Anda di halaman 1dari 6

S A B T U , 1 3 D E S E M B E R 2 0 0 8

TRAUMA CAPITIS
Disususn Oleh
Muhammad Akbar

A. Definisi
TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di
dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan
oleh gaya mekanik dari luar timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan
dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran (Dawodu, 2003; Sutantoro, 2004).

B. Anatomi
Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis).
Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan atap
orbita).
Struktur pelindung otak:
Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan serebrospinal (LCS)
Struktur otak:
Otak 100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.
Berat 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS mengisi ruang
Subaraknoid.
Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.
Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a. vertebralis.

C. Epidemiologi
Menurut Dawodu (2003) insidensi TK tertinggi pada kelompok umur 15-45 tahun
32,8/100.000. Perbandingan > = 3,4 : 1. Penyebab utama kecelakaan lalu-lintas
(bermotor) tiap tahun 1 juta meninggal & 20 juta cedera (Islam, 1999; Fauzi, 2002).
Insiden TK 26% dari semua kecelakaan; 33% kematian karena trauma kapitis.
Insiden TK karena kecelakaan 50% meninggal sebelum tiba di RS, 40% meninggal dalam 1 hari
dan 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan. (Sidharta, 2003).
D. Klasifikasi dan Patogenesis Trauma Kepala
Menurut Listiono (1998), klasifikasi TK berdasarkan keadaan patologis dan tampilan klinisnya.
Klasifikasi Patologis TK
a. TK Primer
TK primer merupakan efek langsung trauma pada fungsi otak, dimana kerusakan neurologis
langsung disebabkan oleh suatu benda/serpihan tulang yang menembus/merobek jaringan
otak karena efek percepatan-perlambatan (Lombardo, 1995). Jaringan yang mungkin
terkena pada TK adalah:
1. Kulit (hematom kulit kepala; luka kulit kepala luka lecet dan luka robek).
2. Tulang (fraktur calvaria linear, impresi, depresi, ekspresi; fraktur basis cranii).
3. Lesi intrakranial :
Lesi fokal (Kontusio cerebri, PIS, PED, PSD, PSA).
Lesi difus (Konkusio/comutio cerebri, Cedera Axonal Difus, Laserasi cerebri).
b. TK Sekunder
Menurut Listiono (1998) dan Fauzi (2002), penyebab TK sekunder adalah:
Penyebab sistemik (hipotensi, hipoksia, hipertermi, hiponatremia).
Penyebab intrakranial (TIK meningkat, hematom, edema, kejang, vasospasme dan infeksi).

Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis
Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih jarang, maka
agar dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak, khususnya jenis tertutup,
berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan
menjadi :
1. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.
2. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.
Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
3. Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang
otak.
Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah
stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan
oleh cedera otak dan bukan oleh sebab yang lain.
Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran, dikemukakan pertama
kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Penilaiannya adalah berdasarkan respons membuka mata (= E), respon motorik (= M) dan
respon verbal (= V).
Pemeriksaan GCS tidak memerlukan alat bantu, mudah dikerjakan sehingga dapat
dilakukan dimana saja oleh siapa saja.

Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Eye opening (E)
Spontaneous
To call
To pain
None

Motor response (M)
Obeys commands
Localizes pain
Normal flexion (withdrawal)

4
3
2
1


6
5
4
Abnorma flexion (decoraticate)
Extension (decerebrate)
None (flaccid)

Verbal respons (V)
Oriented
Confused conversation
Inappropriate words
Incomprehensible sounds
None
3
2
1


5
4
3
2
1
* GCS sum score = (E + M + V); best possible score = 15; worst possible score = 3


E. Mekanisme Trauma Kepala
1. Direct Impact lesi berada satu sisi dengan trauma
2. Akselerasi-Deselerasi
* Dasar : massa jenis kranium > massa jenis otak.
* Terjadi percepatan kranium searah dengan trauma padahal cerebrum sedang dalam
perjalanan searah trauma terjadi benturan antara kranium dengan cerebrum.
3. Shock wave injury
- Dasar : trauma merupakan gelombang yang dijalarkan melalui kranium dan
cerebrum.
- Terjadi pada trauma beberapa kali sekaligus:
* trauma I terjadi perambatan gelombang.
* trauma II gelombang dialirkan kembali kearah semula sehingga
terjadi benturan 2 gelombang yang mengakibatkan kerusakan berupa
kontusio/comutio.
4. Rotational injury
Trauma dengan membentuk sudut akibat putaran kepala (pemuntiran).

F. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik, meliputi : penilaian GCS, reflek pupil, gerakan bola mata, vital sign,
meningeal sign, nervi kranialis, fungsi motorik.
Px. Penunjang, meliputi: CT-scan, foto polos kepala, MRI, lab. darah dan elektrolit.

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan neurologis (GCS dan reaksi pupil) dan
pemeriksaan penunjang (CT-scan, foto polos kepala, MRI, lab. darah dan elektrolit).

H. Diagnosis Banding
Jika riwayat trauma kurang jelas dan pasien tidak sadar, kita hrs membedakan cedera kepala
tertutup dengan penyebab lainnya, seperti: koma diabetik, koma alkoholik, CVD atau epilepsy (jika
pasien kejang).

I. Komplikasi Jangka Panjang
Menurut Harsono (1999), terdapat faktor prediksi terhadap komplikasi jangka panjang TK,
yaitu: kualitas TK, frekuensi TK, jenis perubahan anatomi, usia penderita.
Akibat jangka panjang TK;
1. Kerusakan saraf cranial (anosmia, gangguan visual, oftalmoplegi, paresis fasialis, gangguan
auditorik)
2. Disfasia.
3. Hemiparesis.
4. Sindrom Pasca TK/ Post Concussional Syndrome.
5. Fistula karotika-kavernosus.
6. Epilepsi post trauma.
7. Infeksi dan fistula LCS.

J. Terapi
o Menurut Chusid (1982), penatalaksanaan TK dibagi 2, yaitu:
a. Tindakan darurat atasi syok (cairan dan darah) dan prinsip ABC.
b. Tindakan umum obat-obatan dan observasi kontinyu.
o Menurut Harsono (1999), penatalaksanaan TK sangat kompleks. Mulai dari menjaga
keseimbangan kardiovaskuler, respirasi, cairan elektrolit dan kalori serta obat-obatan
untuk gejala yang timbul, seperti: anti edema cerebri, anti kejang, antibiotik, AINS
serta vitamin neurotropik. Selain farmakoterapi, pasien TK yang telah membaik
memerlukan fisioterapi-rehabilitatif, psikoterapi serta re-adaptasi lingkungan kerja dan
keluarga.
Menurut Islam (1999), penanganan TK disesuaikan dengan jenis TK (CKR, CKS, CKB).
Menurut Fauzi (2002), penanganan awal TK mempunyai tujuan: memantau sedini mungkin dan
mencegah TK sekunder; memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga membantu
penyembuhan sel-sel otak yg rusak.

K. Prognosis
Menurut Chusid (1982), prognosis TK tergantung berat dan letak TK.
Menurut King & Bewes (2001), prognosis TK buruk jika pada pemeriksaan ditemukan pupil
midriasis dan tidak ada respon E, V, M dengan rangsangan apapun. Jika kesadarannya baik,
maka prognosisnya dubia, tergantung jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih kembali atau
traumanya bertambah berat.
Menurut Fauzi (2002), faktor yang memperjelek prognosis adalah terlambatnya penanganan
awal/resusitasi, transportasi yang lambat, dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat
dilakukan tindakan pembedahan dan disertai trauma multipel yang lain.

Anda mungkin juga menyukai