Anda di halaman 1dari 5

Tetanus terlokalisasi mengakibatkan spasme otot dekat tempat luka, nyeri dan dapat mendahului

tetanus generalisata. Tetanus sefalika merupakan bentuk jarang tetanus terlokalisasi melibatkan
maskulatur bulbar yang terjadi akibat luka atau benda asing dikepala, lubang hidung atau muka. Ia
juga terjadi bersama otitis media kronis. Tetanus sefalika ditandai oleh kelopak mata yang retrasi,
penglihatan menyimpang, trismus, risus sardonikus, dan paralis spastik otot lidah dan faring.
DIAGNOSIS DAN DIAGONOSIS BANDING. Gambaran tetanus merupakan salah satu
gambaran yang paling dramatis dalam kedoktoran, dan diagnosis dapat dibuat secara klinis.
Kelompok khas dapat dibuat secara klinis. Kelompok khas adalah penderita yang tidak terimunisasi
(dan/atau ibu) yang terjejas atau dilahirkan dalam 2minggu sebelumnya dan yang datang dengan
trismus, otot-otot kaku yang lain, dan sensorium yang tidak terganggu.
Peneliti laboratorium rutin biasanya normal. Leukositosis perifer dapat akibat dari infeksi
bakteri luka skunder atau akibat stres dari spasme tetanus yang tertahan. Cairan serebrospinal normal,
walaupun kontrasi otot yang kuat dapat menaikan tekananya. Elektroensefalogram maupun
elektrominogram tidak dapat menunjukan pola yang khas. C. Tatani tidak dapat selalu dilihat pada
warna gram bahan luka, dan organisme ini diisolasi pada hanya sekitar spertiga kasus.
Tetanus generalisata yang berkembang sepenuhnya tidak dapat dikelirukan dengan penyakit
lain apapun. Namun, trismus, dapat dapat akibat dari abses parafaring, retrofaring, atau abses gigi,
atau jarang dari enselfalitis akut yang melibatkan batang otak. Baik rabies maupun tetanus dapat
datang menyertai gigitan binatang, dan rabies dapat datang sebagai trimus dan kejang-kejang. Namun
rabies dapat dibedakan dengan titanus oleh hidrofebianya, disfagia yang mencolok, kejang kejang
klonik yang dominan, serta pleositotis CSS. Walaupun keracunan striknin dapat mengakibatkan
spasme otot, dan aktivitas kejang menyeluruh, keracunan ini jarang mengakibatkan trismus, dam tidak
seperti titanus relaksasi umum biasanya terjadi antara spasmus. Hipokalsemia dapat menghasilkan
tetani, ditandai oleh spasme laring dan karpodpedal, tetapi trimus tidak akan ada. Kadang-kadang
kejang epiletik penghentian narkotik, atau reaksi obat lainnya.
PENGOBATAN. Manajemen tetanus memerlukan pelenyapan C. Tetani dan lingkungan
luka yang sesuai dengan multiplikasi anaerobnya, neutralisasi semua toksin tetanus yang dapat dic
apai, mengendalikan kejang-kejang dan pernapasan, meringankan dan menyediakan perawatan
pendukung yang sangat cermat, dan akhirnya pencegahan kumat.
Pengirisan luka bedah dan debridemen sering diperlukan untuk membuang benda asing atau
jaringan yang sudah mati yang menciptakan pertumbuhan anaerob. Pembedahan harus dilakukan
segera, sesudah pemberian gloubulin imun tetanus (GIT) manusia dan antibiotik, eksisi sisa umbilikus
pada tetanus neonatorum tidak lagi dianjurkan.
Bila toksin tetanus sudah mulai menaiki aksonnya pada medulla spinalis, toksin ini tidak
dapat dinetralisikan oleh GIT. Karnanya, GIT diberikan sesegera mungkin untuk menetralkan toksin
yang berdifusi dari luka ke dalam sirkulasi sebelum toksin dapat melekat pada kelompok otot yang
lebih jauh. Dosisi optimal GIT belum ditemukan, suatu injeksi intramuskuler 500U GIT cukup untuk
menetralisi toksin tetanus sistemik, tetapi dosis setinggi 3.000-6.000 U juga dianjurkan. Infiltrasi GIT
kedalam luka sekarang dianggap tidak perlu. Jika GIT tidak ada, penggunaan globulin imun manusia
intravena (GIIV) yang mengandung 4-90 U/mL GIT atau antitoksin tetanus (ATT) yang berasal dari
kuda atau sapi mungkin diperlukan. GIIV dapat dipertimbangkan untuk pengobatan tetanus jika GIT
tidak ada, tetapi dosis belum diketahui, dan belum diketahui,d an obat ini belum disetujui
pemakaiannya. Dosis ATT biasanya 50.000-100.000 U, dan setengahnya diberikan secara intravena
dan setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin diperlukan sedikit yaitu 10.000 U sudah cukup.
