas, mencegah aspirasi, memastikan oksigenasi yang baik, dan memungkinkan pemberian ventilasi tekanan tinggi dan positive end-expiratory pressure (PEEP). Suctioning dapat dilakukan dengan mudah; obat-obatan juga dapat diberikan melalui selang endotrakeal apabila tidak terdapat akses intravena. DEFINISI Intubasi endotrakheal adalah tindakan untuk memasukan pipa endostracheal kedalam trachea. Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask, pemberian nafas buatan secara mekanik ( respirator )memungkinkan pengisapan secret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi. TUJUAN Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask, pemberian nafas buatan secara mekanik ( respirator )memungkinkan pengisapan secret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi. INDIKASI a. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas b. Pasien memerlukan bantuan nafas dengan respirator c. Menjaga jalan nafas tetap bebas d. Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, mulut, hidung, tenggorokan, operasi abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy. e. Terdapat banyak sputum ( pasien tidak mengeluarkan sendiri )
JENIS INTUBASI a. Intubasi oral -Keuntungan : lebih mudah dilakukan, bisa dilakukan dengan cepat pada pasien dalam keadaan emergency, resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil -Kerugian : tergigit, lebih sulit dilakukan oral hygiene dan tidak nyaman. b. Intubasi nasal -Keuntungan : pasien merasa lebih enak/ nyaman, lebih mudah dilakukan pada pasien sadar, tidak akan tergigit -Kerugian : pipa ET yang digunakan lebih kecil, pengisapan secret lebih sulit, dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan, dan lebih sering terjadi infeksi ( sinusitis ) KOMPLIKASI a. Ringan Tenggorokan serak, kerusakan pharyng, muntah, aspirasi, gigi copot/ rusak. b. Serius Laryngeal edema, obstruksi jalan nafas, rupture trachea, perdarahan hidung, fistula trcheoesofagal granuloma, memar, laserasi akan terjadi dysponia dan dyspagia, bradi kardi, aritmia, sampai dengan cardiac arrest. Penyulit : a. Leher pendek b. Fraktur servical c. Rahang bawah kecil d. Osteoarthritis temporo mandibula joint e. Trismus f. Ada masa difaring dan laring PERSIAPAN PASIEN DAN ALAT 1.Persiapan pasien. a. Beritaukan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. b. Minta persetujuan keluarga/ informed consent c. Berikan support mental d. Hisap cairan atau sisa makanan dari naso gastric tube e. Yakinkan pasien terpasang IV line dan infuse menetes dengan lancer 2.Persiapan alat. a. Bag and mask + slang 02 dan 02 b. Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan lampu harus menyala dengan terang c. Alat-alat untuk suction ( yakinkan berfungsi dengan baik ) d. Xillocain jelli/ xyllocain spraydan ky jelli e. Naso/ orotracheal tube sesuai ukuran pasien Laki-laki dewasa no 7, 7.5, 8 Perempuan dewasa no 6.5, 7, 7.5 Anak-anak usia ( dalam tahun ) + 4 dibagi 4 f. Konektor yang cocok dengan tracheal tube yang disiapkan g. Stilet/ mandarin h. Magyll forcep i. Oropharingeal tube ( mayo tube ) j. Stethoscope k. Spoeit 20 cc untuk mengisi cuff l. Plester untuk fiksasi m. Gunting bantal kecil setinggi 12 cm
PROSEDUR a. Mencuci tangan b. Posisi pasien terlentang c. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 12 cm d. Pilih ukuran pipa endotraceal yang akan digunakan e. Periksa balon pipa/ cuff ETT f. Pasang blade yang sesuai g. Oksigenasi dengan bag dan mask/ ambil bag dengan O2 100% h. Masukan obat-obat sedasi dan muscle relaxan i. Buka mulut dengan laryngoscope sampai terlihat epiglottis j. Dorong blade sampai pangkal epiglottis k. Lakukan pengisapan lender bila banyak secret l. Anastesi daerah laring dengan xillocain spray ( bila kasus emergency tidak perlu dilakukan ) m. Masukan endotraceal tube yang sebelumnya sudah diberi jelli n. Cekapakah endotraceal sudah benar posisinya o. Isi cuff dengan udara, sampai kebocoran mulai tidak terdengar p. Lakukan fiksasi dengan plester q. Foto thorak
PERAWATAN INTUBASI a. Fiksasi harus baik b. Gunakan oropharing air way ( guedel )pada pasien yang tidak kooperatif c. Hati-hati pada waktu mengganti posisi pasien d. Jaga kebersihan mulut dan hidung e. Jaga patensi jalan nafas f. Humidifikasi yang adekuat g. Pantau tekanan balon h. Observasi tanda-tanda vital dan suara paru-paru i. Lakukan fisioterapi nafas tiap 4 jam j. Lakukan suction setiap fisioterapi nafas dan sewaktu-waktu bila ada suara lender k. Yakinkan bahwa posisi konektor dalam posisi baik l. Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan m. Lakukan foto thorak segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu n. Observasi terjadinya empisema kutis o. Air dalam water trap harus sering terbuang p. Pipa endotraceal tube ditandai diujung mulut/ hidung Krikotiroidotomi
Krikotirodotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul. Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat (Hadiwikarta, dkk, 2010)
Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle cricothyroidotomy dan surgical cricothyroidotomy. a. Needle cricothyroidotomy Pada needle cricothyroidotomy,sebuah semprit dengan jarum digunakan untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trakea. Setelah jarum menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan dan dilekatkan pada sebuah kantung berkatup. b. Surgical cricothyroidotomy Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya membuat insisi melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan memasukkan pipa untuk ventilasi pasien. Teknik Krikotirodotomi Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adams apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membrane krikotiroid terdapat diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara. Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan- jaringan disekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam. Indikasi Indikasi Absolut krikotiroidotomi : - gagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang terhadap pemasangan alat bantu nafas. Indikasi relative krikotiroidotomi : - trauma wajah atau orofaringeal yang masif - pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif. Kontraindikasi Kontraindikasi absolute : tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi Kontrainsokasi relative : Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid Tumor laring Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut Gangguan perdarahan Edema leher yang masif Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia, TB).
