Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis, jaune yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien
ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek
atau direk.
1

Ikterus terjadi apabila terdapat penumpukan bililirubin dalam darah. Pada
sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam
kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi
cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian. Karena setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih
dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
2

Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada
sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus
harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam
2

pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (>
86mol/L) dalam 24 jam.
3


II. PERMASALAHAN
Bagaimana penanganan kuning pada bayi baru lahir?



















3

BAB II
KUNING PADA BAYI BARU LAHIR


I. DEFINISI
Ikterik didefinisikan sebagai adanya rona kuning atau kuning kehijauan-
pada kulit, sclera, dan membran mukosa karena peningkatan serum bilirubin.
Pada individu yang sehat, total bilirubin serum kurang dari 1 mg / dL (17 mcmol /
L). Ikterus dapat segera dideteksi secara klinis ketika total bilirubin serum lebih
besar dari 5 mg / dL (85 mcmol / L). Warna kuning pada kulit bayi dan organ-
organ lain akibat akumulasi bilirubin diberi istilah jaundice atau ikterus. Jaundis
pada bayi baru lahir, suatu tanda umum masalah yang potensial, terutama
disebabkan oleh bilirubin tidak terkonyugasi, produk pemecahan hemoglobin
(Hb) setelah lepas dari sel-sel darah merah (SDM) yang telah dihemolisis.
Tantangan pada neonatal adalah membedakan jaundis fisiologis dari kondisi
patologis klinis yang serius. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan
keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang
tinggi dapat menjadi Toksin dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
1


II. ETIOLOGI
Kelainan ikterus pada bayi maupun anak dapat oleh disebabkan oleh
berbagai macam hal. Menurut Pashankar kelainan ikterus pada anak disebabkan
hiperbilirubinemia yang dapat dibagi atas Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terdiri dari
penyakit-penyakit seperti Anemia hemolitik, Sindrom Gilbert, dan Sindrom
4

Crigler-Najjar. Sementara untuk ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia
yang terkonjugasi terbagi antara lain seperti infeksi virus, penyakit hati metabolik,
kelainan traktus biliaris, penyakit hati autoimun,dan beberapa sebab lain seperti
hepatotoksin dari obat-obatan, maupun zat seperti organofosfat, alkohol, dan
insektisida, serta penyebab vaskuler.
1.2

Infeksi virus terdiri dari penyakit hepatitis (A,B,C,D,E), Epstein-Barr,
sitomegalovirus, herpes simpleks virus. Penyakit hati metabolik terdiri atas
penyakit wilson, defisiensi enzim alfa-1 antitripsin, dan fibrosis kistik. Penyakit
traktus biliaris antara lain atresia biliaris, kolelithiasis, kolesistitis, kista
koledokus,dan kolangitis sklerosis. Penyakit autoimun hati terdiri atas 2 tipe, tipe
1 mengenai antibodi pada muskular dan tipe 2 mengenai antibodi anti hepar-
ginjal-mikrosomal. Sementara untuk penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus
dapat disebabkan akibat penyakit infeksi dari saluran kemih, pada anak yang
mengalami hiperkarotenemia, dan kelainan pada vaskuler seperti sindrom budd-
chiari, dan penyakit oklusi vena.
3,4,5









5

Hiperbilirubinemia Indirek Hiperbilirubinemia Direk
1. Anemia hemolitik
2. Sindrom Gilbert
3. Sindrom Crigler-Najjar
1. Infeksi Virus
a. Virus Hepatitis A,B,C,D,E
b. Virus Epstein-Barr
c. Cytomegalovirus
d. Herpes Simpex

2. Penyakit Hati metabolik
a. Wilson disease
b. Defisiensi Apha-1-
antitripsin
c. Fibrosis kistik

3. Kelainan traktus biliaris
a. Koleitiasis
b. Kolesistitis
c. Kista koledokus

4. Penyakit Hati autoimun

5. Hepatotoksin
a. Obat : Acetaminopen,
antikonvulsan, anestetik,
OAT, obat kemoterapi,
antibiotik, kontrasepsi oral.
b. Lainnya: alkohol,
insektisida, organopospat.

