Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang eksportir udang terbesar di dunia. Capaian
produksi udang nasional pada 2012 adalah sebesar 415.703 ton atau meningkat tipis atau naik 4
persen dari produksi udang nasional pada 2011 (TV One News, 2013)
Pembekuan udang merupakan proses penanganan udang secara modern yang paling
lazim digunakan. sebab selain tidak merubah penampilan dan tekstur, juga memiliki daya awet
yang lama yaitu mencapai 2 tahun. Sehingga waktu pengiriman yang lama sekitar 1-2 bulan
hingga mencapai konsumen luar negeri tidak mempengaruhi kualitas produk..
(Anonymous,2008)
Proses pembekuan udang terdiri dari beberapa tahapan dan proses. Setiap tahapan dan
proses ini tidak pernah lepas dari produksi hasil samping berupa limbah. Limbah adalah buangan
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena
tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan perncemar yang bersifat racun dan
berbahaya. (Anonymous,2010)
Tingkat bahaya keracunan yangdisebabkan oleh limbah bergantung pada jenis dan
karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu relative
singkat tidak memberkan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang dapat berakiat fatal
bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat-
akibat pada jangka waktu yang panjang. (Anonymous,2010)
Karena sifatnya yang berbahaya bagi lingkungan, limbah harus diolah terlebh dahulu agar
tidak berbahaya sebelum dibuang ke lingkungan agar tidak merusak lingkungan maupun
ekosistem. Begitu pula dengan limbah yang dihasilkan dari industry pembekuan udang.
Industri pembekuan udang juga menghasilkan limbah dari proses produksi. Limbah yang
dihasilkan debedakan menjadi 3 yaitu Limbah cair hasil pencucian udang, Limbah padat berupa
kepala dan kulit udang, dan limbah gas. Limbah jika didiamkan akan menimbulkan bau yang
tidak sedap akan mencemari lingkungan atau area yang ada di sekitar industri seperti sungai,
persawahan, kolam, danau. Hal ini dapat mengganggu aktivitas ekosistem yang dalam jangka
waktu tertentu juga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada satu ruang dan
waktu tertetu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian
masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak emmbahayakan lingkungan. Karena itu
tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasanya.
Dalam makalah ini kami akan membahas dan menjelaskan mengenai karakteristik limbah
pembekuan udang, proses pengolahannya, serta standard kandungan bahan organic dan
anorganik yang aman dan berlaku bagi limbah industry pembekuan udang.

I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik limbah yang dihasilkan dari industry pembekuan udang?
2. Bagaimana proses pengolahan limbah Industri pembekuan udang menjadi limbah yang
aman sebelum dibuang ke lingkungan?
3. Apa saja standard yang berlaku dalam mengatur kandungan bahan organic maupun
anorganik yang boleh terkandung dalam limbah hasil dari inustri pembekuan udang?

I.3. Tujuan
1. Mengetahui Karakteristik limbah yang dihasilkan dari industry pembekuan udang
2. Mengatahui proses pengolahan limbah ndustri pembekuan udang menjadi limbah yang
aman sebelum dibuang ke lingkungan
3. Mengetahui standard-standard yang berlaku dalam mengatur kandungan bahan organic
maupun anorganik yang boleh terkandung dalam limbah hasil dari industry pembekuan
udang








BAB II
LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BEKU DAN PENANGANANNYA


II.1. Limbah Industri Pengolahan Udang Beku
Limbah yang dihasilkan dari Industri udang beku adalah limbah padat, limbah cair
dan limbah gas.Limbah padat yang dihasilkan dari industri pengolahan berupa kepala dan
kulit udang, yangemana pada umumnya limbah ini masih bisa diolah menjadi produk lain
dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi. (Rahmawati, 2008)
Limbah lain yang umumnya dihasilkan oleh industri pembekuan udang adalah
limbah gas. Limbah gas dari proses pembekuan udang tidak banyak dan tidak bersifat
brbahaya, sehingga tidak memerlukan treatment dan langsung dibuang ke alam. (Rahmawati,
2008)
Limbah lain yang dihasilkan dari proses pembekuan udang beku adalah limbah cair.
Limbah cair ini tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan dan memerlukan pengolahan
lebih lanjut sebelum di buang ke lingkungan. Hal ini karena adanya kandungan bahan-bahan
organik yang dapat mencemari lingkungan dan merusak ekosistem.(Rahmawati,2008).

