Anda di halaman 1dari 33

i

i
Pengarah
Direktur Jenderal
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Penanggung Jawab
Sekretaris Ditjen
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Koordinator
Maman Suarman, Ar

Penyunting
Eddy Sofyan
Andi Sahman
Erni Sundari Noviani
Ratih Sintya Suly

Tim Redaksi
Riza Rosandy
Arif Wiryawan
Jerry Sobri S
Theresia Sinaga

Alamat Redaksi

Sekretariat
Direktorat Jenderal
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Gedung Utama Lantai 8
Jl. M.I. Ridwan Rais No.5
Jakarta Pusat

Telp: (021) 23528601,
Ext. 36341

Fax : (021) 23528611

Website:

http://ditjenkpi.depdag.go.id

Email Redaksi:

kumval-setkpi@depdag.go.id


Pengutipan diizinkan
dengan menyebutkan
sumber
Buletin
Kerja Sama Perdagangan Internasional

ii
Pengantar Redaksi,

Para Pembaca,
Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional edisi ke-03 tahun
2010 ini menyajikan 5 (lima) artikel sebagai berikut:

Artikel ke-1, Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia
Pakistan Dalam Upaya Peningkatan Ekspor. Artikel ini
memaparkan uraian tentang cakupan dan perkembangan
Preferential Trade Agreement (PTA) yang terjadi antara Indonesia
dengan Pakistan.

Artikel ke-2, Instrumen instrumen Hukum Kebijakan
Perdagangan Internasional dan Kaitannya Pada Certificate of
Origin Dalam Konteks Perdagangan Internasional. Artikel ini
membahas tentang beberapa persetujuan dalam WTO yang
berkaitan dengan Certificate of Origin dalam perdagangan
internasional.

Artikel ke-3, Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Bilateral
Indonesia Australia Dalam Kerangka Economic Partnership.
Artikel ini membahas hubungan perdagangan antara Indonesia
dan Australia, dan kesiapan Indonesia dalam menghadapi
negosiasi Economic Partnership dengan Australia.

Artikel ke-4, Perkembangan Kerja Sama Indonesia Mozambik.
Artikel ini membahas tentang hubungan dan kesepakatan
bilateral antar kedua negara dan pemaparan potensi Mozambik
sebagai mitra dagang Indonesia.

Artikel ke-5, Peran Indonesia Dalam Kelompok Negara G-33 dan
Cairns Group. Artikel ini membahas bagaimana implementasi
peranan Indonesia dalam aliansi perundingan pertanian,
terutama dalam kelompok negara G-33 dan Cairns Group.

Akhir kata, tim redaksi menyampaikan terima kasih kepada
para penyumbang artikel dan selamat membaca kepada para
pecinta Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Semoga bermanfaat.

Redaksi


iii
DAFTAR ISI

Halaman

Redaksi.. i
Pengantar Redaksi ... ii
Daftar Isi .. iii
Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia Pakistan Dalam Upaya
Peningkatan Ekspor..
1
Instrumen instrumen Hukum Kebijakan Perdagangan Internasional dan
Kaitannya Pada Certificate of Origin Dalam Konteks Perdagangan
Internasional...............................................................................................
6
Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Bilateral Indonesia Australia
Dalam Kerangka Economic Partnership..
13
Perkembangan Kerja Sama Indonesia Mozambik...... 20
Peran Indonesia Dalam Kelompok Negara G-33 dan Cairns Group............... 24



BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010


1
PREFERENTIAL TRADE AGREEMENT
(PTA) INDONESIA - PAKISTAN
DALAM UPAYA PENINGKATAN
EKSPOR
Oleh: Sumber Sinabutar
1


A. Pendahuluan
General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) 1947, pada Artikel 24
Paragraph 4 menyebutkan: The
contracting parties recognize the
desirability of increasing freedom of
trade by the development, through
voluntary agreements, of closer
integration between the economies
of the countries parties to such
agreements. They also recognize
that the purpose of a customs
union or of a free trade area should
be to facilitate trade between the
constituent territories and not to
raise barriers to the trade of other
contracting parties with such
territories.
Berdasarkan artikel di atas, anggota
World Trade Organization (WTO)
diberikan keleluasaan untuk mem-
bentuk suatu perjanjian daerah
perdagangan bebas dengan negara
lain. Namun demikian, kebebasan
tersebut tidak boleh bertentangan
dengan prinsip Most Favoured

1
Kepala Subdirektorat Asia Barat dan Selatan,
Direktorat Kerja Sama Bilateral II, Ditjen Kerja
Sama Perdagangan Internasional, Kementerian
Perdagangan.

Nation. Artinya negara yang
menjadi pihak pada Free Trade
Area boleh saling memberikan
perlakuan istimewa, namun tidak
dapat meningkatkan hambatan
kepada negara anggota WTO
lainnya melebihi komitmen yang
telah disampaikannya kepada WTO.
Demikian juga halnya dengan
Indonesia, untuk meningkatkan
perdagangan dengan Pakistan, saat
ini sedang dilakukan upaya untuk
dapat menyelesaikan perundingan
Preferential Trade Agreement
(PTA). Perundingan PTA yang
diusung dengan wahana Trade
Negotiating Committee (TNC) telah
dilakukan sebanyak 5 (lima) kali.
Perundingan PTA antara Indonesia-
Pakistan dimaksudkan agar: (1)
menciptakan iklim usaha yang
kondusif bagi kerja sama per-
ekonomian antara kedua negara;
(2) memfasilitasi aktivitas pelaku
usaha Indonesia-Pakistan; (3) mem-
perluas hubungan ekonomi yang
saling menguntungkan antara
kedua negara; (4) memperluas
pasar; (5) mengurangi hambatan
perdagangan kedua negara dengan
tujuan akhir untuk menciptakan
Free Trade Area (FTA).

B. Cakupan Perundingan
Di dalam Artikel 2 (dua) dari Draft
Preferential Trade Agreement yang
telah disepakati oleh kedua negara


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010


2
disebutkan bahwa cakupan produk
dalam PTA antara Indonesia-
Pakistan adalah seperti yang
tertuang di dalam Lampiran I dan
Lampiran II dalam perjanjian
tersebut. Lampiran I adalah daftar
produk yang diminta oleh Indonesia
kepada Pakistan untuk diturunkan
tarifnya dan Lampiran II adalah
daftar produk yang diminta
Pakistan kepada Indonesia untuk
diturunkan tarifnya.
Pada pertemuan TNC Indonesia-
Pakistan ke-4, kedua belah pihak
telah mengajukan request list
masing-masing. Dari keseluruhan
produk yang diper-janjikan oleh
kedua negara dapat disimpulkan
bahwa cakupan dari produk yang
diperjanjikan di dalam PTA
Indonesia-Pakistan hanya meliputi
produk barang saja.

C. Perkembangan Perundingan
Perundingan Trade Negotiating
Committee antara Indonesia-
Pakistan telah dilakukan sebanyak 6
(enam) kali dan pertemuan terakhir
dilaksanakan di Bali pada tanggal
29-30 Desember 2009. Perkem-
bangan dari perundingan tersebut,
sebagai berikut:
Pada pertemuan TNC pertama
kedua belah pihak telah membahas
rancangan Teks Preferential Trade
Agreement yang telah diajukan
oleh Pakistan, dan juga request list
yang diajukan oleh masing-masing
negara dan ketentuan asal barang.
Pada pertemuan kedua, di samping
isu yang dibahas pada pertemuan
TNC pertama, kedua belah pihak
juga mengajukan request list untuk
disetujui untuk diturunkan tarifnya
dalam kerangka Preferential Trade
Agreement Indonesia-Pakistan.
Pada pertemuan TNC ketiga, isu
rancangan teks PTA kembali di-
rundingkan dan disepakati untuk
menambahkan satu pasal tentang
definisi. Pembahasan untuk isu
lainnya juga telah dilakukan yaitu
isu ketentuan asal barang, dan
daftar produk yang akan
dimasukkan dalam PTA. Pada
perundingan untuk isu daftar
produk yang akan dimasukkan
dalam PTA, kedua negara telah
mengajukan request list.
Pada pertemuan TNC keempat, isu
yang belum disepakati pada TNC
ketiga kembali dibahas. Sedangkan
pada pertemuan TNC kelima yang
dilaksanakan di Islamabad, pada
tanggal 17-18 Februari 2009, kedua
pihak kembali merundingkan Teks
PTA, Rules of Origin and
Operational Certification Pro-
cedures, Base rate for applying
tariff reduction dan rancangan
Architecture dari FTA Indonesia-
Pakistan.


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010


3
Pada pertemuan TNC kelima ini,
pembahasan request dan offer list
kedua pihak kembali dibahas.
Kedua belah pihak mengusulkan
untuk mengajukan request list
tambahan (request list baru).
Indonesia meminta Pakistan untuk
menurunkan beberapa produk yang
terkait dengan produk kertas,
sorbitol, glycerol, formid acid,
Phthalic Anhydride, Teraphtalic
Acid, ceramic, dan produk
perikanan. Sementara Pakistan
meminta agar Indonesia menurun-
kan tarif lebih besar untuk
beberapa produk yang masuk
dalam Pakistans request list for
deeper cut dan meminta untuk
memasukkan kembali beberapa
produk yang sebelumnya tidak
disetujui oleh pihak Indonesia pada
putaran sebelumnya.
Pada pertemuan TNC keenam, pen-
dirian Pakistan yang sangat kuat
agar seluruh request-nya dipenuhi
dan posisi Indonesia yang belum
dapat memenuhi permintaan ter-
sebut telah mengakibatkan pe-
rundingan belum dapat menghasil-
kan sebuah keputusan.
Untuk menyelesaikan perundingan
PTA yang belum terselesaikan pada
TNC keenam, maka kedua pihak
sepakat untuk melanjutkan pe-
rundingan TNC ketujuh, dan ber-
dasarkan kesepakatan akan di-
laksanakan di Islamabad, Pakistan
pada waktu yang ditentukan
kemudian berdasarkan kesepakat-
an bersama.