6. Penyebab vaskuar
a. Penyakit oklusi vena
b. Sindrom budd-chiari
Tabel 1. Penyebab Hiperbilirubinemia pada Anak yang lebih tua
1

Sedangkan pada bayi baru lahir, terdapat 2 jenis ikterus pada bayi yaitu
yang fisiologis dan patologis:
6,7

Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
6

karena ikterus. Ikterus fisiologis hanya terjadi pada neonatus. Adapun tanda-tanda
sebagai berikut:
5,6

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut:
5,6

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5% pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

III. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik ditemukan pada minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
7

dapat terbentuk fisiologis dan sebagian lagi pada patologik yang menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
8

Secara epidemiologi, ikterus terjadi pada 1/2500 kelahiran hidup, dan
daripada jumlah tersebut, sebanyak 68% adalah intrahepatik dan 32% adalah
ektrahepatik. Dan dari sejumlah kasus ektrahepatik pula, sebanyak 72-86% adalah
kasus hepatitis neonatal, atresia biliaris dan defisiensi l-antitripsin (gangguan
metabolisme).
8


IV. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya, baik bayi baru lahir maupun anak yang ebih tua,
hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari proses berikut:
9

Peningkatan produksi
Penurunan penyerapan hati
Penurunan konjugasi
Gangguan ekskresi
Gangguan aliran empedu (kolestasis)
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,
bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
8

tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang
kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.
10,11


V. DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat sebelumnya akan sangat membantu dalam
menegakkan penyebab ikterus pada anak. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis ikterus. Faktor resiko itu antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan
dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan
lain-lain.
6

Pada anak yang lebih tua, penting untuk membedakan antara hiperbiirubin
direk dan indirek. Adanya gejala urin gelap, tinja pucat, atau pruritus pada pasien
ikterus menunjukkan penyakit hepatobilier dengan hiperbilirubinemia direk,
Namun, tidak adanya gejala ini tidak menentukan jenis penyakit yang mendasari,
dan laboratorium studi diperlukan. Jika penyakit kuning berhubungan dengan
nyeri perut, penting untuk digali sifat, lokasi, dan tingkat keparahan nyeri.
Kolesistitis atau choledocholithiasis karena batu empedu biasanya menimbukan
nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas, sering disertai dengan muntah-
muntah.
4






9

VI. PEMERIKSAAN FISIK
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Pada nenatus yang berkulit geap,
ikterus sebaiknya diperiksa pada mukosa. Pada bayi dengan peninggian bilirubin
indirek, kulit kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan
gangguan obstruksi empedu warna kulit kuning, dapat tampak kehijauan.
12,13,14


Gambar 1. Kramers Rule
14

Pemeriksaan fisik pada anak harus fokus pada tanda-tanda penyakit hati
kronis, onset akut ikterus pada setiap anak mungkin merupakan manifestasi klinis
awal penyakit hati kronis. Pucat mungkin mengarah kepada anemia hemolitik akut
atau penyakit hati kronis. Malnutrisi, palmar eritema, dan spider nevi pada dada
atau ekstremitas atas menunjukkan penyakit hati kronis atau sirosis hati.
Generalized Limfadenopati dan titik faringitis mengarah kepada infeksi EBV.
Temuan cincin KF di pemeriksaan opthalmologic slitlamp menunjukkan penyakit
Wilson. Pemeriksaan hati harus diraba dan diperkusi untuk menilai tekstur dan
ukuran. Hati yang normal adalah sekitar 9-12 cm pada awal masa remaja. Sebuah
10

permukaan yang keras atau nodular hati menyusut menunjukkan sirosis. Tajam,
lembut menggambarkan hepatomegali pada hepatitis akut. Splenomegali dapat
hadir karena penyakit hemolitik atau infeksi EBV akut atau mungkin tanda
tunggal untuk penyakit hati kronis dengan sirosis dan hipertensi portal. Distensi
abdomen atau perkusi redup di sisi-sisi dapat menunjukkan pembentukan ascites.
Kelainan neurologis, termasuk kebingungan dan delirium, hiperrefleksia, atau
sikap dekortikasi atau deserebrasi, mengarah encephalopati hepatik.
4


VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium biasanya diawali dengan pemeriksaan bilirubin
fraksinasi dengan metode Ektachem atau diazo yang merupakan langkah pertama
yang diperlukan dalam evaluasi laboratorium dari setiap anak yang lebih besar
atau remaja yang memiliki penyakit kuning. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
dalam kelompok usia ini yang tersering adalah penyakit hemolitik. Hitung darah
lengkap, jumlah retikulosit, tes Coombs langsung maupun tak langsung,
pengukuran haptoglobins serum, dan elektroforesis hemoglobin sangat penting
untuk dilakukan. Dengan tidak adanya hemolisis atau tingkat enzim hati yang
tinggi, sindrom Gilbert harus dipertimbangkan dalam remaja yang memiliki
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan.
4

Hiperbilirubinemia terkonjugasi menunjukkan penyakit hepatobilier.
Pemeriksaan penunjang laboratorium awal harus mencakup hitung darah lengkap,
tes fungsi hati (AST, ALT, alkaline phosphatase [ALP],
gammaglutamyltransferase [GGT]), total protein, albumin serum, dan waktu
protrombin (PT). Meskipun ada tumpang tindih, elevasi dominan dari AST dan
11

ALT menunjukkan cedera hepatoselular, dan ketinggian yang berlaku di ALP dan
GGT menunjukkan penyakit saluran empedu (1,2). Pemeriksaan laboratorium
lebih lanjut diarahkan menuju pembentukan diagnosis. Setiap pasien yang datang
dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi sebaiknya juga disertai dengan
pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk memeriksa arsitektur hati dan untuk
menyingkirkan penyakit saluran empedu. Skrining untuk hepatitides virus harus
mencakup serologi untuk hepatitis A M immunoglobulin (IgM), hepatitis B
surface antigen, IgM antibodi terhadap antigen core hepatitis B, dan anti-HCV.
Sebuah tes Monospott atau serologi untuk EBV juga sangat dianjurkan untuk
remaja yang datang dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Tes biopsi hati
dianjurkan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
4,6

Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang lebih sensitif seperti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila
fasilitas terbatas dapat hanya dengan melihat pemeriksaan bilirubin air seni. Hasil
positif menunjukkan adanya kelainan hepatobilier.
4,6

Bila terdapat kecurigaan terhadap masalah saluran empedu, dapat dilakukan
pemeriksaan:
4,6

USG, untuk mengetahui kelainan anatomi,
Biopsi hepar
Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan
kolangiografi untuk mengidentifikasi penyebab kolestasis ekstrahepatik.
CT scan abdomen

12

Hiperbilirubinemia indirek Hiperbilirubinemia Direk
1. Darah Lengkap
2. Hitung Retikulosit
3. Apusan Darah Tepi
4. Serum haptoglobin
5. Direk dan indirek coombs test
6. Hemogobin elektroporesis
7. Red cell enzym assay
8. Tes untuk sperositosis

1. Tes penanda kerusakan hati
(SGOT, SGPT)
2. Tes Fungsi sintesis hati
(prothrombin time, total protein,
albumin, glukosa, cholesterol,
ammonia)
3. USG Abdomen
4. HAV IgM, HBsAg, IgM-
antiHBcore, antiHCV,
MonospotT/EBV titers
5. Serum IgG, autoantibodies
(ANA, ASMA, anti-
liverkidney- microsomal
antibody)
6. Serum alpha-1-antitrypsin level
and phenotype
7. Biopsi Hati

Tabel 2. Evaluasi Laboratorik Hiperbilirubinemia pada Anak yang lebih tua
4


VIII. TATALAKSANA
Penatalaksanaan kuning pada anak didasarkan pada penyebab kuning itu
sendiri. Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus pada bayi atau neonatus
13

adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang
dapat menbimbulkan kernikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini
dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan
pemberian obat-obatan (luminal).
3,15,16

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin),
terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan
(IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan
maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Selain itu, pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia berat, alkalinisasi
moderat (pH, 7,45-7,55) dapat dicoba baik dengan menanamkan bikarbonat atau
dengan menggunakan strategi ventilasi untuk menurunkan tekanan parsial karbon
dioksida dan meningkatkan pH.
3,15,16





Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin
17


14

Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak
1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori
terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi
bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin
menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya.
Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh
hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus
halus.
16,17