II.2. Karakteristik Limbah Industri Pengolahan Udang Beku
Limbah pengolahan udang berupa limbah padat dan cair. Limbah padat yang berupa kepala
biasanya masuk pabrik-pabrik sebagai bahan dasar trasi, kerupuk atau petis, sedang limbah yang
berupa kulit udang, belum banyak dimanfaatkan. Menurut Cesio (1982) Kulit udang (limbah
padat) mengandung chitin sebesar 18,1%.
Kadar bahan-bahan terlarut limbah cair sangat tinggi. Benda-benda padat limbah dapat
terbentuk organic maupun anorganik. Zat anorganik dalam limbah terdiri dari bahan-bahan
nitrogen, karbohidrat, lemak, protein dan lain-lain. Bersifat tidak stabil dan menjadi busuk,
mengeluarkan bau-bauan yang tidak sedap seperti sifat-sifat khas limbah dan menyebabkan
kesulitan yang besar dalam proses pembuangannya
Limbah yang masih baru hanya sedikit berwarna keruh, tetapi kemudian menjadi pekat dan
berbau menyengat. Limbah yang baru berisi sedikit oksigen terlarut, sedikit nitrit, sedikit alkali
dan mineral. Limbah yang sudah lama menyebarkan baru-bau yang tidak enak yang bersumber
dari hydrogen sulfide dan gas-gas lainnya. Partikel-partikel besar dan kecil, sisa-sisa larutan
dalam bentuk koloid dan setengah koloid merupakan tempat berkembang biaknya bakteri, virus
dan protozoa.

II.3. Pengolahan Limbah Industri pengolahan Udang Beku
Limbah dari Industri Pengolahan udang beku yang mengandung chitin, karbohidrat,
lemak, protein ini tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan Penanganan limbah masih
dilakukan secara konvensional belum dapat mengendalikan limbah yang ada. Limbah yang tidak
ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan. Polusi bau dari
sampah yang membusuk, pencemaran air akibat pembuangan limbah ke sungai dan
merembesnya air lindi dari TPA (tempat pembuangan akhir) dan limbah cair pabrik ke
permukiman dan sumber air penduduk, serta pencemaran udara akibat asap pabrik dan asap
kendaraan bermotor dan pembakaran sampah .
Pencemaran air sungai akibat pembuangan limbah juga membawa dampak negatif
pada kesehatan manusia, terutama dengan meningkatnya penyakit diare serta biaya pengolahan
air baku untuk air minum yang terus meningkat. Bahkan seringkali terjadi, terutama pada musim
kemarau, kualitas air baku sudah tercemar berat akibatnya sulit diolah menjadi air yang layak
diminum, sehingga bahan baku air minum harus didatangkan dari sumber yang lain. (Hafiudin,
2012)
Pengaruh limbah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek langsung
dan tidak langsung, sebagai berikut : (Hafiudin, 2012)
1. Efek langsung; efek yang disebabkan karena adanya kontak langsung dengan limbah
tersebut. Misalnya limbah beracun, limbah yang korosif terhadap tubuh, karsinogenik,
teratogenik, dan lain-lain. Selain itu ada pula limbah yang mengandung kuman patogen,
sehingga dapat menimbulkan penyakit. Limbah beracun jg akan membawa dampak
langsung pada manusia seperti keracunan bahkan kematian. limbah ini dapat berasal dari
limbah rumah tangga selain limbah industri.
2. Efek tidak langsung; pengaruh tidak langsung ini dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah. Dekomposisi limbah biasanya terjadi
secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila oksigen telah
habis. Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan lindi (leachate) beserta gas. Di dalam
lindi tersebut mengandung mikroba patogen, logam berat dan zat lainnya yang berbahaya.
Selain itu efek tidak langsung lainnya dapat berupa penyakit bawaan vektor yang
berkembang biak di dalam limbah.
Penguraian limbah yang dibuang kedalam air akan menghasilkan asam organik.
Karenanya diperlukan pengolahan limbah yang baik, sehingga tidak mengganggu lingkungan
maupun ekosistem yang ada di dalamnya.
Limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan udang beku berupa limbah cair dan
limbah padat, sebelum mengalami penanganan lebih lanjut limbah padat akan disaring dengan
waring, karena ada sebagian limbah cair yang secara tidak sengaja terikut pada limbah padat,
sehingga limbah padat dan limbah cair dapat dipisahkan. Kemudian limbah padat akan
ditampung pada tong-tong plastic yang terpisah dari ruang pengolahan, (Rahmawati, 2008)
Berikut adalah hasil analisa dari limbah cair PT. BMI Dampit tahun 2007.

