Anda di halaman 1dari 22

1

Case Report
EPI LEPSI GRAND-MAL







Oleh:
Rizki Muhammad Rananda 0910312031

Preseptor
Prof. Dr. dr. H. Basjirudin A. Sp.S (K)
dr. Yuliarni Syafrita Sp.S (K)



BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2014
2

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI EPILEPSI
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi
ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
1
Epilepsi dapat didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan
epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas
muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi.
2
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.
1

1.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima
puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara
berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara
berkembang mencapai 100/100.000.

Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak
mendapatkan pengobatan apapun.

Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan

perempuan.
3



1.3 ETIOLOGI

Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel
neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau
gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak,
dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.
5


3

Bila ditinjau dari faktor etiologis, epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok :
5,6

1. Epilepsi idiopatik
Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak
menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik
disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi pasien
epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan.
Dengan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan
idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik .
2. Epilepsi simtomatik
Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan
ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma
otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang bermula
ekstrakranial dan kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung, gangguan
pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan
keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi lebih).
Kelainan struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus dilacak faktor-
faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi, contohnya, yang mungkin
berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar, hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis
oleh hiperventilasi, gangguan emosional.
1.4 PATOFISIOLOGI
Konsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings
Jackson, bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang
timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan
umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih
tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang
menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Terjadinya epilepsi
sampai saat ini belum terungkap secara rinci.
5
Beberapa faktor yang ikut berperan telah terungkap, misalnya :
5,6
4

1. Gangguan pada membran sel neuron
Potensial sel membran neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion
natrium dan kalium. Membran neuron permeabel sekali terhadap ion kalium dan kurang
permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan
konsentrasi ion natrium yang rendah di dalam sel pada keadaan normal. Bila keseimbangan
terganggu, sifat semipermeabel berubah, sehingga ion natrium dan kalium dapat berdifusi
melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan kadar potensial
yang menyertainya. Semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai
berkurangnya ion kalium dan meningkatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel.
2. Gangguan pada mekanisme inhibisi presinap dan pascasinap
Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat) mengakibatkan depolarisasi, zat transmiter
inhibisi (GABA, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Pada keadaan
normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan keseimbangan ini
dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang. Gangguan sintesis GABA menyebabkan
eksitasi lebih unggul dan dapat menimbulkan bangkitan epilepsi
3. Sel Glia
Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstrasel disekitar neuron dan
terminal presinap. Pada keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur konsentrasi ion kalium
ekstrasel dapat terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron
disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstrasel dibanding intrasel dapat
mendepolarisasi membran neuron. Astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan
sewaktu aktifnya sel neuron.
Bila sekelompok sel neuron tercetus maka didapatkan 3 kemungkinan :
5,6

1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya melainkan terlokalisasi pada kelompok
neuron tersebut, kemudian berhenti
2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, tetapi tidak melibatkan seluruh otak
kemudian menjumpai tahanan dan berhenti
3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak kemudian berhenti
5

Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi parsial, sedangkan pada keadaan 3
didapatkan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi bergantung kepada letak serta fungsi sel
neuron yang berlepas muatan listrik berlebih serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik
terjadi bila lepas muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Gangguan sensori akan
terjadi bila struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlibat. Kesadaran menghilang bila
lepas muatan melibatkan batang otak dan talamus. Sel neuron di serebelum, di bagian bawah
batang otak dan di medula spinalis tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi.
5
Saat terjadi bangkitan kejang, aktivitas pemompaan natrium bertambah, dengan demikian
kebutuhan akan senyawa ATP bertambah, dengan kata lain kebutuhan oksigen dan glukosa
meningkat, maka peningkatan kebutuhan ini masih dapat dipenuhi. Namun bila kejang
berlangsung lama, ada kemungkinan kebutuhan akan oksigen dan glukosa tidak terpenuhi,
sehingga sel neuron dapat rusak atau mati.
5
1.5 KLASIFIKASI BANGKITAN EPILEPSI
Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Againts Epilepsi, 1981 :
7,8

1. Kejang Parsial
Kejang parsial merupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan biasanya
disertai dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik otak yang
terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu bagian dari hemisfer otak.
Kejang parsial sederhana tidak disertai penurunan kesadaran
Kejang parsial kompleks disertai dengan penurunan kesadaran
2. Kejang Umum
Kejang umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang terjadi pada seluruh
hemisfer otak secara simultan
Absens (Petit Mal)
Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi
sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
Mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas
pada wajah, batang tubuh, satau atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang
atau tunggal.
6

Klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai
terutama sekali pada anak.
Tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi.
Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh
batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat
bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, pupil dilatasi.
Tonik Klonik (grand mall)
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh gerakan
klonik.
Atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan
atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
3. Kejang Tidak Dapat Diklasifikasi
Sebagian besar serangan yang terjadi pada bayi baru lahir termasuk golongan ini.


