Latar Belakang Tahun lalu April 2013 ketika penulis pindah ke kota Semarang, banyak ruas jalan dan tempat-tempat di Semarang dan sekitarnya direndam banjir. Alangkah banyaknya kesusahan dan masalah yang timbul sebagai akibat banjir (lihat Gambar 1 dan 2). Sekarang, sudah lebih dari setahun penulis tinggal di kota Semarang, namun gerakan atau pun upaya yang nyata untuk mengatasi banjir kurang terasa, baik dari pemerintah mau pun para pemimpin masyarakat termasuk dari gereja. Gereja sebagai sebuah komunitas di bawah arahan Keuskupan Agung Semarang sudah menetapkan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2011 2015 yang intinya: Peningkatan Peran Kaum Awam Mewujudkan Iman Di Tengah Masyarakat Pemberdayaan Kaum KLMTD Pelestarian Keutuhan Ciptaan Penulis ingin menyoroti secara khusus tentang Pelestarian Keutuhan Ciptaan dalam kaitan dengan banjir dan kelestarian lingkungan hidup.
Apa Kata Kitab Suci? Ayat ini pastilah sudah sering kita dengar: ......kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 5:43, 19:19, 22:39; Mrk 12:31; Luk 10:27) bahkan dikatakan bahwa kasih adalah dasar dari semua ayat dalam Kitab Suci. Pada bagian lain dituliskan: "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? (Luk 6:46). Maksud ayat ini cukup jelas bahwa Tuhan Yesus menghendaki kita mewujudkan iman kita dalam suatu tindakan nyata. Doa saja tidaklah cukup. Dengan kata lain kita wajib menjalankan KASIH dalam suatu perwujudan nyata. Lalu apa kaitan antara perwujudan kasih kita dengan banjir yang melanda wilayah Semarang dan sekitarnya? Untuk itu penulis akan sedikit mengupas analisa
Gambar-1 Stasiun Tawang Gambar-2 Halaman Gereja Gedangan beberapa ahli tentang sebab musabab banjir dan mencoba mencari jalan untuk upaya mengurangi banjir. Dan yang lebih penting adalah langkah nyata apa yang dapat kita lakukan sebagai warga masyarakat dan warga gereja sebagai wujud kasih kita ke pada sesama.
Siklus Air Untuk membahas sebab musabab banjir kita perlu memahami yang namanya SIKLUS AIR. Karena panas matahari air yang ada di laut, danau, hutan dan lainnya menguap (evapo-transpiration) dan uap air ini terkumpul di angkasa sebagai awan. Karena suhu di atas sana cukup dingin, awan terkumpul makin lama makin banyak sehingga turun hujan (precipitation) lihat Gambar 3. Air yang dicurahkan ketika hujan sebagian jatuh di kawasan hutan, kawasan perkotaan mau pun di laut. Sebagian air akan meresap ke dalam tanah menjadi air tanah (ground-water), aliran air (interflow) di semak-semak dan pepohonan, sebagian lagi menguap kembali dan selebihnya masuk ke selokan, parit dan sungai-sungai (surface runoff). Apabila kita bandingkan Gambar-3: hujan di wilayah hutan dan Gambar-4: hujan di wilayah perkotaan. Pada wilayah hutan sebagian besar air akan tertangkap oleh semak-semak dan akar-akar pepohonan sehingga sekitar 10-40% meresap ke dalam tanah menjadi air tanah. Oleh karena itu muka air tanah (water table) relatif tinggi. Selain itu hanya sekitar 1% yang menjadi air permukaan (surface runoff). Pada Gambar-4 hujan di wilayah perkotaan hanya sekitar 10 20% air yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah. Hal ini mudah kita mengerti karena sebagian besar permukaan tanahnya sudah kita tutup dengan paving, beton mau pun struktur bangunan yang lainnya - sehingga muka air tanah relatif lebih rendah dari pada kawasan hutan. Oleh karena itu, pada musim kemarau sumur kadang kala menjadi kering. Apabila kawasan hutan terpelihara dan lestari, sumur tidak akan menjadi kering ketika musim kemarau, karena sebagian besar air hujan tersimpan dalam tanah. Hal penting yang lain adalah besaran air permukaan (surface runoff) sekitar 20-30% yaitu 20-30 kali lebih banyak dari pada kawasan
Gambar-3 Siklus Air Wilayah hutan
Gambar-4 Siklus Air Wilayah kota hutan. Air permukaan (surface runoff) ini akan mengalir pada selokan-selokan dan apabila selokan sudah tidak mampu menampung air baik karena jumlah air yang melimpah mau pun sumbatan sampah dalam selokan air akan melimpah ke luar ke jalanjalan dan rumah- rumah penduduk. Dari pemahaman kita tentang siklus air, kita sekarang mengerti salah satu penyebab banjir adalah karena rusaknya kawasan hutan di gunung-gunung dan air hujan yang seharusnya tersimpan dalam tanah, malah menjadi air permukaan (surface runoff), apalagi dengan banyaknya sampah yang menumpuk dan tersebar di mana-mana, jadilah banjir melanda kawasan yang rendah. Jelas terlihat bahwa terjadinya banjir adalah karena ulah kita yang membangun rumah tanpa memperhitungkan dampaknya serta perilaku kita yang suka membuang sampah sembarangan. Nah, jika memang kita mengasihi sesama kita, perlu kita pertimbangkan dan lakukan upaya-upaya pencegahan banjir seperti uraian di bawah ini.
