Anda di halaman 1dari 48

1

LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK





DOKTER PEMBIMBING :
dr. Fachri Uzer sp. S

DISUSUN OLEH :
Rinoka Wirapraja Putra 030.09.207

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF
RSUD DR SOESELO SLAWI
PERIODE 13 Januari-16 Februari 2014
2

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK
Penyususn : Rinoka Wirapraja Putra
NIM : 03009207
Kepaniteraan : Ilmu Penyakit Saraf
Tempat kepaniteraan : RSUD Dr. Soesilo Slawi
Periode : 13 Januari 2014- 15 februari 2014
Pembimbing : Dr. Fachry Uzer, SpS



Slawi,.2014
Pembimbing




(Dr. Fachry Uzer,SpS)


3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun berikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-
Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Fachri Uzer Sp S yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun di SMF Ilmu Saraf
Tugas ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang stroke
hemoragik . Penyusun menyadari tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar
kedepannya penyusun dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.
Jakarta, Februari 2014

Penyusun










4

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .2
KATA PENGANTAR........ ..........3
DAFTAR ISI .................... 4
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. ...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
A. Definisi............................................................................... ............. 6
B. Etiologi .......7
C. Faktor resiko .......................................................................................8
D. Klasifikasi ....................................................................................10
E. Insidens dan epidemilogi ..................................................... .......... .....12
F. Patofisiologi ..............................................13
G. Penatalaksaan .... ...15
H. Komplikasi ......................................................................... .................21
I. Prognosis ...21
BAB III STATUS PEMERIKSAAN ............................................................. ..23
BAB IV ANALISA KASUS .......................................................................... . .40
DAFTAR PUSTAKA .. 46









5


BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan penyebab kematian
nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat. Sebagai masalah kesehatan
masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab utama cacat menahun dan kematian nomor
dua dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan mendunia dan semakin penting
terutama di negara-negara berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang
menderita stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahunnya, dimana sekitar 4,4
juta meninggal dalam 12 bulan.
(1)

Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi pada
siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara meyakinkan telah membuktikan hal yang
sebaliknya. Selama dekade terakhir telah terjadi kemajuan besar dalam pemahaman mengenai
faktor resiko, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi stroke.
(1,2)



Tujuan
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Penyakit Saraf kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeselo
Slawi. Melalui studi kasus ini diharapkan sebagai dokter umum mampu mendiagnosis serta
melakukan deteksi dini tanda dan gejala stroke hemoragik secara cepat dan akurat sehingga
didapatkan penanganan kasus yang tepat. Selain itu juga diharapkan untuk dapat
mengidentifikasikan tanda-tanda kegawatan stroke hemoragik serta mampu melakukan
6

pertolongan pertama pada penderita stroke sebelum dirujuk ke Rumah Sakit dan dilakukan
penanganan yang lebih lanjut lagi.



















7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke Hemoragik
A. DEFINISI
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil
dari infark cerebri (stroke iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid..
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau
keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di
otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi,
serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu
peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi jaringan otak yang dapat
mengakibatkan kompresi pada batang otak.
(12)


Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2%
(sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan
50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.12
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal.
Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan
8

otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi
12,13
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi
sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut
saraf ke target organ.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan
pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan
tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma . Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.
(3)

Adapun penyebab perdarahan pada stroke
hemoragik
(4)
:
a. Intrakranial :
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensiva)
2. Pecahnya aneurisma
3. Pecahnya malformasio arterio-venosa
4. Penyakit moya-moya
5. Tumor otak (primer/metastasis)
6. Infeksi (meningoensefalitis)
9

b. Ekstrakranial :
1. Leukemia
2. Hemofilia
3. Anemia
4. Obat-obat antikoagulan
5. Penyakit liver

C. FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
a. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan. Pembuluh darah yang
tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga menimbulkan perdarahan otak. Adapula
yang dapat mengganggu kelancaran aliran darah otak sehingga menimbulkan iskemik.
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena stroke iskemik
ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 % daripada wanita. Resiko terkena
stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3
tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring
usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke
ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung
stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.
(2,4,5,6)

4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam daripada populasi kulit
putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai
51% sedang pada wanita negro memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian
39,2%. Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian
10

mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens 59 per 100.000 jiwa dengan
tingkat kematian 39,2%.
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark cerebral dan
perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel
otak mengalami kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya
hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi.
2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke dikemudian hari
antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner, dan gangguan irama jantung.
Faktor resiko ini umumnya menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung
melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah. Munculnya
penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas ataupun
hiperkolesterolemia.
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah
otak yang berukuran besar dan akhirnya mengganggu kelancaran aliran darah otak dan
menimbulkan infark otak.
4. Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama LDL merupakan
faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis sehingga harus segera dikoreksi.
5. Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami paling sedikit satu
kali serangan iskemik sesaat ( transient ischemic attack atau TIA) seumur hidup mereka. Jika
tidak diobati dengan benar, sekitar sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3
bulan serangan pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama.
6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor resiko stroke
atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung sehingga obesitas
mungkin menjadi faktor resiko sekunder bagi terjadinya stroke.
11

7. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan ini akan
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan viskositas darah
sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.

