Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 1 / 18
Rancangan Bentuk Badan Anti Korupsi
Dirancang dari Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional Edisi Maret 1999 1
A. STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI NASIONAL VERSI BPKP 1. Metodologi Untuk merumuskan Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional sebagaimana telah diterbitkan oleh BPKP dalam edisi Maret 1999, sejumlah langkah telah dilakukan sebagai berikut: Pengumpulan data dan informasi dasar: - Mengumpulkan berbagai macam definisi/pengertian korupsi, - Mengkaji hasil-hasil pemeriksaan BPKP, - Mengkaji hasil-hasil kerja Kejaksaan Agung, - Mengumpulkan berbagai persepsi masyarakat Indonesia - Mengumpulkan beberapa persepsi masyarakat internasional terhadap Indonesia, - Menganalisis dan mengklasifikasi modus operandi korupsi di Indonesia, - Mempelajari pemberantasan korupsi sebelum dan di awal Orde Baru, - Mempelajari pemerantasan korupsi selama Orde Baru, - Menganalisis peraturan perundang-undangan yang masih berlaku, - Mengumpulkan pendapat/pandangan dari orang-orang prominen, - Mengumpulkan visi anti korupsi dari berbagai pihak di Indonesia, - Mengkaji perkembangan politik terakhir (masa Presiden B.J. Habibie), - Mempelajari visi masyarakat internasional dalam anti korupsi, - Mempelajari pengalaman negara-negara lain dalam pemberantasan korupsi, - Mempelajari beberapa teori tentang korupsi, - Mempelajari langkah-langkah masyarakat internasional dalam memerangi pencucian uang. Membuat analisis-analisis yang kemudian menjadi dasar perumusan strategi: - Mengkaji sebab-sebab terjadinya korupsi, - Mengkaji sebab-sebab kegagalan penanggulangan korupsi selama ini, - Mempelajari kekeliruan penerapan UU 3/1971, - Mengkaji kesulitan pembuktian, - Mengkaji masalah majemen SDM dan penggajian PNS, - Mengkaji sistem-sistem transaksi uang di Indonesia, - Mengkaji masalah kode etik di sektor publik, prapol, profesi, dan asosiasi bisnis, - Mengkaji masalah pelaporan kekayaan pribadi, - Mengkaji peran berbagai pihak dalam pemberantasan korupsi, - Mebuat analisis kelembagaan untuk pemberantasan korupsi.
1 Dipresentasikan oleh Amien Sunaryadi, Ak, MPA, CISA, seorang akuntan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pemikiran tentang bentuk Badan Anti Korupsi dalam paper ini didasarkan pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional edisi Maret 1999 yang diterbitkan oleh BPKP dengan sejumlah modifikasi. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 2 / 18 Merumuskan strategi: - Kemauan politik, - Entry point, - Strategi pemberantasan korupsi nasional: Preventif, Detektif, dan Represif. Dalam proses perumusan strategi tersebut, dukungan, kerja sama dan bantuan dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dirasakan sangat signifikan. Hal itu dikarenakan adanya kesamaan visi dan pemikiran tentang pemberantasan korupsi antara Tim BPKP dengan Tim MTI. 2. Entry Point Persyaratan dasar untuk dapat mulai dilakukan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah adanya kemauan politik (political will). Kemauan politik yang harus ditunjukkan adalah kemauan politik dari pihak MPR, DPR, Presiden, Mahkamah Agung, BEPEKA, dan DPA. Setelah adanya kemauan politik, untuk memulai pelaksanaan pemberantasan korupsi secara nasional, perlu ada suatu entry point yang dapat menjadi tanda bagi seluruh komponen bangsa Indonesia bahwa kita memulai melakukan usaha pemberantasan korupsi secara serius. Apabila semua komponen bangsa sudah dapat melihat tanda itu, maka diharapkan semua komponen bangsa tersebut akan mau berpartisipasi secara serius sesuai dengan peran masing-masing. Entry point yang diusulkan adalah: - Adanya suatu strategi pemberantasan korupsi yang disepakati dan disosialisasikan secara nasional. Berdasarkan strategi nasional ini, setiap komponen bangsa akan dapat mengetahui peran apa yang perlu dimainkan oleh masing-masing komponen bangsa tersebut, - Adanya upaya nyata untuk memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat, - Adanya upaya nyata untuk memperkuat Mahkamah Agung dan Pengadilan di bawahnya, - Pembentukan Badan Anti Korupsi, - Catch some big fishes. 3. Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional Strategi pemberantasan korupsi yang diusulkan oleh BPKP terdiri dari strategi preventif, detektif, dan represif yang rinciannya adalah sbb.: UPAYA-UPAYA STRATEGI PREVENTIF: P-1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat. P-2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran Pengadilan di Bawahnya. P-3. Meneliti sebab-sebab korupsi secara terus-menerus. P-4. Pembangunan kode etik di sektor publik. P-5. Pembangunan kode etik di sektor parpol, organisasi profesi dan asosiasi bisnis. P-6. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional. P-7. Penyempurnaan manajemen SDM dan peningkatan gaji pegawai negeri. P-8. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas bagi instansi pemerintah. P-9. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen. P-10. Penyempurnaan manajemen aktiva tetap milik negara. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 3 / 18 P-11. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. P-12. Upaya-upaya preventif lainnya. UPAYA-UPAYA STRATEGI DETEKTIF: D-1. Perbaikan sis tem dan tindaklanjut atas pengaduan dari masyarakat. D-2. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu. D-3. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik. D-4. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti-korupsi dan anti-pencucian uang di masyarakat internasional. D-5. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional. D-6. Peningkatan kemampuan APFP dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. D-7. Upaya-upaya detektif lainnya. UPAYA-UPAYA STRATEGI REPRESIF: R-1. Pembentukan Badan Anti Korupsi. R-2. Penyidikan, penuntutan, peradilan, penghukuman beberapa koruptor besar. R-3. Penentuan jenis -jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas. R-4. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik. R-5. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus-menerus. R-6. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu. R-7. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya. R-8. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas Penyidik Tindak Pidana Korupsi dengan Penyidik Umum, PPNS, dan Penuntut Umum. R-9. Upaya-upaya represif lainnya. B. STRUKTUR ORGANISASI BADAN ANTI KORUPSI Seperti yang dapat dilihat pada rincian strategi pemberantasan korupsi di bagian sebelum ini, sebuah Badan Anti Korupsi perlu dibentuk. Kesimpulan perlunya pembentukan sebuah Badan Anti Korupsi tersebut didasarkan pada analisis kelembagaan yang menghasilkan kesimpulan akhir bahwa institusi-institusi yang sudah ada (BEPEKA, Kejaksaan Agung, POLRI, dan BPKP) ternyata bukan merupakan pilihan yang paling baik sehingga diperlukan dibentuk sebuah Badan Anti Korupsi. 1. Metode perancangan struktur organisasi Badan Anti Korupsi Dalam merancang struktur organisasi BAK di bawah ini, metodologi yang dipakai dikembangkan dari metodologi organisation design yang dikemukakan oleh Peterson. Metodologi yang dipakai adalah sbb.: - Berdasarkan analisis-analisis yang mendasari strategi pemberantasan korupsi nasional dan berdasarkan rumusan strategi pemberantasan korupsi nasional itu sendiri, dapat dirumuskan fungsi-fungsi yang harus ada sebagai bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi secara nasional. - Setelah fungsi-fungsi tersebut diidentifikasi, kemudian ditentukan institusi yang paling tepat untuk menjalankan masing-masing fungsi. - Kemudian, seluruh fungsi-fungsi yang menjadi bagian yang harus dijalankan oleh Badan Anti Korupsi dikumpulkan. - Terhadap fungsi yang menjadi bagian Badan Anti Korupsi yang sudah dikumpulkan tersebut kemudian dilakukan grouping. Setelah dilakukan grouping Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 4 / 18 ini, kemudian dilakukan relasi ulang dengan rincian strategi pemberantasan korupsi nasional sebagai upaya untuk refining group yang dihasilkan. - Setelah dilakukan grouping dan refining dari fungsi-fungsi tersebut selesai dilakukan, kemudian dirumuskan struktur organisasi Badan Anti Korupsi yang paling sesuai. - Setelah terbentuk struktur organisasi Badan Anti Korupsi, kemudian dilakukan relasi ulang dengan rincian strategi pemberantasan korupsi nasional dan analisis yang mendasari strategi tersebut sebagai upaya untuk merumuskan fungsi-fungsi dari Divisi-Divisi Badan Anti Korupsi dan spesifikasi-spesifikasi lainnya. 2. Fungsi-Fungsi Pemberantasan Korupsi Nasional Fungsi-fungsi yang sangat diperlukan untuk pemberantasan korupsi nasional adalah sebagai berikut: FUNGSI-FUNGSI KUNCI UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI SECARA NASIONAL Unit Pelaksana selama ini Unit Pelaksana Yad A. Menangani Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional: 1 Mengidentifikasi atas jenis, modus operandi, volume dan penyebaran praktek-praktek korupsi secara nasional. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 2 Menetapkan jenis-jenis korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas secara bertahap. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 3 Menetapkan instansi pemerintah dan kenegaraan serta bidang/prosedur dalam skala nasional yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya korupsi. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 4 Merumuskan bentuk-bentuk prosedur preventif standar yang tepat untuk diterapkan pada organisasi-organisasi publik . Tidak Ada Badan Anti Korupsi 5 Melakukan penyuluhan dan pembinaan agar organisasi publik dapat mencegah terjadinya korupsi di dalam organisasi masing-masing. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 6 Menganalisis sebab-sebab terjadinya korupsi secara periodik, dan juga mengajak para peneliti untuk mengidentifikasi sebab- sebab terjadinya korupsi dan mengukur signifikansi sebab- sebab tersebut secara periodik. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 7 Merancang bentuk-bentuk koordinasi kegiatan-kegiatan pemberantasan korupsi, baik pada tahap preventif, detektif, dan represif. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 8 Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pemberantasan korupsi, baik pada tahap preventif, detektif, dan represif. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 9 Merumuskan dan memutakhirkan Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional. (Termasuk merumuskan bentuk-bentuk strategi Preventif, Detektif, dan Represif) Tidak Ada Badan Anti Korupsi 10 Memantau dan menyajikan laporan pelaksanaan (progress report) pemberantasan korupsi secara nasional. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 11 Mengkaji dan mengevaluasi efektivitas Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional secara terus-menerus. Tidak Ada Badan Anti Korupsi B. Memantau Kekayaan Pemegang Jabatan dan Fungsi Publik: 1 Mengidentifikasi jabatan-jabatan dan fungsi-fungsi publik yang memiliki potensi untuk terlibat atau terjadinya korupsi. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 2 Menetapkan jabatan-jabatan dan untuk fungsi-fungsi publik yang memiliki potensi untuk terlibat atau untuk terjadinya korupsi dan selanjutnya menetapkan pemegang jabatan dan UU 28/1999* Badan Anti Korupsi Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 5 / 18 fungsi yang wajib mengirimkan laporan kekayaan pribadinya. 3 Mengelola laporan kekayaan pemegang jabatan dan fungsi publik. KPKPN* Badan Anti Korupsi 4 Mengevaluasi, menganalisis dan menguji kebenaran laporan kekayaan pemegang jabatan dan fungsi publik. KPKPN* Badan Anti Korupsi C. Melaksanakan Fungsi Intelejen & Mengembangkan Sistem Pengamanan Transaksi Nasional:
1 Mengevaluasi sistem-sistem nasional yang terkait dengan penyelenggaraan transaksi-transaksi bernilai uang untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan sistem pengendaliannya. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 2 Menetapkan instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan penyelenggaraan transaksi-transaksi bernilai uang yang harus menginformasikan adanya transaksi-transaksi yang mencurigakan terkait dengan korupsi. Batasan-batasan transaksi-transaksi yang mencurigakan tersebut dirumuskan secara jelas dan tertulis. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 3 Mengamati, memantau, menganalisis, dan menelusuri transaksi-transaksi bernilai uang yang signifikan untuk mendeteksi apabila terdapat transaksi-transaksi yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Pengamatan ini dilakukan dengan melalui dibentuknya Badan Pencatat Transaksi keuangan Tidak Ada Badan Anti Korupsi 4 Mengamati, memantau, menganalisis, dan menelusuri transaksi-transaksi bernilai uang secara aktif yang dilakukan secara sampling. Tidak Ada Badan Anti Korupsi 5 Menerima informasi-informasi dari masyarakat berkaitan dengan indikasi perkara tindak pidana korupsi untuk kemudian dianalisis dan diuji tentang akurasi dan signifikansinya sebagai bahan penentuan langkah-langkah lebih lanjut. Menko Wasbangpan; Kejaksaan Agung Badan Anti Korupsi D. Melaksanakan Sebagian Dari Fungsi Penegakan Hukum (Sistem peradilan Pidana):
1 Mendeteksi, mengidentifikasi atau melaksanakan fungsi intelejen untuk menemukan tindak pidana korupsi Kejaksaan Agung; POLRI; APFP; BEPEKA; Masyarakat; Pejabat/ Manajemen; Badan Anti Korupsi; Kejaksaan Agung; POLRI; APFP; BEPEKA; Masyarakat; Pejabat/ Manajemen; 2 Melaksanakan penyelidikan atas tindak pidana korupsi. Kejaksaan Agung; POLRI Badan Anti Korupsi 3 Melaksanakan penyidikan atas tindak pidana korupsi. Kejaksaan Agung; POLRI Badan Anti Korupsi 4 Melaksanakan penuntutan atas tindak pidana korupsi Kejaksaan Agung Kejaksaan** Agung E. Memantau dan mengevaluasi efektivitas Unit Pelaksana fungsi- fungsi kunci:
1 Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kejaksaan Agung, BPKP** BPKP Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 6 / 18 2 Memantau, mengevaluasi secara khusus efektivitas pelaksanaan tugas dan efektivitas kewenangan Badan Anti Korupsi. Tidak Ada SubKomisi Khusus di DPR 3 Memantau secara khusus penggunaan kewenangan Badan Anti Korupsi dikaitkan dengan Hak Azasi Manusia. Tidak Ada KOMNAS HAM 4 Memeriksa pertanggungjawaban penggunaan dana pada BPKP, Kejaksaan Agung, POLRI, Badan Anti Korupsi, dll. BEPEKA BEPEKA
* Pada waktu buku SPKN edisi Maret 1999 diterbitkan KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara) masih belum dibentuk. Pada waktu itu fungsi-fungsinya dilakukan oleh MENKO WASBANGPAN, walaupun tidak efektif. ** Penuntutan tetap ada di tangan Kejaksaan Agung. Pengalihan ke pihak lain akan mencakup perubahan atau revisi terhadap ketentuan Hukum Acara Pidana yang menjadikan tidak mungkin diterapkan dalam jangka waktu beberapa tahun setelah Badan Anti Korupsi berdiri. Akibatnya, pengalihan kewenangan penuntutan dari Kejaksaan Agung ke pihak lain akan tidak mungkin dilaksanakan. Jadi, kewenangan penuntutan tetap berada di Kejaksaan Agung. Hal ini juga memungkinkan untuk melihat apakah peningkatan kinerja penuntutan akan dapat terjadi, setelah adanya BAK karena Kejaksaan Agung akan dimungkinkan untuk berkonsentrasi pada urusan hukumnya (penuntutan), tidak pada pencarian buktinya (penyidikan). Apabila tidak ada peningkatan, maka harus ditinjau lagi di beberapa tahun mendatang untuk memutuskan apakah kewenangan penuntutan tersebut perlu dialihkan ke Badan Anti Korupsi atau tidak. Setelah fungsi-fungsi yang sangat diperlukan untuk pemberantasan korupsi tersebut diidentifikasi, kemudian ditentukan institusi yang saat ini sudah menjalankannya. Setelah itu, baru ditentukan institusi yang harus menjalankannya di masa yang akan datang. Berdasarkan hal itu, pada akhirnya dapat diidentifikasi keseluruhan fungsi-fungsi yang merupakan bagian dari Badan Anti Korupsi. 3. Grouping Fungsi-Fungsi Yang Merupakan Bagian Badan Anti Korupsi Dari fungsi-fungsi yang menjadi bagian dari Badan Anti Korupsi, kemudian dilakukan grouping dengan hasil sebagai berikut: - Menangani fungsi pengembangan strategi pemberantasan korupsi nasional, - Menangani fungsi pengembangan upaya preventif, - Menangani fungsi intelijen anti korupsi, - Menangani fungsi penyidikan korupsi. Grouping tersebut menghasilkan struktur organisasi Badan Anti Korupsi yang pada unit operasionalnya setidak-tidaknya terdapat divisi Pengembangan Strategi Anti Korupsi, divisi Pengembangan Upaya Preventif, divisi Intelijen Anti Korupsi, dan divisi Penyidikan Korupsi. Divisi-divisi tersebut masih harus ditambah dengan unit Administrasi yang akan menangani seluruh sumber daya pendukung Badan Anti Korupsi. Catatan: * Fungsi memantau kekayaan pemegang jabatan publik dieliminasi pada proses grouping, karena KPKPNtelah terbentuk sesuai dengan mandat UU 28/1999. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 7 / 18 4. Rancangan Struktur Organisasi Badan Anti Korupsi
Administrasi Divisi Administrasi ini mempunyai tujuan untuk menyediakan faktor input bagi seluruh unit BAK dan menjalankan sistem-sistem kendali untuk memastikan bahwa seluruh unit BAK bekerja sebagaimana mestinya. Butir-butir tugasnya adalah: - Menyediakan SDM dan me-maintain manajemen SDM BAK yang efektif dan efisien, - Menyediakan sumber daya keuangan dan me-maintain manajemen keuangan BAK yang efektif dan efisien, - Menyediakan dukungan sistem informasi dan me-maintain manajemen fasilitas sistem informasi BAK yang efektif dan efisien, - Menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya dan me-maintain manajemen fasilitas BAK yang efektif dan efisien, - Menyediakan sumber daya keuangan dan me-maintain manajemen keuangan BAK yang efektif dan efisien, - Melaksanakan fungsi internal auditor, untuk memastikan bahwa setiap unit kerja dan personel BAK melaksanakan tugasnya dan berperilaku sebagaimana mestinya. - Melaksanakan fungsi penghubung antara BAK dengan Kantor Kepresidenan, DPR, BPK, dan Komisi Penasihat BAK, Kepala Badan Anti Korupsi Struktur Organisasi BAK Struktur Organisasi BAK Divisi Penyidikan Korupsi Divisi Pengembangan Upaya Preventif Divisi Strategi