Upaya Apa Yang Dapat Kita Lakukan? Uraian tentang Siklus Air dan analisa penyebab banjir membawa pemahaman bahwa bila penyebabnya kita tangkal mudah-mudahan banjir bisa berkurang, antara lain: 1. Penghijauan 2. Bersihkan sampah 3. Sumur resapan 4. Lubang biopori Kita uraikan lebih dalam satu persatu di bawah ini. 1. Penghijauan: sudah kita bahas bahwa hutan yang gundul menyebabkan banjir. Kita percaya bahwa kehadiran pepohonan selain membawa kesejukan, juga membantu air hujan untuk meresap ke dalam tanah sehingga air hujan tidak membuat banjir tetapi tersimpan dengan baik di dalam tanah. Oleh karena itu, setiap jengkal lahan terbuka sebaiknya segera ditanami. Apabila lahan tersebut kita tanami pohon buah-buahan, ketika pohon-pohon tersebut berbuah, kita dapat memetik dan menikmati hasilnya di samping sebagai upaya pencegahan banjir. 2. Bersihkan sampah: sampah, apalagi yang berupa plastik menyebabkan selokan dan saluran air buntu karena menyumbat aliran air. Jika kita membuang sampah sembarangan, sampah tersebut akan terbawa air masuk ke dalam selokan dan
Gambar-5: Skema lokasi sumur resapan menyebabkan selokan buntu sehingga laju aliran air terganggu dan air meluap. Oleh karena itu kebiasaan membuang sampah sembarangan sebaiknya dihentikan. Buanglah sampah pada tempatnya, syukur jika disediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah organik, anorganik dan sampah plastik. 3. Sumur Resapan: Sumur resapan dapat kita buat di halaman rumah kita (lihat skema pada Gambar-5). Sumur ini dapat menampung air hujan dari atap rumah mau pun air buangan dari kamar mandi kita, sehingga air hujan tidak terbuang ke selokan tetapi masuk ke dalam sumur resapan dan meresap ke dalam tanah. Menurut petunjuk Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Permukiman dan Prasarana Wilayah, sumur resapan dapat dibuat dengan kedalaman antara 150 300 cm dan diameter 140 cm. Dinding sumur dapat diperkuat dengan susunan batu bata tetapi mesti diberi lubang-lubang dan lapisan ijuk sehingga air dapat meresap ke dalam tanah (lihat Gambar-6). Jika sumur resapan dibuat setelah rumah selesai dibangun memang akan terasa mahal. Untuk pekerjaan ini diperlukan biaya sekitar Rp 3 5 juta untuk membuat satu sumur resapan. Tetapi jika sumur resapan dibuat sambil membangun rumah, tambahan biaya pembuatannya nyaris tidak terasa. Hal ini karena penggalian sumur dapat dikerjakan bersamaan dengan penggalian pondasi bangunan. Penulis membuat sumur resapan di rumah yang sedang dibangun dan pemborong tidak memperhitungkan sama sekali biaya pembuatan sumur resapan karena sudah masuk ke dalam anggaran pembuatan pondasi. Setiap luasan 125 m 2 memerlukan 1 buah sumur resapan sehingga untuk rumah yang kami bangun memerlukan 3 sumur resapan. Pengalaman pribadi penulis, ketika kemarau panjang, beberapa tetangga di ujung gang terpaksa memperdalam sumurnya karena sumur mereka mengering. Hal ini tidak penulis alami, sumur kami aman-aman saja. Malah beberapa tetangga kanan kiri juga ikut menikmatinya karena sumur mereka juga ikut terjaga suplai air tanahnya. 4. Lubang Biopori: Lubang biopori sebenarnya mirip dengan sumur resapan kecuali ukurannya yang relatif kecil yaitu diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm. Fungsinya juga sama dengan sumur resapan, yaitu menahan air hujan supaya tidak masuk ke dalam selokan dan meluap menjadi banjir tetapi meresap ke dalam tanah. Cara pembuatannya juga mudah dan murah (lihat Gambar-7). Karena ukurannya yang kecil, lubang biopori dapat dibuat berjajar dengan jarak 1 m satu sama lain sehingga
Gambar-6: Pembuatan Sumur Resapan
