Anda di halaman 1dari 10

Perbandingan antara Ultroid dan Ligasi Rubber Band dalam Penatalaksanaan

Hemoroid Internal
Rasoul Azizi*1, Behzad Rabani-Karizi2, and Mohammad Ali Taghipour2
1 Department of Surgery, Hazrat-e-Rasoul Medical Complex, Colorectal Unit, Tehran, Iran
2 Resident of Surgery, Department of Surgery, Hazrat-e-Rasoul Medical Complex, Tehran, Iran
Received: 29 Aug. 2009; Received in revised form: 29 Apr. 2010 ; Accepted: 11 Sep. 2010
Abstrak Hemoroid adalah salah satu penyakit bedah yang paling umum dan
mempunyai metode yang berbeda yang tersedia untuk pengobatannya. Penelitian ini
merupakan perbandingan antara dua metode pengobatan hemoroid internal, yaitu
antara Instrumen monopolar tegangan rendah (Ultroid) dan Ligasi Rubber Band.
Metode ini dilakukan dengan mengambil 50 pasien yang dirawat dengan ligasi
rubber band dan 50 pasien dengan Ultroid dibandingkan berdasarkan komplikasi,
nyeri pasca operasi dan respon pengobatan. Menurut studi ini, tingkat keberhasilan
lengkap dengan Ultroid adalah 82% dan tingkat keberhasilan parsial adalah 10% dan
tidak ada respon terhadap pengobatan adalah 8%. Dalam metode Rubber Band
tingkat respons lengkap adalah 94% (P=0,2). Dengan Ultroid, 74% pasien
melaporkan tidak ada rasa sakit pasca operasi, 24 % melaporkan nyeri ringan dan
sedang dan 2% dari pasien mengeluh sakit hebat. Dengan ligasi Rubber Band , 72%
pasien melaporkan tidak ada sakit pasca-operasi, 26% melaporkan nyeri ringan dan
sedang dan 1% mengeluh nyeri hebat (P=0.00). Ligasi Rubber Band dan Ultroid
dianggap sebagai prosedur rawat jalan untuk pengobatan hemoroid. Kedua metode ini
biasanya digunakan untuk hemoroid derajat 1, 2 dan kadang-kadang derajat 3. Dalam
metode Ultroid, operator diperlukan untuk memegang probe untuk jangka waktu
tertentu, dan dalam kebanyakan kasus, ahli bedah harus menghabiskan antara 20-25
menit untuk pembekuan tiga hemoroid. Beberapa ahli bedah tidak memiliki
kesabaran untuk modalitas pengobatan hemoroid internal ini. Dalam studi ini kami
mencapai hasil yang dapat diterima sebanding dengan teknik lain.
Kata Kunci: Hemoroid, Ultroid; rubber
Pendahuluan
Hemoroid sudah menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan manusia selama
bertahun-tahun. Saat ini banyak orang yang tersiksa akibat penyakit ini dan lebih dari
50 persen penduduk yang berusia di atas 50 tahun mengalami masalah yang
berhubungan dengan hemoroid. (1) Kebanyakan pasien masih kurang pengetahuan
tentang penyakit anorektal, sehingga hal ini mengakibatkan kesalahan yang signifikan
dalam memperkirakan prevalensi penyakit-penyakit anorektal. Pasien hemoroid
biasanya mengeluhkan perdarahan, gatal, rasa terbakar, sensasi massa atau nyeri pada
daerah anorektal, yang mana keluhan ini juga dapat diakibatkan oleh penyakit lain,
seperti tumor anorektal jinak dan ganas, yang kebanyakan dapat teridentifikasi
melalui pemeriksaan rektal secara digital.
Terdapat banyak modalitas terapi medis dan bedah untuk mengatasi hemoroid
baik melalui rawat inap maupun rawat jalan. Penelitian kami membandingkan dua
metode terapi rawat jalan yaitu, Ligasi Rubber band (RBL) dan monopolar koagulasi
voltase rendah dengan arus direk (Ultroid).
RBL merupakan salah satu penatalaksanaan rawat jalan untuk hemoroid.