Komplikasi Komplikasi dari krikotiroidotomi : Gagal napas Perdarahan local dan hematoma Emfisema subkutis Infeksi Perforasi esophageal Mediastinitis Pneumotoraks Pneumomediastinum Trauma pita suara Trauma laring Trauma kelenjar tiroid Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus Stoma persisten Stenosis subglotik
Trakeostomi Trakeostomi adalah prosedur operatif dengan membuat lubang untuk bernapas pada dinding depan trakea. Trakeostomi menurut letak yaitu letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batasnya adalah cincin trakea ketiga. Trakeostomi menurut waktu yaitu trakeostomi darurat dan trakeostomi berencana. Indikasi Trakeostomi Alasan utama trakeostomi dilakukan, yaitu : - Obstruksi saluran napas atas - Insufisiensi mekanis respirasi - Kesulitan pernapasan akibat sekresi - Elektif: trakesotomi dilakukan untuk mempertahankan aliran udara saat saluran napas atas tidak dapat dilakukan. - Untuk membantu pemasangan alat bantu pernapasan - Mengurangi ruang rugi /dead air space Prosedur Trakeostomi Alat-alat yang diperlukan, yaitu : - Spoit (semprit) dengan anestesi local (lidokain 2%) - Pisau (bisturi no. 11 & 15 dan penanganannya) - Pinset anatomi - Gunting panjang dengan tepi/ujung yang tumpul - Haak tumpul yang kecil, klem arteri (hemostat) lurus & bengkok - Retraktor untuk membuka lumen trakea - Suction dan kauterisasi - Kanul trakea - Forceps. Kanul Trakheostomi Terdiri dari 3 bagian yaitu kanul luar, kanul dalam dan abturator. Kanul dalam dapat ditarik untuk dapat dibersihkan dalam waktu yang singkat. Obturator hanya digunakan sebagai penuntun untuk kanul luar dan dicabut kembali setelah kanul luar masuk pada tempatnya. Bentuk-bentuk kanul dapat pula bervariasi sesuai dengan jenis dan kegunaannya masing-masing. Jenis-jenis Kanula
Kanul Metal
Dewasa dan Anak-anak Kanul Plastik
Tube Portex dan Tube Sheiley Trakheostomi Elektif Pada Orang Dewasa Penderita tidur terlentang dengan posisi kepala lebig tingga daripada kaki untuk mengurangi tekanan aliran balik vena. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis dan antisepsis dan ditutup dengan kain kasa steril. Insisi horisontal direkomendasikan pada trakheostomi elektif. Insisi kulit dilakukan pada daerah landmark sepanjang 5 cm,yaitu cincin ke-2 dan ke-4. Ikatan-ikatan otot dipisahkan selapis demi selapis dan dijauhkan satu sama lain dengan dua penarik kecil samapi cincin trachea tampak Isthmus ini bisa diretraksi maka dapat ditarik ke atas dan ke bawah menjauhi lapangan trakheostomi. Irisan trakhea dilakukan pada jajaran setinggi cincin kedua dan ketiga. Kanul trakheostomi disesuaikan dengan diameter dari lumen trakhea dan panjangnya disesuaikan dengan panjang trakhea. Setelah kanul terpasang, dilakukan fiksasi berupa pengikatan dari kanul dan diikatkan disisi leher. Trakheostomi Darurat Indikasi: kondisi pasien sangat berat berupa hipoksia yang semakin menghebat dimana tidak ada waktu untuk trakheostomi terencana dan fasilitas untuk intubasi endoktrakhea dan pemasukkan bronkhoskopi tidak memungkinkan. Teknik dari trakheostomi darurat berbeda dari trakheostomi terencana, yaitu insisi dilakukan secara vertikal. Trakheostomi Pada Anak Teknik trakheostomi pada anak prinsipnya sama dengan pada orang dewasa. Anak harus lebih hati-hati karena anatomi leher anak sedikit berbeda. Diperlukan pula suatu ventilasi control dengan masker. Perawatan Pasca Trakheostomi - Awasi tanda vital - Foto dada segera dilakukan dan 48 jam kemudian untuk melihat komplikasi lambat yang mungkin ada. - Udara hangat yang lembab harus disediakan selama 48 sampai 72 jam - Aspirasi teratur harus dilakukan dalam beberapa hari segera setelah operasi Komplikasi Immediate - Apneu, akibat lambatnya penanganan hipoksia - Perdarahan - Pneumothoraks dan pneumomediastinum - Trauma pada kartilago krikoid - Trauma pada struktur dekat trachea, seperti esophagus, n.laringeal rekurens dan pleura. Intermediate. - Erosi trachea dan perdarahan - Disposisi dari kanul trakheostomi - Emfisema subkutan - Aspirasi dan abses paru Late - Fistel trakheokutanes yang menetap - Stenosis dari laring dan trachea - Pembentukan jaringan ikat pada trachea - Fistel trakheaosofagus Dekanulasi Pastikan bahwa penyakit yang mendasari tindakan trakeostomi telah teratasi. Penutupan kanul trakeostomi dilakukan secara bertahap. Mulai dari bagian stoma/lubang, bagian dan terakhir ditutup penuh, atau dengan mengganti kanul dengan diameter yang lebih kecil. Syarat-syarat dilakukan dekanulasi Hambatan atau kelainan neurologik sudah teratasi sehingga airway melalui hidung sudah adekuat. Jika pasien dapat batuk dengan adekuat dan disertai fungsi menelan yang sudah baik. Sekret tidak ada tanda- tanda infeksi seperti mukopurulen. Stoma terawat baik dan tidak ada komplikasi misalnya fistel (faringokutan).