Anti Korupsi Divisi Intelijen Anti Korupsi Divisi Administrasi Mengevaluasi, meng-up-date, mengembangkan, strategi nasional Mempublikasikan progress strategi nasional Prioritasisasi penanganan korupsi Riset-riset berkaitan dengan korupsi, legal, dll Analisis instansi, aktivitas, kelompok bisnis yang prone corruption Publikasi strategi nasional dan publik image development Mengembangkan bentuk/materi pendidikan, penyuluhan dan kampanye anti korupsi Mendorong kampanye anti korupsi melalui jalur pendidikan, organisasi keagamaan, kemasyarakatan, LSM, dll. Pengembangan & implementasi sistem preventif di organisasi publik Perbaikan sistem preventif atas kasus korupsi yang telah disidik Melakukan penyidikan Koordinasi penyidikan dengan penyidik lain & PPNS Koorddinasi dan kerja sama dengan penuntut Public hearing kasus-kasus korupsi Evaluasi kelemahan sistem transaksi keuangan Identifikasi sumber-sumber data Koordinasi dengan sumber data dan intelijen lain, LN Menelusuri dan menganalisis transaksi-stransaksi bernilai uang Mengumpulkan dan menganalisis pengaduan/informasi masyarakat Koordinasi dan penggalangan Penyidik lain, PPNS, Auditor dll. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 8 / 18
Divisi Strategi Anti Korupsi Divisi Strategi Anti Korupsi ini mempunyai tujuan untuk memungkinkan agar semua komponen bangsa dapat menyumbangkan peran masing-masing untuk memberantas korupsi secara terintegrasi dan harmonis. Divisi ini adalah divisi thing- tank. Butir-butir tugasnya adalah: - Mengevaluasi, meng-up-date, mengembangkan, strategi pemberantasan korupsi nasional, - Memonitor progress dari implementasi strategi pemberantasan korupsi nasional, - Perumusan prioritasisasi korupsi-korupsi yang harus ditangani, - Riset-riset berkaitan dengan korupsi, legal, dll. Termasuk menggalang riset bersama dengan perguruan tinggi terhadap hasil dan proses penuntutan dan peradilan serta pelaksanaan vonis hakim atas perkara-perkara yang disidik oleh BAK, - Analisis terhadap instansi pemerintah, aktivitas, kelompok bisnis dll yang corruption prone, - Membangun jaringan kerja sama dengan negara lain, - Mengembangkan metode dan prosedur kerja yang diperlukan oleh unit-unit kerja BAK, Ibarat dalam sebuah orchestra, divisi ini adalah komponis yang membuat partitur orchestra secara keseluruhan yang akan dibagikan kepada semua pemain orchestra.
Divisi Pengembangan Upaya Preventif Divisi Pengembangan Upaya Preventif ini mempunyai tujuan untuk membangkitkan kesadaran secara bersama dan sistem-sistem untuk mencegah agar suatu korupsi tidak terjadi. Divisi ini juga merupakan divisi public relation. Butir-butir tugasnya adalah: - Publikasi strategi pemberantasan korupsi nasional dan publik image development, - Mengembangkan bentuk/materi pendidikan, penyuluhan dan kampanye anti korupsi, - Mendorong kampanye anti-korupsi secara nasional melalui dan bekerja sama dengan jalur pendidikan, organisasi keagamaan, kemasyarakatan, LSM, instansi pemerintah dll. - Mengembangkan & membantu implementasi sistem dan prosedur preventif pazda organisasi publik, - Mendorong pengembangan kode etik di sektor publik, swasta, dan partai politik. - Membantu merumuskan perbaikan terhadap sistem preventif suatu institusi di mana terdapat kasus korupsi yang telah disidik, - Mempublikasikan laporan hasil penyidikan atas perkara-perkara yang sudah diserahkan ke penuntut umum, - Mempublikasikan hasil monitoring secara detail terhadap proses penuntutan dan peradilan serta pelaksanaan vonis hakim atas perkara-perkara yang disidik oleh BAK, Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 9 / 18 - Melakukan benchmarking atas sistem dan prosedur yang anti-korupsi dari berbagai kelompok organisasi,
Divisi Intelijen Anti Korupsi Divisi Intelijen Anti Korupsi ini mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi semua sumber data potensial, dan membangun jaringan kerja sama dengan semua pihak agar mudah mendapatkan data, menganalisis data untuk mengidentifikasi korupsi dan pihak yangt dicurigai sebagai pelaku korupsi. Divisi ini adalah divisi pencari informasi dan kasak-kusuk. Butir-butir tugasnya adalah: - Identifikasi sumber-sumber data yang ada, - Koordinasi dengan sumber-sumber data dan unit-unit intelijen lain baik di dalam maupun di luar negeri, - Evaluasi sistem-sistem transaksi yang bernilai uang, - Menelusuri dan menganalisis transaksi-transaksi bernilai uang yang mencurigakan, - Mengumpulkan dan menganalisis pengaduan/informasi masyarakat, - Koordinasi dan penggalangan penyidik lain, PPNS, auditor dll, untuk mengembangkan prosedur kerja yang lebih memungkinkan dan memudahkan identifikasi korupsi, - Memonitor secara detail proses penuntutan dan peradilan serta pelaksanaan vonis hakim atas perkara-perkara yang disidik oleh BAK, sebagai bentuk pengembangan dan implementasi sistem pengendalian intern atas sistem peradilan pidana,
Divisi Penyidikan Korupsi Divisi Intelijen Anti Korupsi ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan bukti-bukti guna memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu kebenaran sejati bahwa telah terjadi perbuatan korupsi, yang selanjutnya dapat diketahui pihak-pihak yang terkait dengan perbuatan korupsi tersebut. Butir-butir tugasnya adalah: - Melakukan penyidikan, - Koordinasi penyidikan dengan penyidik lain & PPNS, - Koordinasi dan kerja sama dengan penuntut, - Melakukan public hearing kasus-kasus korupsi, Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 10 / 18 5. Penyeimbangan Power Lembaga Tinggi Negara Thd Badan Anti Korupsi Agar tidak merusak filosofi bentuk negara demokrasi, BAK sebagai institusi yang meng-execute UU BAK dan UU Anti Korupsi harus masuk dalam kelompok eksekutif (bukan dalam kelompok legislatif atau yudikatif). Karena itu, walaupun harus independen dalam operation-nya, BAK harus ada di bawah Presiden selaku pimpinan tertinggi eksekutif. Di negara lain, pengertian institusi independen juga tetap dijaga agar tidak membentuk the fourth branch dari government (selain legislative, executive, dan yudicative). Agar ada keseimbangan (balance) dalam power untuk mengendalikan BAK di antara lembaga-lembaga tinggi negara, maka diusulkan sistem sebagai berikut:
Penentuan nominasi calon Kepala BAK oleh MA Pada prinsipnya, Mahkamah Agung menominasikan tiga orang calon Kepala BAK. Akan tetapi, karena Mahkamah Agung dan jajaran Pengadilan di bawahnya masih belum dipercaya oleh masyarakat, maka secara jangka panjang harus dilakukan upaya untuk memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran Pengadilan di bawahnya. Untuk jangka pendek, perlu dibentuk sebuah Dewan Peradilan (Judicial Council) yang terdiri dari Ketua Mahkamah Agung, dua orang Hakim Agung yang prominen, Menteri Kumdang, Jaksa Agung, dua orang profesor hukum yang prominen dari perguruan tinggi yang prominen, dua orang pengacara yang prominen, satu orang pensiunan Hakim Agung yang prominen. Tugas Dewan Peradilan ini adalah menentukan tiga orang nominasi calon Kepala Badan Anti Korupsi Presiden MA DPA DPR BEPEKA Alokasi anggaran BAK Mengawasi: pelaksanaan UU antikorupsi pelaksanaan UU BAK kebijaksanaan BAK kebijaksanaan Presiden thd BAK penggunaan anggaran BAK Melakukan impeachment thd Kepala BAK Audit keuangan BAK (dalam arti luas) Nominasi calon Kepala BAK Penunjukan Kepala BAK memastikan visi stakeholder terakomodasi memastikan kepentingan stakeholder terjaga memastikan rasa keadilan terjaga Komisi Penasihat BAK UU BAK merumuskan: visi/misi, tujuan tugas-tugas kewenangan struktur organisasi utama metode dan prosedur kerja utama kepegawaian standar fasilitas pendukung keuangan & sistem anggaran sistem pelaporan &akuntabilitas penyediaan informasi untuk publik sistem pengamanan Penyeimbangan Penyeimbangan Power Power Lembaga Tinggi Negara thd BAK Lembaga Tinggi Negara thd BAK UU BAK juga merumuskan: kewenangan MA thd BAK kewenangan Presiden thd BAK kewenangan DPR thd BAK kewenangan BPK thd BAK kewenangan Komisi Penasihat BAK Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 11 / 18 Kepala BAK. Tata cara penjaringan calon, seleksi, test, dan pemilihan nominasi ditetapkan oleh Dewan Peradilan sendiri. Dengan cara tersebut, pihak Yudikatif memiliki sebagian power terhadap BAK, dan batasan tanggung jawabnya cukup jelas. Apabila para nominasi calon Kepala BAK kualitasnya tidak baik, berarti pihak Yudikatif yang harus bertanggung jawab. Selanjutnya, pihak Yudikatif tidak mempunyai kewenangan apa-apa lagi untuk mengawasi Kepala BAK maupun untuk impeachment Kepala BAK. Penunjukan Kepala BAK oleh Presiden Dari tiga nama calon Kepala BAK yang dinominasikan oleh pihak Yudikatif, pihak Eksekutif (Presiden) kemudian menunjuk salah satunya untuk menjadi Kepala BAK definitif. Agar tidak mengurangi power pihak Yudikatif, maka diatur agar Presiden tidak bisa menolak ketiganya. Jadi, harus ditunjuk salah satunya untuk menjadi Kepala BAK. Dengan cara ini, Presiden memiliki sebagian power terhadap BAK. BAK sebagai bagian dari Eksekutif, harus mengikuti kebijaksanaan Presiden walaupun Kepala BAK bukan merupakan bagian dari kabinet. Laporan reguler harus disampaikan oleh Kepala BAK kepada Presiden. Prosedur pengajuan anggaran, SDM, dll dikoordinasikan di lingkungan Eksekutif, tetapi mengikuti aturan-aturan khusus yang berlaku hanya untuk BAK. Dengan cara ini, Presiden memiliki power untuk mensupervisi BAK. Agar power Presiden tidak terlalu besar terhadap BAK, maka masa jabatan Kepala BAK harus lebih lama dibandingkan dengan masa jabatan Presiden, misalnya tujuh tahun. Presiden juga tidak memiliki kewenangan apa-apa untuk melakukan impeachment terhadap Kepala BAK. Dalam hal ini, pihak Eksekutif tidak mempunyai kewenangan apa-apa dalam nominasi dan tidak mempunyai kewenangan apa-apa untuk impeachment Kepala BAK. Pengawasan BAK oleh DPR DPR harus mereview secara detail alokasi anggaran yang diajukan oleh pihak Eksekutif berkaitan dengan BAK. DPR harus memastikan bahwa anggaran untuk BAK mencukupi untuk mencapai misinya. Disamping itu, struktur anggaran juga harus dipastikan sesuai dengan kebutuhan BAK. Ini merupakan salah satu bentuk power DPR untuk mendorong pemberantasan korupsi. Selanjutnya, dengan bantuan dan dukungan dari BPK, DPR mereview secara detail penggunaan anggaran BAK untuk memastikan bahwa anggaran tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya. Selanjutnya, dalam pelaksanaan tugasnya Kepala BAK dan keseluruhan BAK diawasi oleh DPR. Sesuai dengan tugas DPR, yaitu DPR bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, maka dalam urusan pemberantasan korupsi DPR harus mengawasi pelaksanaan UU tentang BAK dan UU tentang Anti Korupsi. Metode kerja DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU harus diperbaiki secara signifikan, misalkan dengan melakukan benchmarking terhadap metode kerja yang dipakai oleh para Senator Australia dalam mengawasi pelaksanaan FTRA 1988. Dengan cara seperti ini, apabila dikemudian hari ada UU yang pelaksanaannya tidak sebagaimana mestinya, maka yang harus bertanggung jawab untuk mengungkapkan ketidakberesan itu Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 12 / 18 adalah DPR. Dengan cara ini diharapkan semua UU yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi akan benar-benar dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya. Kalau ada UU yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka akan segera terungkap dan dipermasalahkan oleh DPR. Hal ini merupakan salah satu bentuk power DPR untuk memastikan semua UU dilaksanakan sebagaimana mestinya. DPR juga harus selalu mengawasi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh Kepala BAK. Metode kerja DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan- kebijaksanaan instansi pemerintah diperbaiki secara signifikan, misalkan dengan melakukan benchmarking terhadap metode kerja yang dipakai oleh para congressmen Amerika Serikat dalam mengawasi Federal Agencies. Teknik-teknik legislative oversight yang banyak dibahas dalam pelajaran administrative law Amerika Serikat perlu dipahami secara mendalam oleh DPR agar DPR benar-benar dapat memperbaiki metode kerjanya dalam mengawasi kebijaksanaan pemerintah. Juga teknik-teknik yang biasanya dipakai oleh committee-committee di Congress Amerika Serikat perlu dipelajari untuk menjadi benchmark DPR dalam mengawasi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Hal ini merupakan salah satu bentuk power DPR untuk memastikan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh Kepala BAK benar-benar merupakan pelaksanaan UU tentang BAK dan UU tentang Anti Korupsi, dan juga sesuai dengan GBHN. DPR juga harus selalu mengawasi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh Presiden yang berkaitan BAK dan pelaksanaan UU tentang Anti Korupsi. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada kebijaksanaan yang dibuat oleh Presiden yang akan melumpuhkan misi BAK. Ini merupakan salah satu bentuk power DPR dalam berhadapan dengan Presiden. DPR juga harus selalu mengawasi kinerja dan perilaku Kepala BAK. Apabila kinerja dan perilakunya dipertimbangkan tidak dapat lagi diharapkan untuk dapat mencapai misi BAK, maka dilakukan impeachment (pemecatan) terhadap Kepala BAK. Hal ini merupakan power DPR untuk memastikan bahwa Kepala BAK akan memperhatikan hasil-hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPR. DPR juga dapat diharapkan lebih independen dan obyektif dalam urusan pengawasan dan impeachment, karena DPR sama sekali tidak terlibat dalam urusan nominasi dan penunjukan Kepala BAK. Mengingat banyaknya tugas pengawasan yang bertumpu pada DPR, maka DPR harus secara nyata diperkuat. Di samping itu, mengingat bahwa tugas-tugas pengawasan oleh DPR terhadap BAK maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi cukup banyak dan diperlukan adanya sejumlah perbaikan metode kerja secara signifikan, maka akan lebih baik apabila di dalam DPR dibentuk sebuah Sub Komisi baru dengan nama Sub Komisi Pemberantasan Korupsi. Sub Komisi ini adalah sebuah Sub Komisi yang sektoral, artinya menangani sektor pemberantasan korupsi, sehingga tidak terbatas hanya berurusan dengan satu atau dua instansi pemerintah. Sub Komisi ini bersifat permanen (standing committee), karena harus bertugas secara terus menerus melakukan segala pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 13 / 18 Perlu diadakan seminar di lingkungan DPR dengan topik Peran Kongkrit DPR dalam Pemberantasan Korupsi di Masa Mendatang.
Pemeriksaan Keuangan BAK oleh BPK Untuk mendapatkan informasi detail mengenai penggunaan anggaran BAK, BPK harus melakukan audit terhadap BAK secara khusus. Pengertian secara khusus ini adalah agar laporan hasil auditnya dibuat secara tersendiri, dirahasiakan dan disampaikan hanya kepada Sub Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR. Audit oleh BPK ini merupakan salah satu bentuk power yang dimiliki BPK sebagai salah satu bagian untuk membentuk keseimbangan power di antara lembaga-lembaga tinggi negara. Audit terhadap BAK ini harus diinterpretasikan sebagai audit keuangan dalam arti luas. Artinya, termasuk audit terhadap metode kerja atau struktur organisasi yang pada akhirnya mempengaruhi besarnya nilai uang yang menjadi beban anggaran negara. Kepentingan Stakeholders Untuk memastikan bahwa visi dan kepentingan stakeholders dan juga untuk memastikan bahwa rasa keadilan benar-benar dapat menjadi nuansa pencapaian misi BAK, maka perlu adanya sebuah Komisi Penasihat Badan Anti Korupsi. Komisi Penasihat ini berisi wakil-wakil stakeholders, yang antara lain adalah tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, pebisnis prominen, tokoh LSM, tokoh profesi, wakil penuntut, wakil POLRI, wakil PPNS. Komisi Penasihat ini bertugas memberikan pandangan-pandangan dan saran-saran kepada Kepala BAK mengenai hal-hal yang berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi. Dengan cara ini, diharapkan visi dan kepentingan semua pihak akan terakomodasi secara proporsional. Di samping itu, rasa keadilan yang merupakan persepsi masyarakat luas akan memberikan nuansa pada kebijaksanaan-kebijaksanaan BAK. C. KEWENANGAN KHUSUS BADAN ANTI KORUPSI BAK harus diberi kewenangan yang sangat besar untuk memungkinkannya mendapatkan bukti. Kewenangan-kewenangan tersebut antara lain: - Meminta, melihat dan mendapatkan dokumen dan catatan di instansi pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya, di mana instansi pemerintah dan lembaga tinggi negara tersebut wajib memberikannya, - Meminta, melihat dan mendapatkan dokumen dan catatan dari bank maupun institusi keuangan lainnya, baik berkaitan dengan suatu saldo maupun suatu transaksi, - Melakukan penyadapan sarana telekomunikasi dan pembukaan kiriman- kiriman, Atas penggunaan kewenangan-kewenangan tersebut BAK harus membuat laporan khusus (Laporan Penggunaan Kewenangan), yang kemudian diberikan kepada Sub Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR. Sub Komisi ini bertugas untuk memastikan Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 14 / 18 bahwa penggunaan kewenangan-kewenangan khusus oleh BAK tersebut tidak melanggar UU dan tidak melanggar hak-hak masyarakat. Laporan khusus tersebut bersifat rahasia, artinya hanya boleh diketahui oleh anggota Sub Komisi tersebut. Mengingat kewenangan yang sangat besar dan tujuannya adalah untuk pemberantasan korupsi, maka personel BAK dan seluruh fasilitas BAK harus dilindungi dengan sistem pengamanan yang baik. Bilamana perlu, personel BAK dipersenjatai dengan senjata api ringan. Untuk itu, dukungan dari harus diberikan oleh unit-unit elit TNI/POLRI. D. BADAN ANTI KORUPSI DAN SISTEM PERADILAN PIDANA 1. Kewenangan Badan Anti Korupsi Dalam Sistem Peradilan Pidana BAK dalam sistem peradilan pidana memiliki kewenangan dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Kewenangan penyelidikan dan penyidikan atas tindak pidana korupsi yang sampai dengan saat ini dipegang oleh POLRI dan Kejaksaan Agung harus dicabut. Kewenangan BAK ini berlaku penuh baik untuk lingkungan sipil maupun militer. Untuk mendukung pelaksanaan tugas penyidikan ini, BAK diberi kewenangan untuk melakukan menggeledahan, penyitaan, menangkapan, dan penahanan.