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah
lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang
berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm)
lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang
pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak
bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah
penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi
atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada
untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
16,17

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya
diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat
15

menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama
penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya
penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
16,17

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu
diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan
minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan
kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang
menyertainya diperbaiki.
16,17












Gambar 2. Prinsip Fototerapi
18


16

Fototerapi tetap menjadi standar terapi hiperbilirubinemia pada bayi.
Fototerapi yang efisien dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum secara
cepat. Pembentukan lumirubin, komponen yang larut air merupakan prinsip
eliminasi bilirubin dengan fototerapi. Dua faktor yang menentukan rata-rata
pembentukan lumirubin antara lain:
19

1. Spektrum cahaya
Karena bilirubin adalah pigmen kuning maka lebih mudah mengabsorbsi
cahaya biru (dengan panjang gelombang 450 nm). Oleh karena itu cahaya biru
paling efektif dalam menurunkan hiperbilirubinemia, tetapi ketegangan pada mata
dan kesulitan untuk mendeteksi adanya sianosis pada bayi membatasi rumah sakit
untuk menggunakannya. Gelombang yang lebih panjang (hijau) dapat menembus
kulit lebih dalam dan lebih efektif berinteraksi dengan bilirubin yang terikat
albumin, tetapi cahaya putih fluoresens adalah yang paling umum digunakan
dalam fototerapi.
2. Dosis total cahaya
Dosis cahaya yang masuk atau penyinaran tergantung pada kekuatan cahaya
dan jaraknya dari bayi. Untuk fototerapi standar, delapan bohlam lampu putih
fluoresens digunakan untuk menghantarkan 6 -12 W/cm2 luas permukaan tubuh
yang terpapar tiap nanometer (nm) panjang gelombang. Terdapat hubungan antara
dosis dengan degradasi bilirubin sampai dosis saturasi tercapai. Hal ini bisa
dicapai dengan memberikan paparan pada permukaan kulit secara maksimum dari
40 mW/cm2 per nm cahaya yang sesuai. Di atas titik saturasi, peningkatan
intensitas tidak memberikan efek tambahan apa-apa.
17

Efikasi terapi sinar meningkat dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin,
tetapi tidak efektif untuk menurunkan konsentrasi bilirubin di bawah 100 mmol/l.
Penurunan sebanyak 50% dapat dicapai dalam 24 jam dengan kadar bilirubin >15
mg/dL menggunakan cahaya biru yang memiliki spektrum emisi yang sama
dengan spektrum absorpsi bilirubin.
Faktor lain adalah usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus.
Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak
efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat
berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin
pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
18,19

Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit yang tidak
adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik
dengan kuadrat jarak), lampu fluoresens yang terlalu panas menyebabkan
perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat.
Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk
melakukan terapi sinar intensif.
18







Gambar 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fototerapi
18

18

Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan
cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti
eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan
hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping
dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya
tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi. Kriteria melakukan transfusi tukar
selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap
albumin.
3,17


Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi
3

Yang dimaksud ada komplikasi apabila:
3,17

1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam
3. pH < 7,15 selama 1 jam
4. Suhu rektal 35
O
C
5. Serum Albumin < 2,5 g/dL
6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis
8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi 1000 g
19

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang
akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila
hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan
lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah
yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat
dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun
tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang
rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180
cc/kgBB.
3,17

Macam transfusi tukar, antara lain:
3,17

1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti
Hb bayi.
2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
20


Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar
3

Sedangkan pada ikterus yang disebabkan oleh kolestasis, pengobatan dibagi
dalam 2 golongan besar, yaitu:
13

1. Obat-obatan
Kolestiramin
Kolestiramin sering digunakan pada kolestasis obstruktif. Pemberian
kolestiramin dengan dosis 1 gr/KgBB/hari dapat meningkatkan ekskresi bilirubin
terkonjugasi dengan mengikat asam empedu pada usus dan menjadikannya
sebagai senyawa yang larut air.
Ursodioxy cholic acid (UDCA)
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ursodeoksikolat dengan dosis 20-
30 mg/KgBB/hari dapat membantu penderita dengan kolestasis kronik. Obat ini
secara signifikan menurunkan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi.
Meskipun mekanismenya secara pasti tidak diketahui, diduga bahwa obat ini
memindahkan asam empedu yang bersifat hepatotoksik dari kandung empedu ke
serum untuk kemudian diekskresikan.
1. Terapi nutrisi
21

a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorbsi lemak, sedangkan protein cukup dengan memakai
protein nabati dan sebagai sumber kalori dipakai glukosa polimer.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dengan
memberikan tambahan