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Definisi Resusitasi jantung paru merupakan upaya mengembalikan fungsi system sirkulasi dan pernapasan untuk menjamin tercukupinya oksigenasi sel-sel terutama sel-sel otak dan jantung, ketika fungsi system sirkulasi dan pernapasan berhenti mendadak RJP dilakukan bila terjadi - Henti napas. Korban tidak bernapas, ditandai dengan tidak adanya pergerakan dada dan aliran udara napas - Henti jantung. Jantung berhenti berdenyut dan memompakan darah, ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri-arteri besar, seperti arteri karotis, arteri brakialis dan arteri femoralis. Langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru - Nilai kesadaran/respond an kesan pernapasan - Minta tolong (aktifkan system gawat darurat) - Circulation Support - Airway control dan cervical control - Breathin support - Defibrillator - Reevaluasi
1. Nilai kesadaran/respond an kesan pernapasan dilanjutkan dengan minta tolong (aktifkan system gawat darurat) 2. Cek nadi (bagi petugas kesehatan) 3. Lakukan RJP dengan perbandingan 30 : 2 (setiap 1 siklus) 4. Ketika AED datang, orang kedua memasang AED tanpa menghentikan kompresi jantung luat. Kompresi jantung luar hanya dihentikan bila AED sedang menganalisis dan ketika sedang memberikan shock. Setelah itu langsung dilanjutkan dengan kompresi jantung luar. 5. Reevaluasi dilakukan setiap 5 siklus
KONSEP PENTING : HIGH QUALITY AND EFFECTIVE CPR 1. Frekuensi kompresi jantung luar minimal 100x/menit 2. Kedalaman kompresi minimal 5cm 3. Biarkan chest recoil (dinding dada kembali keposisi semula) setelah setiap kompresi jantung luar 4. Minimalkan interupsi ketika sedang kompresi jantung luar. Interupsi yang boleh hanyalah untuk cek nadi dan defibrilasi 5. Hindari ventilasi yang berlebihan Tindakan resusitasi jantung paru tidak akan serta merta membuat korban hidup kembali. Perlu tindakan lebih lanjut dari tenaga medis atau paramedic (dengan peralatan yang lebih lengkap) seperti defibrilasi. Tanda-tanda RJP yang dilakukan berhasil - Napas spontan - Gerakan dada turun naik - Adanya aliran udara napas - Denyut nadi kembali teraba - Denyut jantung kembali terdengar melalui stetoskop - Kulit korban yang semula pucat menjadi kemerahan - Dapat melakukan gerakan terarah - Korban berudaha menelan - Refleks pupil positif RJP dihentikan bila - Penolong kelelahan - Korban telah dialihkan kepada petugasss lain yang lebih ahli - Didapatkan informasi bahwa korban sudah lama meninggal - Sirkulasi (denyut nadi) dan pernapasan sudah kembali pulih RPJ boleh dihentikan untuk sementara bila - Saat memindahkan pasien ke tandu - Memindahkan korban menuruni tangga atau melalui lorong yang sempit - Saat memasukan atau mengeluarkan korban dari ambulans - Saat melakukan defribilasi Kesalahan-kesalahan seputar RJP - Posisi pasien tidak terlentang - Alas lunak dan tidak rata - Pemberian napas yang tidak adekuat atau terlalu cepat - Posisi peniolong tidak tepat - Kompresi dada yang kurang atau terlalu cepat - Jumlah pijatan dan batuan napas tidak sesuai Penyulit dilakukannya RJP - Fraktur iga - Pneumotoraks - Hematotoraks - Luka dan memar pada paru, hati dan limpa Algoritma
7. REZKY PRATAMA 2011730159 Bagaimana cara memberikan resusitasi apabila terjadi kegagalan/gangguan sirkulasi? Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah sistematika upaya oksigenasi darurat. Sebelum mengetahui tentang BHD maka harus dipahami bahwa sistem pernapasan dan sirkulasi yang berhenti mendadak menyebabkan darah yang teroksigenasi tidak dapat sampai ke otak dan jaringan tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditolong. Berdasarkan berbagai penelitian berhentinya oksigenasi ke otak akan menimbulkan kerusakan di otak sejak menit ke-4 dan kematian otak terjadi mulai menit ke-6. Untuk itu BHD yang dilakukan memang harus secepatnya. BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas secara mendadak yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab tersering dari kondisi henti jantung ini adalah ventrikular takikardia (VT) dan ventrikular fibrilasi (VF). Pada American Heart Association (AHA) 2010 circulation didahulukan dengan cara penilaian nadi terlebih dahulu, begitu