Tabel 1. Hasil Analisa Limbah Cair PT.BMI Dampit tahun 2007 (PT BMI,2007 dalam
Wijaya, 2007)

Parameter Satuan Baku Mutu Sebelum Air Limbah
Diolah
Sesudah Air Limbah
Diolah
pH - 6-9 7 7
BOD
5
Mg/ml 100 3766 44
COD Mg/ml 200 1000 100
TTS Mg/ml 100 641 18,4
Minyak dan
Lemak
Mg/ml 30 26,4 Tidak terdeteksi

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa proses pengolahan limbah sangat diperlukan
dalam suatu industri karena dapat memberikan dampak yang sangat besar terhadap keamanan
lingkungan.
Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai jenis-jenis limbah dan penangannya :


II.3.1. Limbah Padat
Limbah padat yang berasal dari Industri pengolahan udang beku berupa kepal dan kulit
udang yang dimasukkan ke dalam kantong platik dan ditempatkan terpisah dari ruang produksi,
karena kepala dapat menyebabkan kontaminasi. Limbah padat ini tidak mendapat penanganan
lebih lanjut, karena limbah ini masih memiliki nilai ekonomis sehingga masih bisa dijual kepada
orang lain untuk diolah sebagai bahan baku dalam pembuatan produk lain seperti kerupuk, petis,
terasa, dan makanan ternak. (Hartanti, 2008)

II.3.2. Limbah Gas
Pada proses pengolahan udang beku juga dihasilkan limbah gas selama proses
pengolahan, limbah gas ini akan disirkuasi melalui exhaust fan yang terdapat di dalam ruang
proses dan banglido yang terdapat di atap ruang proses. (Ardiana, 2008)