Sekitar 15% penderita yang diberi dosis biasa ATT akan mengalami penyakit serum. Bila
memberikan ATT. Sangat penting mencegah kemungkinan sesnsitivitas pada serum kuda dan
desensitisasi mungkin diperlukan, globulin imun yang berasal dari manusia jauh lebih disukai karena
waktu paruhnya lebih lama (30 hari) dan sebenarnya karena tidak adanya alergi dan efek samping
penyakit serum. GIT intratekal, yang diberikan untuk menetralisasi toksin tetanus dalam medulla
spinalis tidak efektif.
Penelisin G tetap antibiotik pilihan karena kerja klostridiosidnya dan difusibilitasnya efektif
karena kerja klostridiosidnya dan difusibilitasnya efektif, suatu pertimbangan penting, karena aliran
darah ke jaringan terjejas dapat terganggu. Dosisinya adalah 100.000 U/kg/24 jam terbagi dan
diberikan pada interval 4-6jam selama 10-14hari. Mentronidazol tanpak sama efektifnya. Eritrosmini
dan tetrasilikin (pada penderita usia 9 tahun) merupakan alternatif untuk penderita alergi-penisilin.
Semua penderita dengan tetanus menyeluruh memerlukan relaksan otot. Diazepam
memberikan relaksasi maupun pengendalian kejang; dosis inisialnya 0,1-0,2 mg/kg setiap 3-6 jam
diberikan secara intravena kemudian dititrasi untuk mengendalikan spasme tetanusm sesudahnya
dipertahankan selama 2-6minggu sebelum penghentian secara bertahap. Juga digunakan magnesium
sulfat, benzodiazepin, klorpomazin, dantrolen dan baklofen. Baklofen intratekal menghasilkan
relaksasi otot sempurna sehingga terjadi apnea ; seperti kebanyakan agen lain yang terdaftar, baklofen
harus digunakan dilikungan ruang perawatan intensif. Angka ketahanan hidup terbaik pada tetanus
menyeluruh dicapai dengan penyekat neorumuskuler seperti vekuronium dan pankuronium yang
menghasilkan paralisis flaksid umum yang kemudian ditangani oleh ventilasi mekanik. Ketidak
stabilan autonom diatur dengan agen-penyakit-alfa dan beta (atau keduanya) morfin juga terbukti
berguna.
Perawatan pendukung yang cermat dalam tempat yang terpencil, tenang, gelap dalah yang
paling diinginkan. Karena spasme tetanus terpicu oleh rangsang kecil, penderita harus dosedaso dan
dillindungi dari semua suara, penglihatan dan sentuhan yang tidak perlu dan semua terapi
danmanipulasi lain harus secara teliti direncanakan dan dikoordinasi. Intubasi endotrakea mungkin
diperlukan, tetapi harus dilakukan untuk mencegah aspirasi sekresi sebelum terjadinya laringospasme.
Peralatan trakeotonomi harus segera ada ditangan untuk penderita yang tidak diintubasi, namun
intubasi endotrakea dan pengisapan dengan mudah mudah mendatangkan refleks kejang dan spasme
tetanus, dan trakeostomi awal perlu mendapatkan pertimbangan pada kasus berat yang tidak ditata
laksana secara farmatologi yang diinduksi secara paralisis flaksid. Pemantauan kardorespiratisi,
penghisapan yang sering, dan mempertahankan cairan elektrolit dan kebutuhan kalori yang penting
adalah mendasar. Perawatan yang teliti dengan perhartian pada mulut, kulit, kandung kencing, dan
funsi usus diperlukan untuk menhindari ulserasi, infeksi dan obstipasi. Penggunaan heparin subkutan
profilaktis adalah bijaksana.
KOMPLIKASI. Kejang-kejang dan paralitis tetanus kaku bertahan berat memberi
kecendrungan oebderuta terhadap banyaknya komplikasi. Aspirasi sekresi dan pneumnia dapat
memulai sebelum pemeriksaan medik pertama diterima. Mempertahankan terbukanya jalan napas
sering mengharuskan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik dengan resko yang menyertainyam
termaksuk pneumothoraks dan emfisema mediastinum. Kejang-kejang dapat menyebabkan luka
robek mulut dan lidah, pada hematoma intramuskuler atau rhabdiomilisis dengan mioglobirunia dan
gagal ginjal, atau pada tulang panjang atau fraktur spinalis. Trombisos venosa, embolipuoman ulserasi
lambung dengan atau tanpa pendarahan ileus paraletikus dan ulserasi dekubitus merupakan bahaya
terus menerus, suatu bagian menyeluruh perawatan dapat menghasilkan apnea iatrogenik. Aritmia
jantung termaksut asistole, tekanan darah yang tidak stabil, dan pengaturan suhu yang tidak stabil
menggambarkan pengendalian sistem saraf autonomon terganggu yang dapat diperburuk oleh kurang
perhatian oleh rumatan kebutuhan volume intravaskuler.