nadi tidak teraba maka resusitasi jantung paru (RJP) segera dimulai. Penilaian nadi tidak melebihi waktu 10 detik. Yang terpenting adalah penilaian nadi ini tidak memperlama dimulainya kompresi jantung luar. Lokasi penilaian denyut nadi : arteri karotis, terletak 2 jari ke kiri dan ke kanan dari garis pertengahan leher. Tanda dan gejala gangguan sirkulasi: Frekuensi nadi melebihi 100x/menit atau kurang dari 60x/menit Denyut nadi melemah Nadi tidak teratur Adanya perdarahan Adanya syok. Frekuensi nadi cepat, suhu kulit dingin, warna kulit pucat hingga kebiruan, dan pengisian kapiler pada ujung-ujung jari lambat Catatan: penilaian adanya perdarahan atau kondisi syok dilakukan bila teraba nadi. Bila nadi tidak ada maka dimulai kompresi jantung luar. Pengelolaan gangguan sistem sirkulasi - Pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar (Resusitasi Jantung Paru - RJP). Cara melakukan kompresi jantung luar: 1. Tentukan titik kompresi. Titik kompresi terletak di bagian setengah bawah tulang dada atau diantara 2 puting susu (pada garis tengah). 2. Letakkan tumit salah satu tangan di titik kompresi. Tangan yang lain ditempatkan diatas tangan pertama. Dianjurkan jari-jemari kedua tangan saling mengait. Tekanan hanya diberikan melalui tumit tangan tersebut, usahakan agar jari-jari penolong tidak menyentuh bahkan menekan tulang-tulang iga korban. 3. Saat melakukan penekanan dinding dada, posisi badan penolong tegak lurus bidang datar, dengan kedua lengan lurus. Penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya. Setiap siklus dilakukan 30 kali kompresi, dengan kedalaman sekitar 5cm. Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100x/menit. Setiap kali setelah kompresi biarkan dada korban kembali mengembang. Jangan lepaskan tangan penolong dari dada korban atau merubah posisi tangan. Konsep penting: High Quality and Effective CPR - Frekuensi kompresi jantung luar minimal 100x/menit - Kedalaman kompresi minimal 5cm - Biarkan chest recoil (dinding dada kembali ke posisi semula) setelah setiap kompresi jantung luar - Minimalkan interupsi ketika sedang kompresi jantung luar. Interupsi yang boleh hanyalah untuk cek nadi dan defibrilasi - Hindari ventilasi yang berlebihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Definisi Resusitasi jantung paru merupakan upaya mengembalikan fungsi sistem sirkulasi dan pernapasan untuk menjamin tercukupinya oksigenasi sel-sel terutama sel-sel otak dan jantung, ketika fungsi sistem sirkulasi dan pernapasan berhenti mendadak. RJP dilakukan bila terjadi: - Henti napas, korban tidak bernapas, ditandai dengan tidak adanya pergerakan dada dan aliran udara napas. - Henti jantung, jantung berhenti berdenyut dan memompakan ke darah, ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri-arteri besar, seperti arteri karotis, arteri brakialis dan arteri femoralis. Langkah-langkah RJP: - Nilai kesadaran/respon dan kesan pernapasan - Minta tolong (aktifkan sistem gawat darurat) - Circulation support - Airway control dan cervical control - Breathing support - Defibrillator - Reevaluasi 1. Nilai kesadaran/respon dan kesan pernapasan dilanjutkan dengan minta tolong (aktifkan sistem gawat darurat) 2. Cek nadi (bagi petugas kesehatan) 3. Lakukan RJP dengan perbandingan 30:2 (setiap 1 siklus) 4. Ketika AED datang, orang kedua memasang AED tanpa menghentikan kompresi jantung luar 5. Reevaluasi dilakukan setiap 5 siklus Tindakan resusitasi jantung paru tidak akan serta merta membuat korban hidup kembali. Perlu tindakan lebih lanjut dari tenaga medis atau paramedis (dengan peralatan yang lebih lengkap) seperti defibrilasi. Tanda-tanda RJP yang dilakukan berhasil: - Napas spontan - Gerakan dada turun naik - Adanya aliran udara napas - Denyut nadi kembali teraba - Denyut jantung kembali terdengar melalui stetoskop - Kulit korban yang semula pucat menjadi kemerahan - Dapat melakukan gerakan terarah - Korban berusaha menelan - Refleks pupil positif RJP dihentikan bila: - Penolong kelelahan - Korban telah dialihkan kepada petugas lain yang lebih ahli - Didapatkan informasi bahwa korban sudah lama meninggal - Sirkulasi (denyut nadi) dan pernapasan sudah kembali pulih RJP boleh dihentikan untuk sementara bila: - Saat memindahkan pasien ke tandu - Memindahkan korban menuruni tangga atau melalui lorong yang sempit - Saat memasukkan atau mengeluarkan korban dari ambulans - Saat melakukan defibrilasi Kesalahan-kesalahan seputar RJP - Posisi korban: tidak terlentang - Alas: lunak dan tidak rata - Pemberian napas yang tidak adekuat atau terlalu cepat - Posisi penolong tidak tepat - Kompresi dada yang kurang atau terlalu cepat - Jumlah pijatan dan bantuan napas tidak sesuai Penyulit dilakukan RJP - Fraktur iga - Pneumotoraks - Hematotoraks - Luka dan memar pada paru, hati, dan limpa