II.3.3. Limbah Cair

Sementara Limbah cair yang dihasilkan oleh industri pengolahan udang beku tidak dapat
dibuang langsung ke lingkungan karena mengandung bahan-bahan organic yang dapat
mencemari lingkungan. Limbah cair harus diolah terlebih dahulu. Engolhan limbah cair meliputi
pada umumnya 5 tahap yaitu : pretreatment, secondary treatment, tertiary treatment dan
desinfektion. (Rahmawati, 2008)
Tahap awal (pretreatment) dari pengolahan air limbah adalah menghilangkan zat padat
dan kasar. Pada umumnya proses tersebut dilakukan dengan filtrasi, tahapan filtrasi dilakukan
secara sederhana menggunakan saringan yang mampu menyaring partikel-partikel berukuran
bear (> 0,21 mikron) dimana limbah cair yang berasal dari ruang proses akan mengalami filtrasi
terlebih dahulu kemudian masuk ke bak penampungan. Pada proses penyaringan ini, saringan
harus dibersihkan secara rutin agar tidak mengganggu proses penyairngan selanjutnya, jika pada
penyaring terdapat kotoran-kotoran yang merupakan sisa bagian tubuh udang seperti kuit udang
akan ditampung atau dicampurkan ke penampungan sisa-sisa cutting yang berisi kepala dan kulit
udang yang akan dikumpulkan dan akan dijual. Tahap pretreatment ini bertujuan untuk
mempercepat atau memperlancar proses pengolahan limbah selanjutnya. (Rahmawati, 2008)
Pada pengolahan limbah yang pertama atau primary treatment dilakukan pemisahan atau
penghilangan zat padat yang halus seperti serpihan kulit udang, daging udang dan lain-lain. Pada
tahap ini pemisahan zat padat dipisahkan dengan metode sedimentasi yang merupakan proses
untuk memisahkan partikel-partikel dengan cara pengendapan. Pengendapan adalah kegiatan
utama dalam tahap ini dan pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang tenang.
Jumlah endapan yang dapat diendapkan tergantung lama waktu pengendapan biasanya 60-70%
dapat diendapkan dengan lama waktu pengedapan sekitar 1-2 jam Pada tahap ini juga dapat
ditambahkan bahan kimia untuk menetralkan pH atau dengan koagulan yang berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel kecil yang lolos saat penyaringan. Koagulan yang sering
digunakan untuk pengendapan limbah adalah Al2(SO4)3, Fe2(SO4)3, FeCl2, dan Ca(OH)2.
Pada proses yang menggunakan Aluminium Sulfat, bahan yang bersifat basa akan membentuk
aluminium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid. Kapur yakan
bereaks dengan karbohidrat dan membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap, garam-
garam feri digunakan untuk meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam
limbah tersebut. Dengan adanya pengendapan ini maka akan mengurangi kebutuhan oksigen
pada pengolahan biologis berikutnya. (Rahmawati, 2008)
Pada pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-
bahan organic melalui mikroorganisme yang ada di dalam limbah cair. Proses ini dipengarhi oleh
banyak factor di antaranya jumlah air limbah, tingkat kekotoran, dan jenis kotoran yang ada.
Lumpur aktif dan saringan penjernih biasanya digunakan pada tahap ini. Pada proses
penggunaan lumpur aktif, air limbah yang telah lama (mengandung bakteri) ditambahkan pada
tanki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis
dalam menguraikan bahan organic berjalan lebih cepat. Lumpur aktif ini dikenal sebagai MLSS
(Mixed Liquor Suspended Solid). (Rahmawati, 2008)
Penambahan oksigen dalam air limbah ini dikenal dengan nama aerasi, proses aerasi ini
bertujuan untuk menyediaka oksigen yang akan digunakan untuk proses bologis dalam
menguraikan zat organic. Pada prakteknya erdapat 2 cara utuk menambahkan oksigen di dalam
air limbah yaitu memasukkan udara ke dalam air limbah atau dengan memaksa air ke atas untuk
berkontak langsung dengan oksigen (Sugiharto,1987). Proses aerasi ini dapat dilakukan dengan
memasukkan udara ke dalam limbah air melalui Nozzle. Nozzle yang di letakkan di tengah-
tengah akan meningkatkan kecepatan kontaknya gelembung udara dengan air limbah, sehingga
proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Nozzle diletakan di dasar bak aerasi. Udara
yang dimasukkan adalah udara yang berasal dari luar yangdipompakan ked ala air limbah oleh
pompa tekanan. (Rahmawati, 2008)
Bakteri diperlukan untuk meguraikan bahan organic yang ada di dalam air limbah, oleh
karena itu diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk mengraikan bahan-bahan tersebut.