Vitamin A dengan Aquasol A 10.000 15.000 IU/hari


Vitamin D dengan 5.000 8.000 IU vitamin D


2
atau 3 5 mg/kgBB/hari
hidroksikolekalsiferol

Vitamin E dengan pemberian alfa tokoferol 50 400 IU per oral


Vitamin K
1
yang larut dalam air berupa derivat dari menadion dengan
pemberian 2,5 5 g/hari

2. Tindakan bedah

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran
empedu yang ada. Terapi operasi umumnya untuk kolestasis ekstrahepatik seperti
batu duktus koledokus atau kanker pankreas. Tindakan yang dilakukan yaitu
ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk
striktur atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non
operable, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan
melalui hati (transhepatik) atau secraa endoskopik.
Jadi, pengobatan khusus hiperbilirubinemia tergantung pada etiologi yang
tepat. Secara umum, krisis hemolitik akut membutuhkan hiperhidrasidan
pemantauan ketat fungsi ginjal. agen imunosupresif, seperti prednison,
azathioprine atau siklosporin, digunakan untuk mengobati hepatitis autoimun.
22

Penicillamine adalah obat pilihan untuk penyakit Wilson ,meskipun penggantian
seng dan trientine juga telah diberikan. N-asetil-sistein dianjurkan untuk
pengobatan overdosis acetaminophen. Pada kehidupan sehari-hari, N-asetil-sistein
digunakan sebagai mukolitik, berguna untuk mencairkan dahak dengan jalan
memutuskan jembatan disulfida, sehingga rantai panjang antara mukoprotein-
mukoprotein panjang terbuka dan lebih mudah dikeluarkan melalui batuk. pasien
yang menderita hepatitis virus akut, terutama hepatitis A, rentan terjadi dehidrasi
dan memerlukan dukungan cairan yang adekuat. Immunoprophylaxis pasif harus
diberikan untuk semua kontak keluarga dekat pasien yang memiliki akut hepatitis
A. Setiap anak dengan ensefalopati bilirubin berisiko tinggi dan fatal. Pengawasan
ketat dan intensif untuk mendukung erawatan yang diperlukan, sebaiknya
ditangani oleh dokter yang memiliki keahlian dalam pengelolaan hati pediatrik
lanjutan tatalaksana penyakit.

IX. PROGNOSIS
Biasanya bergantung dari penyebab, atau penyakit yang menyebabkan
keluhan ikterus. Hiperbilirubinemia biasanya memiliki prognosis yang lebih
buruk apabila telah melewati sawar darah otak.
19,20


X. KOMPLIKASI
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia berlanjut, paling ditakutkan adalah
terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang
23

tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Sementara komplikasi sisanya bergantung dari jenis penyakit yang telah diderita
pasien sebelumnya, semisal hepatitis akan berkembang menjadi sirosis hepatis
atau hepatoma.
21

















24

BAB III

KESIMPULAN

Ikterik didefinisikan sebagai adanya rona kuning atau kuning kehijauan-
pada kulit, sclera, dan membran mukosa karena peningkatan serum bilirubin.
Kelainan ikterus pada anak disebabkan hiperbilirubinemia yang dapat dibagi atas
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh karena peningkatan produksi,
penurunan penyerapan hati, penurunan konjugasi, gangguan ekskresi, gangguan
aliran empedu (kolestasis), dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan penyebab dari ikterus
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti misalnya pemeriksaan
pemeriksaan laboratorium, biopsi hepar, ultrasonografi, atau computerized
tomography (CT) scan. Prognosis bergantung dari penyebab, atau penyakit yang
menyebabkan keluhan ikterus dan lebih buruk apabila telah melewati sawar darah
otak.

Anda mungkin juga menyukai