Definisi Inflamasi kronik saluran napas Hiperaktitas bronkus terhadap rangsangan Keterlibatan sel inflamasi ; sel mast, eosinofil dan makrofag Penyempitan saluran napas difus Derajat penyempitan bervariasi Membaik spontan atau dengn pengobatan
PERUBAHAN VENTILATOR DAN HEMODYNAMIK Mechanisms Underlying the Definition of Asthma Risk Factors (for development of asthma)
INFLAMMATION Airway Hyperresponsiveness Airflow Obstruction Risk Factors (for exacerbations) Symptoms Risk Factors that Lead to Asthma Development Predisposing Factors Atopy
Causal Factors Indoor Allergens Domestic mites Animal Allergens Cockroach Allergens Fungi Outdoor Allergens Pollens Fungi Occupational Sensitizers Contributing Factors Respiratory infections Small size at birth Diet Air pollution Outdoor pollutants Indoor pollutants Smoking Passive Smoking Active Smoking Triggering Factors Infeksi Bacteri sinusitis Infeksi pada Tracheo-bronchial Viral infection of the airways
Others: Reflux Gastro-oesophageal Factors Psycho-sociological Stress Exercise Stop of chronic treatment Bad Prognosis Factors Previous severe exacerbations Hospitalization within the last year Psycho-sociological factors Previous intubations Stop of corticosteroid treatment Low patients compliance PATOFISIOLOGI ASMA Gg otot polos Bronkokonstriksi Hiperaktiviti bronkus Hipertrofi/hiperplasi pelepasan mediator inflamasi
infiltrasi/aktivasi sel inflamsi odema mukosa Proliferasi sel Proliferasi epitel
PELAYANAN AKUT KUNJUNGAN KE GAWAT DARURAT PERAWATAN RUMAH SAKIT KEMATIAN Perjalanan Asma Akut EPIDEMIOLOGI Terjadi pada semua usia ; sering terjadi pada anak dan dewasa muda
Angka kasus bervariasi ; ada kecenderungan meningkat
Prevalens di Indonesia sekitar 5 %
Asma Akut Berat Mortalitas 1-3 % a. Diagnosis tidak tepat b. Penilaian beratnya asma tidak akurat c. Pengobatan kurang memadai
77 dari 90 kasus bisa dicegah
MENILAI TANDA GAWAT NAPAS Gelisah, agitasi Perubahan tingkat kesadaran Kebingungan Suara seperti tercekik
keadaan bertambah parah : Napas pendek progresif RR meningkat Napas dengan otot bantu napas Retraksi, cuping hidung Kesulitan bicara stridor Snowring Pucat dan sianosis Berliur (pasien sakit leher parah) Nyeri dada atau sesak di dada Kulit teraba dingin Nadi oksimetri < 90 %
DIAGNOSIS OF ASTHMA History and patterns of symptoms Physical examination Measurements of lung function PATIENT HISTORY Adakah serangan atau episode wheezing yang recurrent?
Apakah pasien mempunyai batuk yang merepotkan memburuk pada malam hari atau saat bangun ?
Apakah pasien mempunyai masalah pernapasan selama musim tertentu ?
Do the patients colds go to the chest or take more than 10 days to resolve?
Does the patient use any medication (e.g. bronchodilator) when symptoms occur? Is there a response?
If the patient answers YES to any of the above questions, suspect asthma. Physical Examination Wheeze - Biasanya terdengar tanpa stethoscope
Dyspnoea - Rhonchi terdengar dengan a stethoscope penggunaan otot bantu pernapasan
Remember - Absence of symptoms at the time of examination does not exclude the diagnosis of asthma
Diagnostic testing Diagnosis of asthma can be confirmed by demonstrating the presence of reversible airway obstruction using Peak flow meter.