Terapi ini dapat menyebabkan nekrosis iskemik dan fiksasi mukosa hemoroid. Lebih
baik menggunakan dua rubber band dibanding satu. Meskipun penggunaan dua atau
tiga ligasi pada kunjungan pasien pertama kali dapat dilakukan, hemat waktu dan
biaya, namun Barron mengusulkan satu ligasi saja tiap kunjungan pasien, dengan
interval tiga minggu antara satu ligasi dengan ligasi berikutnya. (1)
Teknik ini memiliki beberapa komplikasi yang terutama berhubungan dengan
nyeri intra- atau post-operatif.
Pada kebanyakan kasus, nyeri bersifat ringan dan hanya bertahan selama satu
atau dua jam, dan dapat menghilang dengan penggunaan Acetaminophen. Perdarahan
merupakan komplikasi lain RBL yang dapat diatasi dengan kompresi lokal selama
satu atau dua menit.
Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh Gupta, nyeri postoperatif dapat
terjadi selama minggu pertama kelompok ligasi band dan sifatnya cukup intens (skala
visual analog scale sekitar 2-5). Nyeri pasca-defekasi dan rektal tenemus juga sering
ditemukan pada pasien RBL (2). Perdarahan merupakan komplikasi lain dari teknik
RBL yang berasal dari jaringan nekrosis dan avulsi jaringan nekrotik.
Terkadang ligasi rubber band mengakibatkan pelvis selulitis dan infeksi
clostridial, di mana pada kasus-kasus yang terlambat terdiagnosis, maka hal tersebut
dapat mengakibatkan kematian. (3,4)
Thrombosis, ulserasi dan slippage merupakan komplikasi yang jarang muncul
pada RBL. (5)
Ultroid merupakan salah satu metode penatalaksanaan untuk hemoroid.
Tindakan ini sifatnya minimal invasif dan menggunakan monofasik, aliran listrik
rendah pada pembuluh di hemoroid. Metode ini tidak menyakitkan, aman, dan tanpa
anestesia serta perdarahan atau infeksi. Tindakan ini memiliki tingkat kesuksesan
yang cukup tinggi dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengembalikan
pasien pada aktivitas sosial.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan dua metode ini pada
pasien yang mengalami hemoroid.
Pasien dan Metode
Penelitian ini berdasarkan analitik cross-sectional. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi dan pemeriksaan fisik pada pasien. Kuisioner diisi
selama penelitian. Populasi penelitian dipilih dari pasien-pasien hemoroid yang
dirujuk ke klinik kolorektal Hazrat-e-Rasool Hospital, Iran University of Medical
Sciences dan klinik pribadi, selama Oktober 2003 hingga Maret 2005.
Kami mengeksklusi pasien yang mengalami hemoroid derajat 4 yang telah
prolaps kerana harus menjalani penatalaksanaan bedah. Pasien yang berusia di atas 45
tahun yang telah menjalani pemeriksaan rektosigmoidektomi dan telah menunjukkan
patologi, sehingga harus dibiopsi juga kami eksklusi. Semua pasien yang tidak
bersedia menjalani penelitian juga kami eksklusi.
Sampel penelitian kami terdiri atas 100 kasus (50 kasus menjalani RBL dan
50 kasus mendapatkan terapi dengan Ultroid). Obat Bisacodyl supositoria kami
resepkan sehari sebelum prosedur dilakukan dan satu diberikan pada pukul 6 pagi
pada hari operasi. Pasien diberikan informasi mengenai RBL dan Ultroid, kemudian
salah satu metode dipilih secara acak sebagai terapi untuk setiap pasien.
Pasien dapat diposisikan pada lateral kiri, knee-chest atau litotomi, namun
posisi yang paling nyaman untuk pasien adalah lateral kiri dekubitus. Proktoskop
lebih baik dipegang oleh seorang asisten, sehingga tangan dokter bedah bisa lebih
bebas. Proktoskop dimasukkan melalui kanalis anal hingga hemoroid prolaps ke
dalam lumennya. Mukosa dijepit dengan forseps (ligator hemoroid McGivney) dan
Rubber Band dipasangi di sekitar dasar hemoroid sekitar 1.5-2 cm di atas linea
dentate.
Pada metode Ultroid (Hemoron

NHN electronics v.o.s, Czech Republic,


2002), setelah melakukan pemeriksaan area perianal dan rektum, elektroda dipasang
pada probe setelah dihidupkan generator. Kemudian, anoskop dipasang ke dalam
kanalis anal lalu diputar hingga hemoroid prolaps didalamnya.