D. KLASIFIKASI STROKE
Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non hemoragik/iskemik dan
hemoragik.
(2,8)

1. Infark nonhemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang menyebabkan oklusi
menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ yang infark sehingga menyebabkan terjadinya
keadaannya anemia atau iskemik Secara patologi didapatkan infiltrasi leukosit selama beberapa
hari terutama pada daerah tepi infark. Makrofag menginvasi daerah infark dan aktif bekerja
sampai produk-produk infark telah dibersihkan selama periode waktu tertentu ( beberapa
minggu). Eritrosit sangat jarang ditemukan. Hampir 85% stroke nonhemoragik disebabkan oleh
sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri/ beberapa arteri yang mengarah ke otak, embolus
(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di
satu atau beberapa arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
(7,8)

2. Infark hemoragik, terjadinya infark hemoragik yang telah lama diketahui adalah adanya
reperfusi oleh pembuluh darah setelah oklusi hilang. Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru
arteri pada kapiler-kapiler menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler
yang hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler dan makin
memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik. Berbeda dengan infark nonhemoragik
secara patologik pada infark hemoragik ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah nekrosis
yang umumnya menetap lebih lama yaitu beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah oklusi
arteri. Ini adalah jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian
kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan
subarakhnoid).
12

Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems 10
th
Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun karena suatu
penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan
angiopati amiloid.
(7,8)

Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Adapun
penyebab perdarahan intraserebral :
- Hipertensi (80%)
- Aneurisma
- Malformasi arteriovenous
- Neoplasma
- Gangguan koagulasi seperti hemofilia
- Antikoagulan
- Vaskulitis
- Trauma
- Idiophatic
(6)

2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu aneurisma
pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain.
Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang
subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
13

Penyebab perdarahan subarachnoid :
- Aneurisma (70-75%)
- Malformasi arterivenous (5%)
- Antikoagulan ( < 5%)
- Tumor ( < 5% )
- Vaskulitis (<5%)
- Tidak di ketahui (15%)

E. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Di Eropa, stroke adalah penyebab kematian nomor tiga di negara-negara industri di
Eropa. Insidens global stroke diperkirakan akan semakin meningkat sejak populasi manula
berusia lebih dari 65 tahun meningkat dari 390 juta jiwa menjadi 800 juta jiwa yang diperkirakan
pada tahun 2025. Stroke iskemik adalah tipe yang paling sering ditemukan, kira-kira 85% dari
seluruh kasus stroke. Sedangkan stroke hemoragik mencakup 15% dari seluruh kasus stroke. Di
USA, sebanyak 705.000 kasus stroke terjadi setiap tahun, termasuk kasus baru dan kasus
rekuren. Dari semua kasus tersebut, hanya 80.000 kasus adalah stroke hemoragik.
Perdarahan intraserebral adalah penyebab utama kecacatan dan kematian dan
mencakup 10-15% dari kasus stroke pada orang kulit putih dan sekitar 30% pada orang kulit
hitam dan Asia. Insidens Perdarahan Intraserebral (PIS) dari keseluruhan kasus stroke adalah
lebih tinggi di Asia dan lebih rendah di Amerika Serikat. Estimasi insidens perdarahan
intraserebral per 100.000 per tahun bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga 411 di China.
(12,14)

Kehamilan dapat meningkatkan factor resiko terkena stroke hemoragik, terutama
pada eklampsia yaitu sekitar 40% dari kasus perdarahan intraserebral pada kehamilan. Lokasi
dari perdarahan intraserebral adalah putamen(40%), lobar(22%), thalamus (15%), pons (8%),
cerebellum (8%) dan caudate (7%).
(12)

14

Perdarahan Subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh dunia,
menyebabkan kecacatan dan kematian. Perdarahan Subarachnoid biasanya didapatkan pada usia
dewasa muda baik pada laki-laki maupun perempuan. Insidens perdarahan subarachnoid
meningkat seiring umur dan lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki. Populasi yang terkena
kasus perdarahan subarachnoid bervariasi dari 6 ke 16 kasus per 100.000, dengan jumlah kasus
tertinggi di laporkan di Finlandia dan Jepang. Selama kehamilan, resiko untuk terjadinya rupture
malformasi arteriovenous meningkat, terutama pada trimester ketiga kehamilan.
(12)


F. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal pembuluh
darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya plak berlemak pada
lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan
sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada daerah
percabangan ataupun tempat-tempat yang melengkung. Trombosit yang menghasilkan enzim
mulai melakukan proses koagulasi dan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang
kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di
tempat dan menutup arteri secara sempurna.
(3)

Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan kata lain hal
merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih jarang terjadi embolus juga
mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau arteri karotis interna. temapt yang
paling sering terserang emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan
darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan pecah/ruptur
arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan
yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri
pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian
menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak
berfungsi lagi sehingga menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan
15

hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang
cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak.
Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan
kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil,
pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran
hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.
(4,10)

Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat aneurisme
kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada
orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure
elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan
darah tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan
aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut
berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata.
Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak
dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas
mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh karena stress yang
menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal sebagai stress stroke.
(10)

Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisme
ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di bagian depan
sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah pangkal arteria serebri
anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di
bagian depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler
paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan
arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri
menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat gangguan perkembangan
embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk seperti saku) congenital.
Aneurisme berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya.
16

Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resistensiae),
yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung, sehingga dengan demikian
terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal,
aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran
penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor
Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak subarakhnoidal,
dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural primer.
(4,10)


G. PENATALAKSANAAN
Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik merupakan
penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus dirawat dalam ruangan
khusus.
(11)

Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
1. Konservatif
Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan hiperventilasi
mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan koma yang tidak dapat
mempertahankan jalan napas dan pasien dengan gagal pernapasan. Analisa gas darah harus
diukur pada pasien dengan gangguan kesadaran
Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mudah ditemui pada
pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon simpatis terhadap adanya injuri neuron akibat
iskemik ataupun hemoragik, subsitusi cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang
tidak adekuat, dan pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan terapi enteral/ cairan
isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit perlu dilakukan.
17

Nutrisi. Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi merupakan faktor
independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke. Hasil penelitian yang sama oleh Gariballa
dan kawan-kawan bahwa status nutrisi mempengaruhi perburukan pasien secara signifikan
selama periode tertentu. Mereka menemukan bahwa konsentrasi serum albumin mempunyai
hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan merupakan prediktor independen kematian
dalam waktu 3 bulan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein adekuat
pada pasien stroke akut.
Follow up ketat
Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial lebih cepat.
Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam merupakan prediktor bagi
prognosis buruk sehingga harus ditemukan penyebabnya.
Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf ataupun pemberian tissue
plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu peninggian serum glukosa.
Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi. Penurunan tekanan
darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal
ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan
tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg
namun penurunan tekanan darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh
turun lebih dari 84 mmHg.
Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah, antihemofilik, vitamin K,
transfusi platelet, dan transfusi darah.
(11,12,13)

2. Operasi
Drainase hematoma drainase stereotaktik atau evakuasi operasi
Drainase ventrikular atau shunt
Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor
18

Memperbaiki aneurisma.
(12)

Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih kontroversi.
Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan suatu tindakan operatif
ataupun tidak, masih terdapat daerah abu-abu diantaranya. Sebagai contoh pasien usia muda
dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan yang awalnya sadar dan berbicara
kemudian keadaannya memburuk secara progresif dengan perdarahan intraserebral area lobus
memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral
luas pada hemisfer dominan disertai perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma
tergambar memiliki prognosis jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu dipertimbangkan.
(14)

Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada stadium akut
kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus demikian adalah :
a. Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa hari, di mana pada
saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk di aspirasi sehingga massa
desakan atau defisit dapat dikurangi.
b. Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan menimbulkan
defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan operasi pada hari-hari pertama.
c. Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat dan tidak
memperburuk defisit neurologis.
(4)

Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral adalah
hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat biasanya walaupun
hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah kerusakan otak.
(4)

Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma sedikit dan
defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas
mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi
ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak.
(14)

Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
(14)

1. Kraniotomi
19

Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum,
ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer
nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial
karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih
kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal
jika terdapat udem serebri yang luas.


Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi untuk infrak
area arteri cerebri media.
(14)



Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular.
20

A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.
(15)



Gambar 3. Prosedur Sub-sekuen Kraniotomi.
(16)


2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan
endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi
dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi
hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan
validitasnya belum dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik
perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
21

Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan
intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan
intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun
penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa
pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke
ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui
penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan
prognosis buruk.
(13)

Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya malformasi
arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan harus dilakukan sehingga
perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi
secara konservatif biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena
operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan
penanganan operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi,stereotaxic
radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.
(11,13)

1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi sehingga
menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung seperti
kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough
phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat dilakukan sebelum
ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi yang tidak dapat
terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang
dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi
deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen pembuluh darah
kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan
regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.
(12,13)


22

H. KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan komplikasi
yang muncul di kemudian hari.
1. Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan herniasi,
pneumonia aspirasi dan kejang.
2. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan intraserebral yang
luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan. Perdarahan potensial yang lain juga
dapat muncul di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar
pemasangan intravenous line.
3. Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal, infeksi
traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan malnutrisi.
4. beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat diatasi dengan
identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita.