8, 9. SURAYYA ARDILLA 2011730163 8. Jelaskan hubungan sesak nafas dengan pucat, kebiruan dan nadi cepat! Hubungan Sesak Napas dengan Pucat Akibat dari paru yang kekurangan oksigen, maka tubuh akan melakukan autoregulasi untuk mencegah kekurangan oksigen di otak (hipoksia). Yaitu dengan vasokonstriksi pembuluh darah perifer, dan vasodilatasi pembuluh darah pusat yang mengakibatkan kulit penderita tampak pucat
Hubungan Sesak Napas dengan Sianosis Obstruksi pada saluran napas menyebabkan adanya hambatan jalan napas dan O tidak bisa masuk sehingga mengakibatkan sesak napas. Paru-paru yang kekurangan O menghambat pertukaran O dengan CO sehingga CO banyak terdapat di darah dan akan berikatan dengan Hb, yang seharusnya berikatan dengan Oksigen . Sehingga ikatan COHb semakin banyak di darah dan ikatan Oksigen dengan Hb berkurang sehingga penderita akan tampak kebiruan (sianosis). Hubungan Sesak Napas dengan Denyut Nadi pada keadaan Sesak napas , jaringan atau organ kekurangan O 2 . Respon tubuh adalah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, agar banyak darah yang dipompakan. Hal tersebut menyebabkan periode diastolik yang terjadi antar kontraksi akan memendek sehingga darah tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengalir secara adekuat dari atrium ke ventrikel. Hal inilah yang menyenbabkan nadi memjadi cepat dan lemah
9. Jelaskan lokasi dan cara pemeriksaan nadi! Nadi adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat dirasakan/dipalpasi di arteri perifer, terjadi karena gerakan atau aliran darah ketika kontraksi jantung. Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri) dan paru (oleh ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, disemburkan darah ke aorta dan kemudian di teruskan ke arteri di seluruh tubuh, sebagai akibatnya, timbul suatu gelombang tekananan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. jadi, dengan menghitung denyut nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu menit. Lokasi pemeriksaan denyut nadi dapat di lakukan di a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis posterior, a.dorsalis pedis, a.radialis, dan lain-lain. Prinsipnya, pulsasi arteri dapat diraba jika arteri tersebut memiliki dasar yang keras. Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan pulsasi a.radialis paling sering di lakukan.
Gambar 1. Titik Pemeriksaan Denyut Nadi
Penilaiaan denyut nadi meliputi : a. Tegangan Nadi Tegangan nadi biasanya di pengaruhi oleh tekanan darah. Terdiri dari : 1. Pulsasi normal. 2. Pulsasi molis (tegangan nadi lunak). 3. Pulsasi durus (tegangan nadi keras). b. Isi Nadi Isi Nadi tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan keadaan pembuluh darah.
c. Gelombang Nadi 1. Pulsasi celer (gelombang nadi tinggi) 2. pulsasi tardus (gelombang nadi rendah) d. Frekuensi 1. Takikardia (>100 kali/menit) 2. Brakikardia (<60 kali/menit) 3. Takikardi relatif 4. Brakikardi relatif e. Irama 1. Pulsasi reguler (irama nadi teratur) 2. Pulsasi ireguler (irama nadi tidak teratur) Faktor yang mempengaruhi nadi 1. Usia; Peningkatan usia, nadi berangsur menurun. 2. Jenis kelamin; Pria sedikit lebih rendah dari wanita (P = 60-65 kali/menit ketika istirahat, W = 7-8 kali/menit lebih cepat). 3. Circadian rhythm; Rata-rata menurun pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. 4. Bentuk tubuh; tinggi, langsing biasanya denyut jantung lebih pelan dan nadi lebih sedikit dibandingkan orang gemuk. 5. Aktivitas; Nadi akan meningkat ketika beraktifitas dan akan menurun ketika istirahat. 6. Stress dan emosi; Rangsangan saraf simpatis dan emosi seperti cemas, takut, gembira dapat meningkatkan denyut jantung dan nadi. 7. Suhu tubuh; Setiap peningkatan 1 derajat Fahrenheit nadi akan meningkat 10 kali/menit, peningkatan 1 derajat Celcius nadi meningkat 15 kali/menit. Sebaliknya bila terjadi penurunan suhu tubuh maka nadi akan menurun. 8. Volume darah; Kehilangan darah yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan nadi. 9. Obat-obatan; beberapa obat dapat menurunkan atau meningkatkan kontraksi jantung. contohnya, golongan digistalis dan sedatif dapat menurunkan HR. Caffein, nicotine, cocaine, hormon tyroid, dan adrenalin dapat meningkatkan HR.