D. Peluang Ekspor CPO Indonesia di
Pakistan
Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditas yang pertumbuhannya
paling pesat pada dua dekade
terakhir. Pada era tahun 1980-an
sampai dengan pertengahan tahun
1990-an, industri kelapa sawit
berkembang sangat pesat. Pada
periode tersebut, areal meningkat
dengan laju sekitar 11% per tahun.
Sejalan dengan perluasan areal,
produksi juga meningkat dengan
laju 9,4% per tahun. Konsumsi
domestik dan ekspor juga me-
ningkat pesat dengan laju masing-
masing 10% dan 13% per tahun
(Direktorat Jenderal Perkebunan
2002). Laju yang demikian pesat
menandai era di mana kelapa sawit
merupakan salah satu primadona
pada sub-sektor perkebunan.
2

Hasil analisis yang dilakukan FAO
(2001), Mielke (2001), dan Susila
(2002) menunjukkan bahwa pros-
pek CPO di pasar internasional
relatif masih cerah. Hal ini antara
lain tercermin dari sisi konsumsi
yang diperkirakan masih terbuka
dengan laju pertumbuhan kon-
sumsi CPO dunia yang diproyeksi-

2
Wayan R. Susila, Peluang Investasi Bisnis Kelapa
Sawit Di Indonesia


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010


4
kan mencapai sekitar 3,5%-4,5%
per tahun sampai dengan tahun
2005. Dengan demikian, konsumsi
CPO dunia pada tahun 2005
diproyeksikan mencapai 27,67 juta
ton. Untuk jangka panjang, laju
peningkatan konsumsi diperkirakan
sekitar 3% per tahun.
3

Peningkatan yang signifikan ter-
utama akan terjadi pada negara
yang sedang berkembang seperti di
Cina, Pakistan, dan juga Indonesia.
Indonesia diperkirakan akan me-
ngalami peningkatan konsumsi
dengan laju sekitar 4%-6% per
tahun. Konsumsi CPO di Cina dan
Pakistan diproyeksikan juga akan
tumbuh dengan laju sekitar 4-6%
per tahun (Susila 2001). Sejalan
dengan peluang peningkatan kon-
sumsi yang masih terbuka, FAO
(2001) menyebutkan bahwa pe-
luang peningkatan produksi sampai
dengan 2005 mendatang masih
terbuka dengan laju sekitar 4-5%
per tahun produksi CPO dunia pada
tahun 2005 diperkirakan sekitar
27,68 juta ton.
4

Berdasarkan data Internasional
Trade Statistics (ITC), pada tahun
2008, untuk pasar India, Indonesia
merupakan pengekspor utama dan
diikuti oleh Malaysia, Thailand,
Bhutan, dan Singapura. Untuk
Pasar China, eksportir utama CPO

3
ibid
4
ibid
adalah Malaysia dan diikuti oleh
Indonesia, Thailand, dan PNG.
Untuk pasar di Belanda, eksportir
utama CPO adalah Malaysia dan
diikuti oleh Indonesia, PNG,
Thailand, dan Kolombia.
5

Eksportir utama CPO ke pasar
Pakistan adalah Malaysia dan
diikuti oleh Indonesia dan juga
Singapura. Pangsa pasar CPO
Malaysia tahun 2008 di Pakistan
sangat dominan yaitu sebesar
72,6% dan diikuti oleh Indonesia
sebesar 26,2% dan Singapura serta
negara lainnya sebesar 1,2%.
Ekspor CPO Indonesia ke Pakistan
selama lima tahun terakhir (2004
2008) mengalami peningkatan
terus menerus. Pada tahun 2004
ekspor CPO Indonesia ke Pakistan
sebesar US$ 28,17 juta, tahun 2005
sebesar US$ 54,14 juta, tahun 2006
sebesar US$ 341,34 juta. Tahun
2008 sebesar US$ 393,67 juta atau
turun 39% bila dibandingkan tahun
2007 sebesar US$ 545,74 juta. Pada
tahun 2009 periode Januari-April
sebesar US$ 191,37 juta atau turun
75,46% bila dibandingkan dengan
ekspor periode yang sama tahun
2008 sebesar US$ 46,96 juta.
Menurut beberapa kajian, pe-
nurunan ekspor CPO Indonesia ke
Pakistan disebabkan oleh per-

5
http://www.trademap.org/Country_
SelProductCountry.aspx


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010


5
saingan harga antara Indonesia dan
Malaysia. CPO Malaysia mendapat
perlakuan istimewa di pasar
Pakistan akibat adanya perjanjian
perdagangan bebas (Free Trade
Agreement) antara Malaysia dan
Pakistan.
Pada sebuah seminar yang di-
lakukan oleh Kedutaan Indonesia di
Pakistan, disebutkan bahwa dengan
mulai diberlakukannya FTA antara
Pakistan dan Malaysia produk CPO
Malaysia mendapatkan keringanan
tarif 10% lebih kecil dari yang
dikenakan terhadap Indonesia.
Dampak keringanan tarif yang
dinikmati CPO Malaysia tersebut
telah menyebabkan share impor
CPO Indonesia turun menjadi hanya
12,8% sejak Januari-Juni 2009.
6


E. Kesimpulan
PTA Indonesia-Pakistan belum
dapat diselesaikan mengingat
kedua belah pihak belum mencapai
kesepakatan. Untuk mencapai ke-
sepakatan, Pakistan meminta pihak
Indonesia untuk memenuhi per-
mintaannya yaitu menurunkan tarif
bea masuk jeruk Kino Pakistan
menjadi 0% dan produk lainnya
yang menjadi additional request list
Pakistan pada TNC kelima.


6
Waspada Online, Sabtu, 12 Desember 2009.
Sementara itu, Indonesia belum
dapat memberikan offer seperti
yang diminta Pakistan. Demikian
juga dengan Indonesia yang
meminta produk kertas, sorbitol,
keramik, dan perikanan untuk di-
turunkan tarifnya, belum dapat
dipenuhi Indonesia secara ke-
seluruhan.
Melihat keringanan tarif CPO yang
didapatkan oleh Malaysia, dengan
melakukan FTA Malaysia-Pakistan,
maka Indonesia akan tetap me-
lanjutkan TNC ketujuh, yang di-
sepakati dilaksanakan di Islamabad,
Pakistan pada waktu yang akan
ditentukan berdasarkan kesepakat-
an bersama.



BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



6
INSTRUMEN-INSTRUMEN HUKUM
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
INTERNASIONAL DAN KAITANNYA
PADA CERTIFICATE OF ORIGIN
DALAM KONTEKS PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Oleh: Christhophorus Barutu
1


A. Pendahuluan
Hubungan perdagangan antar
negara yang dikenal dengan per-
dagangan internasional mengalami
perkembangan yang pesat dari
waktu kewaktu. Dinamika per-
dagangan internasional diikuti juga
dengan berbagai permasalahan
yang kompleks sebagai kon-
sekuensi dari suatu hubungan yang
wajar terjadi dalam dunia bisnis
global.
Perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan
penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama antara
individu dengan individu, individu
dengan pemerintah, dan juga
pemerintah dengan pemerintah
negara lain.
Untuk mewujudkan perdagangan
internasional yang fair, perlu dibuat

1
Kepala Seksi Peningkatan Akses Pasar Barang
Pertanian, Direktorat Kerja Sama Multilateral,
Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional,
Kementerian Perdagangan.

suatu aturan hukum sebagai acuan
(guidance) yang berlaku secara
umum yang harus ditaati dan
diawasi serta diberlakukan secara
tegas untuk mengeliminir atau
mengurangi penyimpangan yang
dapat terjadi dalam hubungan
perdagangan internasional. Di
samping itu yang tak kalah pen-
tingnya adalah adanya eksistensi
suatu badan yang memiliki ke-
kuatan hukum yang mampu meng-
atur segala masalah yang terkait
dalam perdagangan internasional.
World Trade Organization (WTO)
adalah organisasi perdagangan
dunia yang berfungsi untuk meng-
atur dan memfasilitasi perdagang-
an internasional. Sistem perdagang-
an internasional, diatur melalui
suatu persetujuan yang berisi
aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil pe-
rundingan yang ditandatangani
oleh negara-negara anggota. Per-
setujuan tersebut bersifat mengikat
pemerintah untuk mematuhinya
dalam pelaksanaan kebijakan per-
dagangan.
WTO merupakan wadah dalam
mendorong terciptanya perdagang-
an internasional yang fair dengan
menghilangkan unsur-unsur peng-
hambat (barrier) yang dapat me-
rusak sistem perdagangan yang
ideal. Dengan mengusung misi
liberalisasi melalui kesepakatan

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



7
internasional, setiap negara-negara
anggota wajib tunduk kepada ke-
sepakatan dan menjalankan sistem
perdagangan sesuai pada ketentu-
an WTO.
Namun sekalipun setiap negara
anggota wajib tunduk kepada
kesepakatan internasional, sering-
kali terjadi penyimpangan yang di-
lakukan yang bertentangan dengan
kesepakatan, yaitu dengan praktek
curang dalam menjalankan ke-
giatan perdagangan yang dilakukan
untuk kepentingan salah satu
pihak. Untuk hal-hal yang tersebut,
WTO memberikan pengaturan
khusus melalui beberapa instrumen
kebijakan perdagangan inter-
nasional untuk mencegah ataupun
memberi sanksi tegas terhadap
setiap pelanggaran.
Ada tiga instrumen kebijakan
perdagangan internasional yang
paling menonjol, antara lain Anti
Dumping, Subsidi, dan Safeguard.
Masing-masing instrumen kebijak-
an perdagangan ini memiliki karak-
teristik dan kekuatan hukum dalam
menjalankan fungsinya sebagai
pengaman terhadap kegiatan
perdagangan internasional.
Anti dumping, subsidi, dan safe-
guard merupakan payung hukum
yang dapat digunakan oleh setiap
negara anggota, demi melindungi
kehancuran ekonominya akibat pe-
nyimpangan dan kecurangan yang
dapat terjadi sebagai konsekuensi
dari hubungan perdagangan inter-
nasional.
Tulisan ini akan menguraikan se-
cara singkat eksistensi dari keten-
tuan anti dumping, subsidi, dan
safeguard sebagai instrumen ke-
bijakan perdagangan internasional
dan kaitannya dengan certificate
origin.
Ada beberapa Persetujuan dalam
WTO yang terkait dengan
Certificate of Origin dalam
Perdagangan Internasional:
Persetujuan tentang pelaksana-
an pasal VI persetujuan umum
mengenai tarif dan perdagangan
1994 (Agreement on Implemen-
tation of Article VI of the General
Agreement on Tariffs and Trade
1994);
Persetujuan tentang subsidi dan
tindakan imbalan (Agreement on
Subsidies and Countervailing
Measures);
Persetujuan tentang tindakan
pengamanan (Agreement on
Safeguards);
Persetujuan tentang ketentuan
asal barang (Agreement on Rules
of Origin).




BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



8
B. Agreement on Implementation of
Article VI (Persetujuan tentang
Pelaksanaan Pasal VI)
Persetujuan atas implementasi
Article VI GATT dikenal sebagai
Anti-Dumping Agreement (ADA).
Dumping adalah suatu keadaan
dimana barang-barang yang di-
ekspor oleh suatu negara ke negara
lain dengan harga yang lebih
rendah dari harga jual di dalam
negerinya sendiri atau nilai normal
dari barang tersebut. Hal ini
merupakan praktek curang yang
dapat mengakibatkan distorsi
dalam perdagangan internasional.
Ketentuan Anti Dumping
Anti dumping GATT 1947
Dalam Pasal VI ayat 1 GATT
1947 (Article VI GATT: Anti-
dumping and Countervailing
Duties) memberikan kriteria
umum bahwa dumping yang
dilarang oleh GATT adalah
dumping yang dapat menimbul-
kan kerugian materil baik ter-
hadap industri yang sudah ber-
diri (to an established industry)
maupun yang dapat menimbul-
kan hambatan pada pendirian
industri domestik (the establish-
ment of a domestic industry).
Persetujuan Tentang Penerap-
an Pasal 6 dari Persetujuan
Umum Tentang Tarif dan
Perdagangan 1994 (Agreement
on Implementation of Article VI
of The General Agreement on
Tariffs and Trade 1994, Anti
dumping Agreement/ADA)
Persetujuan atas implementasi
Article VI GATT dikenal sebagai
Anti Dumping Agreement (ADA)
dimana menyediakan perluasan
lebih lanjut atas prinsip-prinsip
dasar dalam Article VI GATT itu
sendiri, yaitu memerintahkan
investigasi, ketentuan dan juga
aplikasi bea anti dumping.
Dalam Article VI GATT 1994,
para anggota WTO dapat
membebankan atau mengena-
kan anti dumping measures, jika
setelah investigasi sesuai
dengan persetujuan, dan suatu
ketentuan dibuat, apabila: (a)
bahwa dumping sedang terjadi;
(b) bahwa industri domestik
memproduksi produk yang
sama (like product) di negara
pengimpor mendapatkan atau
memperoleh material injury;
dan (c) bahwa ada suatu
hubungan sebab akibat (causal
link) antara keduanya. Ketiga
unsur di atas ditegaskan dalam
Article 5.2 Agreement on
Implementation of Article VI of
The General Agreement on
Tariffs and Trade 1994 (Anti
Dumping Agreement/ADA).


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



9
C. Agreement on Subsidies and
Countervailing Measures (Per-
setujuan Tentang Subsidi dan
Tindakan-Tindakan Imbalan)
Subsidi merupakan salah satu
tindakan yang dikenal dalam kon-
teks perdagangan internasional
sebagai suatu tindakan yang tidak
adil (unfair practices) yang dapat
merugikan pihak-pihak yang ter-
kena perbuatan praktik subsidi.
Ketentuan Subsidi
Ketentuan subsidi diatur dalam:
Article XVI GATT (1947);
Persetujuan tentang Subsidi dan
Tindakan Balasan (Agreement on
Subsidies and Countervailing
Measures/SCM Agreement), yang
ada dalam lampiran (Annex) 1 A
naskah pembentukan WTO.
Pengertian subsidi dalam Article
XVI GATT terlalu sempit sehingga
mempersulit negara-negara pe-
serta GATT menginterpretasikan
permasalahan-permasalahan yang
terkait dengan subsidi. Sedangkan
dalam muatan persetujuan perda-
gangan multilateral yang dilampir-
kan dalam naskah pembentukan
WTO dalam lampiran (annex) 1A,
persetujuan-persetujuan Multilate-
ral di bidang perdagangan barang,
terdapat suatu persetujuan yang
berkaitan dengan subsidi yaitu
persetujuan tentang subsidi-subsidi
dan tindakan balasan (Agreement
On Subsidies And Countervailing
Measures/SCM Agreement). Dalam
Persetujuan ini dijelaskan dengan
lebih mendetil batasan, kualifikasi,
dan kriteria mengenai subsidi.

D. Agreement on Safeguards
(Persetujuan Tentang Tindakan
Pengamanan)
Tindakan pengamanan (safeguards)
memiliki tujuan untuk melindungi
industri dalam negeri dari lonjakan
barang-barang impor yang merugi-
kan atau mengancam industri di
dalam negeri.
Ketentuan Safeguards
Ketentuan Safeguard dalam
GATT 1947
Dalam Article XIX GATT 1947,
tindakan safeguard yang di-
maksud, dapat dilakukan apa-
bila terjadi unsur-unsur per-
kembangan yang tidak terduga
(unforeseen developments), mi-
salnya dengan adanya kewajiban
dari pihak-pihak yang melakukan
kesepakatan yang meliputi
konsesi atas tarif dimana akibat-
nya jumlah barang impor yang
masuk ke wilayah tersebut
meningkat pesat sehingga me-
nimbulkan ancaman kerugian
yang serius (threaten serious
injury) terhadap produk sejenis
sehingga negara-negara yang
melakukan kesepakatan ter-
sebut diberikan wewenang

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



10
untuk mengambil tindakan pen-
cegahan terhadap kerugian yang
lebih parah yang akan dialami
industri dalam negeri.
Agreement on Safeguards (Per-
setujuan Tentang Tindakan Pe-
ngamanan)
Article XIX GATT 1947 tetap
dipertahankan tanpa diubah
dalam GATT 1994. Dalam per-
kembangannya, ketentuan safe-
guards lahir dalam formulasi
yang sedikit berbeda dari yang
dicantumkan dalam persetujuan
tentang tindakan pengamanan
(Agremeent of Safeguards atau
Safeguards Agreement).

E. Agreement on Rules of Origin
(Persetujuan Tentang Ketentuan
Asal Barang)
Agreement on Rules of Origin,
merupakan bagian dari persetuju-
an, keputusan dan kesepakatan
yang dimuat dalam Uruguay Round
Agreements on Trade in Goods.
Pada hakikatnya tujuan yang ingin
dicapai melalui persetujuan rules of
origin adalah mengadakan har-
monisasi semua ketentuan asal
barang (rules of origin) di luar
aturan tentang asal barang yang
berhubungan dengan pemberian
preferensi tarif dan menjamin
bahwa aturan-aturan tentang asal
barang itu tidak menimbulkan
hambatan yang tidak dikehendaki
terhadap perdagangan.
1. Pengaturan Rules of Origin
(RoO)
Agreement on Rules of Origin
termuat dalam lampiran (annex)
1A naskah pembentukan WTO,
persetujuan multilateral per-
dagangan barang. Agreement on
Rules of Origin (RoO) terdiri dari
4 (empat) bagian, antara lain:
(i) Definition and Coverage
(batasan dan cakupan RoO); (ii)
Discipline to Govern the
Application of Origin (tata tertib
untuk mengatur penerapan ke-
tentuan asal barang); (iii)
Procedural Arrangements on
Notification, Review, Consul-
tation and Dispute Settlement
(pengaturan prosedural tentang
notifikasi, peninjauan, konsul-
tasi, dan penyelesaian seng-
keta); dan (iv) Harmonization of
Rules of Origin (harmonisasi
ketentuan asal barang).
2. Definisi dan Cakupan RoO
Dalam article 1.1 Agreement on
Rules of Origin, dijelaskan
definisi RoO, yaitu undang-
undang, ketentuan, dan ke-
tentuan administratif yang ber-
sifat umum yang diterapkan
oleh setiap negara anggota
untuk menentukan negara asal
barang dengan syarat keten-
tuan asal barang itu tidak

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



11
berkaitan dengan rezim per-
dagangan kontrak atau otonom
yang mengarah ke pemberian
preferensi tarif yang melampaui
penerapan Pasal 1 ayat 1 GATT.
Dalam article 1.2 Agreement on
Rules of Origin, dijelaskan
cakupan dari RoO, meliputi
semua ketentuan rules of origin
yang digunakan dalam non-
preferential commercial policy.
Selain itu meliputi juga ketentu-
an asal barang yang digunakan
untuk barang-barang keperluan
pemerintah dan untuk kepen-
tingan pengumpulan statistik
perdagangan.
Dalam konteks perdagangan
internasional, secara umum ter-
dapat dua macam ketentuan
asal barang, yaitu :
Ketentuan asal barang pre-
ferensi (Preferential Treat-
ment);
Ketentuan asal barang non-
preferensi (Non-Preferential
Treatment).
Ketentuan Asal Barang Pre-
ferensi, diperuntukkan pada
pemberian preferensi dan juga
ketentuan Asal Barang Non-
Preferensi, diperuntukkan ter-
kait dengan pembuktian negara
asal barang. Ketentuan asal
barang (RoO) GATT 1994 adalah
termasuk kategori ketentuan
asal barang non preferensi.
3. Peranan dan Relevansi
Certificate of Origin Terhadap
Tindakan Anti Dumping,
Countervailing Measures dan
Safeguards
Penggunaan instrumen anti
dumping, subsidi, dan safe-
guards, dibenarkan oleh WTO
untuk melindungi industri
dalam negeri dari kehancuran.
Barang atau produk yang ter-
kena anti dumping, counter-
vailing measures dan tindakan
safeguard menjadi tidak kom-
petitif akibat dikenakan bea
masuk yang tinggi. Pada praktik-
nya sering sekali beberapa
eksportir melakukan transship-
ment atau re-ekspor untuk
mengelabui asal usul barang
atau produk yang terkena anti
dumping, countervailing
measures dan tindakan safe-
guard, untuk menghindari pem-
berlakuan bea masuk yang
tinggi. Ilegal Transshipment
adalah pemindahan muatan
kapal dari suatu kapal ke kapal
lain sebelum sampai di pelabuh-
an tujuan.
Perlu ada kejelasan tentang asal
suatu barang dalam hal mem-
berlakukan sebuah tindakan
anti dumping, countervailing
measures dan juga safeguards.

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010



12
Untuk mencegah penyimpang-
an akibat illegal transshipment
atau ilegal re-ekspor perlu
diperketat dalam prosedur
pengawasan Surat Keterangan
Asal (SKA)/Certificate of Origin.
Certificate of Origin sebagai
instrumen dari Ketentuan Asal
Barang untuk menangkal ter-
jadinya circumvention (pe-
ngelakan) atas produk-produk
yang telah dikenakan bea
masuk anti dumping dan
countervailing duty.

F. Penutup
Anti dumping, subsidi dan safe-
guard merupakan tiga instrumen
sebuah kebijakan perdagangan
internasional yang diatur dalam
agreements WTO. Ketiga-tiganya
memiliki hubungan yang erat
dengan eksistensi dari Certificate of
Origin.








Certificate of Origin dipandang
efektif sebagai filter instrument
yang baik yang dapat digunakan
oleh negara-negara anggota untuk
mencegah masuknya ke suatu
negara produk-produk yang ter-
kena tindakan anti dumping,
countervailing measures dan
safeguards.
Eksistensi dan peranan Certificate
of Origin sangat dibutuhkan untuk
menyikapi dinamika perdagangan
internasional khususnya yang ter-
kait dengan pencegahan terhadap
terjadinya circumvention atas bea
masuk anti dumping dan juga
countervailing duty.



BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
13
PENINGKATAN KERJA SAMA
PERDAGANGAN BILATERAL
INDONESIA AUSTRALIA
DALAM KERANGKA ECONOMIC
PARTNERSHIP
Oleh: Rangga Aditya
1


A. Pendahuluan
Banyak tanggapan dari kalangan
ekonomi maupun masyarakat
umum tentang adanya perjanjian
perdagangan bebas antar negara.
Ada yang mendukung dan banyak
pula yang menentang adanya per-
janjian perdagangan bebas ter-
sebut. Sebagian berpendapat de-
ngan adanya perdagangan bebas
akan meningkatkan peluang negara
maju untuk mengeksploitasi negara
berkembang dan menghancurkan
industri lokal serta membatasi stan-
dar kerja dan standar sosial. Namun
ada juga yang berpendapat bahwa
perdagangan bebas akan merugi-
kan negara maju karena menye-
babkan lapangan pekerjaan dari
negara maju berpindah ke negara
berkembang.
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang terbesar di kawasan
Asia Tenggara hendaknya siap
dengan adanya perdagangan bebas
ini agar mampu bersaing dengan
negara-negara tetangga khususnya
kawasan ASEAN. Jumlah penduduk

1
Staf Subdit Australia dan Pasifik, Direktorat Kerja
Sama Bilateral I, Ditjen Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Kementerian Perdagangan.
Indonesia yang sangat besar
mencapai 230 juta jiwa dan sebagai
negara kepulauan yang sangat luas
menjadikan Indonesia sebagai pa-
sar yang potensial bagi produk-
produk dalam dan luar negeri untuk
bersaing. Selain itu, Indonesia juga
lebih dikenal sebagai pengekspor
barang setengah jadi, sehingga pe-
luang untuk berinvestasi di Indo-
nesia merupakan tawaran yang
sangat menguntungkan.
Dengan melihat berbagai peluang
yang ada, Indonesia hendaknya
dapat lebih mempersiapkan diri
untuk menghadapi era perdagang-
an bebas melalui berbagai per-
janjian kerja sama perdagangan
antara lain pengelolaan kebijakan
perdagangan luar negeri, keber-
pihakan pada kepentingan na-
sional, dan membangun daya saing
produk Indonesia agar mampu ber-
kompetisi di pasar domestik dan
global.
Indonesia dan Australia merupakan
dua negara saling bertetangga yang
mempunyai perbedaan yang men-
colok terkait kebudayaan, tingkat
kemajuan pembangunan, serta ori-
entasi politik yang mengakibatkan
perbedaan prioritas kepentingan.
Hubungan antara kedua negara
dalam berbagai bidang telah ter-
jalin cukup erat, seperti dalam
bidang pendidikan, budaya, dan
perdagangan. Hal tersebut meru-
pakan aset penting dalam hubung-

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
14
an kedua negara yang perlu terus
dipupuk dan dikembangkan, se-
hingga diharapkan akan memain-
kan peran penting dalam pening-
katan hubungan kedua negara.
Australia merupakan salah satu
negara yang memiliki perekonomi-
an terbaik di dunia. Hal ini me-
rupakan salah satu faktor pen-
dorong bagi Indonesia untuk me-
ningkatkan kerja sama. Dalam bidang
perdagangan terdapat beberapa
sinyal positif yang menandai kemaju-
an perdagangan kedua negara.

B. Upaya Peningkatan Hubungan
Bilateral Perdagangan Indonesia-
Australia
Indonesia dan Australia sepakat
untuk membuka lebar hubungan
kerja sama bilateral kedua negara,
baik dalam bidang politik, ke-
amanan, ekonomi, pembangunan,
dan hubungan masyarakat negara.
Dengan telah terbentuknya Free
Trade Agreement (FTA) antara
ASEAN dengan Australia dan New
Zealand menjadikan landasan bagi
peningkatan dan penajaman hu-
bungan bilateral perdagangan an-
tara Indonesia dan Australia dalam
kerangka FTA bilateral. Dengan
adanya FTA bilateral Indonesia-
Australia akan meningkatkan pe-
luang kerja sama perdagangan dan
investasi kedua negara, baik me-
lalui peningkatan proyek kerja
sama ekonomi serta identifikasi
untuk membuka pasar potensial
kedua negara.
Keberadaan suatu FTA bilateral
Indonesia dan Australia diharapkan
dapat meningkatkan perdagangan
dan investasi bilateral mengingat
komplementaritas kedua negara
dan jarak yang berdekatan. Di-
harapkan bahwa ekspor Indonesia
ke Australia dengan akses pasar
yang lebih baik dapat meningkat
karena adanya penurunan bea
masuk, serta bantuan dan kerja
sama teknis di berbagai bidang
sehingga produk-produk Indonesia
dapat memenuhi syarat yang di-
tentukan oleh Australia.
Melalui FTA bilateral juga diharap-
kan investasi dapat meningkat, ter-
utama di luar bidang-bidang tra-
disional yang selama ini men-
dominasi investasi Australia ke
Indonesia yaitu pertambangan. Se-
lain itu, diharapkan juga terjadi di-
versifikasi produk yang diekspor ke
Australia, termasuk jika terjadi arus
investasi yang diarahkan untuk
menghasilkan produk yang dijual
kembali ke Australia.
Pada tahun 2007, Indonesia dan
Australia sepakat untuk meng-
adakan Joint Feasibility Study (JFS)
pembentukan FTA bilateral untuk
memberi gambaran serta analisa
mengenai potensi dan manfaat
yang didapat dari FTA serta
hambatan-hambatan yang mungkin

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
15
dialami bagi Indonesia maupun
Australia. Termasuk di dalamnya
konsistensi kebijakan perdagangan
kedua negara, dampak adanya FTA
terhadap tingkat kesejahteraan dan
pertumbuhan ekonomi, investasi,
dan kemampuan daya saing, meng-
ukur sejauh mana FTA dapat me-
ningkatkan kerja sama perdagang-
an bilateral, serta benefit-cost FTA
bilateral Indonesia dan Australia
agar konsisten dengan peraturan
WTO.
Tim JFS Indonesia-Australia telah
menyelesaikan scooping study
mereka pada tahun 2009. Kajian
tersebut memperlihatkan bahwa
FTA bilateral Indonesia-Australia
akan berkembang di atas pondasi
kuat ASEAN-Australia-New Zealand
FTA (AANZFTA) dan akan mem-
berikan keuntungan yang memadai
bagi kedua negara. Studi yang
dilakukan menunjukkan bahwa ke-
untungan yang lebih besar akan
didapat apabila dibentuk FTA
bilateral kedua negara dimana
dengan adanya FTA tersebut akan
meminimalisir hambatan tarif dan
non tarif dalam hubungan per-
dagangan kedua negara. Dalam
kaitannya dengan investasi, studi
menunjukkan bahwa FTA bilateral
akan bermanfaat bagi Indonesia
karena akan menjadi tempat yang
menarik bagi investor Australia,
terutama di sektor pertambangan
dan energi. Sedangkan investor
Indonesia akan lebih familiar dan
lebih percaya diri untuk meng-
eksploitasi peluang investasi me-
reka di Australia.
Proses pembentukan Indonesia-
Australia FTA sampai saat ini
sedang berjalan berada pada pro-
ses persiapan tahap negosiasi me-
ngingat pihak Australia telah me-
nyatakan kesiapan mereka untuk
melakukan negosiasi pertama.
Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia ingin menyelesaikan im-
plementasi AANZFTA terlebih
dahulu, dimana saat ini masih
dalam tahap penyelesaian ratifikasi.
Proses pembentukan Indonesia-
Australia FTA sendiri saat ini masih
dalam tahap sosialisasi dunia usaha
dan stakeholders di Indonesia.
Pada tanggal 9-11 Maret 2010,
Presiden RI mengadakan kunjungan
kenegaraan ke Australia. Dalam
kunjungan tersebut Menteri Per-
dagangan RI juga turut serta men-
dampingi. Pemimpin kedua negara
mempunyai komitmen untuk me-
realisasikan hubungan ekonomi
yang potensial dengan pening-
katan kerja sama bilateral di bidang
perdagangan dan investasi. Menteri
Perdagangan Indonesia dan Australia
sepakat untuk membentuk kerja
sama bilateral yang memiliki lingkup
yang lebih luas dan tidak terbatas
pada FTA, dengan nama baru, yaitu
Economic Partnership dan men-
cakup aspek capacity building. Hal

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
16
ini mengingat bahwa sektor eko-
nomi terkait erat dengan sumber
daya manusia yang handal.
Hubungan perdagangan Indonesia-
Australia saat ini belum sejalan
dengan perkembangan sejumlah
aspek hubungan bilateral lainnya.
Dengan adanya Economic Partner-
ship tersebut diharapkan dapat me-
realisasikan potensi signifikan hu-
bungan perdagangan Indonesia-
Australia.

C. Perdagangan Australia Dengan
Dunia
Australia merupakan negara yang
menganut sistem perekonomian
kapitalis dengan tingkat pen-
dapatan per kapita sejajar dengan
negara-negara maju di Eropa Barat.
Kondisi perekonomian Australia
saat ini dalam kondisi relatif kuat
dan stabil dengan GDP per kapita
sekitar US$ 44,895 (2009). Dengan
menjalankan kebijakan liberalisasi
perdagangan, Australia melakukan
akses pasar ke berbagai negara dan
membuka pasar dalam negerinya
bagi impor dengan persyaratan
standard yang sangat tinggi.
Kebijakan pemerintah Australia di
bawah pimpinan PM Rudd di
bidang perdagangan memberikan
fokus pada multilateralisme. Aturan
perdagangan global WTO dianggap
telah memberi manfaat, mengu-
rangi distorsi perdagangan global
dan menciptakan stabilitas hubung-
an ekonomi internasional. Liberali-
sasi perdagangan internasional
akan memberikan manfaat besar
bagi negara maju dan ber-
kembang, terutama dalam me-
ningkatkan pertumbuhan ekonomi,
akses terhadap makanan dan air
bersih, pendidikan, kesehatan, in-
frastruktur, dan kesempatan kerja.
Menurut Australian Bureau of
Statistics (ABS), Produk Domestik
Bruto untuk kuartal Desember
2009-2010 mengalami kenaikkan
sebesar 0,9% dibanding periode
sebelumnya pada tahun yang sama
dan mengalami peningkatan se-
besar 2,7% pada periode yang sama
pada tahun sebelumnya. (Sumber:
Australia Bureau Statistics)
Total perdagangan Australia selama
periode Januari - Maret 2010 ter-
catat sebesar US$ 88,46 miliar atau
30,63% lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelum-
nya. Dalam periode tersebut ekspor
Australia keseluruh dunia meng-
alami peningkatan sebesar 26,90%
sehingga menjadi US$ 42,59 miliar
dan impor juga mengalami pe-
ningkatan sebesar 34,29% sehingga
menjadi US$ 45,86 miliar. Pada
periode Januari - Maret 2010 Aus-
tralia mengalami defisit perda-
gangan sebesar US$ 3,26 miliar.
(Sumber: Laporan Atase Per-
dagangan RI, 2010)


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
17
D. Hubungan Perdagangan Antara
Indonesia - Australia
Total perdagangan Indonesia dan
Australia selama 5 (lima) tahun
terakhir (2005-2009) menunjukkan
laju pertumbuhan rata-rata sebesar
10,65%. Selama tahun 2009, total
perdagangan Indonesia ke Australia
mencapai US$ 6,7 miliar. Total
ekspor Indonesia ke Australia se-
lama 2009 sebesar US$ 3,3 miliar,
sedangkan impor Indonesia dari
Australia selama 2009 tercatat
mencapai nilai US$ 3,4 miliar.
Meski perdagangan kedua negara
menunjukkan kenaikan signifikan
selama 5 (lima) tahun terakhir,
namun kerja sama lebih jauh masih
sangat dibutuhkan untuk memak-
simalkan potensi ekonomi masing-
masing negara.
Total investasi Australia di
Indonesia dalam periode 1 Januari
1990 sampai dengan 31 Oktober
2009 sebesar US$ 1,4 miliar yang
terdiri dari 317 proyek pada sektor-
sektor pertambangan; elektrik, gas,
dan air; konstruksi; pengangkutan,
gudang dan komunikasi; dengan
total tenaga kerja yang diserap oleh
investasi tersebut sebanyak 27.000
orang. Australia berada di peringkat
ke-12 untuk investasi di Indonesia.
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010)
Indonesia menduduki peringkat ke-
11 sebagai negara asal impor
Australia sedangkan peringkat per-
tama ditempati oleh RRT. Untuk
negara tujuan ekspor Australia,
Indonesia berada pada peringkat
ke-10 dengan peringkat pertama
ditempati oleh RRT. Melihat eks-
por Indonesia ke Australia, maka
Indonesia memiliki 10 (sepuluh)
komoditi potensial di pasar Aus-
tralia, yaitu: handicraft, fish and
fish products, medicinal herbs,
leather and leather products,
processed food, jewelry, essential
oils, spices, stationary non paper,
dan medical instruments and
appliances. (Sumber: Laporan Atase
Perdagangan RI, 2010)
Sedangkan komoditi ekspor utama
Indonesia ke Australia pada tahun
2009 terdiri dari petroleum oils
(crude), gold, reception apparatus
for television, wood, video re-
cording or reproducing apparatus,
new pneumatic tyres of rubber,
uncoated paper and paperboard,
other furniture and parts, petro-
leum oils (other than crude), dan
insulated wire cable. (Sumber:
Trademap, 2009)

E. Kesiapan Indonesia Menghadapi
Negosiasi Economic Partnership
Dengan Australia
Pemerintah Indonesia menyadari
bahwa daya saing global Indonesia
cenderung melemah, oleh karena
itu Menteri Perdagangan Indonesia
menjelaskan beberapa hal pokok
yang perlu dilakukan dalam upaya

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
18
untuk meningkatkan daya saing
Indonesia, yaitu:
1. meningkatkan kelancaran distri-
busi, penggunaan produk dalam
negeri, perlindungan konsumen,
dan pengamanan perdagangan;
2. memaksimalkan keuntungan
daya saing bangsa Indonesia
dalam persaingan global;
3. mewujudkan pelayanan publik
dan good governance;
4. meningkatkan peran penelitian
dan pengembangan, dan pro-
ses konsultasi publik dalam
pengambilan keputusan di sek-
tor perdagangan.
Guna mencapai upaya tersebut,
Kementerian Perdagangan meng-
gunakan metode Balanced Score
Card sebagai alat untuk menjem-
batani rencana strategis dengan ope-
rasional agar pencapaiannya dapat
terwujud dan terukur secara merata.
Selain itu juga disadari pentingnya
sinergi antara pusat dan daerah
sehingga seluruh kebijakan dan im-
plementasinya dapat terkoordinasi-
kan dan berjalan dengan baik. Pe-
merintah juga terus berusaha mem-
perkuat posisinya di dalam WTO agar
Indonesia lebih diuntungkan dalam
kesepakatan-kesepakatan WTO.
Untuk meningkatkan daya saing
produk dalam negeri, upaya yang
dapat dilakukan antara lain: me-
nurunkan ekonomi biaya tinggi, mem-
perlancar arus barang dan jasa, serta
meningkatkan daya saing komoditi
ekspor. Implementasinya dengan me-
nyederhanakan prosedur perizinan,
mengurangi hambatan distribusi
(Perda dan retribusi); transparansi
kebijakan dan memfasilitasi infra-
struktur perdagangan dalam negeri.
Diperlukan juga adanya pemahaman
bersama dari semua stakeholders
dalam mendukung peningkatan daya
saing produk Indonesia.
Economic Partnership Agreement
(EPA) tidak hanya mencakup libera-
lisasi perdagangan dalam FTA,
namun juga sektor lainnya, seperti
jasa, investasi, energi, dan lain
sebagainya yang tercakup dalam
tiga pilar utama, yaitu:
1. Fasilitasi perdagangan dan
investasi:
Upaya bersama untuk
memperbaiki iklim investasi
dan meningkatkan tingkat
kepercayaan bagi investor;
Kerja sama di bidang pro-
sedur kepabeanan, pela-
buhan dan jasa-jasa per-
dagangan, hak atas kekaya-
an intelektual, serta stan-
dardisasi;
2. Liberalisasi:
Menghapuskan atau mengurangi
hambatan perdagangan dan in-
vestasi (bea masuk, dan memberi
kepastian hukum);
3. Kerja sama (capacity building):
kesepakatan untuk kerja sama
dalam meningkatkan kapasitas

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010
19
Indonesia sehingga lebih mampu
bersaing dan memanfaatkan se-
cara optimal peluang pasar dari
EPA.

F. Penutup
Dengan adanya perjanjian kerja
sama antara Indonesia dan Australia,
Indonesia akan memperoleh be-
berapa keuntungan dan manfaat,
antara lain:
1. Kemitraan dalam EPA meng-
gambarkan kepentingan dari kedua
negara yang mengikatkan diri;
2. Manfaat dari EPA:
di bidang perdagangan barang
dan jasa;
di bidang investasi dan bisnis;
peningkatan kapasitas bagi
Indonesia.
3. Elemen Utama EPA yang
penting bagi Indonesia:
Peningkatan akses pasar
produk ekspor Indonesia;
Kerja sama dalam pening-
katan kapasitas untuk mem-
perbaiki daya saing Indo-
nesia sehingga:
i. Keuntungan dari EPA
optimal bagi Indonesia;
ii. Keuntungan dapat diraih
sebanyak mungkin oleh
lapisan masyarakat, ter-
masuk UKM.
4. EPA konsisten dan komple-
menter dengan komitmen dan
perjanjian perdagangan lain,
yaitu dalam lingkup WTO,
regional ASEAN, dan dalam
forum bilateral.
5. EPA konsisten dengan program
reformasi dalam negeri:
strategi ofensif untuk me-
raih pasar untuk produk kita
yang dapat bersaing dan
meningkatkan investasi;
strategi defensif untuk me-
lindungi yang belum siap
(yaitu jangka waktu yang
lebih lama atau tidak masuk
dalam komitmen).


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 20
PERKEMBANGAN
KERJA SAMA
INDONESIA MOZAMBIK
Oleh: Devy Panggabean
1


A. Latar Belakang
Mozambik merupakan negara di
wilayah Afrika bagian tenggara
dengan penduduk sebesar 21,3 juta
jiwa dan luas wilayah 801.599 km
2
.
Sebagai negara yang berbatasan
dengan Samudera Hindia di sebelah
timur dan memiliki panjang garis
pantai sepanjang 2.470 km,
Mozambik merupakan mitra da-
gang potensial bagi Indonesia
dengan memanfaatkan posisi stra-
tegisnya sebagai jalur lalu lintas
perdagangan internasional. Dalam
rangka mewujudkan visinya men-
jadi jalur perdagangan interna-
sional, Mozambik melakukan pem-
bangunan pelabuhan bertaraf
internasional dan membuat koridor
lalu lintas kereta api.
Dalam hal komoditi perdagangan,
produk ekspor utama Mozambik ke
dunia tahun 2008 adalah
aluminium tidak ditempa, tenaga
listrik, tembakau belum dipabrikasi,
krustasea, minyak petroleum,
kapas, dan kacang mete, dan
impornya dari dunia pada tahun
2008 adalah truk dan kendaraan

1
Kepala Seksi Afrika Selatan II, Subdirektorat
Afrika Selatan, Direktorat kerja Sama Bilateral II,
Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional,
Kementerian Perdagangan.

bermotor, minyak kelapa sawit dan
fraksinya, beras, gandum dan
meslin, minyak kacang kedelai dan
fraksinya, serta semen portland.
Dalam lingkup bilateral, total
perdagangan Indonesia Mozambik
masih relatif kecil yaitu sebesar US$
39,5 juta pada tahun 2009 turun
38,9% dibanding tahun 2008 yang
mencapai US$ 64,6 juta. Tren total
perdagangan kedua negara selama 5
(lima) tahun (2005-2009) sebesar
9,8%.
Nilai ekspor Indonesia ke Mozambik
pada tahun 2009 mencapai US$
27,4 juta atau turun 38,2%
dibanding tahun 2008 sebesar US$
44,2 juta. Komoditi ekspor utama
Indonesia ke Mozambik pada tahun
2009 antara lain minyak kelapa
sawit dan fraksinya, sabun, bahan
aktif per-mukaan organik (selain
sabun), re-gister, buku daftar, buku
kas, dan asam lemak
monokarboksilat indus-tri. Perlu
digarisbawahi bahwa ekspor
Indonesia ke Mozambik hanya untuk
kelapa sawit dan sabun mencapai
40% dari total ekspor Indonesia.
Sementara itu, impor Indonesia
dari Mozambik pada tahun 2009
tercatat sebesar US$ 12,1 juta,
turun 40,4% dibanding tahun 2008
sebesar US$ 20,4 juta. Komoditi
impor utama Indonesia dari
Mozambik pada tahun 2009 adalah
kapas, kacang tanah, tembakau
belum dipabrikasi, serta sisa dan
skrap fero. Nilai dari perdagangan

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 21
kapas mencapai US$ 8,6 juta atau
setara dengan 75% total impor
Indonesia dari Mozambik. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia me-
rupakan pasar yang potensial bagi
kapas Mozambik.

B. Potensi Mozambik Sebagai Mitra
Dagang Indonesia
Mozambik yang berpenduduk se-
kitar 21,3 juta jiwa dan letak
geografis yang strategis dengan tiga
pelabuhan samudera bertaraf inter-
nasional, yaitu Maputo, Beira, dan
Nacala serta jaringan kereta api yang
menghubungkan Mozambik dengan
negara-negara tetangga merupakan
pangsa pasar yang potensial ter-
utama bagi komoditi ekspor non-
migas Indonesia tidak saja ke
Mozambik tetapi juga ke negara-
negara Afrika bagian selatan.
Secara khusus, Mozambik juga ber-
fungsi sebagai pintu masuk dan titik
distribusi barang dan jasa bagi
negara-negara Southern African
Development Community (SADC).
SADC bertujuan untuk membentuk
suatu kerja sama yang lebih erat
bagi negara-negara Afrika di
wilayah selatan dan sekitarnya,
antara lain mengkoordinasikan ke-
bijakan luar negeri dan harmonisasi
perdagangan serta kebijakan eko-
nomi dalam wujud pembangunan
pasar bersama dengan suatu peng-
aturan umum. Negara anggota
SADC adalah Angola, Bostwana,
Lesotho, Malawi, Mozambik,
Swaziland, Tanzania, Zambia,
Zimbabwe, Namibia, Afrika Selatan,
Mauritius, Seychelles, Republik of
Kongo, dan Madagaskar dengan total
populasi 239 juta jiwa.
Faktor pendukung lainnya dalam
menjadikan Mozambik sebagai
mitra potensial adalah adanya
hubungan bilateral Indonesia
Mozambik yang terjalin baik dan
anggapan bahwa Indonesia sebagai
negara yang punya pengaruh besar
di ASEAN maupun kawasan Asia.

C. Hubungan dan Kesepakatan
Bilateral Indonesia Mozambik
Dalam rangka meningkatkan hubung-
an dan kerja sama di bidang ekonomi
dan perdagangan, kedua negara
telah melakukan kunjungan ke-
hormatan seperti yang baru saja
dilakukan oleh Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Mozambik pada
tanggal 8 12 Juni 2010.
Menteri Perindustrian dan Per-
dagangan Mozambik melakukan
kunjungan kerja ke Indonesia dan
melaksanakan pertemuan bilateral
dengan Menteri Perdagangan RI
pada tanggal 9 Juni 2010 sebagai
balasan atas kunjungan Menteri
Perdagangan RI ke Maputo,
Mozambik pada tanggal 24 Mei
2006. Kunjungan ini dimaksudkan
untuk meningkatkan hubungan per-
dagangan bilateral antara Indonesia
dan Mozambik.

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 22
Dalam kunjungan kerja ini, ditanda-
tangani beberapa kesepakatan bila-
teral di bidang yang terkait dengan
perdagangan, yaitu:
1. MoU on Trade Promotion
Cooperation pada tanggal 9
Juni 2010;
2. MoU Concerning Cooperatives,
Small and Medium Enterprises
Development pada tanggal 9
Juni 2010;
3. MoU on Industrial Technical
Cooperation pada tanggal 11
Juni 2010;
4. Joint Statement antara Menteri
Perdagangan RI dan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan
Mozambik.
Joint Statement dimaksud men-
cerminkan suatu itikad baik dari
kedua negara untuk menjalin kerja
sama di bidang kapas serta Tekstil
dan Produk Tekstil (TPT). Dalam
pembahasan di bagian berikutnya,
akan dipaparkan skema kerja sama
dalam Joint Statement karena
merupakan suatu langkah yang
konkret yang dapat dilakukan oleh
pihak swasta dengan bantuan
fasilitasi dari pemerintah dalam
rangka meningkatkan aktivitas per-
dagangan bilateral Indonesia
Mozambik.

D. Rekomendasi Dalam Joint
Statement antara Indonesia
Mozambik
Sebagaimana telah disinggung se-
belumnya, Indonesia merupakan pa-
sar potensial bagi kapas Mozambik.
Di samping itu, Indonesia mem-
butuhkan kapas sebagai bahan
baku industri teksil. Dalam rencana
kerja sama perdagangan antara
Pemerintah Indonesia dan
Mozambik yang tertuang dalam
Joint Statement, kedua pihak
sepakat untuk mempromosikan
perdagangan dan melalui pem-
rosesan bahan baku. Kerja sama ini
rencananya akan melalui pengatur-
an preferensi, dimana Mozambik
akan mengekspor bahan baku ke
Indonesia untuk diproses menjadi
barang setengah jadi atau barang
jadi yang akan diekspor kembali ke
Mozambik.
Untuk tahap awal, kedua negara
sepakat untuk berkolaborasi di
bidang kapas, tekstil, dan pakaian
jadi. Kedua pihak juga sepakat
untuk membentuk suatu Tim Teknis
yang akan membicarakan prosedur
pelaksanaan kerja sama secara
seksama.
Selain kerja sama dalam bidang
pemrosesan, kedua pihak juga se-
pakat untuk bekerja sama di bidang
kerja sama konstruksi dan fasilitasi
pembiayaan perdagangan. Dalam
hal ini, pemerintah Mozambik akan
membangun konstruksi mega pro-
yek dan berharap Indonesia dapat
berpartisipasi dengan mengirimkan
tenaga ahli pembangunan mega
proyek dan material bangunan. Se-
mentara itu, untuk memfasilitasi
transaksi perdagangan dan inves-

BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 23
tasi kedua negara, disepakati pen-
tingnya pembentukan kerja sama
perbankan Indonesia dengan per-
bankan, yang kiranya dapat di-
fasilitasi oleh LPEI.

E. Manfaat Yang Diperoleh Dari Kerja
Sama Indonesia Mozambik
Skema perdagangan yang termuat
dalam Joint Statement dimaksud
bermanfaat baik bagi Indonesia
maupun Mozambik. Sampai saat
ini, Indonesia masih mengimpor
kapas sebagai bahan baku industri
tekstil dan TPT. Dengan mengimpor
kapas dari Mozambik dalam suatu
skema preferensi, kapas tersebut
akan diolah di Indonesia untuk
kemudian diekspor ke Mozambik,
atau dikenal dengan istilah forward
processing.
Pada awalnya pihak Mozambik
meminta Indonesia untuk ber-
investasi di Mozambik. Namun,
dibutuhkan dana yang tidak sedikit
untuk berinvestasi di Mozambik
dalam bidang kapas. Dengan demi-
kian, skema forward processing ini
dapat dikaji lebih lanjut.
Melalui kerja sama ini, pihak
Mozambik dapat menanam kapas
yang artinya juga membuka lapang-
an pekerjaan bagi masyarakatnya.
Hasil penanaman kapas ini pun
akan diolah oleh Indonesia menjadi
produk tekstil dan TPT untuk di-
kirim kembali ke Mozambik dalam
suatu skema preferensi.
Tentu saja, patut dikaji lebih dalam
beberapa hal menyangkut teknis,
prosedur, dan regulasi yang terkait
dari masing-masing negara dalam
menjalankan kerja sama dimaksud
di atas, antara lain adalah me-
ngenai keterikatan Mozambik
sebagai anggota SADC dalam hal
pemberian preferensi kepada pihak
ke-3, yang dalam hal ini Indonesia
juga perlu dipelajari lebih lanjut
regulasi di negara Indonesia serta
dampaknya dari skema kerja sama
bilateral Indonesia Mozambik.

F. Penutup
Tidak dipungkiri bahwa kerja sama
bilateral antara Indonesia dengan
mitra dagang di Afrika memiliki
beberapa kendala, seperti misalnya
letak geografis yang cukup jauh
sehingga menimbulkan kesulitan
dalam transportasi baik laut mau-
pun udara serta fasilitasi pem-
biayan perdagangan.
Oleh karena itu, diperlukan adanya
suatu kolaborasi strategis untuk
mengembangkan perdagangan se-
perti melalui forward processing
yang tersebut di atas. Salah satu
peluang kerja sama bilateral antara
Indonesia Mozambik adalah
bahwa kedua pihak sepakat untuk
meningkatkan perdagangan melalui
kerja sama bahan baku (tekstil dan
produk tekstil) dan bidang per-
bankan.


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 24
Peran Indonesia dalam Kelompok
Negara G-33 dan Cairns Group
Oleh: Billy Anugrah
1


A. Pendahuluan
Perundingan perdagangan bidang
pertanian telah lama menjadi salah
satu fokus utama dari berbagai
bidang perundingan di WTO. Bagi
beberapa negara, bidang pertanian
merupakan urat nadi kehidupan
rakyatnya, dimana terdapat ratusan
juta masyarakat negara-negara ber-
kembang menggantungkan hidup-
nya di sektor pertanian. Bidang
pertanian ikut menggerakkan roda
perekonomian negara-negara ber-
kembang dan juga menyumbang-
kan devisa bagi kemakmuran
rakyat.
Menyadari pentingnya penggalang-
an kekuatan dengan dilandasi oleh
semangat untuk mencapai tujuan
yang sama, berbagai negara mem-
bentuk kelompok-kelompok aliansi
perundingan pertanian untuk ber-
sama memperjuangkan kepenting-
an masing-masing negara.
Ada beberapa aliansi perundingan
pertanian yang dikenal, antara lain:
Amerika Serikat, European
Communities (EC), G-10, G-20,

1
Staf Pengamanan dan Perlindungan Akses
Pasar Barang, Direktorat Kerja Sama
Multilateral, Ditjen Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Kementerian Perdagangan.

Cairns Group, G-33, Least
Developed Countries (LDCs), The
African Group, dan Caribbean and
Pacific Group of States (ACP).
Pembahasan perundingan per-
tanian terkait dengan tiga pilar
utama bidang pertanian, yaitu
Market Access, Domestic Support,
dan Export Competition.

B. Implementasi Perjuangan
Indonesia Melalui Aliansi
Perundingan Pertanian
Indonesia sebagai negara ber-
kembang, menyadari arti penting-
nya bidang pertanian demi ke-
sejahteraan bangsa. Melihat arti
pentingnya bidang pertanian,
Indonesia secara aktif berpartisipasi
aktif dalam berbagai kelompok
aliansi perundingan pertanian,
antara lain: keanggotaan dalam
kelompok G-33, Cairns Group, dan
G-20. Tulisan ini membahas keikut-
sertaan Indonesia dalam dua
kelompok aliansi perundingan
pertanian, yaitu: kelompok G-33,
dan Cairns Group.

Peran Indonesia dalam Kelompok
G-33
Kelompok G-33 adalah aliansi pe-
rundingan pertanian yang anggota-
anggotanya terdiri dari negara-
negara berkembang yang dipimpin
oleh Indonesia, memperjuangkan
Special Products (SP) dan Special
Safeguard Mechanism (SSM)


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 25
sebagai fokus utama perjuangan
kelompok.
Indonesia dan beberapa negara
berkembang telah mengajukan
konsep SP dan SSM untuk me-
lindungi komoditas pangan sensitif,
terhadap produk-produk impor dari
negara yang menerapkan berbagai
subsidi. Sebagian besar negara ber-
kembang berpandangan bahwa
konsep SP akan mampu menjawab
problem pertanian di negara ber-
kembang.
Special Products adalah produk-
produk pertanian tertentu yang
mendapat fleksibilitas dan pe-
ngecualian dalam penurunan tarif,
penjaminan ketahanan pangan
(food security), pembangunan pe-
desaan dan jaminan penghidupan
(livelihood) di negara-negara ber-
kembang. Sebagai konsekuensi dari
perluasan akses pasar, maka
hambatan perdagangan produk
pertanian hanya mengandalkan
tarif karena hambatan non tarif
dihilangkan, sehingga pengecualian
dari penurunan tarif yang terus
menerus menjadi sangat penting.
Dengan adanya SP maka negara
berkembang dapat melakukan tin-
dakan perlindungan yang optimal
bagi produk-produk sensitif yang
terkait erat dengan masalah food
security, poverty alleviation, rural
development, and rural livelihood.
SSM atau mekanisme pengaman
khusus, sebelumnya dikenal
dengan nama SSG (Special Safe-
guard) yang tercantum dalam pasal
5 dalam perjanjian Agreement on
Agriculture (AoA). Pasal tersebut
menetapkan bahwa negara-negara
yang melakukan tarifikasi berhak
untuk menetapkan tarif pengaman-
an (misalnya dengan menaikkan)
ketika terjadi kenaikan impor yang
mendadak dan jatuhnya harga. Saat
ini SSG hanya dimiliki oleh negara
maju dan 21 (duapuluh satu)
negara berkembang. Fasilitas ini
akan berakhir pada tahun 2010.
SSM dimaksudkan untuk me-
lindungi produk-produk pangan
sensitif dari banjir produk impor
murah.
Dalam memperjuangkan konsep SP
dan SSM agar masuk dalam
framework perundingan, Indonesia
bersatu dengan negara ber-
kembang lainnya dalam G-33,
dimana Indonesia sebagai Leader.
Posisi perjuangan G-33 untuk SP
dan SSM telah disepakati bersama
dalam Hymn Sheet G-33 yang
intinya adalah: (i) SP harus merupa-
kan elemen yang berdiri sendiri,
tidak dikaitkan dengan bagian atau
keseluruhan formula pengurangan
tarif dalam pilar akses pasar; (ii) SP
tidak dikenakan komitmen baru
dalam pengurangan tarif dan TRQ;
(iii) produk yang termasuk SP harus
mendapat akses ke Special Safe-
guard Mechanism (SSM); (iv)
produk yang termasuk SP ditentu-
kan sendiri oleh negara ber-


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 26
kembang; (v) semua produk negara
berkembang dapat mengakses ke
SSM; (vi) SSM menggunakan trigger
mechanism yang sederhana; dan
(vii) periode implementasi SSM
harus fleksibel.
Negara-negara maju terus me-
nuntut banyak untuk melemahkan
klausul penting terutama SSM,
bahkan beberapa negara ber-
kembang dengan kepentingan
ekspor juga melakukan tekanan
yang sama seperti halnya negara
maju. Meningkatnya jumlah negara
penentang SP dan SSM, membuat
publik semakin mendukung provisi
perlindungan ini. Tanpa dukungan
organisasi masyarakat sipil untuk
terus mendorong fleksibilitas mak-
simum dari SP dan SSM, tidak me-
ngejutkan jika G-33 akan menyerah
pada permintaan dari negara maju.
Hal ini membuat peran organisasi
masyarakat sipil sangat penting di
berbagai negara untuk menuntut
masing-masing negara agar meng-
akui SP dan SSM. Pada saat yang
sama negara berkembang yang
tergabung dalam G-33 harus terus
melakukan negosiasi semaksimal
mungkin agar SP dan SSM menjadi
benteng pertahanan terakhir dari
upaya untuk perlindungan dampak
liberalisasi sektor pertanian.

Peran Indonesia dalam Cairns
Group
Cairns Group adalah organisasi
negara pengekspor produk-produk
pertanian yang terdiri dari negara
maju dan negara berkembang di
Amerika Latin, Afrika, dan Asia
Pasifik.
Cairns Group berdiri pada tahun
1986. Negara-negara anggota
Cairns Group, antara lain:
Argentina, Australia, Bolivia, Brazil,
Canada, Chile, Colombia, Costa
Rica, Guatemala, Indonesia,
Malaysia, New Zealand, Pakistan,
Paraguay, Peru, Philippines, South
Africa, Thailand, dan Uruguay.
Cairns Group memiliki peranan
penting untuk mendorong negara
anggota WTO dalam mencapai
kesepakatan yang konstruktif pada
perundingan bidang pertanian
Doha. Tujuan Cairns Group adalah
memperjuangkan akses pasar bagi
perdagangan produk pertanian
dalam perundingan perdagangan
multilateral WTO. Cairns Group
memiliki komitmen untuk men-
ciptakan perdagangan yang adil di
bidang pertanian dengan mem-
berikan manfaat yang berkesinam-
bungan bagi perkembangan per-
dagangan dunia dan menyejahtera-
kan kehidupan petani. Cairns Group
juga memperjuangkan :
- penghapusan subsidi domestik;
dan
- penghapusan subsidi ekspor per-
tanian yang selama ini telah
mendistorsi harga produk per-
tanian dunia.


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 27
Kelompok ini berpendapat bahwa
subsidi ekspor dapat menurunkan
harga pasar internasional dari
produk pertanian dan akan
berakibat pada penurunan pen-
dapatan petani dan kontribusi pada
kemiskinan di pedesaan. Selain itu,
penurunan harga akan berbahaya
bagi produksi pangan domestik dari
negara pengimpor dan mengurangi
insentif bagi produsen. Penghapus-
an subsidi ekspor juga diharapkan
akan dapat meningkatkan harga
produk pertanian di pasaran
internasional.
Sebagai kelompok yang mem-
perjuangkan aturan perdagangan
multilateral yang adil dan juga
seimbang, Cairns Group berupaya
mendorong penyelesaian perun-
dingan Putaran Doha (Doha
Development Agenda) yang telah
berlangsung lebih dari tujuh tahun.
Dalam situasi krisis ekonomi global
saat ini, kesepakatan Putaran Doha
dapat menjadi stimulus yang
membantu proses pemulihan
ekonomi dunia serta meningkatkan
kepercayaan pasar atas sistem
perdagangan multilateral. Secara
khusus, Cairns Group juga mem-
perjuangkan dihapuskannya subsidi
pertanian dan subsidi ekspor
produk pertanian yang sangat
besar di negara maju yang telah
mendistorsi perdagangan dunia.
Subsidi tersebut telah menyeng-
sarakan petani miskin di banyak
negara berkembang.
Pada tanggal 7-9 Juni 2009 di Bali,
Indonesia menjadi tuan rumah bagi
Pertemuan Cairns Group Ministerial
Meeting (CGMM). Dan delapan
belas dari sembilan belas negara
anggota Cairns Group menghadiri
pertemuan tersebut, ditambah lagi
beberapa negara mitra dagang
utama yang turut diundang secara
khusus yaitu Menteri Perdagangan
dan Industri India Anand Sharma,
USTR Ron Kirk serta wakil dari Uni
Eropa, Jepang, dan RRT. Selain itu,
Dirjen WTO Pascal Lamy dan Ketua
Perundingan Pertanian WTO, Duta
Besar David Walker juga turut
hadir.
Peran Indonesia dalam keanggota-
an di Cairns Group dipandang
sangat penting, sebagai salah satu
kekuatan ekonomi dan politik yang
terbesar di Asia Tenggara. Diharap-
kan Indonesia dapat menjadi
pendorong bagi Cairns Group untuk
dapat mewujudkan perdagangan
yang adil dalam konteks per-
dagangan multilateral.

C. Penutup
Hasil perundingan di sektor per-
tanian merupakan salah satu syarat
terciptanya sistem perdagangan
multilateral yang adil dan se-
imbang. Sektor pertanian merupa-
kan sektor paling distortif dimana
masih banyak terjadi ketidakadilan
perdagangan terutama di bidang
pertanian. Hal ini mengakibatkan
komoditi pertanian dari negara


BULETIN KPI EDISI-03/KPI/2010 28
berkembang tidak bisa bersaing di
pasar internasional sehingga me-
rugikan para petani kecil dan miskin
di negara berkembang.
Indonesia sebagai negara ber-
kembang, memiliki komitmen
untuk menciptakan perdagangan di
bidang pertanian yang adil dalam
kerangka sistem perdagangan
multilateral. Komitmen Indonesia
ini diwujudkan dalam keikutsertaan
di berbagai kelompok perundingan
pertanian antara lain dalam
kelompok G-33 dan Cairns Group.
Indonesia aktif sebagai Koordinator
Kelompok G-33 yang mem-
perjuangkan mekanisme Special
Products (SPs) dan juga Special
Safeguard Mechanism (SSM). Se-
bagai bagian dari S&D, SP, dan SSM
sangat dibutuhkan negara ber-
kembang untuk melindungi petani
kecil dan miskin dari lonjakan impor
dan juga mengecualikan sebagian
produk pertanian dari pemotongan
tarif. Sasaran akhirnya adalah
menjaga kepentingan ketahanan
pangan (food security), ketahanan
penghidupan (livelihood security),
dan pembangunan pedesaan (rural
development).




Sebagai Ketua kelompok G-33,
peran Indonesia sangat dominan
untuk memperjuangkan SP dan
SSM yang merupakan tujuan utama
kelompok G-33 untuk melindungi
kepentingan petani-petani miskin
sekaligus untuk meningkatkan ke-
sejahteraan negara-negara ber-
kembang agar mampu mendorong
roda perekonomian melalui pe-
ningkatan potensi-potensi ekonomi
di sektor pertanian.
Menyadari arti penting hasil Doha
bagi pembangunan nasional,
Indonesia selama ini selalu me-
nunjukkan komitmen untuk men-
dorong penyelesaian perundingan
melalui partisipasi aktif dan
konstruktif, hal ini tercermin dalam
komitmen Indonesia sebagai
anggota Cairns Group dimana
Australia bertindak sebagai koor-
dinator kelompok. Sebagai negara
terbesar di Asia Tenggara, selain itu
Indonesia juga memiliki komitmen
mendorong penyelesaian DDA
sekaligus memperjuangkan ke-
adilan dalam perdagangan khusus-
nya bidang pertanian.

i

Anda mungkin juga menyukai