McGirt Lamberth Robert Uniplaita 102011088 Kelompok C 5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510
Pendahuluan Kematian manusia tidak selalu dipicu oleh penyakit, kadang-kadang bisa terjadi karena kecelakaan. Umumnya fraktur pada tulang terjadi karena adanya trauma. Gejala klasik fraktur adalah rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap tulang tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya trauma. Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa macam masalah. 1
Rumusan Masalah: Laki laki umur 30 tahun mengeluh nyeri hebat di pangkal paha setelah jatuh dari pohon setinggi 3 meter Hipotesis: Laki- laki tersebut diduga mengalami fraktur femur.
2
Anamnesis
Sebagian besar keadaan dapat ditemukan melalui anamnesis riwayat klinis yang cermat, sehingga anamnesis merupakan bagian yang esensial dalam manajemen setiap pasien dengan fraktur karena trauma. Namun penegakan diagnosis melalui pemeriksaan fisik sangat terbatas. Sehingga pemeriksaan skrining harus dimulai dengan pengkajian faktor risiko. 1
Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya pasien dalam keadaan gawat darurat, pasien dibawa dalam keadaan tidak sadarkan diri, atau afasia akibat stroke. 1
a. Identitas : meliputi nama lengkap pasien, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua/ istri/ suami/ penanggungjawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama. b. Keluhan utama atau chief complaint : keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien tersebut pergi ke dokter atau mencari pertolongan, KU harus disertai dengan indikator waktu atau berapa lama pasien mengalami hal tersebut. c. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan- kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita oleh pasien dengan penyakitnya sekarang. e. Riwayat Keluarga : untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. f. Riwayat Pribadi : meliputi data-data lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan sehari-hari pasien. Pemeriksaan Fisik 2-4 Pertama hal yang harus di periksa adalah kesadaran apakah masih dalam kesadaran penuh atau tidak. Setelah itu periksa tanda- tanda vitalnya seperti tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi pernapasannya. Perlu juga di periksa apakah adanya syok, perdarahan atau kelainan patologis lainnya. Seperti pada skenario terlihat adanya edema pada regio dekstra femur. Pemeriksaan fisik berikut bisa dilakukan: 3
Inspeksi (Look) Arti inspeksi adalah dilihat. Dilihat secara anterior, posterior dan lateral dari frakturnya dengan melihat bagian yang dikeluhkan oleh pasien tersebut apakah ada pembengkakan, memar dan deformitas. Apakah ada hal lain yang abnormal. Hal lain yang juga penting adalah jika kulit tersebut robek atau tidak. Serta luka yang memiliki hubungan dengan fraktur tersebut. Palpasi (Feel) Palpasi adalah meraba, jika ada nyeri tekan ditempat fraktur tersebut. Perlu juga memmeriksa nadi/ pulsasi apakah lemah atau kuat di tempat tersebut. Bisa saja terjadi cedera pembuluh darah yang menunjukan keadaan darurat yang perlu pembedahan. Pergerakan (Movement) Pada pergerakan dapat ditemukan gerakan abnormal seperti krepitasi atau bunyi kretek- kretek pada sendi yang terdapat fraktur terutama pada sendi lutut dengan. Dengan cara Tes Thomas dapat diketahui krepitasi tersebut. Tapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi di bagian yang mengalami cedera jika pasien tersebut masih dalam keadaan sadar. Neiurovaskular distal (NVD) Hal yang dinilai adalah pulsus arteri, sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur femur distal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap arteri poplitea.
Pemeriksaan Penunjang 5 Rontgent Radiologi Fraktur dapat terlihat dengan pemeriksaan klinik. Walaupun demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk keadaan serta lokasi fraktur. Untuk menghindari kesalahan dalam penatalaksanaan diperlukan pemeriksaan foto tulang ini. Tujuannya untuk konfirmasi adanya fraktur, bagaimana letak dan jenis frakturnya. Dari foto juga bisa diperkirakan kapan fraktur nya terjadi, apakah baru atau sudah dari lama. Serta melihat benda asing yang masuk ke tulang itu apa tidak, walau misalnya fraktur itu tertutup, tetap harus dilihat juga supaya tidak salah dalam pengobatan. 5
4
o MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI menghasilkan gambar yang dapat menunjukan perbedaan yang sangat jelas dan lebih sansitif untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh terutama otak, sumsum tulang belakang, saraf dibanding CT Scan atau X-ray biasa. MRI juga bisa digunakan untuk susunan muskuloskeletal seperti otot, ligament, tendon, ruang sendi atau pun fraktur. Tapi struktur tulang akan lebih dapat diteliti lebih baik dengan CT Scan.