PROGNOSIS. Penyembuhan tetanus terjadi melalui regenerasi dalam medula spinalisis dan
dengan demikian pengembalian realksasi otot. Namun, karena episode tetanus tidak berakibat
produksi antibodi penetralisasi toksin, imunisasirian penyempurnaan seri pertamanyanya adalah seatu
keharusan.
Faktor yang mempengaruhi hasil akhir yang paling penting adalah kualitas perawatan
pendukung. Mortalitas paling tinggi oada anak yang amar muda dan pada orang amat tua. Prognosis
yang paling baik dihubungkan dengan masa inkubasi yang lama, tanpa demam dan dengan penyakit
terlokalisasi. Prognosis yang tidak baik dihubungkan dengan antara jejas dan mulainya trismus
seminggu atau kurang dan dengan 3hari atau kurang antara strismus dan spasme tetanus menyeluruh.
Skuele jejas otak hipoksik, terutama pada bayi adalah selebral palsi, kemampuan mental yang
menurun dan kesukaran prilaku. Kebanyakan kematian terjadi dalam seminggu sakit. Angka kematian
kasus yang dilaporkan untuk tetanus menyeluruh berkisar antara 5% dan 35% dan untuk tetanus
neonatorium meluas dari <10% dengan penanganan intesif sampai >75% tanpa perawatan tersebut
tetanus safalik terutama mempunyai prognosis jelek karna kesukaran pernapasan dan pemberian
makanan.
PENCEGAHAN. Tetanus adalah penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah ; kadar antibodi
serum 0,01 U/mL dianggap protektif. Imunisasi aktif harus mulai pada awal masa bayi dengan vaksi
gabungan teksoid difteri-toksoid tetanus-pertusis (DPT) pada 6 tahun dan interval 10 tahun
sesudahnya sampai dewasa dengan teksoid tetanus-defetri (TD). Imunisasi wanita dengan teksoid
tetanus mencegah tetanus neonatorium ; dosis tunggal toksin yang berisi 250 Lf unit mungkin aman
diberikan pada trimester 3 awal kehamilan dan memberi cukup antibodi transplasenta untuk
melindungi anak untuk sekurang kurangnya 4bulan. Untuk orang-orang 7tahun atau lebih yang belum
diimunisasi, seri imunisasi primer ada 3 dosis teksoid Td yang diberikan secara intramuskuler, yang
kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang kertiga 6-12 bulan sesudah yang kedua.
Cara-cara pencegahan tetanus pascatrauma terdiri dari menginduksi imuniras aktif terhadap
toksin tetanus dan secara pasif memberi antibodi antitoksi. Profilaksi tetanus merupakan bagian
penting dari semua manajemen luka, tetapi cara spesifik tergantung pada sifan hehas dan status
imunisasi penderita. Toksoid tetanus harus selalu diberi sesudah gigitan anjing atau binatang lain,
walaupun C, jarang ditemukan dalam flora mulut anjing. Smua luka kecuali luka-luka pada penderita
yang terimunisasi penuh, memerlukan GIT manusia. Pada setiap keadaan lain (misal penderita
dengan riwayat imunisasi tidak diketahui atau tidak sempurna; luka remuk, luka tusuk atau luka
proyektil; luka luka yang sudah terkontaminasi dengan ludah, tanah atau tinja; jejas teriakan; fraktur
komplikata; radang dingin), harus diberi U 250 U GIT secara ce derung terus intramaskuler dan naik
sampai 500U untuk luka yang cenderung-tetanus (yaitu tidak dapat dibersihkan dengan kontaminasi
bakteri atau lamanya >24jam). Jika GIIV m,anusia dapat dipertimbangkan. Jika tidak ada dari produk
ini yang tersedia, maka 3.000-5.000 U antitoksin tetanus yang berasal dari kuda atau sapi (ATT) dapat
diberikan secara intramuskuler sesudah uji untuk hypersensitivitas; walaupun pada dosis ini penyakit
serum dapat terjadi.
Luka itu sendiri harus dilakukan pembersihan dan debridemen secara bedah untuk mebuang
benda asing dan jaringa nekrotik apapun yang memungkinkan keadaan anaerobik terjadi. Toksoid
tetanus harus diberikan untuk merangsang imunitas aktif dan dapat diberikan bersama dengan GIT
(atau ATT) jika diberikan secara semprit yang berbeda pada tempat yang berbeda. Booster teksoid
tetanus (lebih baik Td) diberikan pada semua orang pada luka apapun hika status imunisasi primernya
jika (a) luka bersih dan keciltelah >10tahun sejak booster yang terakhir, atau (b) luka lebih serius dan
telah 5tahun sejak booster terakhir. Pada luka yang perawatannya tertunda, imunisasi aktif harus
dimulai segera. Walaupun toksid tetanus cair menghasilkan respons imun lebih cepat daripada toksoid
terserap atau terpresipitasi, toksoid terserap dapat menahan titer lebih lama.

Anda mungkin juga menyukai