Classification of Asthma Severity STEP 4 Severe Persistent STEP 3 Moderate Persistent STEP 2 Mild Persistent STEP 1 Intermitten t The presence of one of the features of severity is sufficient to place a patient in that category. Global Initiative for Asthma (GINA) WHO/NHLBI, 2002
Symptoms Nighttime Symptoms PEF CLASSIFY SEVERITY Clinical Features Before Treatment Continuous Limited physical act Daily Use b2-a daily Attacks affect act >1 time a week but <1 time a day < 1 time a week Asymptomatic & normal PEF between attacks Frequent >1 time week >2 times a month <2 times a month <60% predicted Variability >30% >60%-<80% predicted Variability >30% >80% predicted Variability 20- 30% >80% predicted Variability <20% Klasifikasi Beratnya Asma Akut Ringan Sedang Berat Gagal napas mengancam Sesak Cara bicara Kesadaran Frekuensi napas Retraksi otot bantu napas
Mengi APE% terhadap standar (sesudah terapi) PO2
PCO2
SO2 Dapat berjalan, berbaring Beberapa kalimat Mungkin gelisah Meningkat Biasanya tidak ada
Ringan-sedang > 70-80%
normal (tes biasanya tidak diperlukan) < 45 mmHg
> 95% Lebih suka duduk Satu kalimat Umumnya gelisah Meningkat Biasanya ada
Keras 50-70%
> 60 mmHg
< 45 mmHg
91-95% Membungkuk Kata Gelisah > 30 x/menit ada
keras < 50% (<100 l/menit) < 60 mmHg (mungkin sianosis) > 45 mmHg (mungkin gagal napas) < 90%
Mengantuk / bingung
Gerakan paradoksal torakoabdominal menghilang
TUJUAN AKHIR PENATALAKSANAAN ASMA 1. Mencegah gejala yang kronis dan mengganggu 2. Mempertahankan fungsi paru normal 3. Mempertahankan tingkat aktifitas yang normal 4. Mencegah eksaserbasi yang berulang 5. Memberikan farmakoterapi yang optimal 6. Memenuhi harapan pasien dan keluarganya
(National heart, lung and blood institute, 1997)
Penilaian Pertama : Tentukan berat ringannya serangan asma (lihat tabel 1) Penanganan Permulaan : - Inhalasi short acting b-2 agonist dengan nebulisasi, 1 dosis selama 20 dlm 1 jam. - Oksigen untuk mencapai saturasi 0 90% (95% pada anak-anak) - Kortikosteroid sistemik, jika tidak ada respons segera atau jika ada pasien baru mendapat steroid per oral, atau jika serangan asmanya berat - Sedasi merupakan kontra indikasi pada penanganan serangan akut / eksaserbasi Ulangi Penilaian Serangan Asma Sedang : - APE 570% dari nilai yg diperkirakan nilai terbaik - Pemeriksaan fisik Asma sedang, otot bantu - Inhalasi Agonis b - 2 setiap 60 - Pertimbangkan kortikosteroid - Ulangi pengobatan 1 3 jam Serangan Asma Berat : - APE < 50% nilai terbaik - Pemeriksaan fisik sama berat saat istirahat - Riwayat pasien resiko tinggi - Inhalasi Agonis b-2 tiap jam atau kontinue inhalasi anti kolinergik - Oksigen - Kortikosteroid sistemik - Pertimbangan Agonis b - 2 Sc, IM atau IV Tabel 2. Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit Menurut GINA Respon Baik - Respon selama 60 sesudah terapi terakhir - Pemeriksaan fisik normal, APE > 70% - Tidak ada distress -Saturasi O 2 > 90% (anak 95%) Respon tdk baik dlm 1-2 jam - Riwayat pasien risiko tinggi - Pem.fisik : gejala ringan / sedang - APE > 50%, tapi < 70 % - Saturasi O 2 tidak membaik Respon Buruk dlm 1 jam - Riwayat : risiko tinggi - Pemeriksaan fisik : Asma berat, mengantuk - APE < 30% - PCO 2 > 45 mmHg - PO 2 < 60 mmHg Dipulangkan : -Lanjutkan pengobatan & Agonis b - 2 inhalasi - Pertimbangkan kortikosteroid oral (pd kebanyakan pasien) - Pendidikan pasien - Minum obat secara benar - Tinjau lagi rencana kerja (action plan) - Tindak lanjut pengobatan yg ketat Dirawat di RS (ruang biasa) - Inhalasi agonis b - 2 inhalasi antikolinergik - Kortikosteroid - Oksigen - Pertimbangan Aminofilin IV - Pantau APE, saturasi O 2 , nadi, teofilin Rawat di ICU : - Inhalasi Agonis b - 