Gambar 2. Tabel Denyut Nadi Normal 10. MUHAMMAD THANTHAWI J 2011730151 Ephineprin Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor adrenergic dan meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung serta menghilangkan bronkospasme. Indikasi : henti jantung, bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1 mg dilarutkan dalam 500 cc NaCl 0,9%, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt Dosis pada anak : 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv
Ephedrin Ephedrine merupakan obat simpatomimetik yang bekerja ganda, secara langsung pada reseptor adrenergic dan secara tidak langsung dengan merangsang pengeluaran katekolamin. Efeknya sama dengan adrenalin, tetapi efektif pada pemberian oral, potensinya lebih lemah tetapi masa kerjanya 7-10 kali lebih panjang Dosis 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal selama anesthesia atau depresi halotan
Norephineprin Merupakan adrenergic yang mempunyai efek alpha receptor dalam pembuluh darah dan B1-receptors yang mana menyebabkan jantung vasokonstriksi perifer dan terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Biasanya digunakan untuk severe shock dan direkomendasikan penggunaannya untuk hipotensi ketika tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg (The starting infsuin rate is ) 0.5 1.0 g/menit dan (titrated to effect), dengan maksimal infusion rate 30 g/menit
Lidokain (lignocaine, xylocaine) Untuk mengatasi gangguan irama (aritmia ventrikuler) Dosis 11,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 35 menit sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena Dosis pada anak : 1 mg/KgBB iv
Sulfas Atropin Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler Indikasi : asistole, bradikardi, keracunan organophosphat Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04 mg/kg BB. Untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg. Dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc Dosis pada anak : 0,02 mg/kgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan dosis 2 kali maksimal 1 mg
Dopamin Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat Indikasi : syok septik, syok kardiogenik, dan pasca resusitasi jantung. Sebelum diberikan pada penderita syok, hipovolemia harus dikoreksi terlebih dahulu Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa
Magnesium Sulfat Direkomendasikan untuk ventrikel takikardi, keracunan digitalis. Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia Dosis 1-2 g dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam Morfin Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit Kortikosteroid Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri Natrium bikarbonat Diberikan untuk dugaan hiperkalemia, setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama, asidosis metabolik karena hipoksia dan overdosis antidepresi trisiklik Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya Dosis pada anak : Dosis 1 meq/kgBB iv
Kalsium gluconat/Kalsium klorida Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot jantung terhadap depolarisasi Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan drip Dosis 4-8 mg/kgBB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/kgBB untuk kalsium klorida Dosis pada anak : 60100 mg/KgBB iv pelan-pelan (kalsium glukonat); 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan (kalsium klorida)
Furosemide Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia Dosis 20 40 mg intra vena Dosis pada anak : 0,5-1 mg/KgBB iv bolus
Diazepam Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit Dosis pada anak : 0,3-0,5 mg/kgBB iv bolus
Gangguan napas Suplementasi O2 Inhalasi 2-agonis kerja singkat dengan nebulisasi, dapat diulang tiap 20 mnt dalam 1 jam atau 2-agonis SC/IV Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kgBB; bila sudah menggunakan aminofilin kurang dari 12 jam berikan setengah dosis Kortikosteroid sistemik i.v. jika tidak berespons atau penderita sedang menggunakan kortikosteroid atau serangan berat Agonis--adrenergik : Salbutamol per inhalasi 3-4 dd 2 semprotan Aminofilin tablet salut 2-4 dd 175-350 mg Pada serangan hebat : Aminofilin i.v. 240 mg Aminofilin rektal 2-3 dd 360 mg
11. ASTRI KARTIKA SARI 2011730159 CARA MENSTABILKAN (SECONDARY SURVEY) PASIEN SESAK NAFAS
Penatalaksanaan Lanjutan Umum Sesak Napas: o Diagnosis Pasti : anamnesis, pemeriksaan fisik, foto thorak,EKG. o Berikan O2 2-4 liter/ menit tergantung derajat sesaknya (secara intermiten) o Infus D5% 8 tetes/menit, jika bukan payah jantung -> tetesan dapat lebih cepat o Posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal tinggi -> usahakan yang paling enak buat pasien. Bila syok -> Posisi kepala jangan tinggi. o Cari penyebab -> tindakan selanjutnya tergantung penyebab. o Mulai berikan terapi berdasarkan penyebab Perhatian : o Pada panyah jantung -> jangan beri infus NaCl, dan tetesan harus pelan sekali -> agar tidak makin memberatkan beban jantung o Pada (riwayat) sakit dada -> jangan injeksi adrenalin -> fatal o Pada PPOM, jika diperlukan O2 -> aliran kecil : 1-2 liter/ menit -> dapat terjadi Apnea.
