Anda di halaman 1dari 2

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET

UNTUK BAHAN BAKAR ALTERNATIF



Energi saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Pemanfaatan sumber energi yang berasal dari fosil yang terus-menerus akan
menyebabkan sumber energi tersebut habis. Hal ini diakibatkan karena sumber
energi dari fosil merupakan sumber nergi tak terbarukan yang pembentukannya
membutuhkan waktu ibuan bahkan jutaan tahun. Berdasrakan permasalahan
tersebut maka perlu dipikirkan adalah pembuaatan sumber energi baru.
Banyaknya limbah yang terdapat di lingkungan sekitar menggugah pikiran
beberapa orang untuk memanfaatkannya sebagai salah satu sumber energi
alternatif. Salah satu bentuk energi alternatif yang dihasilkan adalah briket.
Briket merupakan gumpalan dari barang lunak yang dikeraskan melalui
pembakaran. Banyak limbah di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan untuk bahan
baku pembuatan briket antara lain : tempurung kelapa, gergajian kayu, kertas
bekas, tongkol jagung, limbah biji jarak, bahkan ada yang memanfaatkan limbah
plastik sebgai campuran dalam pembuatan briket.
Pembuatan briket arang atau biomasa lainnya meliputi tahapan :
pengarangan (karbonisasi), penggilingan, pencampuran dengan perekat,
pencetakan/ pengempaan dan pengeringan. Ketahanan dan kerapatan serbuk arang
ditentukan oleh ukuran serbuk arang yang digunakan. Semakin halus maka
kerapatannya akan semakin meningkat. Makin halus ukuran partikel, makin baik
briket yang dihasilkan. Ukuran partikel yang terlalu besar akan menyulitkan
proses perekatan, sehingga mengurangi keteguhan tekan briket yang dihasilkan.
Tujuan pencampuran dengan perekat adalah untuk memperbaiki kerapatan
(densitas) dari briket yang dihasilkan. Dengan pemakaian perekat maka tekanan
yang diperlukan untuk pembentukan briket akan jauh lebih kecil dibandingkan
dengan briket tanpa memakai bahan perekat. Terdapat dua macam perekat yang
biasa digunakan dalam pembuatan briket yaitu perekat yang berasap (tar, molase),
dan perekat yang tidak berasap (pati dan dekstrin tepung beras). Untuk briket
yang digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai bahan perekat yang tidak
berasap.
Mutu briket arang dan briket biomasa lainnya ditentukan berdasarkan sifat
fisik dan kimianya, antara lain oleh kadar air, kadar abu, kadar zat mudah
menguap, kadar karbon terikat, kerapatan (densitas), ketahanan tekan, dan nilai
kalor. briket yang memiliki mutu baik mempunyai ciri-ciri antara lain: (a)
berwarna hitam dan apabila dibakar api yang dihasilkannya berwarna kebiru-
biruan, (b) terbakar tanpa berasap, tidak memercikkan api dan tidak berbau, (c)
tidak terlalu cepat terbakar.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap beberapa limbah
untuk bahan baku pembuatan briket diperoleh hasil bahwa 1 kg briket rata-rata
dapat memberikan waktu nyala 6 jam. Data menunjukkan kalori yang dihasilkan
dari proses pembakaran briket adalah sebagai berikut : 6330 kal/gr untuk briket
limbah jarak, 5000-6000 kal/gr untuk limbah tempurung kelapa, dan 8000 kal/gr
untuk limbah plastik dan lignoselulosa. Mutu briket juga ditentukan dari
pengeringan. Pengeringan yang baik adalah pengeringan menggunakan sinar
matahari selama 3 hari untuk menghilangkan air yang terkandung.
Penelitian yang telah dilakukan memberikan hasil yang bisa diaplikasikan
dalam kehidupan. Penemuan briket dari berbagai limbah lingkungan ini bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber energi berbasis lingkungan atau
biasa disebut eko-briket. Masyarakat diharapkan mampu dan mau
mengembangkan briket sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah.
Briket mempunyai efektivitas pembakaran 2 kali lebih besar dibandingkan
minyak tanah. Melalui pemanfaatan limbah sebagai bahan baku briket dapat
mengurangi limbah yang akan mencemari lingkungan. Selain itu bahan baku
untuk pembuatan briket tersedia melimpah, sehingga tidak perlu khawatir bahan
baku akan habis. Tindak lanjut terhadap pembuatan briket dapat menjadi mata
pencaharian baru bagi masyarkat sehingga akan meningkatkan ekonomi.
Kendala yang terjadi saat ini yaitu budaya masyarakat Indonesia yang
belum tanggap terhadap terbatasnya sumber energi tak terbarukan. Selain itu
penggunaan briket yang bagi sebagian masyarakat dianggap kurang praktis karena
masyarakat terbiasa menggunakan bahan bakar LPG. Oleh karena itu perlu adanya
sosialisasi mengenai pemanfaatan briket sebagai bahan bakar alternatif.

Anda mungkin juga menyukai