I. PROGNOSIS
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan
kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam
dan dekat denganmidline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga
mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai
defisit neurologis.
Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan kematian
ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat bertahan dengan resiko
perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut setelah perdarahan subarahnoid pertama.
Jika tidak di terapi segera, perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko
terhadap perdarahan ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3
23

% terjadi 3 bulan setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan
subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien.
(12)




















24

BAB III
STATUS PEMERIKSAAN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 77 tahun
Agama : Islam
Status : menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : jl. Harjo Winangun
Pekerjaan : petani
No. rekam medis : 343500
Tgl masuk rumah sakit : 23 Januari 2014 pukul 10.00 WIB
Ruang : Kemuning 5

SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan anak pertama pasien, pada tanggal 4 februari
2014, pukul 13.00 WIB
Riwayat Penyakit Sekarang
25

Keluhan utama : tidak sadarkan diri
Onset : kurang lebih 3 jam SMRS
Faktor yang memperberat : hipertensi, tidak control dan minum obat rutin
Faktor yang meringankan : pasien langsung dibawa ke IGD, lalu rawa inap
Gejala penyerta : anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri lemah serta terdapat
batuk dahak dan pusing
Krognologis :
Pasien seorang pria, 77 tahun, datang ke IGD RSUD dr. Soeselo Slawi diantar oleh keluarganya
karena tidak sadarkan diri sejak kurang lebih 3 jam SMRS (tanggal 23 Januari 2014 pukul
10.00). pasien ditemukan tidak sadarkan diri di tengah sawah dengan badan tengkurap
menghadap tanah.
Sebelumnya pasien dalam baik-baik saja ketika mau pergi ke sawah namun ketika sudah di
tengah sawah baru lah pasien merasakan tidak enak seperti pusing. Pusing di rasakan mendadak
dan dirasakan mengeliung di daerah belakang kepala pasien. Pasien juga merasakan daerah
tangan dan kaki sebelah kiri susah digerakan dan terkadang dirasakan lemas. Selama perjalanan
ke RSUD pasien batuk dahak namun tidak berwarna merah.
Pasien mengaku buang air besar dan kecil dalam keadaan normal. Dan menyangkal adanya
kejang, mual, muntah, serta demam.
Saat datang ke IGD RSUD dr Soeselo Slawi pukul 10.00, kondisi pasien somnolen, tekanan
darah 150/100 mmHg, anggota gerak lemah disebelah kiri. Diagnosa sementara dari dokter
observasi CVD. Kemudain pasein mendapat perawatan di IGD berupa:
1. Oksigen 3L/menit
2. IVFD Asering 20tpm + catapress 1 amp
3. Injeksi Ranitidin 2x1 amp
4. Injeksi cefotaxim 2x1 gr
5. Injeksi ondansentron 2x1 amp
26

Setelah masuk ke ruang rawat kemuning , pasien dilakukan evaluasi ulang dan didapatkan
kondisi pasien dengan GCS 7 (E2M3V2) tekana darah 150/90 mmHg, pernapasan 25x/m,
dengan assessment observasi penurunan kesadaran ec CVD
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Terdapat riwayat hipertensi namun keluarga
pasien menyangkal adanya kencing manis, asma, alergi obat-obatan, penyakit jantung dan paru
serta ginjal. Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk memeriksa
gula darahnya dan kolesterolnya. Pasien tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki atau mengalami penyakit serupa. Riwayat kencing,
darah tinggi, dan penyakit jantung pada keluargapun disangkal.
Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien seorang petani yang hidup tinggal dengan istri dan anaknya. Kehidupannya dibilang
kecukupan saja
Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sehari habis satu bungkus, mengongsumsi kopi ketika ada waktu kosong.
Namun pasien tidak mengonsumsi alcohol
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 februari 201, pukul 13.15 WIB
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4M4V2
TB : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
BB : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
27

Status gizi : kurang (subjektif)

Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90
Nadi : 88x/m
Suhu : 37C
Pernafasan : 20x/m
Status generalis
Kepala : Normocephali, tidak ditemukan deformitas, alis simetris
Mata : Pupil bulat isokor 2mm, konjungtiva anemis +/+, skelra tidak ikterik, RCL +/+,
RCTL +/+, lensa keruh -/-
Hidung : Simetris, septum deviasi (-), deformitas (-), secret (-)
Telinga : Normotia, nyeri tarik tragus (-), nyeri tekan preaurikuler dan mastoid (-), secret
(-), membrane tympani tidak tampak
Tenggorokan : uvula di tengah, tidak hiperemis, arkus faring simetris
Mulut : sudut bibir simetris, deviasi lidah + (arah dektra), caries dentis (+),
Leher : Trakea di tenga, leher tidak kaku, KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks :
Paru
Inpeksi : hemithorak simetris dan statis, retraksi sela iga (-), tidak tampak deformitas
Palpasi : Vocal fremitus kuat dan simetris
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
28

Aukultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inpkesi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm lateral line midklavikularis sinistra
Perkusi : batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari lateral linea
midklavikularis sinistra
Aukultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inpeksi : datar
Aukultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, tidak teraba massa, turgor kulit normal
Perkusi : timpani
Ektremitas
Atas : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)
Look : deformitas (-), tungkai kiri dan kanan simetris
Feel : akral hangat, NT (-)
Move : Range of motion gerak aktik dan pasif (+)
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M4V2
29

Gerakan abnormal : tidak ada
Leher : sikap baik, gerak pasif (+), kelainan vertebra (-)
Rangsangan meningeal Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada
Laseg Tidak ada Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky I Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky II Tidak ada Tidak ada
Nervi cranialis
N. olfatorius (N.1)
Subjektif Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Objektif Tidak di lakukan Tidak dilakukan
N. opticus (N.II)
Visus Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Kampus visus Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak di lakukan Tidak dilakukan
N. oculomotorius (N.III), N. Trochlearis (N.IV), N. Abdusens (N.VI)
Kedudukan bulbus Di tengah Di tengah
Nistagmus - -
Ptosis - -
Enopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3mm 3mm
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya tidak langsung + +
Gerak bola mata
30

Atas Dbn Dbn
Bawah Dbn Dbn
Lateral Dbn Dbn
Medial Dbn Dbn
Atas lateral Dbn Dbn
Atas medial Dbn Dbn
Bawah lateral Dbn Dbn
Bawah medial Dbn Dbn
N. Trigeminus (N.V)
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Ramus opthalmicus Dbn Dbn
Ramus maksilaris Dbn Dbn
Ramus mandibularis Dbn Dbn
N. Facialis (N.VII)
Sikap mulut saat istirahat Menutup
Angkat dahi Dbn Kurang
Tutup mata dengan kuat Dbn Kurang
Kembung pipi Dbn Kurang
Menyeringai Dbn Kurang
Bersiul - -
Gerakan involuter - -
Indra pengecapan
Asam Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Asin Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Pahit Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Manis Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Chovstex reflek Tidak di lakukan Tidak dilakukan
N. vestibulocochlearis (N.VIII)
Mendengar suara bisik + +
31

Uji garpu tala Rinne Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Uji garpu tala scwabach Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Uji garpu tala Weber Tidak di lakukan Tidak dilakukan
N. Glossopharingeus (N.IX), N. Vagus (N.X)
Perasa lidah (1/3 posterior
Asam Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Asin Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Pahit Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Manis Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Disfagi - -
Disfoni - -
Posisi uvula Deviasi ke kanan
Posisi arcus pharingeus Asimetris
Simetris Palatum mole
Reflek muntah Tidak di lakukan Tidak dilakukan
N. Accesorius (N.XI)
Mengakat bahu + -
Memalingkan wajah + +
N. hipoglossus (N. XII)
Tremor lidah - -
Atrofi lidah - -
Fasikulasi - -
Ujung lidah saat istirahat Dbn
Ujung lidah saat di julurkan Deviasi kea rah kiri
Ekstremitas superior
Simetris Simetris Simetris
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan 5555 33333
Kesan Kiri lebih lemah dibandingkan sebelah kanan
32

Sensibilitas
Raba + +
Nyeri + +
Suhu Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Gerak + +
Reflek bisep + -
Reflek trisep + -
Reflek hoogmann-Tromner - -
Ekstremitas inferior
Simetris Simetris Simetris
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan 5555 33333
Kesan Kiri lebih lemah dibandingkan sebelah kanan
Sensibilitas
Raba + +
Nyeri + +
Suhu Tidak di lakukan Tidak dilakukan
Gerak + +
Reflek lutut (knee patella
reflex)
+ -
Reflek Achilles (achiles pees
reflex)
+ -
Reflek patologis (babinsky) - -
Badan
Reflek abdomen atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek abdomen bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek anus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koordinasi
Uji telujuk-hidung Dbn Dbn
33

Uji hidung-telujuk-hidung Dbn Dbn
Gerakan involuter
Tremor - -
Chore a - -
Ballismus - -
Susunan saraf otonom
Inkontinesia -
Hipersekresi keringat -
Fungsi luhur
Memori Dbn
Bahasa Dbn
Afek dan emosi Dbn
Kognitif Dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah tanggal 24 januari 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Darah lengkap
Lekosit 17.3 () 103/ mL 3.6-11.0
Eritrosit 3.4 () 106/ml 3.8-5.20
Hemoglobin 10.3() g/dl 11.7-13.5
Hemotokrit 30 () % 35-47
MCV 88 FL 80-100
MCH 31 Pg 26-34
MCHC 35 g/dl 33-36
Trombosit 324 103/ml 150-400
Diff count
Eosinofil 0.00 () % 2-4
Basofil 0.00 % 0-3
34