2. Sistem Pengendalian Intern pada Sistem Peradilan Pidana Dalam sistem peradilan pidana harus dibuat sistem pengendalian intern yang kuat. Dalam hal ini, BAK bertugas mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pengendalian intern atas sitem peradilan pidana. Sistem pengendalian intern dalam hal ini akan mengandalkan pada 1) adanya prosedur standar untuk penyerahan perkara dari tahap ke tahap yang laim, 2) adanya format standar dari laporan hasil kerja pada tiap-tiap tahap, 3) adanya pendokumentasian/perekaman video atas pelaksanaan kegiatan tiap- tiapa tahap, dan 4) adanya pemberian kesempatan kepada publik untuk mengakses semua dokumen/rekaman video yang ada. Untuk implementasi sistem pengendalian intern tersebut, dukungan sistem informasi manajemen (computerized dan web oriented) sangat diperlukan. Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 15 / 18
Prosedur Penyerahan Berkas Setiap penyerahan suatu berkas perkara dari satu tahap ke tahap berikutnya harus ada prosedur standarnya, dan penyerahan-penyerahan tersebut dimonitor. Dari sini akan dapat dimonitor kuantitas, jenis, pihak-pihak yang terkait, lokasi dll yang terkait dalam setiap perkara dan perjalanannya sepanjang sistem peradilan pidana.
Format Hasil Kerja yang Standar Setelah melaksanakan suatu tahap dalam sistem peradilan pidana harus dibuat laporan yang formatnya standar, misalnya: - Laporan hasil audit, dll, yang merupakan pra sistem peradilan pidana. - Laporan hasil penyelidikan, laporan hasil penyidikan, surat-surat penuntutan/dakwaan, vonis, laporan monitoring pelaksanana hukuman, dll.
Perekaman Proses Persidangan dengan Kamera Video Seluruh pelaksanana sidang harus direkam dengan video kamera. Rekaman ini kemudian didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat dipakai sebagai sarana untuk mengevaluasi kualitas vonis persidangan. Pada tahap penyidikan, sebaiknya disediakan ruang interogasi yang khusus, yang dilengkapi dengan kaca satu sisi dan CCTV. Dengan demikian seluruh yang terjadi selama interogasi dapat direkam dengan baik, sehingga supervisi dapat dijalankan dengan optimal. Sistem Pengendalian Intern atas Sistem Peradilan Pidana Pra Sistem Peradilan Pidana Penyelidikan Penyidikan Penuntutan & Peradilan Penghukuman Harus ada standar Laporan Hasil Penyelidikan Harus didukung kertas kerja/berkas Prosedur standar penyerahan ke tahap berikutnya Harus ada prosedur kerja standar, yang berlaku pada setiap tahap sistem peradilan pidana Publik harus dimungkinkan untuk dapat mengakses berbagai informasi Harus ada standar Laporan Hasil Audit, dll Prosedur standar penyerahan ke tahap penyelidikan Harus ada standar Laporan Hasil Penyidikan Harus didukung kertas kerja/berkas Prosedur standar penyerahan ke tahap berikutnya Laporan Hasil Penyidikan dapat diakses oleh publik Harus ada standar Surat Penuntutan, dll Seluruh proses persidangan direkam dengan kamera video Harus ada standar vonis Hakim Rekaman video dapat diakses oleh publik Bukti-bukti dokumen dll dan surat-surat tuntutan, vonis, dll dapat diakses oleh publik Harus ada standar Laporan Monitoring Pelaksanaan hukuman Laporan monitoring dapat diakses oleh publik Badan Anti Korupsi Menangani agar hal-hal ini bisa diakses oleh publik Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 16 / 18
Informasi Dapat Diakses oleh Publik Seluruh informasi yang berkaitan dengan sistem peradilan pidana harus dapat diakses oleh publik. Dengan demikian, pihak perguruan tinggi secara independen dapat menguji ulang semua proses yang ada pada sistem peradilan pidana untuk kemudian dapat memberikan evaluasi dan second opinion terhadap proses suatu perkara.
3. Hubungan Badan Anti Korupsi dengan Penyidik Utama dan PPNS BAK harus selalu berkoordinasi dengan Penyidik Utama dan PPNS, karena Penyidik Utama dana PPNS ini akan menemukan berbagai penyimpangan atau pelanggaran hukum. Pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut akan banyak yang bermotifkan ekonomi, dan sekaligus menyangkut kepada pihak otoritas atas suatu bidang. Dari analisis-analisis terhadap hasil kerja Penyidik Utama dan PPNS ini diharapkan akan dapat dikembangkan sehingga akan teridentifikasi korupsi yang kemungkinan terkait dengan perlanggaran hukum tersebut. Disamping itu, untuk suatu penyidikan korupsi ada kemungkinan berbagai bukti akan lebih mudah dan cepat diperoleh dengan bantuan Penyidik Utama dan PPNS. Dalam hal seperti itu, apabila prosedur kerja dan hubunga kerja sudah dibuat mengikuti standar tertentu, maka BAK akan dengan mudah bekerja sama dengan Penyidik Utama dan PPNS. Sistem pelaporan dan prosedur tukar-menukar informasi harus dibuat standar agar tidak menimbulkan rasa saling curiga di antara BAK di satu pihak dengan Penyidik Utama dan PPNS di pihak lain.