Bakteri tersebut akan berkembang biak secara konstan dan agak lambat pertumbuhannya karena
ada suasana baru pada air limbah tersebut, keadaan ini disebut lag phase.Setelah beberapa jam
berjalan maka bakteri akan mulai tumbuh berlipat ganda dan dikenal sebagai fase akselerasi.
Setelah tahap ini berakhir maka terdapat bakteri yang tetap dan yang terus meningkat jumlahnya.
Pertumbuhan yang cepat setelah fase kedua ini disebut log phase. Selama Log phase diperlukan
banyak persediaan makanan, sehingga pada suatu saat terdapat pertemuan antara pertumbuhan
bakteri yang meningkat dan penurunan jumlah makanan yang terkandung di dalamnya. Apabila
tahap ini terus berjalan maka akan terjadi keadaan dimana jumlah bakteri dan makanan tidak
seimbang, dan keadaan ini disebut sebagai declineing growth phase. Pada akhirnya makanan
akan habis dan kematian bakteri akan terus meningkat dehingga tercapai suatu keadaan dimana
jumlah bakteri yang mati dan tumbuh mulai berimbang yang dikenal sebagai stationary phase.
(Rahmwati, 2008)
Setelah jumlah makanan habis digunakan maka jumlah kematian bakteri akan lebih besar
dari jumlah pertumbuhannya, maka keadaan ini disebut death phase dan pada saat ini bakteri
akan menggunakan energy simpanan ATP untuk pernafasannya hingga ATP habis kemudian
bakteri akan mati. Dengan melihat fase pertumbuhan maa dalam pertumbuhnnya perlu ada
penambahan baan makanan dari Lumpur yang baru Sehingga pertumbuhan bakteri dapat
dipertahankan dan pengolahan air limbah dapat terus berlangsung. Penambahan lumpur aktif ini
dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan mengambil lumpur dari bak pengendapan
terakhir. Beberapa industri juga menggunakan senyawa seperti bioplus sebagai pengganti
Lumpur aktif. Penambahan senyawa ini dilakukan apabila bau busuk dalam bak aerasi semakin
bertambah, yang menunjukkan bahwa aktifitas bakteri mulai menurun. (Rahmwati, 2008)
Pengolahan ketiga (tertiary treatment) adalah kelanjutan dari pengolahan-pengolahan
terdahulu, sehingga pengolahan jenis ini baru akan dilaksanakan apabila pada pengolahan
pertaman dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang berbahaya bagi masyarakat umum.
Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan yang secara khusus diterapkan apabila setelah
pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat yang berbahaya dalam air limbah.
Pengolahan ini biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus
pula, misalnya pabrik tenun yang menghasilkan limbah dengan kandungan Fe dan Mn yang
dapat mencemari perairan. Pengolahan ketiga ini tidak dilakukan dalam industri pengolahan
udang karena air limbah setelah mengalami tahap pengolahan kedua segera dialirkan menuju bak
clarifier ini, zat-zat yang masih ada dalam air limbah diendapkan kembali sehingga dihasilkan
air limbah yang mengandung sedikit partikel zat tercampur. (Rahmawati, 2008)
Tahap terakhir dalam pengolahan limbah adalah pembunuhan bakteri (desinfektion) ini
bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroa pathogen yang ada di dalam air limbah.
Banyaknya zat kimia yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri pathogen di anatranya
adalah klorin mekanisme desinfektan dalam membunuh bakteri pathogen adalah dengan merusak
atau menginaktifasi enzim utama dari bakteri sehingga terjadi kerusakan dinding sel bakteri
seperti yang dilakukan apabila menggunakan bahan radiasi ataupun panas. (Rahmwati,2008)
Penggunaan panas dan bahan radiasi meskipun sangat baik dalam emmbunuh bakteri,
namun kurang cocok untuk diterapkan secara masl karea membutuhkan biaya operasional yang
sangat mahal serta cukup sulit penangannya. Menurut Sugiharto (1987) terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan kimia bila akan dipergunakan sebagai bahan
desinfetan, antara lain : (Rahmawati, 2008)
- Daya racun zat kimia tersebut
- Waktu kontak yang diperlukan
- Efektivitasnya
- Dosis yang rendah
- Tidak toksik terhadap manusia dan hewan
- Biaya yang murah untuk pemakaian
- yang bersifat masal
II.4. Peraturan yang Mengatur Pengolahan Limbah yang Baik dan Benar Sebelum
Dibuang ke Alam
Dalam mendukung terciptanya lingkungan dan ekosistem yang seimbang, berbagai
peraturan mengenai standard limbah yang boleh dibuang ke lingkungan sudah diatur baik oleh
pemerintah daerah maupun Negara. Berikut adalah beberapa standard limbah industri
pengolahan udang beku.

