Anda di halaman 1dari 2

Karakter merupakan aspek terpenting bagi kehidupan manusia, khususnya bagi mereka yang

berada di lingkup sosial yang penuh dengan daya saing. Secerdas apapun seseorang dalam
segi akademik, ia tak akan bisa beradaptasi di zaman globalisasi yang penuh dengan
tantangan, pengaruh, dan yang tak luput dari suatu godaan, jika tidak diimbangi dengan
karakter yang kuat. Maka pendidikan berkarakter sejak dini sangat dibutuhkan bagi seorang
anak untuk melindungi moralitas dari pengaruh-pengaruh lingkungan yang condong
mengarah ke hal negatif.

Budaya mencontek, bolos pada jam sekolah, pesta coret-coret seragam saat kelulusan,
pergaulan bebas hingga tawuran antar pelajar merupakan beberapa contoh karakter negatif
dari anak bangsa kita. Bagi mereka, ini sudah menjadi tradisi turun-menurun yang tidak akan
pernah hilang dari potret pendidikan Indonesia. Ini sangat berimbas pada penurunan kualitas
output anak didik bangsa yang semakin hari semakin terpuruk ke dalam ambang kehancuran
moral negeri. Menyedihkan sekali jika mereka memang dituntut menjadi founding fathers
Negeri.

Pendidikan di negeri kita hanyalah sebatas sebuah tanggung jawab guru dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas, yaitu sekedar pencekokan ilmu yang dimiliki kepada murid-
muridnya, menuntut mereka untuk mengejar nilai diatas KKM agar lulus dalam ujian mata
pelajaran tertentu. Inilah yang terkadang membuat para murid merasa bosan dan cenderung
melakukan hal-hal negatif di saat jam belajar maupun di saat ulangan. Guru kurang
memperhatikan sisi afektif dari seorang murid di kelas. Mereka hanya melakukan gertakan
kepada siswa jika mereka tidak menuruti apa tuntutan sebagai seorang siswa, tanpa ada
nasehat yang berarti di mata para murid.

Pelaksanaan pendidikan berkarakter harus dilandasi dengan Peraturan Menteri Nomor 63
tahun 2009 yang berisikan guru yang profesional adalah guru yang bersertifikasi. Sertifikasi
dimaksudkan bahwa guru memang benar-benar layak untuk mengajar murid di dalam kelas.
Tidak hanya melakukan penyampaian materi pelajaran, namun juga pembekalan nilai moral,
akhlak, dan karakter yang baik kepada anak didik agar sanggup hidup sesuai dengan tata cara
dan adat bermasyarakat.
Merujuk pada Taxonomy Bloom yang ditemukan oleh Benjamin. S. Bloom tahun 1956
bahwa ada tiga komponen pendidikan, yaitu kognitif (keilmuan, intelektual, intelegensi),
afektif (sikap, akhlak, perilaku, emosi) dan psikomotorik (keterampilan dan keahlian). Ketiga
komponen tersebut harus terpenuhi dalam setiap jam pelajaran berjalan. Harapannya, siswa
tidak hanya terbekali oleh pengetahuan umum suatu mata pelajaran, namun juga penanaman
sikap, akhlak, dan karakter yang mulia dalam kehidupan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai