Anda di halaman 1dari 7

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV

Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa



KLASIFIKASI KAWASAN KARST MENGGUNAKAN LANDSAT TM 7
DAERAH WONOSARI, YOGYAKARTA

Hadi Purnomo
1
, Sugeng
1

J urusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
UPN Veteran Yogyakarta, jl SWK 104 (Lingkar Utara) CondongCatur 55283, Indonesia
Telp : (0274) 486403, Fax (0274)487816
Email : hadi_p_geo@yahoo.com / sugengrhj@Plasa.Com


Abstract

Until now, karst area is assumed as not suitable for settlement. This research is able to gather information of karst
usage. This research was aimed to determine karst classification based on dale lineament, karst hill and coastal form.
The method of research that use was an image interpretation of Landsat TM7 with lineament analysis of dale and hill of
karst and it was expressed as a roset diagram which was supported by field observation. According to the image
analysis it can be determined that the karst area of Wonosari was classified as three classes: I. Rongkop-Saptosari range,
II. Purwasari-Girisubo range, and III. Wonosari-Semanu-Ponjong range.


Keyword : Roset diagram, Lineament



1. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang
unik dengan kenampakan atau fenomena khas
akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali
CaCO
3
diatas dan dibawah permukaan bumi.
Selain itu, bentang alam seperti karst juga dapat
terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik
misalnya pengikisan, pergerakan tektonik,
pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava).
Karena proses utama pembentukanya bukan
pelarutan, maka bentang alam demikian disebut
pseudokarst (Milanovic, 1996). Sementara itu
karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut
truekarst. (Sari Bahagiarti, 2004).

Salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah
air bawah tanah yang tersimpan dlm bentukan
morfologi karst, dimana batuan karbonat
bertindak sebagai akuifer dengan jumlah
penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis
lain. Air tanah merupakan salah satu unsur
sumber daya alam (Natural Resources) yang
sangat penting keberadaanya untuk kehidupan
makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas
kehidupan.

Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan
perlindungan karst dengan pembagian daerah
karst perlu diperhatikan untuk menunjang
kelestarian daerah karst. Pembagian daerah
telitian berdasarkan Keputusan Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral nomor
1456.K/20/MEM/2000 bab V pasal 12 dan meng-
overlay peta-peta tematik yang ada. Kawasan
karst Perbukitan Seribu di DIY perlu digali
potensi yang terkandung di dalamnya dengan
tetap memperhatikan kelestariannya, yaitu dengan
menggali potensi estetika untuk
dikembangkanmenjadiaset geowisata. Potensi
estetika eksokarst dan endokarst yang terkandung
di kawasan karst Perbukitan Seribu adalah sangat
besar dan masih merupakan aset yang penting
untuk perencanaan geowisata daerah.

1.2. TUJUAN

Tujuan penelitian adalah untuk
mengklasifikasikan kawasan karst berdasarkan
kelurusan-kelurusan bukit dan lembah melalui
interpretasi citra Landsat TM 7.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 41
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

1.3. PERUMUSAN MASALAH

Kelurusan struktur (lineament) merupakan
kenampakan kelurusan yang dapat dipetakan
menggunakan citra Landsat TM, lineament bisa
menunjukkan sesar, kekar dan rekahan (struktur
retakan).

Rekahan di atas permukaan sebagai media
masuknya air permukaan ke dalam tanah yang
akhirnya akan terkumpul pada akifer rongga (gua-
gua) yang akhirnya akan membentuk aliran air
tanah bawah permukaan

Pengklasifikasian daerah karst ini perlu
dilkakukan untuk mengetahui potensi yang
terkandung di dalamnya dengan tetap
memperhatikan kelestarian daerah telitian yaitu
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.

I.4. METODOLOGI

Pegumpulan data-data sekunder yaitu
pengumpulan peta-peta tematik yang berkaitan
dengan potensi karst . Metode interpretasi litologi
dan kelurusan (lineament) secara visual
Interpretasi geologi dilakukan dengan kunci untuk
menginterpretasikan suatu kenampakan pada citra
seperti rona, tekstur, pola, ukuran, dan asosiasi,
diisamping itu di dalam interpretasi geologi juga
memakai unsur penunjang antara lain: analisa
bentuk lahan, analisa pola pengaliran dan
vegetasi.

Metode interpretasi secara manual yang dilakukan
meliputi:
Teknik pemfilteran (filtering) ;ipe filter yang
digunakan mengacu pada model klasifikasi filter
yang dikembangkan oleh Sabins.J r, 1996 yaitu
filter directional dan filter non directional.
Metode ini untuk mengetahui lineament dan
batas-batas litologi.

2.TATANAN GEOLOGI

2.1. Fisiografi

Berdasarkan sosiografi regional, kondisi
geomorfologi daerah penelitian berada di zona
pegunungan selatan J awa Tengah-J awa Timur
(Van Bemmellen, 1949). Pegunungan ini menurut
Van Bemmellan dibagi menjadi tiga sub zona,
yaitu:
Zona Utara, disebut Zona Baturagung dengan
ketinggian 200-700 m diatas permukaan laut,
meliputi Kecamatan Patuk, Nglipar, Gendangsari,
Ngawen, Semin, dan Pojong bagian utara.
Zona Tengah, disebut Zona Ledoksari
dengan ketinggian 150-200 m diatas permukaan
laut meliputi Kecamatan Playen, Wonosari,
Karangmojo, Pojong bagian tengah dan Semanu
bagian utara.
Zona Selatan, disebut Zona Gunung
Seribu dengan ketinggian 100-300 m diatas
permukaan laut, meliputi Kecamatan Pangang,
Paliyan, Tepus Saptosari, Rongkop, Semanu
bagian selatan dan Pojong bagian selatan.
Sub zona Gunungsewu merupakan perbukitan
karst berporos relatif barat-timur, dengan beda
ketinggian 10-100 m. Bukit-bukit kapur yang
berjajar di dalamnya berdiameter 50-300 m.
Meskipun luas keseluruhannya lebih kurang 1.485
km
2
, area Gunungkidul yang berada di daerah
karst hanyakurang lebih 800 km
2
(sisi selatan),
terdiri dari kurang lebih 45.000 bukit besar dan
kecil (jumlah ini ditaksir dari foto udara).

2.2.Stratigrafi

Stratigrafi Regional daerah penelitian berada pada
daerah pegunungan selatan yang berumur
diperkirakan berumur Tersier. Batuan tertua yang
tersingkap di Kabupaten Gunungkidul yang
berumur Eosen akhir hingga miosen awal. Batuan
penyusun dari batuan dasar ini adalah Formasi
Gamping Wungkal, Formasi Kebobutak, Formasi
Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran,
Formasi Sambipitu, Formasi Wuni, Formasi Oyo.
Kemudian diatasnya diendapkan Formasi
Wonosari, dan Formasi Kepek.

1. Formasi Gamping Wungkal
Menempati bagian terkecil sebarannya dibagian
Timur Laut dan daerah Inventarisasi. Batuan
penyusunnya dibagian bawah napal pasiran
dengan lensa batugamping, sedangkan bagian
atasnyaperselingan batupasir, batulanau, dan lensa
batugamping.

2. Formasi Mandalika
Dijumpai setempat dengan sebaran terbatas
dibagian Timur Laut daerah Inventerisasi. Batuan
pembentuknya umumnya leleran piroklastik yang
diendapkan dilingkungan darat, dicirikan oleh
lava andesit dan tuff dasit dengan retas diorit.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 42
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Umur batuan tersebut diperkirakan Oligosen
Akhir (Sartono, 1964) atau mungkin hingga
Miosen Awal. Formasi Mandalika tersebut
tertindih oleh satuan batuan yang berumur Miosen
yang termasuk dalam formasi Wuni, Formasi
Semilir dan Formasi Wonosari. Nama lain satuan
ini adalah Old Andesite Formation
(Bemmellen, 1949).

3. Formasi Nglanggran
Terdiri dari breksi gunung api, angglomerat dan
lava andesit-basalt dan tuff. Batuan ini menempati
bagian utara daerah Inventarisasi tersingkap di
Sungai Dengkeng, Kecamatan Nglipar. Batuan
pembentuk utamanya breksi gunung api, tidak
berlapis, dengan komponen dari batuan andesit
hingga basal, berukuran 2 hingga 50 sentimeter.
Lensa batugamping koral terdapat di bagian
tengah dari satuan ini. Batupasir gunung api
epiklastika dan tuff berlapis baik terdapat sebagai
sisipan dan sebarannya setempat. Struktur
sedimen perairan sejajar, perlapisan bersusun, dan
cetakan beban memberikan indikasi adanya aliran
longsoran (debris flow). Pada lapisan bagian atas
permukaannya ererosi yang menunjukan adanya
arus kuat. Hadirnya batugamping koral
menunjukkan lingkungan laut. Lingkungan
pengendapan batuan ini adalah laut yang disertai
dengan longsoran bawah laut.

Formasi semilir ditindih selaras oleh satuan
batuan gunung api yang dikenal sebagai Formasi
nglanggaran. Satuan ini tidak mengandung fosil,
dan umurnya diduga akhir Miosen Awal hingga
permulan Miosen Tengah (Samosusastro, 1956).
Formasi Nglanggaran berlokasi tipa di Gunung
Nglanggran, di Pematnag Baturagung Utara
Wonosari.

Formasi Nglanggran berumur Miosen Awal
hingga Miosen Tengah, ketebalannya sekitar 530
meter, Formasi ini menjemari dengan Formasi
semilir, tertindih selaras dengan formasi
Sambipitu, selanjutnya tertindih tidak selaras
dengan Formasi Oyo dan Formasi Wonosari.

4. Formasi Semilir
Tediri dari tuff, breksi batuapung dasitan,
batupasir tuffaan dan serpih batuan ini menempati
bagian utara dari bagian daerah inventarisasi.
Formasi ini di bagian bawahnya mempunyai
struktur sedimen berlapis baik, perairan, silangsiur
berskala menengah dan permukaan erosi. Lignit
yang berasosiasi dengan batupasir tufa gampingan
dan kepingan koral pada breksi gunung api
mewarnai satuan ini pada bagian tengan. Bagian
atas satuan ini terdapat batulempung dan serpih,
ketebalannya sekitar 15 sentimeter, mempunyai
struktur longsoran bawah laut. Secara keseluruhan
ketebalan satuan ini diperkirakan 460 meter.

Formasi Semilir menindih selaras Foermasi
Kebobutak, secara setempat tidak selaras,
kemudian menjemari dengan Formasi Nglanggran
dan Formasi Oyo menindih secara tidak selaras.
Formasi Semilir menindih selaras satuan di
bawahnya. Runtutannya terdiri dari tuff, serpih,
tuff batuapung dasitik, breksi dasitik, breksi
batuapung, batupasir, dan batulempung. Bothe
(1928) menyebutkan jika satuan ini jarang
mengandung fosil dan beberapa jenis foraminifera
yang ditemukannya menunjukkan lingkungannya
adalah laut. Ismoyowati & Sumarno (1975)
menemukan satuan yang berlokasi tipe di gunung
semilir (Pematang Baturagung) ini merupakan
endapan turbidit yang terbentuk di lingkungan
Bathial (Ismoyowati & Sumarno, 1975 ; Rahardjo
1995).

5. Formasi Sambipitu
Terdiri dari batupasir dan batulempung. Satuan ini
menempati bagian utara. Satuan ini bagian
bawahnya disusun oleh batupasir kasar tidak
berlapis dan batupasir halus, secara setempat
diselingi serpih, batulanau gampingan, lensa
breksi andesit, klstika lempung dan fragmen
karbon.

Arus turbidit telah membentuk struktur sedimen
perlapisan bersusun, perairan sejajar, dan
gelembur gelombang. Bagian atas dari satuan ini
terdapat struktur sedimen perlapisan bersusun,
perairan sejajar, silang siur dan gelembur
gelombang yang memberikan indikasi adanya
endapan longsoran bawah laut kemudian
berkembang menjadi arus turbidit. Runtutan
sedimen klasik Formasi Sambipitu menindih
selaras satuan gunung api di bawahnya. Formasi
Sambipitu mempunyai lokasi tipe di Desa
Sambipitu, Utara Wonosari. Umur satuan ini
diperkirakan Miosen Tengah dengan ketebalan
sekitar 230 meter.

6. Formasi Wuni
Terdiri dari agglomerat bersisipan batupasir tuffan
dan batupasir kasar. Satuan ini menempati secara

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 43
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

terisolasi di bagian selatan. Bagian bawah satuan
ini disusun oleh breksi agglomerat, kayu dan
bongkah terkersikan. Komponen agglomerat
terdiri dari andesit dan basal berukuran 10 hingga
15 sentimeter, setempat bisa mencapai 2 meter.
Bagian tengah satuan ini terdapat sisipan
batupasir tuffan, batulanau dan konglomerat.
Sisipan batugamping koral menempati bagian atas
satuan ini.

Ketebalan satuan ini diperkirakan 150 meter.
Satuan ini ke arah barat berubah menjadi formasi
Nglanggran, namun sulit dibedakan. Formasi ini
menjemari dengan Formasi Wonosari.

7. Formasi Oyo
Disusun oleh sedimen klasik gampingan terdiri
dari batupasir gampingan, batugamping tuffaan,
batugamping berlapis bersisipan napal dan tuff.
Pengendapan batugamping ini berbarengan
dengan aktifitas gunung api sehingga tuff
mewarnai endapan ini. Semakin ke arah atas
unsur material gunung api berkurang.

Kemiringan lapisan ke selatan dengan derjat
kemiringan 20
0
- 25
0
. lapisan ini mudah dikenali
di lapangan sepanjang singkapan di Kali Oyo.
Pada batupasir gampingan, batugamping berlapis
dan napal banyak dijumpai kandungan fosil.

Formasi Oyo yang manindih tidak selaras dengan
satuan klasik dibawahnya terdiri dari batupasir
tuffaan, napal tuffaan, batugamping dan
konglomerat, bersisipan tuff, konglomerat
batugamping dan breksi gampingan. Satuan ini
berlokasi tipe di Sungai Oyo di Gunung Tugu dan
Gunung Temas (perbukitan Bayat), Rahardjo
(1995) menjumpai batugamping tuffaan berlapis
bersisipan nepal ; sedang di Gunung kampak ia
mengamati adanya perubahan fasies batugamping
menjadi batugamping algae dan batugamping
oral, sehingga lingkungannya berhimpun dengan
terumbu.

8. Formasi Wonosari
Disusun oleh batugamping baik batugamping
berlapis maupun batugamping terumbu,
batugamping napalan dan batugamping
konglomeratan. Satuan ini juga terdapat batupasir
tuffaan dan lanau. Foermasi wonosari di bagian
Selatan menempati perbukitan Karst dominannya
disusun oleh batugamping terumbu yang bersifat
pejal (bioherm) menunjukkan lingkungn
pengerndapannya relatif stabil sehingga terumbu
batugamping tumbuh secara sempurna. Pada
bagain lereng-lereng bukit terjal biasanya disusun
oleh batugamping konglomeratan sebagai endpan
hancuran berupa talus yang mengelilingi bukit
tubuh terumbu tersebut.

9. Formasi Kepek
Penyusun utama Formasi Kepek adalah selang-
seling antara lempung, napal pasiran dan
batugamping berlapis .Formasi ini siendapkan
dalam lingkungan laut dangkal terisolasi


3. PEMBAHASAN DAN ANALISIS

3.1 Geologi

Berdasarkan interpretasi citra landsat TM 7 maka
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4. (empat)
satuan batuan:
1. Satuan breksi pada citra umumnya nampak
adanya pola lembah yang lurus dan sejajar serta
bentuk bukitnya lurus dan lebar.
Satuan ini menenpati di sebelah utara pantai
parangtritis sampai panggang dan disebelah timur
Wonosari.
2. Satuan batupasir satuan ini dapat
diinterpretasikan dengan mudah dari pembuatn
citra komposit saluran 457, satuan ini terdapt di
sebelah barat daya Wonosari.
3.Satuan batugamping berlapis pada citra nampak
bentuk bukit umumnya berbentuk melengkung,
satuan ini terdapat di daerah wonosari.
4.Satuan batugamping terumbu, pada citra
nampak dari bentuk lembah dan bentuk-bentuk
bukit yang berupa menara, asimetri , dan
poligonal, terdapatnya lembah-lembah yang
melingkar seperti uvala dan dolina. Penjajaran
bukit-bukit nampak jelas dan dapat
diinterpretasikan lewat citra. Penyebaran
batugamping terumbu ini mulai sebelah timur
pantai Parangtritis sampai daerah Sadeng.

3.2. Pola Kelurusan

Pola kelurusan yang berupa lembah dan
perbukitan dapat dikelompokkan menjadi 4
(empat).
1.Pola kelurusan lembah dan bukit yang arahnya
umumnya utara - selatan (N 3
0
E) . (gambar 1 A &
B) , pola ini terdapat di sekitar pantai Parangtritis
sampai daerah panggang di kecamatan Purwosari

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 44
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

yang terdiri dari satuan breksi dan satuan
batugamping berlapis.
2.Pola kelurusan lembah arah umumnya N 330
0
E
dan bukit yang arah umumnya N 335
0
E,
(Gambar 2 A & B), pola ini terdapat mulai dari
daerah di kecamatan Saptosari dan kecamatan
Tanjungsari. Pola kelurusan lembah dan bukit
umumnya panjang-panjang. Satuan batuan berupa
batugamping terumbu.
3.Pola kelurusan lembah N 282
0
E dan bukit yang
arah umumnya N 5
0
E , (gambar 3 A &B), pola
ini terdapat di daerah kecamatan Girisobo, bentuk
lembah dan bukit panjang. Pola ini menempati
satuan batugamping terumbu.
4. Pola kelurusan lembah yang arah umumnya N
40
0
E ( gambar 4) dan kenmpakan bukitnya
berbentuk melengkung. Pola ini menempati
satuan batugamping berlapis.

3.2 Bentuk Pantai

Berdasarkan interpretasi citra bentuk pantai dapat
digolongkan menjadi 3 :
1. Pantai curam dan lurus, pantai ini terdapat
disebelah timur Parangtritis sampai sebelah barat
pantai Baron.
2.Pantai landai - curam, pantai ini dicirikan oleh
adanya beberapa teluk, pada citra nampak pantai
berkelok, pantai ini terdapat di Saptosari dan
Tanjungsari.
3.Pantai landai - curam, pantai ini disamping
adanya teluk juga tanjung, pada citra nampak
pantai yang berkelok. Pantai ini terdapat di
Girisobo.

3.3 Klasifikasi

Pengklasifikasian daerah karst berdasarkan pada
keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
Mineral 1456.k/20/MEM/2000 tentang pedoman
pengelompokan kawasan karst:
1. Kawasan karst kelas 1
Berfungsi sebagai kawasan yang menyimpan air,
terdapat gua-gua dan sungai bawah tanah yang
aktif, gua-gua yang ada peninggalan sejarah.
Berdasarkan hasil penelitian dari pola kelurusan
lembah (sturktur) dapat dilihat bahwa kelurusan di
daerah ini umumnya panjang dan lebar, pola
demikian dapat diterangkan bahwa proses
pelarutan di daerah ini berjalan sangat intensif,
dengan lembah yang luas akan sangat mudah
untuk menampung air hujan yang kemudian
diteruskan melalui pori=pori gerowong yang pada
akhirnya akan membentuk sitem pol pengaliran
dibawah tanah. Pantai yang masuk ke daratan
akan mempunyai flora dan fauna yang khas. 4.
Terdapatnya sungai permukaan yang tiba-tiba
hilang merupakan salah satu ciri adanya sungai
bawa tanah .
2. Kawasan karst kelas 2.
Kawasan ini mempunyai kritreria sebagai
pengimbuh air bawah tanah, mempunyai jaringan
gua-gua yang tidak aktif. Kawasan ini terdapat di
daerah Purwosari dan Girisobo dari citra bahwa
pola kelurusan lembah pendek dan sempit yang
menidenditikasikan bahwa daerah ini bukan
merupakan daerah penyimpan air. Keberadaan
batugamping di sini berbeda dengan batugamping
di kawasan kelas 1, dikawasan kelas 2
batugampingnya relatif lebih tipis karena berada
di daerah tinggian, sehingga proses pelarutan pada
daerah lembah tidak seintensif pada kawasan
kelas 1.
3. Kawasan karst kelas 3
Kawasan ini tidak memiliki kriteria seperti diatas,
kawasan ini terletak di daerah Wonosari yang
dicirikan olah adanya bukit-bukit yang bentuknya
melengkung. Bentuk bukit yang demikian
disebabkan karena daerah ini terdiri dari
perselingan batugamping berlapis, batupasir
gampingan dan napal. Yang mempunyai tingkat
pelarutan yang berbeda.

4. KESIMPULAN

dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pemfilteran akan membantu menajamkan pola
kelurusan lembah dan bukit.
2. Pengelompokan arah kelurusan lembah dan
bukit dapat membantu di dalam pengkelasan
kawasan karst.
3.Bentuk pantai dapat dibagi 2 yaitu curam dan
landai - curam.

5. DAFTAR PUSTAKA

Edward A. Beaumont and Norman H. Foster,
1992, Remote Sensing, The American Association
of Petroleum Geologist, Oklahoma, USA.

Gabrielsen,R.H. 1990. characteristic of joints and
faults. Rock J oint. Balkema,Roterdam ; barton &
Stephansson Ltd.



Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 45
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

J uhari Mat Akhir & Ibrahim Abdullah. 1997.
Geological applications of landsat thematic
mapper imagery-mapping and analysis lineaments
in Northwest Peninsular Malaysia. Proceeding of
The 18
th
Asian Conference


Kusumayudha, S.B., MT.Zen, S.Notosiswoyo,
R.S. Gautama, 2000, Potensi air tanah 1998 -
1999 Sub Sistem Wonosari - Baron Daerah
Gunungsewu, Pegunungan Selatan, Pros
Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XXIX, Hal 203
- 209.

Ravi P. Gupta , 1991, Remate Sensing Geology,
Springer - Verlag Berlin.

Sabins, 1996, Remote Sensing Principles and
Interpretation, W.H. Freeman and Company, New
York.

Smith,W.L. 1977. Remote-sensing application for
mineral exploration. Dowden,Hachison & Ross,
Inc. Pennsylvania.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 46
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

LAMPIRAN


3
3
3 3
6
6
6 6
9
9
9 9
12
12
12 12
1
1
N
S
E W
Apparent Strike
15 maxplanes / arc
at outer circle
Trend / Plunge of
Face Normal = 0, 90
(directed awayfromviewer)
No Bias Correction
62 Planes Plotted
Within45 and 90
Degrees of Viewing
Face

Gambar 1 A

3
3
3 3
6
6
6 6
9
9
9 9
12
12
12 12
1
1
N
S
E W
Apparent Strike
15 maxplanes / arc
at outer circle
Trend / Plunge of
Face Normal = 0, 90
(directed awayfromviewer)
No Bias Correction
21 Planes Plotted
Within45 and 90
Degrees of Viewing
Face


Gambar 2A

2
2
2 2
4
4
4 4
6
6
6 6
8
8
8 8
1
1
N
S
E W
Apparent Strike
10 maxplanes / arc
at outer circle
Trend / Plunge of
Face Normal = 0, 90
(directed awayfromviewer)
No Bias Correction
22 Planes Plotted
Within45 and 90
Degrees of Viewing
Face


Gambar 3A




Gambar Klasifikasi Kawasan Karst


Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 47

Anda mungkin juga menyukai