Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN TEKNIS KEGIATAN PENGERUKAN DAN REKLAMASI

DIREKTORAT PELABUHAN DAN PENGERUKAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DEPARTE


MEN PERHUBUNGAN OKTOBER 2006

PEDOMAN TEKNIS KEGIATAN PENGERUKAN DAN REKLAMASI


I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupak
an negara kepulauan, lautan merupakan prasarana yang menyatukan bangsa, sehingga
sarana angkutan laut dan kepelabuhanan merupakan hal pokok yang perlu diatur se
cara seksama agar keselamatan pelayaran dapat diwujudkan. Pekerjaan pengerukan m
erupakan fasilitas kepelabuhanan yang menunjang keselamatan, sehingga kedalaman
alur pelayaran dan kolam pelabuhan menjadikan hal yang harus dipahami dan dimeng
erti oleh masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan. Demikian juga halnya pekerjaan
reklamasi yang merubah garis pantai dan yang berkaitan pada alur pelayaran perl
u dicermati pada pelaksanaannya maupun aturanaturan Nasional maupun Internasiona
l dan diberitakan pada Berita Pelayaran atau Notice to Marine.
B.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup penyusunan pedoman teknis pengerukan dan reklamasi i
ni hanya terbatas pada pengetahuan atau lingkup yang merubah garis pantai dan be
rkaitan dengan keselamatan pelayaran.
C.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud penyusunan laporan teknis pengerukan dan relamasi ini a
gar masyarakat luas dapat mengetahui tata cara pekerjaan pengerukan dan reklamas
i yang telah banyak dilakukan, sedangkan tujuannya agar masyarakat mempunyai sat
u persepsi mengenai pekerjaan pengerukan dan reklamasi.

D.
KETENTUAN UMUM Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini dimaksud dengan : 1. Pekerj
aan pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai ke
dalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar laut/pera
iran yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. 2. 3. Reklamasi adalah pekerjaa
n timbunan diperairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan atau countur k
edalaman perairan. Pelabuhan adalah tempat adalah tempat yang terdiri dari darat
an dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiata ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersand
ar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta se
bagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. 4. Kepelabuhanan mel
iputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan da
n kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancara
n, keamanan dan ketertiban arus lalulintas kapal penumpang dan/atau barang, kese
lamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong p
erekonomian nasional dan daerah. 5. 6. Perairan Indonesia adalah laut teritorial
Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. Alur Laut Kepul
auan adalah alur pelayaran Internasional yang ditetapkan pemerintah Indonesia, d
isampaikan ke International Maritime Organization (IMO) dan disyahkan oleh sidan
g-sidang IMO. 7. Alur adalah tempat lewatnya lalu-lintas kapal secara alamiah da
n buatan sehingga tercipta pelayaran yang aman, tertib, cepat sehingga diperluka
n pemeliharaan alur secara terus menerus.

8.
Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari se
gi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
9. 10.
Alur laut bebas atau Sea-Lane adalah alur laut bebas yang dapat dilalui pelayara
n Internasional perlintasan damai (Innocent Passage). Skema Pemisah Lalu Lintas
atau Traffic Separate Scheme (TSS) yang ditentukan oleh International Maritime O
rganization (IMO) adalah alur pembatas/pemisah di alur pelayaran Internasional y
ang ditetapkan oleh ke-3 (tiga) negara pantai, yaitu : Indonesia, Malaysia, Sing
apura dalam sidang Tripartite Technical Expert Group (TTEG) Meeting.
11. 12. 13.
Alur angkutan perairan (Water-ways) adalah alur pelayaran perairan yang digunaka
n sebagai fasilitas (sarana) angkutan perairan. Alur angkutan perairan (Fairways
) adalah alur yang dapat dilayari oleh angkutan perairan dengan aman secara teru
s menerus. Alur masuk pelabuhan (Acces inner harbour) adalah alur pelayaran di p
elabuhan sebagai fasilitas keluar/masuk kapal sebelum mencapi kolam pelabuhan.
14. 15. 16. 17.
Anjir atau terusan adalah sungai buatan yang dapat digunakan sebagai alur pelaya
ran angkutan peraira. Kanal adalah alur buatan yang digunakan sebagai sarana ang
kutan perairan. Pengerukan awal (Capital dredging) adalah pengerukan yang pertam
a kali dilaksanakan dalam rangka pendalaman kolam pelabuhan atau alur pelayaran.
Pengerukan pemeliharaan (Maintenance dredging) adalah pengerukan yang dilaksana
kan secara rutin berkala dalam rangka memelihara kedalaman kolam pelabuhan atau
alur pelayara, atau pekerjaan pengerukan lainnya.
18. 19.
Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuha
n yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan kepelabuhanan. Daerah Lingkun
gan Kepentingan (DLKP) adalah wilayah perairan disekeliling daerah lingkungan ke
rja perairan pelabuhan yang digunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

20.
Kapal adalah kendraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan
tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan bawah permukaan ai
r serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
21. 22.
Pemeruman atau sounding adalah kegiatan pemetaan untuk mengetahui countur kedala
m perairan. Pemeruman awal atau prredredge sounding adalah kegiatan pemeruman aw
al yang dilaksanakan sebelum diadakan pekerjaan pengerukan (Pemeruman Pra Penger
ukan). Data yang dihasilkan digunakan sebagai dasarpenentuan perhitungan volume
dan desain yang dikeruk.
23.
Pemeruman progres atau progress sounding adalah pemeruman sementara dari seluruh
lokasi yang telah dikeruk. Data yang dihasilkan digunakan untuk mengetahui perk
embangan hasil seluruh pekerjaan pengerukan yang telah dicapai.
24. 25.
Pemeruman akhir atau final sounding adalah pemeruman akhir yang dilaksanakan set
elah pekerjaan pengerukan selesai. Tingkat pengendapan atau siltation rate adala
hpengendapan atau sedimentasi yang materialnya datang dari luar maupun dalam lok
asi keruk yang terjadi pada saat pelaksanaan pengerukan.
26. 27. 28.
Menteri adalah Menteri Perhubungan. DIRJEN adalah Direktur Jendral Perhubungan L
aut. ADPEL adalah Administrator Pelabuhan adalah kepala unit organik dibidang ke
selamatan pelayaran pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan di
lingkungan Departemen Perhubungan.
29.
KAKANPEL atau Kepala Kantor Pelabuhan adalah kepala unit pelaksana teknis di lin
gkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang berada di bawah bertanggungja
wab kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

II.
KEGIATAN PENGERUKAN A. PEKERJAAN PENGERUKAN 1. Pekerjaan pengerukan meliputi dua
jenis kegiatan, yaitu pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknya tidak d
imanfaatkan atau dibuang dan pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknya d
imanfaatkan. 2. Selain itu pengerukan dapat dikategorikan dalam dua pekerjaan ya
itu pekerjaan pengerukan awal dan pengerukan untuk pemeliharaan alur pelayaran d
an atau kolam pelabuhan. 3. Pekerjaan pengerukan terdiri dari tiga kegiatan, yai
tu pelaksanaan pengerukan, transportasi material keruk ke lokasi pembuangan dan
kegiatan pembuangan material keruk di lokasi pembuangan material keruk (Dumping
area). B. PERENCANAAN PENGERUKAN 1. Perencanaan desain alur dan kolam pelabuhan
yang berkaitan dengan pekerjaan pengerukan, pembangunan dan pemeliharaan harus s
epengetahuan Direktur Jendral Perhubungan Laut yang meliputi : 2. Untuk pekerjaa
n pengerukan awal, harus didahului dengan penyelidikan tanah, setidak-tidaknya m
eliputi test Spesific gravity dan Standard Penetration Test (SPT) dan kadar gara
m (Salinity). Keadaan tanah dasar diperiksa untuk dua keperluan, pertama kemudah
annya untuk di keruk (Excavability) dan kedua pengangkutannya (Transportability)
. 3. 4. 5. Penentuan/penetapan posisi alur pelayaran/kolam pelabuhan pada peta S
ounding. Profil/potongan melintang, memanjang alur/kolam pelabuhan dengan perhit
ungan volume keruk. Jenis dan tipe serta kapasitas kapal keruk. Yang perlu diper
hatikan dalam menentukan jenis alat keruk berdasarkan jenis material tanah dasar
adalah sebagai berikut : 6. Pengerukan di daerah sekitarnya.

7.
Alinyement alur pelayaran, lengkungan pada alur sedapat mungkin dihindari bila l
engkungan harus ada diusahakan bentuk geometris alur yang melengkung tersebut me
mbentuk sudut tidak lebih dari 30o, sedangkan jari-jari kurvalengkungan minimal
empat kali dari anjang kapal
8.
Lebar Alur, lebar alur dihitung berdasarkan lebar kapal atau panjang kapal. Leba
r alur ideal untuk satu arah adalah dihitung dua kali lebar kapal ditambah 30 me
ter dan lebar alur untuk dua arah sebagaimana tabel di bawah ini : Tabel Lebar A
lur NO. 1. 2. 3. JENIS ALUR Satu arah Dua arah a. Kapal sering berpapasan b. Kap
al jarang berpapasan Dua arah tikungan a. Kapal sering berpapasan b. Kapal jaran
g berpapasan LEBER ALUR PELAYARAN L = 2 x B + 30 meter L = 4 x B + 30 meter L =
3 x B + 30 meter L = 6 x B + 30 meter L = 4 x B + 30 meter KETERANGAN L = Lebar
(dalam meter) L = Lebar kapal (dalam meter)
9.
Kedalaman Alur, kedalaman alur ditentukan berdasakan draft kapal dengan memperha
tikan adanya gerakan goncangan kapal akibat kondisi alam seperti gelombang, angi
n, pasang surut dan olengan kapal yaitu : rolling, pitching, squal dan kondisi m
aterial dasar laut. a. Alur di dalam Pelabuhan Kecepatan kapal kurang dari 6 kno
t dapat ditentukan dengan rumus, sebagai berikut : d 1,1 D Dimana : d D = Kedala
man alur = Full draft kapal
b. Alur di luar pelabuhan Kedalaman alur dapat diperoleh dengan rumus, sebagai b
erikut :

H = D + t = D + ( t1 + t2 + t3 + t4 + t5 ) Dimana : h D t1 = Kedalaman perairan =


Full draft kapal = Angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal yang diakibatka
n oleh keadaan tanah dasar Klasifikasi I II III IV LOA (meter) > 185 > 185 - 125
< 86 125 - 86 KLAIFIKAI II 0,20 0,25 0,30 0,45
JENI TANAH Campuran Pasir Pasir Padat Padas t2 H t3 k
I 0,20 0,30 0,45 0,60
III 0,20 0,20 0,20 0,20
= Angka keamanan yang disebabkan adanya gelombang. = 0,3 H - t1 = Tinggi gelomba
ng = Angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal = k.v = Koefisien yang te
rgantung dari keadaan tanah dasar. I 0,033 II 0,027 III 0,022 IV 0,017
Jika t2 = Negatif, maka t2 dianggap nol
KLAIFIKAI KAPAL Koefisien V t4
= Kecepatan kapal (10-25 km/jam) = Angka keamanan dari priode pengerukannya = be
rkisar 0,40

t5
= Angka keamanan yang tergantung dari type kapal keruk = k.v
c. lope Alur lope alur ditentukan berdasarkan jenis material/nilai N (kekerasa
n tanah) Klasifikasi Tanah lempung Nilai N <4 48 8 20 20 - 40 < 10 10 30 30 - 50
Jenis Tanah Lumpur Lunak Sedang Keras Lunak Sedang Keras Slope 1 : 3-5 1 : 2-3 1
: 1,5-2 1 : 1-1,5 1 : 2-3 1 : 1,5-2 1 : 1-1,5 1 : 1-1,5 1:1
Pasir Kerikil Batu C.
LOKASI / AREA PEKERJAAN PENGERUKAN 1. Pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan di
perairan yang meliputi : alur laut bebas, alur angkutan perairan, alur pelayara
n, alur masuk pelabuhan,anjir atau terusan, kanal dan lokasi-lokasi lain. 2. Pek
erjaan pengerukan dan atau penambangan harus memperhatikan lokasi keruk dan atau
tambang dengan memperhatikan zona-zona yang ada antara lain zona keselamatan (Z
afety zone), zona TSS (Trafficseparation Scheme), zona STS (Ship to ship transfe
r) dan zona tempat labuh jangkar (anchorage area), zona kabel laut, zona pipa in
stalasi bawah air, zona pengeboran lepas pantai (Off shore drilling), zona penga
mbilan barang-barang berharga, zona keamanan sarana bantu navigasi (SBNP), maupu
n zona-zona lainnya yang diatur oleh ketentuan Internasional maupun instalasi Pe
merintah terkait. 3. Bagi pelaksana pekerjaan pengerukan/penambangan di zona tra
fficseparation sheme atau lokasi lainnya yang merupakan alur pelayaran yang dite
ntukan oleh pemerintah aupun IMO harus mematuhi segala ketentuanantara lain yang
telah diatur dalam Convention on Regulation for Preventing Collition at Sea 197
2 (colreg 1972).

