Anda di halaman 1dari 11

- 1 -

IATMI 2006-TS-28
PROSIDING, Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006
Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006

DESAIN KONSEPTUAL OPTIMASI PRODUKSI UNTUK SUMUR HORIZONTAL
YANG DIPRODUKSI DARI RESERVOIR KARBONAT
DAN MEMPUNYAI MASALAH WATER CONING

Ahmad Wahyu Subenarto, Tutuka Ariadji
Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK
Pengembangan lapangan marginal dengan
permasalahan penurunan produksi minyak karena
naiknya produksi air dan membentuk kerucut air atau
dikenal dengan water coning menjadi fokus makalah
ini. Masalah water coning pada sumur horizontal
yang diproduksi dari reservoir batuan karbonat
menjadi tidak mudah untuk reservoir minyak yang
dibatasi oleh reservoir gas diatas dan aquifer
dibawah. Optimisasi laju produksi, selang perforasi
dan penambahan sumur produksi air merupakan
strategi pengembangan lapangan yang dikaji.

Dalam studi ini, digunakan simulasi reservoir untuk
mendapatkan desain konseptual optimasi produksi.
Penggunaan sumur produksi air untuk menjaga
kecepatan kenaikan permukaan air dan perhitungan
panjang selang perforasi serta laju produksi air yang
optimum, menjadi alternatif solusi. Dengan
memproduksikan air aquifer, penurunan tekanan di
zona minyak dapat diimbangi sehingga produksi air
pada zona minyak dapat dikendalikan. Kenaikan
produksi minyak dan besar harga faktor perolehan
yang bisa didapat dijadikan kriteria utama dalam
setiap solusi alternatif tersebut.

Solusi alternatif sumur produksi air dari aquifer dapat
meningkatkan faktor perolehan sampai dengan
21.6%, dibanding dengan kasus dasar yaitu tanpa
adanya perlakuan tertentu terhadap reservoir (existing
condition) yang hanya menghasilkan faktor perolehan
minyak sebesar 13%. Untuk selang perforasi
optimum pada zona air yang dapat memberikan hasil
perolehan minyak terbesar diperoleh sebesar 35 feet,
yaitu dapat memberikan kenaikan produksi kumulatif
sebesar 62% dari kasus dasar.

LATAR BELAKANG
Dalam sumur berproduksi minyak dan gas,
permasalahan produksi air yang sering terjadi telah
menjadi permasalahan serius karena menyebabkan
turunnya produksi minyak secara drastis dan
membuat perencanaan awal dari pengolahan
lapangan akan menjadi salah. Oleh karenanya,
sangatlah perlu untuk mengetahui fenomena dari
produksi air yang dapat muncul secara tiba-tiba dari
suatu sumur.

Produksi air dalam suatu sumur memang akan terjadi
cepat atau lambat, hal ini dapat terjadi apabila air dari
bawah reservoir telah mencapai zona lubang sumur
sehingga jalur air telah terbentuk antara air di akuifer
menuju lubang sumur. Jalur air yang sudah terbentuk
ini akan semakin mempercepat proses naiknya air di
akuifer ke lubang sumur berbentuk kerucut yang kita
kenal dengan water coning untuk sumur vertikal dan
water cresting untuk sumur horizontal. Secara
teoritik water coning adalah suatu keadaan dimana
batas air minyak (WOC) pada lubang sumur
membentuk kerucut sebagai akibat dari laju produksi
yang melebihi laju produksi kritis
1,2)
, dan untuk
sumur horizontal geometri kenaikannya akan
membentuk suatu cresting atau kerucut datar
3)
.
Berbagai aplikasi sudah diterapkan untuk
menghindari atupun sekedar untuk memperlambat
terjadinya water coning dan penggunaan sumur
horizontal terbukti telah menjadi solusi terbaik
dengan hasil berupa kenaikan dari faktor perolehan
sampai dengan 50%
2,3)
. Penggunaan Down Hole
Water Sink juga telah menjadi salah satu solusi
terbaik dengan cara memproduksi air di zona air
secara terpisah dari produksi minyak di zona
minyak
4)
. Namun kesemuanya tetap akan sampai
pada kondisi dimana water breakthrough dari akuifer
akan sampai di lubang sumur dan menyebabkan
terjadinya produksi air di permukaan.
PERMASALAHAN DAN TUJUAN
Permasalahan pada lapangan Y yang muncul
kemudian adalah ketika suatu sumur horizontal yang
pada awalnya dimaksudkan untuk menangani
permasalahan water coning telah terjadi
breakthrough dari air akuifernya. Tentunya
permasalahan akan menjadi lebih sensitif apabila
- 2 -
waktu produksi dari sumur horizontal tersebut sangat
pendek, atau laju produksi minyak turun drastis.