1. Pemberian Oksigen Pemberian oksigen pada klien dapat melalui tiga cara, yaitu melalui : o Kateter nasal o Kanula nasal o Masker oksigen
Indikasi : Terapi ini dilakukan pada penderita : o Dengan anoksia atau hipoksia o Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan o Mendapat trauma paru o Tiba-tiba menunjukkan tanda-tandashock, dispneu, sianosis, apneu o Dalam keadaan coma
Kontra indikasi : o Orang dengan riwayat operasi paru o Infeksi saluran nafas atas o Cedera paru o Orang yang mengidap penyakit- penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam ruangan tertutup)
Tata Kerja o Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya o Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan o Hubungkan nasal prong atau masker dengan slang oksigen ke botol pelembab o Pasang ke penderita o Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan o Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi lepas nasal prong atau masker dari penderita o Tabung oksigen ditutup o Penderita dirapikan kembali o Peralatan dibereskan
Perhatian o Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen o Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat menimbulkan kebakaran o Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada botol
Disability Pemeriksaan lanjutan 1. Bagaimana kesadaran penderita o AVPU (paling cepat) o Glasgow Coma Scale (EVM) o Sadar, somnolent, sopor, coma 2. Tanda-tanda neurologis lain o Mata : pupil, gerak, papil o Anggota gerak : Hemiplegia, paraplegia o Sistem saraf, tanda vital 3. Penyebab gangguan kesadaran a. Gangguan pernapasan o Hipoksemia o Hipercarbia b. Gangguan sirkulasi o Syok o Cardiac arrest o CVA (perdarahan, thrombo emboli) c. Trauma d. Metabolik e. Infeksi f. Obat-obatan g. Tumor Exposure o Penderita harus dibuka pakaiannya o Penderita tidak boleh kedinginan o Selimut, ruang cukup hangat o Cairan infus yang sudah dihangatkan 12. IRAWATI 2011730124 Transport dan rujukan pasien gawat darurat TUJUAN 1. Mengenal penderita trauma yang harus dilakukan rujukan. 2. Melakukan persiapan yang optimal untuk dilakukan rujukan dengan cara transport yang sesuai 3. Mengetahui RS rujukan yang mampu menangani penderita trauma
MENENTUKAN PERLUNYA RUJUKAN 1. Kebanyakan penderita trauma dapat dilakukan tindak di RS setempat 2. Dalam menentukan rujukan penting diketahui kemampuan dokter dan RS yang akan menerima rujukan 3. Bila sudah diputuskan dirujuk jangan menunda-nunda rujukan dengan melakukan tindakan diagnostik (misal:DPL CT Scan dsb) 4. Waktu sangatlah penting dari mulai kejadian sampai dilakukan terapi difinitif
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN RUJUKAN 1. Jarak antara RS Pusat rujukan 2. Kesiapan tenaga terampil untuk mendampingi penderita 3. Peralatan ambulans 4. Keadaan penderita sebelum dan selama transport
FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI DASAR UNTUK RUJUKAN 1. Kriteria fisiologis penderita syock yang sulit diatasi dengan penurunan keadaan neurologis 2. Pola perlukaan 3. Biomekanik trauma 4. Masalah khusus 5. Sebaiknya stabilkan dulu keadaan penderita kemudian dilakukan rujukan
KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN 1. Penderita dalam keadaan gelisah dengan tidak kooperatif akan sangat sulit, kadang- kadang penderita diikat kuat 2. Pemberian sedativa pada penderita tersebut sebaiknya dilakukan intubasi
KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN 1. Sebelum memberikan sedativa sebaiknya : Masalah ABCDE sudah teratasi Mengurangi rasa nyeri dengan memasang pada penderita fraktur dan pemberian narkotik dengan dosis kecil Menghentikan pendarahan dengan balutan Usahakan menenangkan penderita 2. Pemberian benzo-diazopam, fentanyl,propofol dengan ketamin berbahaya bila diberikan pada penderita dengan syock intoksikasi dan trauma kapitis 3. Bila ragu-ragu serahkan pada ahlinya 4. Pemakai alkohol/obat-obatan lain sering ditemukan pada penderita trauma harus dikenali karena mungkin dapat mengurangi rasa nyeri dan menghilangkan gejala 5. Perubahan tingkat kesadaran dapat dipengaruhi oleh alkohol dan obat-obatan