Elektrode dipasang secara tegak lurus pada dasar hemoroid, dan didorong ke
arah jaringan secara tegak lurus sesuai aksis elektrode. Probe dihidupkan lalu
intensitas arus dinaikkan secara bertahap hingga pasien merasa nyaman. Pada titik ini,
intensitas diturunkan satu derajat, yang disebut juga dengan arus Preselected. Lalu
arus dipertahankan secara konstan hingga terjadi perubahan jaringan dan nekrosis
mukosa di sekitar elektrode, terdengar bunyi crack dan muncul substansi berbusa.
Lama prosedur ini ditentukan oleh penampakan jaringan di sekitar elektrode, namun
seharusnya tidak boleh kurang dari 5 menit. Pada pasien yang sensitif, maka
sebaiknya menggunakan arus intensitas rendah dan durasi yang lebih lama.
Setelah penatalaksanaan tersebut, Cefixime 400 mg (Suprax, sefalosporin
generasi ketiga), diberikan sekali sehari sebagai profilaksis selama tiga hari. Pasien
direkomendasikan untuk dirujuk jika terjadi masalah seperti perdarahan atau nyeri
hebat. Pasien datang kontrol selepas seminggu dan sebulan setelah mendapatkan
terapi dan setiap masalah atau gejala baru yang timbul dicatat jika ada.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS Sofware 11.05, melalui
uji statistik, Mann-Whitney U dan test Chi-Square. Signifikansi statistik ditentukan
pada nilai 0.05.
Hasil
Secara keseluruhan, 100 pasien hemoroid yang menjalani terapi dengan Ultroid
(kelompok A) dan ligasi rubber band (kelompok B), mereka di-follow up selama satu
tahun. Pasien yang berusia antara 25-75 tahun dengan usia rata-rata 44.5 (SD=13.2),
dan 43.6 (SD=13.6) pada kelompok A dan B. Lima puluh sembilan pasien pada
penelitian ini adalah laki-laki dari 100 pasien yang diteliti. Pada kelompok A, 29
pasien (58%) adalah laki-laki, sedangkan pada kelompok B, jumlah laki-laki adalah
30 orang (60%). Gejala rujukan utama pada pasien adalah perdarahan (94%), prolaps
hemoroid (24%), nyeri (24%), gatal (5%), dan konstipasi (3%). (Tabel 1).
Tujuh dari 100 pasien yang diteliti (7%) mengalami hemoroid derajat satu,
66% derajat dua, dan 27% derajat tiga. Jumlah rata-rata hemoroid yang diterapi pada
kelompok A adalah 2.6 (0.5) dan 2.2 (0.4) pada kelompok B (P=0.00).
Pada kelompok A, 36 dari 50 pasien (72%) tidak mengalami perdarahan
selepas operasi. Tiga dari 50 pasien (6%) mengalami perdarahan dalam 1-24 jam
pasca-operasi, 3 pasien lainnya (6%) mengalami perdarahan dalam 24-48 jam pasca-
operasi dan 8 pasien (16%) mengalami perdarahan 48 jam pasca-operasi. Pada
kelompok B, 32 pasien (64%) tidak mengalami perdarahan, 11 pasien (22%)
mengalami perdarahan dalam 1-24 jam, 6 pasien (12%) mengalami perdarahan dalam
24-48 jam, dan hanya satu pasien (2%) mengalami perdarahan 48 jam pasca-operasi.
Sebelum memulai prosedur, semua pasien dikelompokkan menjadi empat
kelompok berdasarkan tingkat keparahan nyeri interaoperatif. Kelompok pertama
terdiri atas pasien-pasien yang selama operasi tidak mengalami rasa nyeri. Pada
kelompok kedua, terdiri atas pasien yang mengeluhkan adanya tekanan dan rasa
nyeri, namun tidak mengalami refleks nyeri pada area operasi. Pasien pada kelompok
ketiga mengalami rasa nyeri saat operasi dan retraksi pada area perineal, namun rasa
nyeri masih bisa ditoleransi. Pada kelompok empat, pasien merasakan nyeri hebat
yang mengakibatkan penghentian tindakan. Berdasarkan pengelompokkan ini, kami
tidak menemukan adanya pasien yang masuk kelompok satu dan empat. Pada pasien
yang diterapi dengan Ultroid, 46 pasien (92%) berada pada kelompok 2 dan 4 pasien
(8%) berada pada kelompok 3.