Sejumlah analisis dicoba untuk diketengahkan guna
memecahkan permasalahan baru ini, serta
pertimbangan-pertimbangan teknis dan ekonomis
akan dipakai untuk membatasi solusi yang akan
diambil dalam mendapatkan hasil yang terbaik.

Simulasi reservoir sebagai salah satu perangkat
terbaik memecahkan permasalahan manajemen
reservoir akan digunakan disini, dengan
menggunakan sifat-sifat reservoir yang paling layak
serta definisi sumuran yang menggambarkan sumur
sebenarnya diharapkan dapat memodelkan keadaan
reservoir setepat mungkin dan dijadikan suatu acuan
pembuatan pilot project. Sehingga untuk
permasalahan water cresting ini dapat diberikan
solusi terbaik dari hasil optimisasi produksi
menggunakan simulasi reservoir. Sebagai tambahan
data produksi harian lapangan-X akan dipakai untuk
memvalidasi setiap hasil yang diperoleh.

Menentukan solusi terbaik penanganan permasalahan
water cresting pada sumur horizontal lapangan-Y
merupakan tujuan utama dari pengerjaan makalah ini.
Disamping itu makalah ini juga banyak mengulas
mengenai pemodelan dari water cresting, optimasi
dan estimasi laju produksi kritis (critical production)
sumur.
IDENTIFIKASI MASALAH
Batasan kajian yang digunakan dalam makalah ini
adalah studi kasus pada suatu sumur horizontal pada
lapangan Y yang mempunyai batuan karbonat.
Pemodelan reservoir dibangun dengan menggunakan
data reservoir dari lapangan Y yang mengalami
permasalahan water coning. Kemudian sebagai
validasi model akan digunakan data produksi sumur
X-01 dan sumur-sumur sekitar. Namun, untuk studi
water cresting hanya akan dipakai data produksi
sumur X-01 saja. Model yang digunakan adalah
single porosity dengan variasi anisotropi porositas
perlapisan.

Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan
simulator numerik memilki kondisi sebagai berikut:
a. Dua jenis model reservoir yaitu dengan
struktur geologi dan pemodelan hypothetic.
Masing-masing untuk keperluan tertentu yang
akan dijelaskan kemudian.
b. Reservoir bersifat anisotropi dengan
ketebalan beragam.
c. Reservoir dianggap terbatas untuk tiap
model.
d. Model dan property geologi yang digunakan
sudah tersedia.
e. Asumsi tidak terjadi reaksi antara fluida dan
batuan reservoir, dan juga tidak ada perubahan
fasa didalam reservoir selama waktu produksi.

KARAKTERISASI RESERVOIR
Berikut akan dipaparkan deskripsi mengenai sifat-
sifat dari Lapangan Y antara lain Profil tekanan
terhadap kedalaman, Sifat Fluida Reservoir, Kondisi
Batuan Reservoir dan Analisa Uji Sumur.

Profile Tekanan Terhadap Kedalaman
Dari data kedalaman plot tekanan terhadap
kedalaman sumur X-01, tekanan reservoir dibuat
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Plot Tekanan Terhadap Kedalaman

Gambar 1 memberikan informasi mengenai gradien
tekanan reservoir pada lapangan Y. Gradien tekanan
reservoir ini dapat digunakan untuk menentukan
besarnya tekanan perkedalaman tertentu. Besarnya
gradien tekanan lapangan Y ini adalah sebesar 0.277
psi/ft. Besarnya tekanan untuk setiap kedalaman
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (1)
yang merupakan hasil korelasi dari data distribusi
tekanan diatas.