CARA RUJUKAN 1. Dokter/perawat yang mengirim bertanggung jawab untuk memulai rujukan yaitu : cara transport harus dipilih yang sesuai perawatan dalam perjalanan komunikasi dengan RS dirujuk penderita dalam keadaan stabil saat akan dirujuk laporkan prosedur tindakan yang telah dilakukan 2. Dokter/perawat yang dirujuk Yakinkan bahwa RS mampu menerima penderita Bersedia untuk menerima Sebaiknya dapat membantu memilih cara transport Komunikasi dapat membantu keamanan dalam transport penderita CARA TRANSPORT 1. Prinsip DO NO Further Harm sangat berperan 2. Udara-darat,laut dapat dilakukan dengan aman 3. Stabilkan penderita sebelum dilakukan transport 4. Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan dengan aman
PROTOKOL RUJUKAN 1. Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan memberikan informasi ke RS rujukan tentang: Identitas penderita ;nama, umur, kelamin,dll Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi 2. Informasi untuk petugas pendamping: Pengelolaan jalan nafas Cairan yang telah/akan diberikan Prosedur khusus yang mungkin diperlukan GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam perjalanan. 3. Dokumentasi Harus disertakan dengan penderita : Permasalahan penderita Terapi yang telah diberikan Keadaan penderita saat akan dirujuk Sebaiknya dengan fax agar data lebih cepat sampai 4. Sebelum rujukan Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu : Airway : pasang OPA bila perlu intubasi Breathing : tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu ventilasi mekanik Circulation : Kontrol pendarahan Pasang infus bila perlu 2 jalur Tentukan jenis cairan Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama transportasi Pemasangan kateter urin Monitor kecepatan dan irama jantung Berikan diuretik bila diperlukan Bila Curiga Ada Cedera Cervikal Dan Tulang Belakang Luka: hentikan pendarahan dengan balutan dan tehnik lainnya profilaksis tetanus antibiotik bila perlu Fraktur : pasang bidai atau traksi 5. Pegelolaan selama transport Petugas pendamping harus: Monitor, tanda-tanda vital bila tersedia, pasang pulse oxymetry Bantu kardio respirasi bila diperlukan Pemberian darah bila diperlukan Pemberian obat-obatan sesuai instruksi dokter atau sesuai protap Melakukan komunikasi dengan dokter selama transportasi Dokumentasi
PERMASALAHAN 1. Pemindahan penderita dari satu tempat ke tempat lain tanpa mempertimbangkan jarak selalu berbahaya 2. Harus dipikirkan masalah yang akan timbul selama transportasi. Misal : ETT tercabut, pemakai monitor jantung, penggunaan listrik yang tidak cocok 3. Terjadi penurunan tingkat kesadaran atau hemodinamika 4. Data dengan hasil pemeriksaan tertinggal
KESIMPULAN 1. Prinsip utama pelayanan trauma DO NO FURTHER HARM 2. Harus ada komunikasi antar RS yang merujuk dengan yang dirujuk 3. Petugas/perawat pendamping harus sudah terlatih dengan baik dibidang gawat darurat PERSYARATAN AMBULANS 1. Suspensi lunak 2. Cukup tinggi 3. Ruangan cukup luas 4. Kalau bisa muat 2 penderita paling sedikit 5. Pakai pendingin/AC 6. Identitas jelas
ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN 1. Tempat tidur/blankard 2. Tandu scoop 3. Vacum matras/LSB SSB 4. Alat resusitasi 5. Alat monitor jantung 6. Obat-obat resusitasi
MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI DALAM EVAKUASI Dapat berupa : Darat, Udara, Laut / air 1. Melalui darat & laut tidak terlalu banyak masalah hanya waktu lebih lama 2. Melalui udara mempunyai masalah tersendiri yang harus dikuasai oleh tim medis yang melakukannya. Sebelum Melakukan Evakuasi Harus Dipikirkan 1. Apakah pasien perlu dirujuk ? 2. Cara transportasinya ?
PASIEN-PASIEN YANG HARUS DIRUJUK 1. Bayi Prematur dengan komplikasi yang memerlukan fasilitas (NIC) 2. Pasien hamil dengan resiko tinggi 3. Infark miokard, terutama yang tidak stabil COPD keracunan obat, syok septik dengan pasien HD 4. Pasien Trauma dengan kelaianan neurologi, luka bakar >30% 5. Pasien psikiatri dapat ditolak dipenerbangan
PENYAKIT YANG DAPAT TIMBUL DI UDARA 1. HIPOKSIA Dapat terjadi karena : Kadar oksigen menurun Menurunnya suplay oksigen dalam darah 2. COPD Udema paru Pneumoni Emboli paru 3. Menurunnya kemampuan darah mentransport O2 Anemia Keracunan CO, dll 4. Menurunnya suplay O2 ke jaringan Syok Nyeri Perfusi jaringan menurun karena luka bakar Frostbite 5. Menurunnya kemampuan sel mempergunakan O2 Keracunan sianida Mabuk alcohol Bahan hitotostik lain
TOTAL CARE Dapat dipakai dalam persiapan atau selama transport : 1. Diagnosa Pemeriksa fisik Pemeriksa lab 2. Apakah harus di evakuasi 3. Kontra indikasi 4. Cara evakuasi 5. Timing evakuasi 6. Problem pra evakuasi 7. Problem selama evakuasi 8. Problem pasca evakuasi 9. Follow up setelah keluar RS