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan PengolahanHasil
Perikanan yang Melakukan Satu Jenis Kegiatan Pengolahan (Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 5, 2012)
No Parameter Kadar maks
(mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum
(kg/ton)
1 TSS 100 3
2 Sulfida - -
3 Amonia 10 0,3
4 Klor Bebas 1 0,03
5 BOD
5
1 0,03
6 COD 100 3
7 Minyak-Lemak 200 6
8 pH 15 0,45
9 Debit Maksimum
(m
3
/ton)
- 30

Tabel 3. Baku mutu limbah cair bagi kawasan industri (Keputusan Menteri Negara
Llingkungan Hidup,1998)
Parameter Kadar Maksimum
(mg/L)
Beban Pencemaan Maskimum
(kg/hari.Ha)
BOD5 50 4,3
COD 100 8,6
TSS 200 17,2
pH 6,0-9,0
DEBIT LIMBAH CAIR MAKSIMUM
1 L per detik per HA lahan kawasan yang terpakai

Dari standard yang tertera di atas, dapat kita simpulkan bahwa parameter yang
digunakan adalah TSS, Sulfida, Amonia, klor bebas, BOD
5
, COD, Minyak-Lemak, dan Debit
limbah cair yang dihasilkan. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing parameter dan
metode pengukurannya.
II.4. Parameter Pengujian Limbah dan Metode Pengukurannya
II.4.1. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD adalah jumlah oksigen dalam ppm yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa
organi dalam limbah oleh mikroba aerob. Dalam pngujian ini sampel diinkubasi pada waktu dan
suhub tertentu. Pengujian BOD ini memerlukan waktu yang lama yaitu lebih dari 100 hari suhu
20oC. Telah ditemukan metode pengujian BOD yang lebih cepat oleh Associaton of Official
Analitical Cheist (AOAC) yaitu dengan watu inkubasi 5 hari pada suhu 20oC, metode ini dikenal
dengan uji BOD5. Pengujian BOD ini sangat penting sebelum air limbah dibuang ke lingkungan
karena dapat mempegaruhi kehidupan/ekosistem di dalam air. Dengan pengujian BOD dapat
diketahui berapa kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen) yang ada di dalam air limbah,
bila kandungan oksigen terlarut di bawah 5mg/l maka spesies yangs sensitive terhadap kadar
oksigen rendah akan mengalami stress dan semakin rendah kandungan oksigen terlarutnya maka
tingat stressnya akan semakin besar. Jika kandngan oksigen terlarut di abwah 2mg/l aka dalam
waktu beberapa jam saja dapat membunuh kehidupan ikan di air (Anonymous
b
, 2008).
Limbah cair sebelu dialirkan ke lingkungan harus memiliki kandungan nilai BOD yang
memenuhi standard yaitu 1-9 ppm, adapun penentuan kulaitas air berdasarkan BOD sebagai
berikut :
Tabel 4. Kualitas air limbah berdasarkan BOD
5
(Rahmawati, 2008)
BOD
5
Level
(ppm)
Kualitas Air
1-2 Sangat baik
Komponen organic yang terkandung dalam air sangat sedikit
3-5 Baik
Cukup bersih
6-9 Buruk
Sedikit polutan, komponen organic yang terkandung dalam air masih banyak
sehingga masih perlu bakteri untuk menguraikannya
>10 Sangat buruk
Mengandung banyak komponen organic.
II.4.2. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm 1mg/l
yangdiperlukan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organi secara kimiawi.
Merupakan metode pengukuran tingkat pencemaran yang memerlukan waktu yang lebih singkat
daripada BOD5 yaitu haya sekitar 2 jam. Metode COD ini dapat digunakan mengukur
kandungan komponen nonorganic/komponen yang tidak dapat diuraikan oleh bakteri atau yang
tidak dapat diukur dengan metode BOD. Pengujian COD yang secara rutin dilakukan tiap hari
dapat digunakan sebagai panduan, apakah ada komponen kimia maupun biologi yang terdapat
dalam limbah ang dapat menyebabkan masalah atau gangguan dalam proses pengolahan limbah.
(Rahmawati, 2008).
II.4.3. TSS. (Total Suspended Solid)
TSS (Total suspended Solid) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan
dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid (SNI).
Pengujian TSS dilakukan dengan menyaring sampel yang udah homogen dengan kertas saring
yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat
konstan pada suhu 103oC sampai dengan 105oC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan
tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama
penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbear atau mengurangi volume contoh uji.
Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan
total (Lenore S.Clesceri et al ,1998).