Tekanan = 0.277 x Kedalaman (ft ss) + 1054.5 psi (1)

Besarnya tekanan berdasarkan estimasi dengan
menggunakan persamaan (1) diperlihatkan pada tabel
1.

Tabel 1 Tekanan reservoir Y pada kedalaman tertentu

- 3 -
Fluid Properties
Hasil analisa PVT dari sampel fluida formasi
reservoir Y didapatkan bahwa fluida formasi
memiliki derajat API sebesar 46.9
o
dan titik
gelembung (P
b
) sebesar 2545 psia pada temperatur
reservoir 273
o
F. Pada tekanan titik gelembung
tersebut, viskositas minyak memiliki harga 0.38 cp,
kadar gas terlarut sebesar 858 SCF/STB, gas volume
factor sebesar 0.0013 res bbl/SCF, dan fator volume
formasi minyak sebesar 1.55 res bbl/STB.
Berdasarkan harga-harga diatas dapat disimpulkan
jenis minyak dari reservoir Y tersebut adalah minyak
volatile (volatile oil).

Pada tekanan 2578 psi, besar kompresibilitas minyak
adalah 2.27 x 10
-5
1/psi dan besar gas gravity adalah
1.0. Sifat-sifat dari air formasi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Sifat-sifat air formasi
Compressibility, 1/psi 3.7 E-06
Viscosity, cp 0.24
Density, lb/cuft 64.24
FVF, res bbl/STB 1.05
Selanjutnya Gambar 2 sampai dengan Gambar 4
menunjukkan hubungan antara kadar gas terlarut (R
s
),
faktor volume formasi minyak (B
o
), viskositas
minyak (
o
), z-factor, and viskositas gas (
g
)
terhadap tekanan.

1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Pressure, psia
B
o
,
r
b
/
s
t
b
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
700.0
800.0
900.0
1000.0
R
s
,
s
c
f
/
s
t
b
Bo
Rs
Gambar 2 Plot B
o
dan R
s
Terhadap Tekanan
0.3000
0.3500
0.4000
0.4500
0.5000
0.5500
0 1000 2000 3000 4000 5000
P ressure, psia
Gambar 3 Plot Oil Viscosity Terhadap Tekanan

0.0000
0.0500
0.1000
0.1500
0.2000
0.2500
0 1000 2000 3000 4000 5000
Pressure, psia
B
g
,
r
b
/
s
c
f
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
0.0400
0.0450
0.0500
G
a
s
V
i
s
c
o
s
i
t
y
,
c
p
Bg
Gas Viscosity
Power (Bg)
Gambar 4 Plot B
g
dan Gas Viscosity Terhadap Tekanan

Rock Properties
Routine Core Analysis

Sampel batuan dalam analisa core ini diambil dari
sumur X-01 dan X-02 pada masing-masing selang
kedalaman 5665 - 5670 ft-MD dan 5711 - 5804 ft-
MD. Gambar 5 menunjukkan sebaran titik
pengambilan sampel core.
Kedalaman
(ft subsea)
Pressure
(psia)
Remark
5382 2545 GOC
5500 2578 Datum
5525 2585 L3-endpoint
5675 2626 WOC
- 4 -
Gambar 5 Sumur l X-01 and X-02
Data analisa sampel core mengindikasikan bahwa
batuan reservoir Y memiliki porositas dan
permeabilitas yang cukup kecil yaitu masing-masing
berkisar 1-2% dan 0.1-1 mD. Hubungan antara
porositas dan permeabilitas pada reservoir Y ini
diperlihatkan pada Gambar 6. Nilai permeabilitas
hasil dari analisa core ini dibandingkan dengan hasil
dari tes Build Up sumur X-01 untuk memvalidasi
hasil analisa sampel core.
Gambar 6 Plot Permeabilitas Versus Porositas

Dari Gambar 6 tersebut di atas, maka diperoleh
hubungan antara permeabilitas dan porositas adalah
sebagai berikut:
k = 0.1195 x (EXP)
0.7385
Relative Permeability