2 antikolinergik - Kortikosteroid IV - Pertimbangkan Agonis b-2 Sc, IM dan IV - Intubasi dan ventilasi mekanik Perbaikan Tidak ada perbaikan Dipulangkan Jika APE 50% dan terus menerus dalam pengobatan peroral / inhalasi Masuk ICU Jika tidak ada perbaikan dalam 6 12 jam Istilah yg sering dijumpai pd penanggulangan asma akut di rumah sakit, yaitu : 1. Hospital Care, waktu yg diperlukan untuk penatalaksanaan asma akut di rumah sakit > 24 jam observasi 2. Observational Stays (Hospital Emergency Care), waktu yg diperlukan untuk penatalaksanaan akut asma < 24 jam Penilaian Awal Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik (auskultasi, retraksi otot bantu napas, frekuensi nadi, frekuensi napas, APE atau FEV 1 , saturasi O 2 dan tes lain sesuai indikasi) Tatalaksana di Instalasi Gawat Darurat 1. Pemberian oksigen (saturasi > 90%) dan atur posisi klien (Lihat slide pemberian O2). 2. Inhalasi agonis beta-2 dgn nebulizer, tiap dosis dpt diulang 20 menit untuk 1 jam pertama. Dapat diberikan bersama-sama dgn antikolinergik (ipatropium bromida) pada asma derajat berat 3. Steroid sistemik diberikan bila tidak ada respons terhadap pengobatan dgn nebulasi agonis beta-2/bila pasien telah mendpt steroid oral sebelumnya/pasien termasuk asma akut derajat berat 4. Bolus aminofilin intravena yg dilanjutkan dgn drip dpt diberikan pada pasien dgn serangan asma akut derajat berat Semua penderita yg masuk Instalasi Gawat Darurat perlu diindentifikasi tanda-tanda risiko tinggi, yaitu : 1. Sedang / baru saja lepas dari pemakaian steroid sistemik 2. Mempunyai riwayat rawat inap dlm waktu 12 bulan terakhir 3. Riwayat intubasi karena asma 4. Mempunyai masalah psikososial atau psikiatri 5. Ketidaktaatan pengobatan asma TATA CARA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian oksigen selalu diberikan pada pasien dengan penyakit jantung akut ataupun distress pernapasan.
Venturi mask 4 8 l/mnt 10 12 l/mnt 24 40 % 40 55 % Pengaruh kortikosteroid pd proses remodeling secara in vitro : 1. Penurunan proliferasi otot polos 2. Peningkatan / penurunan produksi fibronektin otot polos 3. Penurunan sintesis sitokin otot polos 4. Penurunan ekspresi TGF-b fibroblas 5. Peningkatan / penurunan proliferasi fibroblas 6. Penurunan ekspresi gen kolagen fibroblas Pengaruh kortikosteroid pd proses remodeling secara in vitro : 7. Peningkatan ekspresi SLPI (secretory leukocyte protease inhibitor) oleh sel epitel 8. Pengurangan ekspresi adhesi molekul oleh sel endotel, fibroblas & sel epitel 9. Rekonstitusi struktur epitel 10. Penurunan produksi mukus 11. Penurunan ekspresi sitokin & kemokin oleh berbagai sel Kortikosteroid sistemik dpt diberikan pada : 1. Serangan asma berat 2. Inhalasi agonis beta-2 gagal memberikan perbaikan 3. Serangan masih terjadi meskipun pasien dlm terapi kortikosteroid 4. Serangan asma sebelumnya memerlukan kortikosteroid oral Penilaian Ulang 1. Pemeriksaan fisik 2. APE 3. Saturasi O 2 4. Tes lain sesuai indikasi Episode Sedang APE 60-80% dari prediksi Pemeriksaan fisik : gejala sedang, penggunaan otot bantu napas Inhalasi agonis b 2 tiap 60 menit Pertimbangan penggunaan kortikosteroid Teruskan terapi selama 1-3 jam untuk melihat kemajuan Episode Berat APE < 60 dari prediksi Pemeriksaan fisik : gejala berat saat istirahat, retraksi otot bantu napas Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Tidak ada perbaikan setelah terapi awal Inhalasi agonis b 2 tiap jam atau terus-menerus inhalasi antikolinergik O 2 Kortikosteroid sistemik Pertimbangan penggunaan agonis b 2 subkutan, i.m/i.v Respons Baik Respons menetap 60 menit setelah terapi terakhir Pemeriksaan fisik normal APE > 70% Tidak ada distres Konsensus memberikan