1.6 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan
yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
1,9
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir
tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu
yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan)
merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
1,9
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
9
7

- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal
atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara
anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
9,10

3. Pemeriksaan penunjang

Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya
misal gelombang delta.
8

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat
yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile
mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang
paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG
gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami
serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman
video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi
kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini
sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta
bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial
dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
9
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur
otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hipokampus kanan dan kiri.9,10

1.7 FAKTOR-FAKTOR RISIKO EPILEPSI

Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak yang penyebabnya
bervariasi terdiri dari berbagai faktor. Diperkirakan epilepsi disebabkan oleh keadaan yang
mengganggu stabilitas

neuron-neuron otak.
5,6
Faktor Resiko Epilepsi.
5,6
Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38
0
C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak-anak yang
mengalami kejang demam tersebut tidak mengalami infeksi susunan pusat atau gangguan
9

elektrolit akut. Umumnya anak yang mengalami kejang demam berusia antara 6 bulan
sampai 5 tahun, paling sering usia 18 bulan. Berapa batas umur kejang demam tidak ada
kesepakatan, ada kesepakatan yang mengambil batas antara 3 bulan sampai 5 tahun, ada
yang yang menggunakan batas bawah adalah 1 bulan. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Awitan di atas 6 tahun
sangat jarang.
Trauma kepala / cedera kepala
Trauma memberikan dampak pada jaringan otak yang dapat bersifat akut dan kronis. Pada
trauma yang ringan dapat menimbulkan dampak yang muncul dikemudian hari dengan
gejala sisa neurologik parese nervus cranialis, serta cerebral palsy dan retardasi mental.
Dampak yang tidak nyata memberikan gejala sisa berupa jaringan sikatrik, yang tidak
memberikan gejala klinis awal namun dalam kurun waktu 3 - 5 tahun akan menjadi fokus
epilepsi.
Bangkitan epilepsi pasca cedera kepala dibagi dalam 3 golongan yaitu:
- Bangkitan segera, sebagai jawaban langsung atas serangan mekanis dari jaringan otak
yang mempunyai ambang rangsang yang rendah terhadap kejang. Biasanya
berhubungan dengan faktor genetik.
- Bangkitan dini, timbul dalam 24 - 48 jam, pada cedera kepala hebat sebagai akibat dari
udem otak, perdarahan intrakranial, kontusio, laserasi dan nekrosis. Bangkitan epilepsi
biasanya bersifat kejang umum.
- Bangkitan lambat, biasanya timbul dalam 2 tahun pertama setelah cedera kepala,
bangkitan berasal dari parut serebro-meningeal akibat trauma yang telah dibuktikan baik
secara anatomis, maupun elektro-fisiologis.

Infeksi susunan saraf pusat.
Risiko akibat serangan epilepsi bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang terjadi pada
sistem saraf pusat. Risiko untuk perkembangan epilepsi akan menjadi lebih tinggi bila
serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya.
Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya epilepsi. Di negara-negara barat
penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus
10

temporalis. Epilepsi yang timbul berbentuk serangan parsial kompleks dengan sering
diikuti serangan umum sekunder dan biasanya sulit diobati. Infeksi virus ini dapat juga
menyebabkan gangguan daya ingat yang berat dan kombinasi epilepsi dengan kerusakan
otak dapat berakibat fatal.
Pada meningitis dapat terjadi sekuele yang secara langsung menimbulkan cacat berupa
cerebal palsy, retardasi mental, hidrosefalus dan defisit N. kranialis serta epilepsi. Dapat
pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa sikatriks pada sekelompok neuron atau
jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah fokus epilepsi, yang dalam kurun waktu 2- 3
tahun kemudian menimbulkan epilepsi.

Epilepsi akibat toksik
Beberapa jenis obat psikotropik dan zat toksik seperti Co, Cu, Pb dan lainnya dapat
memacu terjadinya kejang . Beberapa jenis obat dapat menjadi penyebab epilepsi, yang
diakibatkan racun yang dikandungnya atau adanya konsumsi yang berlebihan. Termasuk di
dalamnya alkohol, obat anti epileptik, opium, obat anestetik dan anti depresan. Penggunaan
barbiturat dan benzodiazepine dapat menyebabkan serangan mendadak pada orang yang
tidak menderita epilepsi. Serangan terjadi setelah 12 24 jam setelah mengkonsumsi
alkohol. Sedangkan racun yang ada pada obat dapat mengendap dan menyebabkan
serangan epilepsi.