Kurva permeabilitas relatif air-minyak, gas-minyak
dan tekanan kapiler untuk reservoir Y ini ditunjukkan
oleh Gambar 7 dan 8. Kurva permeabilitas relatif ini
dibuat dengan menggunakan korelasi dan sifat
kebasahan batuan yang basah minyak (oil wet).
Beberapa nilai yang diasumsikan untuk membuat
korelasi sifat batuan ini antara lain, S
wi
= 0.20, S
orw
=
0.2, untuk sistem minyak-air, dan S
gc
= 0.05, S
org
=
0.2, untuk sistem minyak-gas.
Gambar 7a Plot k
row
, k
rw
Versus Saturasi Air
Kurva Hubungan Pcow Terhadap Sw
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Water Saturation (%)
P
c
o
w
(
p
s
i
a
)
Pcog vs Sg
Gambar 7b Plot Pcow Versus Saturasi Air

Gambar 8a Plot k
rog
, k
rg
Versus Saturasi Cairan

Kurva Hubungan Pcog Terhadap Sg
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Gas Saturation (%)
P
c
o
g
(
p
s
i
a
)
Pcog vs Sg
Gambar 8b Plot Pcog Versus Saturasi Cairan

- 5 -
Kompressibilitas Batuan
Hubungan antara porositas dan kompressibilitas
efektif batuan dibuat dengan korelasi Hall. Hasil
korelasi Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Porosity Percent
E
f
f
e
c
t
i
v
e
R
o
c
k
C
o
m
p
r
e
s
s
i
b
i
l
i
t
y
x
1
0
6
(
C
h
a
n
g
e
i
n
P
o
r
e
V
o
l
u
m
e
/
U
n
i
t
P
o
r
e
V
o
l
u
m
e
/
p
s
i
)
Limestone
Sandstone
Gambar 9 Plot Kompressibilitas Efektif Batuan Versus
Porositas

Dengan menggunakan korelasi ini besarnya
kompressibilitas efektif batuan dapat dihitung dan
diperkirakan. Besar kompressibiltas berdasarkan
korelasi ini diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kompressibiltas efektif batuan berdasarkan
besarnya porositas

Residual Oil Saturation
Penentuan besarnya residual oil saturation dihitung
dengan menggunakan model Erlich, pada Gambar
10a besarnya residual oil saturation diperkirakan
dengan faktor probabilistic, f, yang
merepresentasikan konektivitas vug-fracture batuan.
Pendeskripsian f - faktor ditunjukkan pada gambar
10b.
Tabel 4 memperlihatkan besarnya nilai residual oil
saturation baik terhadap air maupun gas pada
berbagai nilai f.
Tabel 4 Residual Oil Saturation and f
F
S
or
- water
(%OOIP)
S
or
- gas
(%OOIP)
0.4 0.30 0.68
0.5 0.25 0.49
0.6 0.14 0.27
0.7 0.08 0.15
0.8 0.03 0.08
Gambar 10a Residual oil saturation versus f ; b Nilai
f dan model fracture-vug

Pada makalah ini diasumsikan besarnya harga f
berdasarkan interkonektivitas vug-fracture adalah
sebesar 0.7. Oleh karena itu besarnya S
orw
adalah 0.08
dan S
org
adalah 0.15.

Well Test Analysis (Uji Sumur)
Analisa data well test dilakukan dengan
menggunakan data sumur X-02 yang diperoleh dari
dua pengukuran. Dengan menggunakan Horner plot
dan type curve matching, permeabilitas reservoir
dapat dihitung. Permeabilitas reservoir hasil analisa
untuk masing-masing pengukuran adalah 408 md dan
205 md. Hasil analisa well test ini kemudian
digunakan sebagai referensi penentuan hubungan
porositas dan permeabilitas bersama dengan data dari
analisa core seperti diulasi didepan. Untuk besar
tekanan inisial reservoir digunakan harga 2454 psi
yang sama dengan tekanan gelembungnya.

Gambar 11 sampai 14 menunjukkan hasil Horner plot
dan type curve matching, sedangkan tabel 5
menunjukkan rangkuman hasil analisa tersebut.