II.4.4. Sulfida
Analisa sulfida dapat menggunakan SNI 6989.70_2009 yaitu cara uji sulfida dengan biru
metilen secara spektrofotometri. Metode ini digunakan untuk penentuan total sulfida (S
2-
) dalam
air dan air limbah pada kisaran kadar 0,02 mg/L sampai dengan 1,0 mg/L. Prinsip metode ini
adalah Sulfida bereaksi dengan ferri klorida dan dimetil-p-fenilendiamina membentuk senyawa
berwarna biru metilen, kemudian diukur pada panjang gelombang 664 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis . Reaksi pembentukan warna dapat dilihat pada Gambar.x. Sample
untuk analisa sulfida harus segera dilakukan setelah disampling, bila contoh uji tidak dapat
segera diuji, maka contoh uji diawetkan. (Weiner, 2012)


Gambar 1. Reaksi Sulfida dengan ferri klorida dan dimetil-p-fenilendiamina membentuk
senyawa berwarna biru metilen

II.4.5 Amonia
Pada umumnya penetapan amonium secara langsung hanya dibatasi untuk air minum, air
permukaan yang bersih dan air buangan yang kualitasnya baik. Sedangkan bila diperlukan
ketelitian yang tinggi maka perlu dilakukan destilasi pendahuluan.
Metoda Nessler sensitif sampai 20g / NH3 dan dapat digunakan sampai konsentarasi 5
mg/liter kekeruhan, warna, dan zat-zat yang mengendap oleh hidroksida seperti Mg dan Ca akan
mengganggu pemeriksaan. Prinsip Metoda Nessler Pereaksi Nessler (K2HgI4) bila bereaksi
dengan ammonium dalam larutan basa akan membentuk dispersi koloid yang berwarna kuning
coklat. Intensitasnya dari warna yang terjadi dari perbandingan lurus dengan konsentrasi
ammonium yang ada dalam contoh. Reaksinya Reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning
coklat yang mengikuti hukum Lambert- beer. Intensitas warna yang ada dalam sampel, yang
kemudian ditentukan secara spektrofotometris. Zat-zat yang dapat mengganggu penetapan
ammonium adalah sisa klorin, kekeruhan, warna, alkaliniti, glisine, asam glutamat, sianat, dan
beberapa senyawa organik seperti keton, aldehida, dan zat yang dapat mengendap oleh
hidroksida. Dengan destilasi sample, gangguan warna dan kekeruhan akan hilang, sedangkan
kation yang dapat menimbulkan kekeruhan diendapkan dengan pH tinggi. (Sihaloho,2009)
Sebaiknya contoh yang akan ditetapkan kadar ammoniumnya adalah contoh yang masih
segar. Bila diperlukan penyimpanan ke dalam 1 liter air ditambahkan 0,8 ml H
2
SO
4
pekat dan
simpan pada temperatur 4Co. Sebelum di analisa contoh ditambahkan terlebih dulu dengan
larutan NaOH/KOH (Sihaloho, 2009)
II.4.6 Lemak dan Minyak
Metode ini untuk menentukan minyak dan lemak dalam contoh uji air dan limbah secara
gravimetric. Metoda ini termasuk penanganan emulsi tertentu, zat yang tidak menguap, zat lain
yang terekstrasi oleh pelarut dari contoh uji yang diasamkan seperti senyawa belerang, pewarna
organic tertentu dan klorofil. Metode ini tidak dpt digunakan untuk mengukur fraksi yang
mempunyai titik didih lebih kecil dari 70oC bil menggunakan pelarut tricholotrifluoroethane atau
bila menggunakan pelarut campuran n-hexana dengan methyl tert buthyl ether (80:20) pada titik
didih di bawah 85oC. Minyak dan lemak dalam contoh uji air diekstraksi dengan pelarut organic
dalam corong isah dan untuk menghilangkan air yang masih tersisa digunakan Na2SO4 anhidrat.
Ekstrak minyak dan lemak dipisahkan dari pelarut organik secara destilasi. Residu yang
tertinggal pada labu destilasi ditimbang sebagai minyak dan lemak. (SNI 06.698910-2004)