Netrofil 95.6 () % 50-70
Limfosit 1.30 () % 25-40
Monosit 3.10 % 2-8
LED - Mm/jam 0-20
Kimia darah
Gula darah sewaktu 151 () Mg/dL 75-140
Ureum 474 () Mg/dL 17.1-42.8
Creatinin 1.30 () Mg/dL 0.40-1.00
Uric acid 7.9 () Mg/dL 3.0-7.0
Cholesterol total 208 () Mg/dL 150-200
Trigliserid 74 Mg/dL 35-150
Bilirubin total 1.60 () Mg/dL 0.20-1.30
Bilirubin direk 0.10 Mg/dL 0.1-0.3
Bilirubin indirek 150 () Mg/dL 0-0.75
Total protein 6.90 g/dL 6.7-8.2
Albumin 4.50 g/dL 3.8-5.3
Globulin 2.00 Mg/dL 1.3-3.1
SGOT 24 U/L 13-33
SGPT 20 U/L 6.0-30
Sero imunolgi
HbsAg Non reaktif Non reaktif

CT-Scan pada tanggal 24 januari 2014
35


Hasil :
Lesi hiperdens pada hemisfer kanan
Lesi hiperdens pada intaventrikuler medial kanan
Kesan :
Intracerebral hemorrhage dextra

Algoritma Gadjah Mada
Penurunan kesadaran : +
Nyeri kepala : +
36

Reflek babinsky : -
Klasifikasi stroke berdasarkan Algoritma Gadjah Mada : stroke Hemoragik
Siriraj Hospital Score
= (2,5x kesadaran )+ (2 x muntah )+ (2 x sakit kepala )+(0.1x tekanan darah diastolic )-
(3xatheroma )-12
= (2.5 x 0)+(2x0)+ (2x1)+(0.1x90)-(3x0)-12
= -1 (diagnosis tidak pasti )
DIAGNOSA KERJA
1) Stroke hemoragik
a) Diagnosis klinis :penurunan kesadaran, hemiparase dupleks, reflek patologis
+
b) Diagnosis etiologis : hipertensi grade 1
c) Diagnosis topis : hemisfer cerebri dextra
d) Diagnosis patologis : stroke hemoragik
2) Hipertensi grade I
3) Anemia
4) Dislipidemia
PENATALAKSAAN
1. NON MEDIKA MENTOSA
Observasi tanda vital
Edukasi keluarga
Konsul bedah saraf
2. MEDIKA MENTOSA
O2 nasal kanul 3l/menit
Pasang NGT
IVFD :
o RL 20tts/menit
37

INJEKSI :
o Ceftriaxon 2x1gr
o Piracetam 3x3 gr
o Citicolin 2x1 amp
o Ranitidine 2x1 amp
o Lapibal 2x1 amp
ORAL/NGT
o Nimotop 3x1 tab
PROGNOSIS
Ad vitam : Ad malam
Ad fungsionam : Ad malam
Ad sanationam : Ad malam











38

FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assessment p
5 februari 2014 Anggota gerak
kiri lemes, pasien
masih lemes,
Compos mentis/
sakit sedang
TD: 130/80
Nadi : 100x/m
Suhu : 37c
Pernapasan :
20x/m
GCS : E4M4V3
Pupil bulat
anisokor
Konjungtiva
anemis +/+
Bicara pelo
Kerut dahi -/+
Lidah deviasi ke
kiri
Kaku kuduk
Cor : bj I nII
regular, murmur
(-), gallop (-)
BAK via cateter
Reflek fisiologis
: Rf. Biceps +/-,
Rf. Tricep +/-,
reflek patella +/,
Reflek patologis
: Rf. Babinzky : -
/-
SH
Hipertensi grade
1
Anemia
O2 3l/menit
IVFD RL 20
tts/menit
Piracetam 3x3gr
Citikolin 2x1amp
Ranitidine 2x1 gr
Lapibal 2x1 amp
NGT diet 3 cair

39

Motorik :
5555/3333
5555/3333
6 februari 2014 Kedua
ekstermitas
masih lemes
Compos mentis /
sakit sedang
TD: 130/70
Nadi : 88x/m
Suhu : 37c
Pernapasan :
22x/m
GCS : E4M4V3
Pupil bulat
anisokor
Konjungtiva
anemis +/+
Bicara pelo
Kerut dahi -/+
Lidah deviasi ke
kiri
Kaku kuduk
Cor : bj I nII
regular, murmur
(-), gallop (-)
BAK via cateter
Reflek fisiologis
: Rf. Biceps +/-,
Rf. Tricep +/-,
reflek patella +/,
Reflek patologis
: Rf. Babinzky : -
/-
SH

O2 3l/menit
IVFD RL 20
tts/menit
Piracetam 3x3gr
Citikolin 2x1amp
Ranitidine 2x1 gr
Lapibal 2x1 amp
NGT diet 3 cair