Tabel 5 Hasil well test analysis
Well
Initial
Pressure
Model Gauge
Permeability
(md)
Omega
(8)
I 408.5 0.4
X-02 2454
Dual
Porosity
II 303.8 0.25
Porosity (%) Effective Rock Compressibility
5.3 6.89 x 10
-6

8.4 5.36 x 10
-6

10.6 4.65 x 10
-6

- 6 -
Gambar 11 Horner Plot Hasil Pengukuran I

Gambar 12 Type Curve Match Plot Hasil
Pengukuran I

Gambar 13 Horner Plot Hasil Pengukuran II

Gambar 14 Type Curve Match Plot Hasil
Pengukuran II

PEMODELAN RESERVOIR
Hal yang harus diperhatikan sebelum pemodelan
fenomena water coning adalah gridding reservoir,
yaitu aplikasi metode LGR (local grid refinement)
untuk mengidentifikasi kenaikan level coning dengan
teliti. Dalam pemodelan reservoir Y ini, LGR
dilakukan berdasarkan kerapatan grid secara
logaritmik dalam arah vertikal sehingga mampu
untuk memodelkan fenomena water coning.
Gridding Reservoir
Area gridding untuk reservoir Y terdiri dari 80,000
grid sel dengan ukuran dimensi 50 x 80 x 20 grid.
Sistem geometri gridding yang digunakan adalah
orthogonal coner point grid blok. Gambar 15
memperlihatkan griding area untuk reservoir Y.
Gambar 15 Area Gridding Reservoir
Besar ukuran tiap sel adalah 175 ft (x) x 175 ft (y).
Sedangkan dalam arah vertikal splitting grid
dilakukan untuk mendapatkan sensitivitas grid yang
menggambarkan water coning. Untuk zona 1 splitting
- 7 -
dilakukan dengan membaginya menjadi 17 lapisan,
zona 2 menjadi 12 lapisan dan zona 3 menjadi 8
lapisan. Ketebalan rata-rata lapisan pada bagian yang
refined untuk tiap zona adalah 5 ft untuk zona 1, 9 ft
untuk zona 2 dan 10 ft untuk zona 3.

Reservoir Properties
Berdasarkan sifat-sifat batuan reservoirnya, secara
umum reservoir Y dibagi menjadi 3 zona yang dibagi
lagi menjadi beberapa lapisan. Zona-zona ini
didefinisikan dengan menggunakan peta struktur
kedalaman maupun peta isoporosity tersendiri.
Beberapa sifat fisik reservoir baik yang didapatkan
dari peta maupun hasil korelasi akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Struktur kedalaman
Untuk datum kedalaman tiap zona di buat
dengan menggunakan peta puncak struktur
tersendiri. Peta struktur kedalaman terdiri dari
puncak struktur untuk zone 1,2,3 dan base zone
3.
2. Ketebalan lapisan
Harga ketebalan lapisan didapatkan dengan
mencari selisih antara peta puncak struktur satu
zona dengan puncak struktur zona dibawahnya.
Sedangkan untuk ketebalan zona terakhir
digunakan puncak strukutur zona dan base
struktur zona tersebut. Tabel 6 menunjukkan
ketebalan dan perlapisan tiap zona.

Tabel 6 ketebalan tiap lapisan dan perlayerannya

Layer
Zone Ketebalan
top bottom
1 Top zone 2 top zone 1 1 17
2 Top zone 3 top zone 2 18 29
3 Base zone 3 top zone 3 30 37
3. Nilai Porositas
Nilai porositas yang digunakan untuk
menentukan besar harga porositas reservoir
lapangan Y dibuat dengan menggunakan analisa
atribut geofisika, dengan menggunakan acuan
data seismik. Harga porositas maksimum
dibatasi dengan nilai 30%, yang dinilai sebagai
harga tertinggi untuk porositas lapangan Y.

4. Permeabilitas
Ketidakpastian dalam penentuan harga
permeabilitas dengan persamaan k disini
sangat tinggi seperti diperlihatkan oleh Gambar
6 di depan. Perbedaan kecenderungan yang
diperoleh dari data core dan data hasil tes PBU
membuat penarikan trend harus mengambil
perataan keduanya. Hubungan data porositas-
permeabilitas dari analisa core memberikan
hasil yang menyebar secara abnormal dan tidak
dapat digunakan sebagai validasi harga
permeabilitas yang diadapatkan dari data tes
PBU. Data sejarah produksi dari sumur juga
tidak mendukung nilai permeabilitas yang
didapatkan dari analisis core diatas.