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN





























DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010. Chapter II. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19890/4/Chapter%
20II.pdf. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Anonymous
a
. 2008. Pembekuan Udang. Dilihat 17 Maret 2014.
<tphpi.wordpress.com/2008/09/25/pembekuan-udang-2/l-udang-lepas-kulit.>
Anonymous
b
. 2008. Pembekuan Udang. Diakses tanggal 17 Maret 2014.
<http://www.asiamaya.com/nutrient/pembekuan udang.htm >
Ardiana, Dwita. 2008. Poses Pembekuan udang tipe Head less Block Frozen Spesies Penaeus
vannamei di PT. Bumi menara Internusa II Dampit-Malang. Laporan Praktek
Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang
Hafiuddin, T. 2012. Permasalahan Limbah .
http://pengelolaanlimbah.wordpress.com/2012/06/03/permasalahan-limbah-2/.
Diakses tanggal 4 April 2014
Hartanti, Ayu Diva. 2008. Poses Pembekuan udang tipe Udang beku Tanpa Kepala Sesies
Penaeus vannamei di PT. Bumi menara Internsa II Dampit-Malang. Laporan
Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.3.1998. Baku mutu Limbah air Bagi Kawasan
Industri. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
Lenore S.Clesceri et al. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water,
20
th
Edition, 1998, Metode 2540 D ( Total Suspended Solids Dried at 103
o
C -
105
o
C)
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5, 2012. Perubahan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 10 tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah.
Rahmawati, Fifin. 2008. Proses Pengolahan Limbah Pembekuan Udang di PT. Surya Alam
Tunggal, Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapang. Universitas
Brawijaya. Malang
Sihaloho, Wira Susi. 2009. Analisa Kandungan Amonia Dari Limbah Cair Inlet Dan Outlet Dari
Beberapa Industri Kelapa Sawit. FMIPA, Univeristas Sumatera Utara. Medan
Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 06-6989.10-2004. Air dan limbah Bagian 10 : cara uji
minyak dan lemak secara gravimetri. Badan Standardisasi Nasional.
TV One News. 2013. Ekspor Udang di Indonesia. Dilihat 17 Maret 2014. <TV ONE
NEWS.COM> tanggal 21 Agustus 2013 Hal.01.
Weiner, R Eugene. 2012. Application of Environmental Aquatic Chemistry. Third Edition. Boca
Raton CRC Press/Taylor & Francis
Wijaya, Wahyu. 2007. Proses Pembekuan Udang Tipe Head Less Block Frozen Spesies
Penaeous vannemei di PT. Bumi Menara internusa II Dampit, Malang. Laporan
Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang

Anda mungkin juga menyukai