40

Motorik :
5555/3333
5555/3333
7 februari 2014 Kesemutan di
ekstemitas
berkurang
Compos mentis /
sakit sedang
TD: 140/80
Nadi : 80x/m
Suhu : 36.8c
Pernapasan :
20x/m
GCS : E4M4V3
Pupil bulat
anisokor
Konjungtiva
anemis -/-
Bicara pelo
Kerut dahi -/+
Lidah deviasi ke
kiri
Kaku kuduk
Cor : bj I nII
regular, murmur
(-), gallop (-)
BAK via cateter
Reflek fisiologis
: Rf. Biceps +/-,
Rf. Tricep +/-,
reflek patella +/,
Reflek patologis
: Rf. Babinzky : -
/-
SH
Anemia
O2 3l/menit
IVFD RL 20
tts/menit
Ranitidine 2x1 gr
Lapibal 2x1 amp
NGT diet 3 cair

41

Motorik :
5555/3333
5555/3333



















42

BAB IV
ANALISA KASUS
DIAGNOSA KASUS
Berdasarkan data yang didapat pada pasien ini, ditegakn diagnosis Stroke Hemoragik ec
perdarahan intrasebral; Hipertensi Grade II; anemia; dislipidemia
STROKE HEMORAGIK
Anamnesa
Faktor resiko stroke pada pasien ini :
o Usia : Usia pasien ini 77 tahun. Dimana isnsiden stroke sebanding dengan
meningkatnya usia, yaitu usia 55 tahun meningkat 2 kali lipat sedangkat usia 80 tahun
meningkat 25 kali lipatnya
o Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor utama yang dapat diubah dalam terjadinya
perdarahan intraserebral. Hipertensi pada kasus perdarahan intraserebral dapat
bersifat akut maupun kronis.
Pada pasien ini memiliki riwayat hipertensi namun jarang control ke puskemas dan
tidak teratur minum obat.
Terdapat deficit neurogik yang mendadak :
Penurunan kesadaran pada pasien ini, dapat merupakan gejala dari stroke
hemoragik, dimana kumpulan darah pada otak dapat merusak traktus dari
substasia alba dan neuron-neuron dari nukleus/korteks serebral permanen, selain
itu dapat menambah volume intracerebral dan meningkatkan TIK, lalu
menyebabkan hipoperfusi sehingga berakibat iskemik seluler dan menyebabkan
oedem serebral yang dapat menyebabkan munculnya deficit neurologis dan
penurunan kesadaran.
Kelemahan anggota badan satu sisi, pada pasien ini sebelah kiri dan terdapat
riwayat sakit kepala. Pada stroke hemoragik, kelumpuhan anggota badan sesisi
43

terjadi, tanpa adanya peringatan atau warning sign terlebih dahulu seperti
kesemutan atau kebas yang terjadi hanya beberapa menit saja.
Nyeri kepala pada pasien ini dapat disebabkan oleh kompresi struktur peka nyeri
seperti umumnya terjadi pada perdarahan intracranial lainnya, terjadi juga jika
tekanan darah dalam tubuh meningkat secara bermakna, pembuluh arteri dapat
robek, dan menyebabkan perdarahan pada jaringan otak, darah yang keluar
tersebut membentuk suatu massa, sehingga tekanan intracranial meningkat. Hal
ini menyebakan jaringan otak terdesak, bergeser, atau tertekan yang dapat
menganggu fungsi otak.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/90
mmHg pada hipertensi pasien masih bisa di koreksi dengan obat anti hipertensi,
diedukasikan kepada keluarga pasien untuk meminum obat anti hipertensi lebih
rutin lagi.
Pada pemeriksaan mata : pupil bulat anisokor 3mm. merupakan gambaran lesi
pada N.II yang bersifat sentral.
Pada status neurolgis, didapatkan didapatkan hemiparase dupleks, parese N.VII,
parese N.XII sinistra hal ini dapat disebabkan terdapatnya lesi vaskuler. Dimana
pada pasien merasa lemah di sebelah kiri yang masih merupakan perdarahan
intraserebral di sebelah kanan. Dalam hal ini belum memberikan gambaran
desakan dan perluasan perdarahan intraserebral itu sendiri.
Pemeriksaan penunjang
Stroke score
o Klasifikasi stroke berdasarkan algoritma Stroke Gadjah Mada : Stroke
hemoragik
o Klasifikasi stroke berdasarkan siriaj Hospital Score merupakan diagnosis
yang tidak pasti
CT-Scan otak merupakan gold standar, yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan strok iskemik. Gumpalan darah akut mempunyai densitas
yang lebih tinggi dan akan nampak jelas berbeda bila dibandingkan
dengan jaringa otak sekitarnya. Seperti pada pasien didapatkan gambaran
44