Kemungkinan terdapatnya fracture pada
reservoir juga sempat dipertimbangkan namun
karena kurangnya data yang dibutuhkan untuk
melakukan analisis lebih jauh maka asumsi
tetap diarahkan untuk model reservoir
homogen. Alasan lain dari penggunan sifat
model porositas dan permeabilitas tunggal
adalah kemungkinan terjadinya pola aliran yang
berbeda pada reservoir.
Hasil terakhir yang dipakai untuk menentukan
nilai permeabilitas lapangan reservoir Y adalah
dengan menggunakan persamaan yang
diberikan oleh Gambar 6 untuk arah horizontal.
Sedangkan untuk arah vertikal besarnya
permeabilitas vertikal ditentukan dengan proses
simulasi yang dijelskan di depan.

DESAIN KONSEPTUAL OPTIMASI
PRODUKSI:
PENANGANAN WATER CONING DENGAN
METODE DUAL COMPLETION
Sebenarnya ide dasar sistem dual completions ini
adalah memproduksi minyak dari top completion
melalui annulus antara tubing dan casing, dan
memproduksi air dari bottom completion melalui
tubing atau dapat sebaliknya. Water coning terjadi
karena adanya drawdown yang diakibatkan produksi
minyak, untuk mencegah terjadinya coning ini
diperlukan drawdown kebalikan yang besarnya sama
atau lebih yang terletak pada bagian bawah Water Oil
Contact untuk menciptakan keadaan yang lebih
stabil. Dengan kata lain sistem dual completions
bertujuan untuk mengubah aliran minyak dari semi
spherical menjadi radial.

Pada Gambar 16 ditunjukkan salah satu skema dari
dual completions dimana air yang diproduksikan juga
akan menghasilkan drawdown. Jika drawdown yang
dihasilkan kedua zona sama, maka akan tercipta
keadaan Water Oil Contact yang stabil. Akibat dari
ini adalah minyak yang bebas air (water-free oil)
akan terproduksi melalui annulus, dan air yang bebas
minyak (oil-free water) akan terproduksi melalui
rangkaian tubing. Ikut terproduksinya air dalam
jumlah besar mengakibatkan perlunya fasilitas
permukaan yang memadai dalam menghadapi water
production. Hal lain yang perlu diperhatikan disini
adalah keperluan penambahan packer yang berfungsi
- 8 -
memisahkan antara dua interval produksi yaitu zona
minyak dan zona air.

Selain memakai single tubing, dual completions juga
bisa diterapkan pada dual tubing. Mekanismenya
juga sama yakni membuat efek hidrodinamika pada
Water Oil Contact. Drawdown yang dihasilkan oleh
produksi minyak pada top completion akan
diseimbangkan oleh produksi air pada bottom
completion. Sebuah packer tetap perlu dipasang
untuk memisahkan completion di dalam sumur.
Konfigurasi dual completions dengan dual tubing
dapat dilihat pada Gambar 17.

Penggunaan sistem komplesi dual completion dapat
juga dilakukan pada suatu sumur horizontal. Pada
kasus sumur horizontal drawdown penyeimbang yang
didapatkan dengan produksi pada zona air akan dapat
diperoleh dengan membuat suatu segmen vetikal
dibawah segmen horizontal sumur. Segmen vertikal
ini dapat dibuat mulai dari kick off point sumur
horizontal sampai dengan beberapa feet dibawah
permukaan original water oil contact.
Perbedaan mendasar antara sistem dual completion
pada sumur vertikal dan horizontal hanya terjadi pada
proses operasi produksinya saja. Sumur horizontal
yang memiliki segmen lebih panjang untuk
memproduksi minyak harus diimbangi dengan laju
produksi air yang lebih besar pada zona air
dibandingkan dengan sunur vertikal untuk kenaikan
muka air yang sama. Skema konfigurasi dual
completion untuk sumur horizontal dapat lihat pada
Gambar 18.