Gambar-7: Cara pembuatan lubang biopori pada satu halaman bisa dibuat beberapa puluh lubang biopori. Kelebihan lubang biopori dibandingkan sumur resapan adalah selain murah dan mudah membuatnya, lubang biopori juga dapat dijadikan tempat pembuatan pupuk kompos. Caranya dengan membuang sampah dapur dan sampah organik (potongan daun, ranting, kertas dan sisa-sisa makanan) ke dalam lubang biopori. Untuk menghindari gangguan tikus, lubang biopori dapat kita beri tutup (lihat Gambar-8). Hal ini karena tikus tertarik dengan sampah dapur seperti tulang ikan, sisa-sisa makanan dll yang kita buang ke dalam lubang biopori tersebut. Dengan cara ini, volume sampah yang kita buang akan jauh berkurang karena sebagian besar sampah kita masukkan ke dalam lubang biopori. Jika satu lubang sudah penuh sampah, kita buang sampah organik pada lubang berikutnya. Misalnya kita punya 50 lubang biopori dan kita mulai membuang sampah organik ke dalam lubang nomor 1 sampai penuh, lalu pindah ke lubang nomor 2 dan seterusnya; ketika lubang nomor 50 kita isi, lubang nomor 1 isinya sudah berubah jadi pupuk kompos. Pupuk ini dapat kita ambil untuk memberi pupuk tanaman di sekitar rumah kita. Dengan demikian kita bisa berhemat karena tidak perlu membeli pupuk.
Kesimpulan dan Pesan Sendi-sendi utama gereja kita berlandaskan pada kasih terhadap sesama. Perilaku kita yang membangun tanpa memikirkan kelestarian lingkungan hidup dan kebiasaan membuang sampah sembarangan, secara tidak kita sadari sebenarnya telah menyusahkan banyak orang karena terbukti menyebabkan banjir. Kasih terhadap sesama dapat kita wujud - nyatakan dengan mulai menaruh perhatian terhadap kelestarian lingkungan hidup. Penghijauan lahan kosong, pembersihan sampah yang menutup got dan selokan, pembuatan sumur resapan dan lubang biopori adalah beberapa langkah nyata yang dapat mengurangi banjir. Selain mencegah banjir, langkah-langkah nyata yang diuraikan ini juga memberi manfaat tambahan bagi kita seperti penghijauan menghasilkan buah-buahan, sumur resapan selain mencegah banjir juga menjaga sumur kita tidak kering dan lubang biopori selain mengurangi banjir juga dapat menghasilkan pupuk kompos. Penulis sangat berharap gerakan pelestarian lingkungan hidup ini dapat dimulai dan dimotori oleh gereja dan alangkah indahnya jika kemudian gerakan ini dapat menjadi gerakan semesta, di mana setiap warga masyarakat sadar pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagai perwujudan iman kita. Sebagai penutup, penulis ingin mengutip kembali satu ayat dari Kitab Suci: .....jika orang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi tidak melakukannya, ia berdosa (Yak 4:17).
Gambar-8: Lubang biopori dibuat sepanjang selokan dan diberi penutup untuk menghindari tikus. Referensi: http://kas.or.id/?page_id=557 http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Sumur/sumur.html http://stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=1058 http://www.iptek.net.id/ind/warintek/5e4.html http://www.ibubercahaya.com/artikel/detail/menabung-air-di-halaman-rumah- dengan-sumur-resapan-1 http://www.biopori.com/pembuatan.php
Sekilas tentang penulis: Penulis adalah seorang pensiunan (mantan) pegawai perusahaan minyak & gas swasta nasional. Setelah pensiun hijrah dari Jakarta ke Semarang dan sekarang tinggal di kawasan Banyumanik. Untuk mengisi waktu, penulis mengajar paruh waktu di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro. Walau pun penulis tidak memiliki latar belakang pengetahuan tentang lingkungan hidup, namun siapa pun yang peduli terhadap lingkungan hidup dapat belajar dan melaksanakan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup. Apabila pembaca berkenan, dapat menghubungi penulis melalui email: ebsetyo@yahoo.com