hiperdens pada hemisfer kanan yang dapat menguatkan diagnose kerja
yaitu stroke hemoragik. Lesi pada sisi dextra sesuai dengan anmnesis
dimana anggota gerak yang mengalami sulit bergerak adalah anggota
gerak sebelah kiri (kontalateral lesi).
Penatalaksaan
Oksigenasi
Oksigenasi jaringan otak yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke
untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis.
Infus
Infus diberikan Ringer Laktat yang bersifat isotonis, karena pemberian infus yang
bersifat hipotonis akan memperberat edema otak.
NGT
Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelannya baik. Karena pasien
mengalami penurunan kesadaran, maka makanan diberikan melalui pipa
nasogastrik
Pemberian Neuroprotektif
o Piracetam
Piracetam adalah nootropik, yaitu psikotropik yang meningkatkan secara
langsung efisiensi dari fungsi otak dalam hal proses kognitif, yang
berkaitan dengan proses belajar, memori, pikiran, dan kesadaran, dalam
kedaan deficit maupun normal, namun tanpa efek sedasi atau stimulant.
Pirasetam dapat memodulasi neurotransmisi, dan meningkatkan
mikrosirkulasi tanpa efek vasodilatasi. Dinyatakan bermanfaat
meningkatkan aliran darah otak, menginhibisi hiperagregrabilitas
trombosit pada iskemia serebral, meningkatkan deformabilitas eritrosit
dalam keadaan rigiditas abnormal.
o Citikolin
Citikolin dengan kerja menghambat kerusakan membrane dan mengurangi
pembentikan radikal bebas dengan menambah jumlah
45

phosphatidylcholine. Peningakatan phosphatidycoline ini juga
memproteksi neuron dan menstabilkan dinding sel serta membantu
penyembuhan dari isemik, yang memiliki sifat neroprotektif dan
neurorestoratif.
o Nimotop
Obat golongan calcium channel antagonist, memiliki efek neuroprotektor
dalam mencegah deficit neurologis iskemik dan keluaran yang buruk pada
perdarahan subaraknoid karena rupture. Dosis yang digunakan 60mg
peroral setiap 4 jam selama 21 hari.
Antibiotik Profilaksis
o Pemberian ceftriaxon, antibiotik broad spectrum untuk mencegah
profilaksi nosokomial dengan pertimbangan pasien berbaring lama
sehingga beresiko untuk terjadi infeksi
Antagonis H2
o Ranitidine sebagai antagonis H-2 digunakan untuk mencegah terjadinya
stress ulcer. Gangguan lambung terjadi karena kondisi kejiwaan yang
tidak stabil, sebab ada hubungan fungsional yang sangat erat antara otak
dan usus. Jika otak terganggu otomatis lambung terganggu seperti pada
keadaan stres akan mengkibatkan produksi prostaglandin meningkat yang
akan merangsang sekresi asam lambung juga meningkat.
Lapibal
o Lapibal merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif, bekerja
dengan meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein, dan lemak
dalam hal ini mencegah kerusakan slubung myelin sel saraf.
Edukasi
o Edukasi kepada keluarga pasien, tentang penyakit pasien serta manajemen
terpadu yang dapat dilakukan diruamh sehingga dapat mempercepat
penyembuhan pasien.

Dari hasil follow up pasien didapatkan berkurangnya rasa kesemutan
dikaki pasien. Hal ini menunjukkan terdapat baikan dari pemberian obat
46

walaupun pada kaki sendiri masih kadang sulit digerakan dan rasa sakit
kepala pasien dari hari kehari berkurang. Pasien harus tetap diberikan
fisioterapi untuk memperbaiki kemampuan fungsionalnya dan harus
mengendalikan semua faktor resiko untuk mencegah terjadinya serangan
stroke berulang.



















DAFTAR PUSTAKA
1. Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii
2. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah
Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta:
Gadjah Madya University Press; 1999. hal. 59-107
47

3. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA
eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 1995. p.
961-79
4. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.
5. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8];
Available from: URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
6. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management. Neurology
and Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone; 2004. p. 238-44
7. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang
Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p.
22-43
8. Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke In: Clinical
Manifestation In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke
Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4
th
ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone; 2004. p 61-74
9. Feigin V. Memahami Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. 8-17
10. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat Dalam
Mardjono M, Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT Dian Rakyat;
2003. hal. 269-92
11. Morgenstern LB. Medical Therapy of Intracerebral and Intraventricular Hemorrhage In:
Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke
Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4
th
ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone; 2004. p 1079-88
12. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds.Textbook Of Clinical
Neurology. 2nd ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016
13. Georgiadis D, Schwab S, Werner H. Critical Care of The Patient with Acute Stroke In:
Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke
Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4
th
ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone; 2004. p. 987-1024
48

14. Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC,
Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4
th
ed.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 1217-30
15. Hongo K, Nitta J, Kobayashi S.Cerebellar Infraction and Hemorrage In: Therapy In:
Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. 4
th
ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p 1459-
66
16. http://medpics.findlaw.com/imagescooked/753W.jpg
17. Breneman J, Warnick R. Stereotactic Radiosurgery & Radiotherapy of the Head [Online].
2003 Sept [cited 2007 Agt 28]; Available from: URL:hhtp:// www.abta.org

Anda mungkin juga menyukai