Gambar 16 Sumur Dengan Konfigurasi Dual
Completions
Gambar 17 Konfigurasi Dual Completions Dengan
Dual Tubing
Gambar 18 Konfigurasi Dual Completions Untuk
Sumur Horizontal

HASIL SIMULASI
Penyelarasan Produksi
Pada saat sebelum fenomena water coning terjadi,
proses matching data produksi dapat dilakukan
dengan mencocokkan data produksi cairan, minyak,
gas, air serta data tekanan. Namun dengan
breakthrough air akuifer pada lubang sumur,
matching produksi menjadi lebih sulit untuk
dilakukan karena kenaikan produksi air yang sangat
- 9 -
besar untuk waktu yang singkat sehingga sulit untuk
dimodelkan. Oleh karena itu matching lebih teliti
untuk laju produksi minyak dengan tujuan untuk
memprediksi berapa banyak recovery factor minyak
yang masih dapat diperoleh setelah water coning
telah terjadi.

Hasil history matching terbaik sebelum breakthrough
air memberikan validasi terhadap parameter reservoir
lapangan Y berupa permeabilitas rata-rata reservoir
sebesar 110 md dan ratio permeabiltas vertikal
terhadap permeabiltas horizontal k
v
/k
h
sebesar 0.21.
Sedangkan setelah breakthrough air terjadi koreksi
terhadap permeabilitas horizontal harus dilakukan
sehingga besarnya kini mengikuti persamaan 1
dengan faktor koreksi sebesar 0.51 kali dari nilai
permeabilitas yang didapatkan dari cloud transform
porositas permeabilitas sebelumnya. Sedangkan
untuk perbandingan permeabilitas horizontal dan
vertikalnya k
v
/k
h
masih diwakili dengan konstanta
sebesar 0.21. sehingga model yang digunakan untuk
meramalkan kinerja dari reservoir adalah model
terakhir yang telah menggunakan hasil history
matching dengan data setelah breaktthrough air.

Peramalan Produksi
Setelah dilakukan proses history matching, dilakukan
peramalan produksi untuk masa yang akan datang
(forecasting future performance) dengan tujuan
utama adalah untuk menentukan besarnya faktor
perolehan minyak maksimal yang dapat dihasilkan
dari produksi sumur X-03 yang telah mengalami
fenomena water breakthrough.
Proses forecasting hanya dilakukan pada sumur X-03
dan dengan proses operasi produksi berupa constrain
laju produksi minyak konstan. Besarnya laju konstan
produksi minyak ini adalah sebesar 750 BOPD,
dengan tidak terlalu mempermasalahkan besarnya
produksi air.

Sebagai usulan pemecahan masalah adalah dengan
penambahan sumur produksi air yang dibor mulai
dari KOP sumur horizontal X-03.

Gambar 19,20, dan 21 memperlihatkan perbandingan
hasil simulasi antara kasus dasar (tanpa perlakuan
apaun) dengan kasus penambahan sumur produksi
air.

Gambar 19 X-03 Peramalan kinerja: Oil Rate
Production

Gambar 20 X-03 Peramalan kinerja: Water Cut

Gambar 21 X-03 Peramalan kinerja: Cumulative Oil
Production

- 10 -

Optimasi Selang Perforasi
Optimasi selang perforasi pada zona air (water zone
perforation) dilakukan untuk mendapatkan selang
perforasi optimum untuk selang komplesi zona air.
Nilai selang perforasi optimum diambil berdasarkan
besarnya pertambahan kumulatif minyak yang
dihasilkan dibandingkan dengan kumulatif produksi
minyak pada skenario basecase.
Tabel 7 dan Gambar 22 menunjukkan dan
memperlihatkan masing-masing selang perforasi air
untuk setiap skenario produksi.

Tabel 7 Skenario Pengembangan Lapangan
Skenario
No. Case
Pengembangan
1 1 Tanpa Sumur Produksi Air
Dengan Sumur Produksi Air
2 2a Selang Perforasi 10 feet
3 2b Selang Perforasi 20 feet
4 2c Selang Perforasi 30 feet
5 2d Selang Perforasi 40 feet
6 2e Selang Perforasi 50 feet
Gambar 22 Skematis Selang Perforasi Pada Zona Air

Perbandingan besarnya produksi kumulatif minyak
untuk kodisi basecase dan case dengan penambahan
sumur produksi air dan variasi diberikan pada
Gambar 23 dan Tabel 8, sedangkan besarnya faktor
perolehan untuk setiap panjang selang perforasi
diberikan pada Tabel 9. Tampak bahwa panjang
selang perforasi optimum (yang memberikan hasil
maksimal) adalah 34-35 feet.