Pada pasien yang diterapi dengan RBL, 31 pasien (62%) berada di kelompok
2 dan 19 pasien (38%) berada di kelompok 3.
Nyeri postoperatif diklasifikasikan sebagai tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri
sedang, dan nyeri hebat. Nyeri dianggap ringan jika dapat diatasi dengan
acetaminophen dan Sitz bath. Nyeri dianggap sedang jika memerlukan NSAID dan
nyeri dianggap hebat jika pasien harus dirawat inap dan mendapatkan narkotika untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada kelompok A, 37 pasien (74%) tidak mengalami
nyeri, 12 pasien (24%) mengalami nyeri ringan dan sedang, dan hanya satu pasien
(2%) yang mengalami nyeri berat postoperatif.
Pada kelompok B, 36 pasien (72%) tidak mengalami nyeri, 13 pasien (26%)
mengalami nyeri ringan dan sedang, dan satu pasien (2%) mengalami nyeri hebat
postoperatif (P=0.00).
Berdasarkan respon terapi, pasien dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu: kelompok I adalah pasien yang tidak mengalami perubahan setelah diterapi.
Kelompok 2 adalah pasien yang mengalami sedikit perubahan setelah terapi.
Kelompok 3 adalah pasien yang terbebas dari gejala setelah diterapi. Di antara semua
pasien diterapi dengan Ultroid, 4 pasien (8%) tidak mengalami perbaikan gejala, 5
pasien (10%) mengalami respon relatif dan 41 pasien (82%) mengalami respon
komplit. Di antara semua pasien yang diterapi dengan RBL, satu pasien menunjukkan
respon relatif dan 47 pasien (94%) menunjukkan respon komplit; tidak ada satu pun
pasien yang tidak memberikan respon.
Perbandingan antara kelompok A dan B dapat dilihat pada tabel 2.
Pada kelompok A, intensitas arus yang ditoleransi dan durasi prosedur adalah
berbeda-beda. Intensitas arus maksium yang dapat ditoleransi adalah 16 milliamps
dan durasi prosedur rata-rata adalah 18.1 (4.1) menit.
Pada kelompok B, 1-2 cincin digunakan selama prosedur dan durasi operasi
adalah 14.6 (1.9) menit, yang mana signifikan rendah(p=0.00).
Table 1. Keluhan utama pada Ultroid dan Ligasi Rubber Band
Gejala rujukan utama Total (n=100) Ultroid (n=50) Ligasi Rubber Band (n=50)
Pendarahan 94 47(94%) 47(94%)
Prolaps 24 9(18%) 15(30%)
Nyeri 24 9(18%) 15(30%)
Gatal 5 1(2%) 4(8%)
Konstipasi 3 0 3(6%)

Table 2. Perbandingan kondisi pasien pada Ultroid dan Ligasi Rubber Band
Ultroid (n=50) Ligasi Rubber Band
(n=50)
P Value
Nyeri Ringan Sedang
Intraoperasi
46 31 (62%) 0.00
Negatif Pendarahan Post-
operasi
36 33 (66%) 0.5
Negatif Nyeri Post-operasi 35 27 (54%) 0.00
Komplit Pengobatan 41 47 (94%) 0.2

Pembahasan
Saat ini teknik non-invasif lebih sering digunakan untuk mengatasi hemoroid, dan
RBL merupakan salah satu alternatif yang sering digunakan.
Hanya sedikit literatur yang membahas tentang teknik Ultroid. Namun sudah
banyak penelitian yang membahas tentang RBL, dan teknik ini diterima sebagai
alternatif yang sangat baik. Pada salah satu penelitian, Bartizal dkk meneliti 670
pasien yang mengalami hemoroid dan diterapi dengan RBL pada tahun 1977. Nyeri
berat hanya ditemukan pada 0.6% pasien dan nyeri ringan hingga berat hanya
ditemukan pada 4.5% pasien. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Mourie dkk
pada tahun 1980, mereka meneliti 43 pasien yang menjalani RBL. Mereka
menemukan 31 pasien (72%) berhasil mengalami respon komplit, 7 pasien (16.2%)
respon relatif, dan 5 pasien (11.6%) tidak menunjukkan respon. Khubchandani dkk
pada tahun 1983 juga melakukan penelitian pada 100 pasien yang secara acak
melakukan pemasangan satu, dua, atau tiga ligasi dalam satu sesi RBL, dan mereka
menemukan tidak ada perbedaan signifikan dari tindakan tersebut jika ditilik dari
morbiditas dan komplikasi.
