Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah

Khutbah Pertama:

.
Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Kami mengajak kepada semua jamaah, marilah kita semua meningkatkan
takwa kepada Allah Azza wa Jalla. Bekal takwa inilah yang akan
menyelamatkan kita dari siksa neraka. Karena tidak ada yang akan selamat
dari neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa.


Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan
membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan
berlutut. (QS. Maryam: 72)

Kaum muslimin yang berbahagia.
Islam agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi.
Untuk itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan
kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak
keturunannya. Dari istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak
yang shalih dan kokoh dalam beragama. Sehingga Islam menjadi kuat, dan
orang-orang yang membenci Islam menjadi gentar. Demikianlah, ibu
memiliki peranan yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak
generasi, karena dialah yang mendidik anak-anak dalam ketaatan dan
ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Perhatian lainnya yang Islam tunjukkan terkait dengan pendidikan anak
yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik
terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh terhadap
anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah
beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.
Kedatangan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ketika anak menginjak usia tujuh
tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-
anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,


Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak
mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya. (HR.
Ahmad dan Abu Dawud)
Perintah mengerjakan shalat berarti juga mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, tata cara wudhu, dan hukum shalat
berjamaah di masjid bagi anak laki-laki, hasilnya pun anak-anak akan
mengenal dan dekat dengan sesama kaum muslimin.
Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk
memukul jika anaknya enggan melaksanakan shalat. Tetapi yang harus
diperhatikan, pukulan tersebut adalah pukulan dalam batasan-batasan
mendidik, bukan pukulan yang membahayakan lagi emosinal, bukan juga
pukulan permainan sehingga tidak menimbulkan efek jera pada anak.
Namun kita lihat pada masa ini, pukulan sebagai salah satu metode
mendidik, banyak ditinggalkan orang tua. Dalih yang disampaikan, karena
rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenernya adalah
diwujudkan dengan pendidikan. Dan salah satu metode pendidikan adalah
dengan memukul sesuai dengan kadar dan ketentuannya saat anak
melakukan pelanggaran syariat yang layak diberi hukuman dengan pukulan.
Rasulullah juga memerintah para orang tua supaya memisahkan tempat
tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud
pemisahan ini, menjaga norma-norma hubungan antara saudara laki-laki
dan perempuan karena dalam hal tertentu ada kebiasaan-kebiasaan alamiah
dan tingkah laku perempuan yang dia enggan apabila dilihat oleh laki-laki,
demikian juga sebaliknya.
Oleh karena itu, dalam Islam, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-
anak mereka saat mereka tidur, apalagi saat mereka terjaga, mereka keluar
rumah, bergaul dengan lingkungannya. Orang tua harus memperhatikan
anaknya, menjauhkannya dari pergaulan buruk dan tidak benar. Pendidikan
tidak hanya terjadi pada saat mereka berada di rumah, namun juga ada
perhatian lainnya yang bisa diberikan orang tua tatkala anak-anaknya
berada di luar rumah. Hendaknya orang tua mengetahui kemana dan dengan
siapa anak-anaknya bergaul. Orang tua adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.


Setiap kalian adalah orang yang memiliki tanggung jawab. Setiap kalian
akan dimintai pertanggung-jawabannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan khususnya bagi orang tua dan
keluarganya, dan secara umum untuk kaum muslimin. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berabda,


Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali
dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh
yang mendoakannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan
dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para
orang tua, baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Ketika
orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan
penyejuk hati. Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka anak-
anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar dan bershadaqah
untuk orang tua mereka.
Sebaliknya, betapa malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan
durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang
tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua
tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan.
Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Salah satu contoh dalam pendidikan yang benar, yaitu hendaklah para orang
tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam mengingatkan kita,


Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuat adillah kepada
anak-anak kalian. (HR. Bukhari)
Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-
anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau
shallallahu alaihi wa sallam bersedia menjadi saksi. Maka beliau
shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Apakah semua anakmu engkau
beri seperti itu?
Dia menjawab, Tidak. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi
dalam keburukan. Bukankah engkau hagiakan, apabila memberikan sesuatu
yang sama?
Dia menjawab, Iya. Lalu beliau menanggapi, Jika demikian,
lakukanlah!
Kaum muslimin yang berbahagia
Anehnya, ada sebagian orang tua manakala dinasehati tentang pendidikan
anak, justru mereka malah menyanggah. Orang tua ini mengatakan, bahwa
kebaikan adalah di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan Allah.
Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Taala,


Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk. (QS. Al-Qashash: 56)
Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya
kebaikan dan hidayah, ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua
telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajiban dalam
mendidik, maka hidayah berada di tangan Allah Subhanahu wa Taala.
Sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah
Subhanahu wa Taala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan
keburukan kepada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:


Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), lalu kedua orang tuanya
menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. (Muttafaqun
alaihi).
Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peranan orang
tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk
keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud
kepribadian seorang anak.
Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas
kebenaran dan kebaikan. Karena yang kita lakukan atas diri anak, akan
diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Taala.


Khutbah Kedua:


Masyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Perhatian terhadap anak merupakan perkara yang sangat penting dan
pertanggungjawaban yang besar di sisi Allah. Oleh karena itu, para manusia
terbaik, yaitu para nabi dan rasul senantiasa mendoakan kebaikan untuk
anak keturunan mereka.
Nabi Ibrahim alaihissalam berdoa,

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh. (QS. Ash-Shaffat: 100)



Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 128)
Nabi Zakariya alaihissalam berdoa,


Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. (QS. Ali Imran 38)
Begitu juga dengan orang-orang shalih yang Allah sebutkan dalam Alquran,
mereka berdoa,


Dan orang orang yang berkata Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-
Furqon: 74)
Demikianlah para nabi dan rasul, meskipun kedudukan mereka dekat
dengan Allah Subhanahu wa Taala, mereka tetap saja senantiasa berdoa
penuh harap, memohon kepada Allah agar dianugerahi keturunan yang
shalih dan shalihah. Jika demikian, bagaimana dengan kita? Tentunya kita
harus lebih semangat lagi.
Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan
pendidikan kepada anak-anak kita dengan berlandaskan agama yang lurus.

Anda mungkin juga menyukai