4.
Setiap pekerjaan pengerukan/penambangan harus mencantumkan volume sistem kerja d
an jangka waktu pelaksanaan secara jelas, sedang lokasinya ditetapkan dalam bent
uk koordinat geografis agar dapat diinformasikan melalui Berita Maritim ke semua
kapal yang akan melintas di area pekerjaan oleh Syahbandar.
5.
Area keruk/tambang di zona traffic separation scheme yang merupakan zona lintas
batas yang terdiri dari beberapa negara harus mendapat rekomendasi dari Negara A
nggota Tripartiate Technical Group (TTEG) melalui Direktorat Jenderal Perhubunga
n Laut
D.
LOKASI PEMBUANGAN HASIL PENGERUKAN 1. Tempat pembuangan material keruk yang loka
sinya di perairan, idealnya dibuang pada jarak 12 mil dari daratan danatau pada
kedalaman lebih dari 20 m ataulokasi lainnya setelah mendapat rekomendasi atau i
zin dari Direktorat Jenderal perhubungan Laut,melalui ADPEL atau KAKANPEL setemp
at. 2. Tempat pembuangan material keruk di darat harus mendapat persetujuan dari
PEMDA setempat yang berkaitan dengan penguasaan lahan yang sesuai RUTR.
E.
KEGIATAN PEMERUMAN DAN PERHITUNGAN VOLUME KERUK 1. Kegiatan pemeruman yaitu peme
ruman yang meliputi tiga tahap yakni pemeruman awal (predredge sounding) untuk m
engetahui kondisi awal perairan yang akan dikeruk dan membuat desain atau perenc
anaan pekerjaan pengerukan dan untuk memperhitungkan volume keruk, pemeruman pel
aksanaan pekerjaan pengerukan (progress sounding) untuk memantau pelaksanaan pek
erjaan pengerukan yang pemerumannya dilaksanakan berkala dan pemeruman akhir (fi
nal sounding) untuk memperhitungkan volume keruk yang telah dikerjakan.

2.
Pelaksana pekerjaan pengerukan wajib mengirimkan hasil pemeruman final pada DITJ
EN HUBLA untuk diteruskan/disiarkan pada Berita Maritim (Notice to Marine)
3.
Sebagai dasar pembuatan desain alur pelayaran/kolam pelabuhan dan atau pekerjaan
pengerukan lainnya, perhitungan volume keruk harus menggunakan hasil pemeruman
awal yang dilakukan dalam kurun waktu maksimum 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan
pemeruman.
4. 5.
Pemeruman (Sounding) menggunakan Echo Sounder dengan frekuensi antara 200 KHz sa
mpai 210 KHz. Perhitungan volume keruk didasarkan pada luas penampang dikalikan
panjang pias ditambah volume pengendapan selama pekerjaan berlangsung dan atau v
olume toleransi vertikal.
6.
Besaran pengendapan atau tingkat pengendapan dan toleransi vertikal sebagaimana
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk masing-masing alur pe
layaran dan atau kolam pelabuhan, seperti pada Tabel 1.
F.
KEDALAMAN PERAIRAN KERUK
an berdasarkan permukaan
l angkutanperairan,ruang
ncaran masuknya angkutan

Pendalaman alur pelayaran atau kolam pelabuhan ditentuk


air,draft rencana angkutan perairan, pergerakan vertika
bebas lunas kapal, pasang surut dan kemudahan atau kela
perairan atau lebar alur dalam 1 lajur atau 2 lajur.

G. MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Dalam merencanakan biaya pengerukan, hal-hal yang


perlu diperhatikan : Pekerjaan persiapan (material yang harus dibersihkan) Supe
rvisi

III.
PELAKSANAAN PEKERJAAN PENGERUKAN A. HAL-HAL YANG PENGERUKAN 1. Dalam rangka PERL
U DIPERHATIKAN DALAM PEKERJAAN
pelaksanaan
pekerjaan
pengerakan
pengerukan,
harus
memperhatikan tata ruang wilayah (khusus untuk pekerjaan reklamasi), kelestarian
lingkungan, keselamatan pelayaran dan standarisasi nasional, kriteria serta nor
ma-norma yang ada. Tata ruang dimaksud adalah tata ruang dan daratandan tata rua
ng perairan. 2. Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud adalah Rencana Umum Tata
Ruang Nasional, Rencana Umum Tata Ruang Wilayah ; Rencana Tata Ruang Wilayah Pr
opinsi dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan. 3. Selanjutnya
apabila Rencana Tata Ruang tersebut belum ditetapkan oleh Pemerintah atau tidak
sesuai dengan kebutuhan teknis bagi penyelenggara kepelabuhanan atau reklamasi,
aka Direktur Jenderal Perhubungan Laut berkoordinasi dengan PEMDA setempat, memu
tuskan penetapan lokasi yang sesuai melalui kebijaksanaannya, berdasarkan kesela
matan pelayaran,operasional kepelabuhanan, standarisasi nasional,kriteria dan no
rmanorma yang ada. 4. Kelestarian lingkungan dimaksud adalah kelestarian fisik,
kimia, sosial budaya dan biologi yang berdampak pada kelestarian lingkungan deng
an adanya kegiatan pengerukan dan reklamasi. 5. 6. Keselamatan pelayaran dimaksu
d yaitu keselamatan transportasi di perairan yang meliputi angkutan di perairan.
Standarisasi Nasional, kriteri dan norma-norma dimaksud adalah standarisasi nas
ional, kriteria dan norma-norma yang berkaitan dengan kepelabuhanan dan angkutan
perairan yang ditetapkan oleh pemerintah.

B.
KESELAMATAN PELAYARAN DALAM PENGERUKAN 1. Keselamatan pelayaran sebagaimana dima
ksud dalam pedoman ini adalah perlindungan keselamatan pelayaran dalam hal lebar
yang cukup dan kedalaman perairan yang aman bagi gerakan angkutan perairan (Nav
igable depth) yang harus diperhitungkan terhadap gerakan-gerakan kapal yaitu ger
akan vertikal : heaving, pitching dan roolling maupun gerakan horizontal yaitu :
swaying, surgeing, jawing maupun gerakan-gerakan lainnya yang disebabkan oleh g
elombang atau arus. 2. Keselamatan pelayaran sebagaimana dijelaskan di atas ini
adalah perlindungan lingkungan maritim, termasuk adanya bangunan fasilitas di si
si air di DLKR dan DLKP yang dapat mengganggu keselamatan pelayaran dalam hal te
rbatasnya ruang gerak angkutan perairan. Fasilitas bangunan di sisi air, meliput
i dermaga, bagan-bagan penangkap ikan, bangunan di atas perairan yang merubah ga
ris pantai, ponton, bangunan perlindungan pantai yang menjorok ke perairan, adan
ya penjemuran ikan di pesisir perairan, pemecah gelombang, groin dan bangunan se
jenis harus mendapat izin dari Menteri dalam hal ini adalah Direktur JenderalPer
hubungan Laut.
C.
METODE PENGERUKAN Pekerjaan pengerukan secara garis besar dapat di bagi dalam ti
ga proses utama, yakni penggalian, pengangkutan dan pembuangan. Kapal yang dipak
ai pada masing-masing proses ini adalah sebagai berikut :