Gambar. Foto MRI pada lutut kanan o CT Scan (Computer Tomography Scan) CT Scan adalah jenis x-ray khusus yang menggunakan komputer. Mirip dengan MRI hanya saja CT dibuat lebih mudah untuk melihat tumor dalam jaringan otak. CT sangat baik untuk struktur tulang.
Gambar. Femur pada foto CT Scan 5
Differential Diagnosis 1. Fraktur 5
o Jenis Fraktur - Tanda tidak pasti fraktur: edema, nyeri, memar. - Tanda- tanda fraktur: nyeri gerak, nyeri sumbu, krepitasi ditempat fraktur. - Tanda pasti fraktur: pemendekan, rotasi, angulasi, false movement. o Berdasarkan dengan dunia luar Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo) yaitu:
Derajat I: Luka <1cm Tidak kotor Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan. Derajat II : Laserasi 1- 10cm Luka sedikit kotor Kerusakan jaringan tendon (sedikit) Fraktur kominutif sedang
Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: a. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak oto rusak, kulit masih dapat menutup luka. b. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss) c. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf)
6
Berdasarkan bentuk patah tulang 5
o Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen o Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya pemisahan. o Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang patah menjadi beberapa bagian. o Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang didekatnya
Berdasarkan garis patahnya 5
o Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek/ tulang yang masih dalam pertumbuhan. o Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang. o Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang o Oblique yaitu garis patah miring o Spiral yaitu garis patah melingkar tulang
Gambar. Jenis- jenis fraktur. 2. Dislokasi Dislokasi adalah peristiwa dimana tulang lepas dari tempat yang seharusnya. Jadi kmisalnya pada caput femur yang lepas dari fossa acetabulum atau caput humerus yang lepas dari scapula.
3. Fraktur Dislokasi Fraktur ini terjadi pada tulang yang sama. Jadi, pada satu tulang terdapat patahan, dan tulang itu juga lepas dari tempat yang seharusnya. Patahannya bisa berbentuk apa saja. Misalnya pada caput femur yang lepas dari fossa acetabulum dan pada batang nya mengalami patahan.
7
4. Fraktur & Dislokasi Fraktur dan dislokasi berarti terjadi pada tulang yang berbeda. Jadi ada 2 tulang dalam hal ini. Patahannya pun juga bisa apa saja. Satu tulang mengalami fraktur dan satunya mengalami dislokasi. Contohnya pada tulang ulna yang mengalami patah dan lepasnya dari tulang radius.
Working Diagnosis 5-6 Fraktur Femur Pada paha manusia hanya ada satu tulang, yaitu tulang femur. Jadi diaognosis fraktur & dislokasi bisa disingkirkan. Selain itu, pasien mengalami fraktur dibagian distal femur kanan yang berarti dislokasi femur juga tidak memungkinkan karena dislokasi femur terjadi pada caput femur yang terlepas dari fossa acetabulum tulang pelvis. Dengan demikian, diagnosis fraktur dislokasi juga tersingkirkan. Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan kedalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup. Normalnya, diperlukan waktu 20 minggu atau lebih. Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan subtrokanter, diafisis oblik, segmental, dan komunitif, fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi ialah dislokasi berat tertentu, seperti epifisiolisis kaput femur dan patah kolum femur impaksi. 5
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m. kuadriseps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dianjurkan dilakukan ORIF. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntsher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil seperti fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular dapat dikombinasi dengan pelat untuk netralisasi rotasi. 5 8
Fraktur pasien ini juga digolongkan ke closed fracture atau fraktur tertutup karena tidak adanya luka, lesi atau benda dari luar yang masuk ke paha dan lututnya.
Gambar. Epicondylus pada bagian distal femur
Penatalaksanaan 7 Medika Mentosa Pemberian obat- batan pada penderita trauma dengan fraktur tidak banyak. Hanya saat operasi, perlu diberikan anastesi. Karena pembedahan ekstremitas bawah lebih kompleks dari ektremitas atas, maka diperlukan Spine anasthetic. Serta setelah operasi, pasien harus diberi antibiotika dosis tinggi. Non- Medika Mentosa Pasien dengan fraktur membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan tulang dan sendi- sendi disekitarnya. Pasien harus terus memantau perkembangan pasca operasi, dan harus merehabilitasi kaki yang dioperasi supaya bisa kembali berjalan.