Gangguan Metabolik
Serangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi serum glokuse,
kalsium, magnesium, potassium dan sodium. Beberapa kasus hiperglikemia yang disertai
status hiperosmolar non ketotik merupakan faktor risiko penting penyebab epilepsi di Asia,
sering kali menyebabkan epilepsi parsial.


1.8 DIAGNOSIS BANDING

I. Sinkope
Sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah
ke dalam otak dan anoksia. Sebabnya ialah tensi darah yang menurun mendadak,
11

biasanya ketika penderita sedang berdiri. Pada 75% kasus-kasus terjadi akibat
gangguan emosi. Pada fase permulaan, penderita menjadi gelisah, tampak pucat,
berkeringat, merasa pusing, pandangan mengelam. Kesadaran menurun secara
berangsur, nadi melemah, tekanan dara rendah. Dengan diaringkan horizontal
penderita segera membaik.
6,10

II. Hipoglikemia
Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering.
Kesadaran dapat menurun perlahan-lahan.
6

III. Histeria
Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita terutama antara 7-15
tahun. Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin
menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol atau perubahan
pasca serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi tidak
menyerupai kejang tonik-klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi.
Timbulnya serangan sering berhubungaqn dengan stress.
6,10


1.9 TATALAKSANA
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal terendah. Yang
terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat menembus sawar darah otak dan
mencapai reseptor susunan saraf pusat.
1,9


Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak kambuh.
Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat antiepilepsi.
1,9
Prinsip pengobatan epilepsi:
9

1. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom epilepsi
2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi
3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang pertama
gagal
4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang.
OAE pilihan pertama dan kedua :
9

12

1.Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
2.Serangn tonik klonik
OAE I :Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
3.Serangan absens
OAE I : Etosuksimid, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin
4.Serangan mioklonik
OAE I : Benzodiazepin, asam valproat
OAE II : Etosuksimid
5.Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE kecuali etosuksinid
13


Syarat penghentian obat anti epilepsi:
1,9

1. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2
tahun bebas bangkitan
2. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
3. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang
bukan utama

1.10 PROGNOSIS
Penderita epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun.
Bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan dan penderita tidak mengalami
kejang lagi, dapat dikatakan bahwa penderita telah mengalami remisi. 30% penderita tidak akan
mengalami remisi walau sudah minum obat teratur.
9
Faktor yang mempengaruhi remisi adalah lamanya kejang, etiologi, tipe kejang, umur
awal terjadi kejang, kejang tonik-klonik, kejang parsial kompleks akan mengalami remisi pada
14

hampir lebih dari 50% penderita. Makin muda usia awal terjadinya kejang, remisi lebih sering
terjadi.
6,10




















15

DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
2. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With and Without
Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.
3. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development
and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
4. World Health Organization. Epilepsy : Historical Overview. 1997. Fact Sheet. URL
http://www.who.int/inf-fs/ en/fact 168. html. Cited on 20 February 2014
5. Lumbantobing SM. Etiologi Dan Faal Sakitan Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim,
Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.197-
203.
6. Tjahjadi Petrus, Dikot Yustiani, Gunawan Dede. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi.
Dalam: Harsono, penyunting. Kapita Selekta Neurologi. Edisi-2. Yogyakarta: Gajahmada
University Press; 2007: h.119-133.
7. Sunaryo utoyo.2007. Diagnosis Epilepsi. Surabaya; Bagian neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma .
8. Chadwick D. Diagnosis of Epilepsy . Lancet. 1990; 336 : 291 - 295.
9. Markam S, Gunawan S, Indrayana, Lazuardi S. Diagnostik Epilepsi. Dalam: Markam
Soemarmo, penyunting. Penuntun Neurologi. Edisi-1. Tangerang: Binarupa Akasara;
2009: h. 103-113.
10. Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan Penatalaksanaannya dalam
Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi, Agoes A (editor); h 129-148.




16

BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Ampang Kualo, Solok
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
No MR :

Seorang pasien perempuan umur 24 tahun datang ke Poli Syaraf RSUD Solok tanggal 17
Maret 2014 dengan :
Keluhan utama :
Kejang berulang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang berulang sejak 3 hari yang lalu. Kejang umum seluruh tubuh, lama 3
menit, frekuensi kejang 1 kali dengan diawali kaku seluruh tubuh 30 detik diikuti
dengan kelonjotan 1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke
atas,lidah tergigit, mulut berbuih.
Saat dan sesudah kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang pasien terlihat bingung
dan kelelahan
Demam tidak ada
Mual dan muntah tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang pertama kali 6 tahun yang lalu, ketika pasien sedang sekolah.
pasien tidak dirawat.
Riwayat kejang kedua 7 bulan yang lalu.Pasien tidak dirawat, tapi makan obat
dan setelah itu rajin kontrol ke RSUD Solok dan minum obat teratur.
Riwayat trauma kepala tidak ada
17


Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kejang seperti ini
Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi
Pasien seorang petani
riwayat kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,9
o
C
Status gizi : sedang

Status Internus
Rambut : rambut hitam tidak mudah dicabut
Kulit dan kuku : tidak ditemukan kelainan
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Keadaan regional
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
PARU
Inspeksi : gerakan simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-)
JANTUNG
18

Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

ABDOMEN
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal

Corpus vertebrae : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak diperiksa

Status Neurologis
1.Kesadaran CMC, GCS 15 (E4 M6 V5)
2.Tanda Rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : - Kernig :-
Brudzinsky I :- Brudzinsky II :-
3.Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Muntah proyektil :-
Sakit kepala progresif :-
4.Nervus Kranialis :
Nervus I :penciuman baik
Nervus II :visus 6/6 ODS,pupil isokhor, diameter 3mm/3 mm,
reflek cahaya +/+
Nervus III,IV,VI :bola mata dalam posisi ortho, ptosis (-),gerakan bola mata
bebas ke segala arah,
19

Nervus V :buka mulut (+), mengigit (+), menguyah (+),
menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan (+), refleks
kornea(+)
Nervus VII : raut muka simetris kiri dan kanan, menutup mata +/+,
mengerutkan dahi (+),plica nasolabialis ki=ka
Nervus VIII : fungsi pendengaran baik, Nistagmus (-)
Nervus IX&X :Refleks muntah (+), arkus faring simetris,uvula ditengah
Nervus XI :dapat menoleh dan mengangkat bahu kiri dan kanan
Nervus XII :deviasi lidah (-), tremor (-),atrofi papil lidah (-), fasikulasi
(-)

4.Koordinasi :
Cara berjalan : dalam batas normal
Romberg test : -
Rebound phenomen : -
Tes tumit lutut : -
Tes supinasi pronasi : -
Disartria : -

5.Motorik : ekstermitas superior dan inferior
Dekstra Sinistra
Pergerakan : aktif aktif
Kekuatan : 555 555
555 555
Tonus : eutonus eutonus

6.Sensorik :Sensibilitas halus dan kasar baik kiri dan kanan
7.Fungsi otonom
Miksi : neurogenik bladder (-)
Defekasi : baik
Sekresi keringat:baik
20

8.Reflek fisiologis
Biseps :++/++
Triseps :++/++
Reflek APR :++/++
ReflekKPR :++/++
9.Reflek Patologis
Babinski :-/- Gordon :-/-
Chaddock:-/- schaffer:-/-
Oppeinheim:-/- hoffmen trommer -/-
10.Fungsi luhur : reaksi emosi baik, fungsi bicara:bicara lancar

Laboratorium :-

Diagnosis Klinis : epilepsy grand mal
Diagnosis Topik : intra kranial
Diagnosis Etiologi : idiopatik
Diagnosis Sekunder :

Pemeriksaan Anjuran :
- Pemeriksaan darah lengkap
- EEG
- Brain CT Scan dengan kontras
Terapi
1. Umum :
Diet MB TKTP 1500 kkal/hari
2. Khusus :
Fenintoin 3x100 mg (po)
Clobazam 1x10 mg (po)
Asam Folat 2x5 mg (po)


21

BAB III
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun perempuan usia 46 tahun yang
datang ke poli syaraf RSUD Solok pada tanggal 17 Maret 2014 dengan diagnosis klinis epilepsi grand
mal.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
diketahui adanya kejang berulang dan disertai penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran baik dan pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Hal ini mendukung ke arah
epilepsy grand mal.
Pada kasus ini, pencetus bangkitan epilepsi belum diketahui.Pasien telah dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan elektroensefalografi (EEG).
Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah Fenintoin 3x100 mg
(po),Clobazam 1x10 mg (po),Asam Folat 2x5 mg (po).Edukasi juga diberikan kepada pasien dan
keluarga sebagai suatu bentuk penatalaksaanaan non farmakologis. Prognosis pasien ini adalah
baik, walaupun serangan epilepsi mungkin bisa berulang.











22


BAB IV
KESIMPULAN
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol
yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.

Menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi
didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang
dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat
kejang epilepsi sebelumnya.

Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang sesuai
dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula. Diagnosis epilepsi
berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Jadi membuat diagnosis tidak hanya
berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja, justru informasi
yang diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata
yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan pemeriksaan
fisik dan neurologi. Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulah dilanjutkan
pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang
mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.

Anda mungkin juga menyukai