Pengerukan
Pekerjaan Pengerukan dengan Alat : Cutter suction dredger Hopper barge Grab buck
et dredger Dipper dredger Rock breaker Lain-lain
Kapal bantu
Pengangkutan Pembuangan
Tug boat Pusher boat Hopper barger
Kembali Gambar Komponen Proses Pengerukan 1. Metode pekerjaan pengerukan dapat d
ilaksanakan dengan pengerukan sistem hidraulik (Kapal Keruk Hopper dan Kapal Ker
uk Cutter), pengerukan dengan cangkram, pengerukan dengan timba dan pengerukan d
enagn sistem lainnya. 2. Untuk material keruk yang keras, semisal karang, pekerj
aan pengerukan dapat dilaksanakan dengan cara penggalian material karang dengan
metode mekanikal kemudian pemindahan material keruk dengan sistem pengerukan yan
g normal, penggalian material karang denagan metode peledakan karanng kemudian p
emindahan material keruk dengan sistem pengerukan yang normal dan sistem lainnya
seperti penggalian material karang dengan metode pemecahan karang melalui gelom
bang pendek atau microwave, pemotongan karang dengan menggunakan peralatan tekan
an tinggi atau sistem lainnya. Penggalian material keruk/karang dengan metode pe
ledakan ini harus mendapat rekomendasi dari institusiyang berwenang.

3.
Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan, adalah kegi
atan pekerjaan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan at
au untuk keperluan lainnya, antara lain adalah :pembangunan pelabuhan/dermaga, p
enahan gelombang, saluran air masuk untuk sistem pendinginan (Water intake), pen
dalaman galangan kapal dan lain-lain.
4.
Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya dimanfaatkan adalah kegiatan pe
kerjaan pengerukan untuk pengurugan atau reklamasi dan pekerjaan pengerukan untu
k penambangan.
D.
PEMILIHAN JENIS ALAT KERUK Masing-masing jenis alat keruk memiliki kinerja berbe
da untuk berbagai keadaan cuaca dan material tanah dasarnya. Secara umum, alat k
eruk dengan penggerak sendiri memiliki kelaikan laut yang baik dan dapat digunak
an di perairan laut terbuka. Sedangkan alat keruk tanpa penngerak sendiri teruta
ma jenis dengan jangkar tiang mudah dipengaruhi oleh angin dan gelombang. 1. Ole
h karena itu jenis alat keruk selain memperhatikan keadaan tanah dasarnya diteta
pkan setelah memperhatikan keadaan cuaca, sebagi berikut : a. Gelombang, angin,
arus, pasang surut dan daerah teduh b. Hari kerja dan jam kerja c. Volume keruka
n dan kedalaman maksimum d. Luas daerah keruk, tempat tambat dan volume lalu-lin
tas e. Tempat berlindung alat keruk dan kapal serta fasilitas perbaikan. f. Perl
engkapan daya, suplai air dan fasilitas penjangkaran. g. Gaya penjangkaran h. Ak
omodasi untuk alat keruk dan kapal pendukung. 2. Pemilihan alat keruk harus dise
suaikan dengan kondisi lapangan dan jenis material dasar yang dikeruk sebagaiman
a tabel di bawah ini :

JENIS TANAH Klasifikasi Keadaan Sangat lunak Lunak Sedang Tanah Lempung Keras Le
bih keras Sangat keras Lunak Sedang Tanah Kepasiran Keras Lebih keras Sangat ker
as Lunak Keras Lunak Keras Lebih lunak Lunak Batu Sedang Keras Lebih N < 40 4 10
10 20 20 < 10 10 20 20 30 < 30 > 30 < 30 > 30 40 50 50
JENIS ALAT KERUK Pump Hopper Grab Bucket Dipper Rock Dredger Dredger Gredger Dre
dger Dredger Breaker V V V V V V V V V V V V V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V V
V V V V V
V
V
V
V
V V V V V V V V
V V V V V V V
V V V V V V V V
V V V V V V V V
V V V V V V V V V
Tanah Lempung Berkerikil Tanah Kepasiran Berkerikil
V V V
60 60 V V