beberapa kriteria untuk pasien masuk rawat inap, yaitu : 1. Respons yg tidak adekuat dlm 1-2 jam terapi 2. Obstruksi berat yg menetap (APE < 40% standar) 3. Riwayat asma berat yg memerlukan perawatan 4. Kelompok risiko tinggi 5. Gejala yg berlangsung lama sebelum ke Unit Gawat Darurat 6. Kesulitan transportasi dari rumah ke Unit Gawat Darurat 7. Kesulitan bila perawatan di rumah Respons Inkomplit dalam 1-2 jam Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Pemeriksaan fisik : gejala ringan sampai sedang APE > 50% tetapi < 70% Tidak ada perbaikan saturasi O 2 Respons Buruk dalam 1 Jam Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Pemeriksaan fisik : gejala berat, mengantuk, kebinggungan APE < 30% PCo2 > 45 mmHg PO2 < 60 mmHg Bila dgn perawatan pasien mengalami perbaikan, dpt direncanakan berobat jalan dgn kriteris sbb : 1. Bila pemakaian bronkodilator aerosol frekuensinya lebih dari tiap 4 jam 2. Pasien mampu berjalan secara leluasa 3. Pasien tdk terbangun tengah malam/pagi hari & memerlukan inhalasi 4. Pemeriksaan jasmani normal/mendekati normal 5. Nilai APE/KVP1 (kapasitas vital paksa dlm detik pertama) > 70% dari nilai standar setelah terapi agonis beta-2 aerosol 6. Pasien memahami cara pemakaian obat inhaler dgn benar 7. Pasien membuat perjanjian untuk kontrol Dipulangkan Teruskan trapi inhalasi agonis b 2 Pada sebagian besar kasus pertimbangkan pemberian tablet kortikosteroid Edukasi : - Memakai obat secara benar - Nilai kembali rencana pengobatan - Follow-up teratur Masuk Rumah Sakit Inhalasi agonis b 2 inhalasi antikolinergik Kortikosteroid sistemik O 2 Pertimbangkan aminofilin intravena Monitor APE, saturasi O 2 , nadi, teofilin Saturasi O 2 > 90% (95% pada anak) Ada kemajuan Tidak ada kemajuan Dipulangkan Jika APE > 70% dari prediksi & teruskan pengobatan dgn tablet/inhalasi Masuk ICU Jika tidak ada kemajuan dalam 6-12 jam Masuk ICU Inhalasi agonis b 2 inhalasi antikolinergik kortikosteroid intravena Pertimbangan pemberian agonis b 2 melalui subkutan, i.m/i.v O 2 Pertimbangkan aminofilin intravena Bila memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik Emergency therapy of the asthma exacerbation Asthma patient with severe symptoms Clinical Evaluation First-Line Therapy Second-Line Therapy Third-Line Therapy Consider causes A. Oxygen B. Monitor C. Obtain A. Beta-2 agonist B. IV Corticosteroid Subcutaneous Beta Agonist (Epinephrine or Terbutaline) Methylxanthines (Aminophylline/Theophylline) A Adjunctive therapy A. Ipratropium Bromide B. Antibiotics C. Magnesium Sulfate A PROCEED FUTHER IN THE SETTING OF PATIENT DETERIORATION DESPITE MAXIMAL MEDICAL THERAPY Intubation and Mechanical Ventilation Intubation and Mechanical Ventilation Considerations Postintubation Therapy Step 1 Therapy : Sedation Step 2 Therapy : IV Ketamine Step 3 Therapy : General inhalation anesthesia (avoid halothane) Step 4 Therapy : Extracorporeal lung assist Terapi Awal Inhalasi short acting b 2 agonist, biasanya dengan nebulizer, dosis tunggal tiap 20 menit selama 1 jam O 2 hingga saturasi O 2 > 90% (pada anak 95%) Jika pasien tidak memberikan respons segera atau baru saja meminum tablet, steroid atau bila serangan bertambah berikan kortikosteroid sistemik Pada keadaan serangan, obat sedatif merupakan kontraindikasi Guidelines on Nebulizer Therapy (British Thoracic Society, Thorax 1997) Driving gas (SpO 2 > 90%): Air + simultaneous O 2 (nasal prong) O 2
Fill volume of 4 mL (if residual volume > 1 mL) Flow rate 6-8 L/min Nebulization time < 10 min
An easy to remember approximation is: PEFR (L/min) = [Height (cm) - 80] x 5 Height (cm) PEFR (L/min)* 120 215 130 260 140 300 150 350 160 400 170 450 180 500