Pada beberapa penelitian yang dilakukan untuk meneliti modalitas terapi DEC
Ultroid, ditemukan bahwa teknik Ultroid memiliki hasil yang baik dan berhubungan
dengan lebih sedikit rasa tidak nyaman dan komplikasi minimal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ervin Rusek (tidak dipublikasikan), 411
pasien yang mengalami hemoroid (derajat 1 hingga 4) yang menjalani terapi Ultroid,
sejak tahun 2000 hingga 2002, ditemukan bahwa tingkat kesuksesan terapi ini
mencapai 90% tanpa adanya komplikasi postoperatif. Sheldon S. Zinberg dkk
melaporkan tingkat keberhasilan sebesar 95% pada 192 kasus yang menjalani terapi
Ultroid di California. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Randall dkk di
Universitas California pada tahun 1994, terhadap 50 kasus hemoroid, Ultroid
dilaporkan sebagai metode terapi yang tepat untuk hemoroid derajat 1 hingga 3,
dengan tingkat rekurensi sebesar 8%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Norman
dkk di Universitas Nevada pada 120 kasus hemoroid derajat 1-4 yang menjalani
terapi Ultroid, tidak ditemukan adanya rekurensi setelah 23 bulan follow up dan
Ultroid dilaporkan sebagai metode yang tidak mengakibatkan komplikasi besar.
RBL dan Ultroid dianggap termasuk dalam prosedur rawat jalan dalam
penatalaksanaan hemoroid. Metode rubber band paling sering digunakan untuk
hemoroid derajat 1, 2 dan terkadang 3.
Menurut pabrikan pembuatnya, Ultroid paling sering digunakan untuk
mengatasi hemoroid derajat 1, 2 3, dan terkadang untuk derajat 4. Pada penelitian ini,
ada dua pasien hemoroid derajat 4 uang menjalani metode Ultroid, salah satu dari
mereka berhasil mendapatkan respon komplit sedangkan satunya lagi tidak
menunjukkan respon. Namun kedua pasien ini dieksklusi dari analisis penelitian.
Pada kelompok RBL, tingkat respon komplit mencapai 94% dan pada metode
Ultroid mencapai 82%, dan ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan (P=0.2).
Tingkat kesuksesan metode RBL pada penelitian ini hampir sama dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Murie dkk (86.5%) dan Corman (76%),
sekitar 80% responden yang kami teliti berhasil mendapatkan hasil yang memuaskan.
Pada kelompok Ultroid, 70% adalah pasien hemoroid derajat 1 dan 2.
Sedangkan pada kelompok RBL, 76% adalah pasien hemoroid derajat 1 dan 2. Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam distribusi derajat hemoroid pada penelitian ini.
Mengenai nyeri intraoperatif, 92% pasien Ultroid dan 62% pasien RBL masuk
dalam kategori 2 (nyeri ringan) serta 6% pasien Ultroid dan 38% pasien RBL, masuk
dalam kategori 3 (nyeri sedang). Nampaknya tingkat rasa nyeri pada pasien Ultroid
berhubungan dengan lamanya pemasangan anoskop pada anus.
Mengenai nyeri postoperatif, 74% pasien Ultroid dan 72% pasien RBL tidak
mengalami nyeri, dan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua terapi tersebut.
Kami menyimpulkan bahwa Ultroid dan RBL merupakan metode yang dapat diterima
dalam prosedur rawat jalan, dan keduanya memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi,
terutama RBL. Tingkat kesuksesan pada hemoroid derajat rendah cenderung lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hemoroid derajat tinggi.
Nyeri postoperatif cenderung lebih rendah pada pasien yang menjalani metode
Ultroid.

Anda mungkin juga menyukai