Tindakan Pembedahan Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4 atau prinsip 4R: 7
9
o Recognition Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta radiiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi setelah pengobatan. o Reduction Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas. o Retaining Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini laki- laki tersebut berarti harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada femurnya. o Rehabilitation Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa berfungsi dengan baik. Terapi pada fraktur dapat berupa operatif dan non- operatif: 7 a. Terapi non-operatif Terapi non-operatif termasuk reduksi tertutup dan traksi skeletal dengan membenarkan lewat operasi tertutup dan imobilisasi cast yaitu dengan gips. Metode ini diharuskan dengan kenyamanan di tempat tidur, waktu yang lama, mahal, dan tidak cocok dengan pasien dengan kerusakan multiple serta pasien yang tua. Beberapa fraktur dapat direduksi dengan traksi yang melewati traksi skeletal yang melewati distal femur atau proximal tibia. Tapi, pemasangan dari pin pada distal 10
femur bisa menjadi sulit karena bisa menjadi pembengkakan jaringan lunak (tendon), hemaarthrosis dan fraktur komunisi.
Gambar. A) titik masuk pin 2cm dibawah dan belakang dari tuberositas tibia. B) pin dimasukan dari lateral ke medial. C) pin terpasang paralel menghadap ke sendi lutut.
b. Terapi operatif 7
Lebih dikenal dengan tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Dengan internal fiksasi dapat menjadi cara reduksi fraktur, khususnya pada permukaan sendi. Jika fasilitas tersedia, terapi ini menjadi suatu pilihan yang baik. Pada pasien yang lebih tua, imobilisasi yang lebih cepat merupakan hal penting dan fiksasi internal merupakan suatu yang wajib dilakukan. Kadang, keadaan tulang yang osteoporotic, namun perawatan di tempat tidur lebih mudah dan pergerakan lutu dapat dimulai lebih cepat. Alat yang digunakan adalah: Locked internal medullary nail untuk tipe fraktur ringan
Plat, dipasang pada permukaan lateral femur. (cocok untuk tipe fraktur berat) 11
Lag screw, cocok untuk tipe fraktur sedang yang dipasang paralel dengan kepala screw dimasukan kedalam sendi untuk menghindari pengelupasan dari permukaan sendi juga menjaga untuk menghindari kerusakan supracondylar.
Komplikasi 3,8 a. Komplikasi dini Kerusakan arteri. Insiden kerusakan arteri memang jarang, tapi juga harus diwaspadai. Contohnya seperti kerusakan arteri poplitea setelah trauma. Hal ini terjadi karena kumpulan vaskular terhambat. Serta bisa juga karena laserasi langsung. b. Komplikasi lanjut o Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tidak dapat dihindari, karena itu diperlukan banyak latihan. o Non-union. Hal ini dapat disertai kekakuan lutut dan mungkin diakibatkan oleh gerakan lutut yang dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan kecuali kalau dilakukan dengan hati- hati. o Mal-union. Fiksasi internal sangat sulit dan malunion kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien yang masih melakukan aktivitas fisik untuk melakukan koreksi terhadap malunion yang terjadi.
12
Prognosis 8 Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur. Semakin kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi yang sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien.
Kesimpulan Hipotesis diterima Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke-5 (jilid I). Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.21-32 2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361. 3. Kasem K. Management of supracondylar fracture of the demur. Departmment of orthopaedic surgery & traumatology. Faculty medicine minia university. 2004p.52-65, 89-91. 4. Chairuddin R. Penghantar ilmu bedah ortopedi. 2003. Makassar Hal; 355-58 5. Patel P R. Lecture notes radiologi. Erlangga medical series. Edisi ke-2. Jakarta, 2007, Hal: 222-5. 6. Chapman, M W. Chapmans orthopaedic surgery 3 rd edition. Lippincolt william wilkins. 2001, Hal;710. 7. Sabiston. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta, 1994, Hal; 380-3. 8. Alpley A G. Appleys system of orthopaedics and fractures 9 th edition. Butterworths medical publications.2010.p687-90.