Gambar 23 Perbandingan Produksi Minyak
Kumulatif Untuk Setiap Skenario Pengembangan

Tabel 8 Akhir Masa Produksi dan Produksi
Kumulatif Minyak
Untuk Setiap Skenario Pengembangan
Tanggal Akhir
Kumulatif
Produksi
No. Case Produksi (MMSTB)
1 1 16 November 2012 3.51
2 2a 3 Juli 2017 5.21
3 2b 2 November 2017 5.57
4 2c 4 Februari 2018 5.69
5 2d 1 Desember 2017 5.65
6 2e 3 Juli 2017 5.53
Tabel 9 Akhir Masa Produksi dan Besar Faktor
Perolehan Minyak
Untuk Setiap Skenario Pengembangan
Tanggal Akhir
Faktor
Perolehan
No. Case
Produksi (%)
1 1 16 November 2012 13
2 2a 3 Juli 2017 19.28
3 2b 2 November 2017 20.62
4 2c 4 Februari 2018 21.06
5 2d 1 Desember 2017 20.91
6 2e 3 Juli 2017 20.47
- 11 -

KESIMPULAN
Bedasarkan analisa hasil simulasi, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah berhasil dilakukan analisa permasalahan
water coning dan pemecahannya dengan
skenario pengunaan dual completion untuk
mengatasi permasalahan water coning pada
sumur horizontal pada lapangan Y.
2. Pengunaan sistem dual completion dengan
produksi pada zona air diperkirakan akan
memberikan faktor perolehan mencapai 21.12%.
3. Besar selang perforasi optimum yang disarankan
untuk komplesi di zona air adalah sebesar 34-35
feet.

SARAN
Untuk mendapatkan hasil komparasi dan lebih
mendetail sehubungan dengan proses history
matching untuk sumur X-03 lapangan Y ini, maka
penelitian perlu dilanjutkan dengan menggunakan
model dual porosity dengan analisis sensitivitas
parameter utamanya.
Sebagai perbandingan, Gambar 24 dan 25
memperlihatkan hasil penyelarasan produksi dengan
menggunakan model dual porosity dengan storativity
ratio ()) sebesar 0.15.

Gambar 24 Perbandingan Hasil Matching Minyak
Gambar 25 Perbandingan Hasil Matching Air

UCAPAN TERIMAKASIH
Kami sampaikan terimakasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Fauzi Imran yang telah memberikan
kesempatan untuk studi kasus ini.

REFERENSI
1. Hyland, L.A.,Critical Rate for Water Coning in
Isotropic and Anisotropic Formations, MS
thesis, Rogaland U., Stavenger, Norway, 1984.
2. Abbas, H. H and Bass,D .M., The Critical
Production Rate in Water Coning System, Paper
SPE 17311 presented at the SPE Permian Basin
Oil and gas Recovery Conference, 1988.
3. Wibowo, W., BP Indonesia, Permadi P.,
Mardisewojo, P and Sukarno, P., Institut
Teknologi bandung, Behaviour of Water
Cresting and production Performance of
Horzontal Water Drive reservoir: A Scaled
Model Study, Paper SPE 87046 presented at the
SPE Asia Pasific Conference on Integrated
Modelling for asset management, 2004.
4. Inikori, S.O., Numerical Study of Water Coning
Control with Downhole Water Sink (DWS)
Completions in Vertical and Horizontal Wells,
Ph.D dissertation, Lousiana State University and
A & MCollege, Baton Rouge,LA., 2002.
5. Francois, M. Giger, Analytic Two-Dimensional
Models of Water Cresting Before Brakthrough
for horizontal Wells, Paper SPE 15378 presented
at SPE Annual Technical Conference and
Ehibition held in New Orleans, 1986.
6. Permadi, P., Practical Methods to Forecast
Production Performance of Horizontal Wells,
Paper SPE 29310, presented at SPE Asia Pasific
Oil and Gas Conference held in Kuala Lumpur,
1995.

Anda mungkin juga menyukai