4. Hubungan Badan Anti Korupsi dengan Instansi Pengawasan Hubungan antara BAK di satu pihak dengan institusi pengawasan/audit di pihak lain (BPK, BPKP, Itjen, Itwil, dll) harus selalu dikembangkan, karena para pengawas/auditor ini akan menemukan berbagai penyimpangan. Penyimpangan- penyimpangan tersebut akan banyak yang bermotifkan ekonomi, dan sekaligus menyangkut kepada pihak otoritas atas suatu bidang, dan mengarah ke bentuk tindak pidana koprupsi. Dari analisis-analisis terhadap hasil kerja pengawas/auditor ini diharapkan akan dapat dikembangkan sehingga akan teridentifikasi korupsi yang kemungkinan terkait dengan penyimpangan tersebut. Disamping itu, sistem pelaporan dan prosedur tukar-menukar informasi harus dibuat standar agar tidak menimbulkan rasa saling curiga di antara BAK di satu pihak dengan institusi pengawas/auditor di pihak lain. E. MANAJEMEN INTERNAL BADAN ANTI KORUPSI 1. SDM Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 17 / 18 Sistem manajemen SDM harus dikembangkan berdasarkan sistem manajemen SDM yang profesional dan kompetitif dengan swasta, tidak perlu mengikuti sistem manajemen SDM PNS pada umumnya. Penyimpangan terhadap sistem manajemen SDM PNS ini harus dibuatkan dasar hukumnya, karena itu harus dibuat pasal yang mengatur hal ini di dalam UU BAK. Kepala BAK tidak boleh memiliki pekerjaan atau jabatan lain. Pegawai BAK tidak boleh pekerjaan atau jabatan lain, kecuali yang bersifat kegiatan sosial-kemasyarakatan. SDM BAK harus dibina agar memiliki kompetensi multi disiplin, sesuai dengan kebutuhan BAK. Untuk divisi Intelijen Anti Korupsi dan Penyidikan Korupsi, secara keseluruhan harus memiliki kompetensi di bidang hukum, akuntansi/auditing, teknologi informasi & komunikasi, bisnis internasional, perbankan, kriminologi, dll. Untuk divisi Strategi Anti Korupsi dan divisi Pengembangan Upaya Preventif, akan banyak memerlukan kompetensi di bidang manajemen umu, manajemen strategi, manajemen SDM, pendidikan, komunikasi massa, public relation, dll. Karier SDM BAK harus bersifat tertutup, artinya setelah BAK beroperasi normal, maka BAK tidak begitu saja menerima SDM pindahan dari instansi lain. SDM BAK juga tidak diarahkan untuk pindah begitu saja ke instansi lain. Gaji personel BAK harus kompetitif terhadap gaji swasta. Kekayaan pribadi dan keluarga personel BAK harus dimonitor secara khusus oleh divisi Administrasi.
2. Keuangan Sistem manajemen keuangan harus dikembangkan berdasarkan sistem manajemen keuangan yang tepat, tidak perlu mengikuti sistem manajemen keuangan pemerintah pada umumnya. Penyimpangan terhadap sistem manajemen keuangan ini harus dibuatkan dasar hukumnya, karena itu harus dibuat pasal yang mengatur hal ini di dalam UU BAK. Sistem keuangan harus cukup fleksibel untuk mendukung operasi BAK, akan tetapi setiap rupiah yang dikeluarkan harus tercatat dan dapat dijelaskan penggunaannya.
3. Metode Kerja Metode kerja BAK harus dikembangkan secara terus-menerus untuk mencapai misinya. Alokasi sumber daya untuk pengembangan metode kerja ini harus dipastikan mencukupi. Untuk pengembangan metode kerja ini, divisi Strategi Anto Korupsi harus selalu melakukan benchmarking terhadap institusi lain yang memiliki suatu fungsi yang sama, baik di dalam maupun di luar negeri.
4. Sistem Informasi Bentuk Badan Anti Korupsi Lokakarya tentang Persiapan Pembentukan KPTPK, Jakarta 2 Agustus 2000 18 / 18 Sistem informasi manajemen untuk mendukung pelaksanaan tugas BAK harus disiapkan sejak awal, dan dikembangkan dengan mengikuti metodologi yang benar dan perofesional. 5. Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung berupa gedung, peralatan, dll harus disediakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai dan di-maintain dengan sistem manajemen yang tepat, tidak perlu mengikuti sistem manajemen fasilitas pendukung pemerintah pada umumnya. Penyimpangan terhadap sistem manajemen fasilitas pendukung pemerintah ini harus dibuatkan dasar hukumnya, karena itu harus dibuat pasal yang mengatur hal ini di dalam UU BAK. DPR harus memastikan penyediaan fasilitas ini dengan menggunakan hak budgetnya. F. SISTEM AKUNTABILITAS BADAN ANTI KORUPSI 1. Perancanaan Stratejik BAK wajib membuat suatu perancanaan stratejik yang diawali dengan merumuskan visi dan misinya yang kemudian dirumuskan tujuan dan target yang harus dicapai secara periodik. Ukuran-ukuran atau indikator-indikator pencapaian tujaund an target ini harus dirumuskan dengan jelas. Rumusan cara-cara mencapai tujuan dan target tersebut harus dikemukakan dengan jelas berikut jumlah dan nilai sumber daya (faktor input) yang diperlukan untuk merealisasikannya. BAK perlu melakukan benchmarking terhadap institusi yang memiliki suatu fungsi yang sejenis di negara lain, untuk memungkinkan BAK menghasilkan perencanaan stratejik yang yang bagus dan realistis. Perencanaan stratejik BAK ini harus dapat diakses oleh publik, kecuali untuk hal- hal yang berkaitan dengan kewenangan khusus dan hal-hal yang belum sifatnya final. 2. Laporan Akuntabilitas Secara periodik BAK harus membuat laporan akuntabilitas yang dapat menggambarkan progress dari strateginya, dan tingkat pencapaian yang dihasilkan dibandingkan dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan. Di samping itu, informasi mengenai ketaatan BAK terhadap UU yang mengatur BAK harus dikemukakan. Laporan keuangan BAK juga harus dicantumkan dalam laporan akuntabilitas tersebut. Laporan akuntabilitas yang sudah dievaluasi BPK kemudian disampaikan kepada Presiden dengan tembusan kepada semua lembaga tinggi negara. Laporan akuntabilitas tersebut juga harus dapat diakses oleh publik. 3. Evaluasi atas Laporan Akuntabilitas BPK harus melakukan evaluasi atas laporan akuntabilitas yang dibuat oleh BAK. BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan BAK.