keras Sangat keras Lepas Kerikil Menyatu E. V V V V 60 V V V V V


KEDALAMAN PENGERUKAN DAN TEBAL KERUKAN Setiap material keruk memiliki kedalaman
maksimumnya yang ditentukan oleh mekanisme pengerukan, ukuran alat keruk dan kap
asitas mesin keruk. Pada alat keruk hidraulis, kedalaman kerukan sangat mempenga
ruhi kapasitasnya. Demikian pula dengan alat keruk cangkeram kedalaman akan berp
engaruh pada waktu siklus pengerukan.
F.
KETENTUAN KHUSUS 1. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah dalam hal ini sesuai kewena
ngannya, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berkewajiban untuk mengadakan pemb
inaan dan pengendalian pekerjaan pengerukan yang didasarkan pada peraturan perun
dang-undangan, standarisasi nasional, kriteria dan norma seta ketentuan lainnya
yang berkaitan. 2. Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayai (1)pasa
l ini, pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Perhub
ungan Laut dengan melampirkan persyaratan, sebagai berikut : 3. Untuk pekerjaan
pengerukan yang hasil material keruknya di buang : a. Surat permohonan yang menc
akup maksud dan tujuan pekerjaan pengerukan. b. Salinan penetapan lokasi dan des
ain alur pelayaran/kolam pelabuhan yang akan dikeruk. c. Metode atau sistem peng
erukan termasuk peralatan yang digunakan dan volume keruk. d. Lokasi pembuangan
material hasil keruk

e. Peta survey hidrografi f. Kondisi dan jenis tanah dasar pad areal yang akan d
ikeruk. g. Studi analisa dampak lingkungan atau sejenis sesuai ketentuan hukum y
ang berlaku yang telah disahkan oleh institusi yang berwenag. h. Rekomendasi ADP
EL/KAKANPEL setempat berkaitan dengan keselamatan pelayaran dengan areal lokasi
buang material keruk. 4. Untuk Pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknya
dimanfaatkan : a. Surat permohonan yang mencakup maksud dan tujuan pekerjaan pe
ngerukan b. Salinan penetapan lokasi dan keadaan dasar perairan serta alur pelay
aran/kolam pelabuhan yang akan dikeruk. c. Metode atau sistem pekerjaan, termasu
k penggunaan peralatan dan volume keruk. d. Kuasa penambangan yang terdiri dari
: kuasa eksplorasi, kuasa eksploitasi dan izin pengangkutan/penjualan. e. Peta s
urvey hidrografi f. Studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) atau sejenis sesuai
ketentuan hukum yang berlaku yang telah disahkan oleh institusi yang berwenang.
g. Rekomendasi ADPEL/KAKANPEL setempat berkaitan dengan keselamatan pelayaran. 5
. Perizinan pekerjaan pengerukan, diterbitkn oleh Pemerintah sesuai Hirarki dan
Fungsi Pelabuhan, yaitu Menteri Perhubungan untuk Pelabuhan Utama yang meliputi
: Pelabuhan Internasional, Hubungan Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan Nasion
al, Gubernur untuk Pelabuhan Regional dan Bupati/Walikota untuk Pelabuhan Lokal,
kecuali untuk pekerjaan pengerukan awal. 6. Pada pekerjaan pengerukan, yang waj
ib dipatuhi oleh pelaksana adalah : a. Selama pelaksanaan pekerjaan pengerukan d
an reklamasi tidak mengganggu alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta mentaati
semua perangkat hukum yang berlaku.

b. Lalu-lintas angkutan perairan tidak terhambat c. Tidak membawa dampak negatif


paad lingkungan. d. Metode pengerukan yang sesuai dengan material yang akan dik
eruk, pola arus dan kondisi biota yang ada di sekitar lokasi keruk maupun lokasi
buang. e. Metode reklamasi yang sesuai dengan kondisi setempat, pola arus dan k
ondisi biota yang ada di sekitar lokasi reklamasi maupun lokasi asal material re
klamasi tidak mencemari lingkungan. f. Material hasil pengerukan tidak kembali l
agi ke areal keruk, sedang material reklamasi tidak mencemari lingkungan. g. Dal
am hal pekerjaan pengerukan yang sedimen yang terkontaminasi, maka harus ada inf
ormasi yang berkaitan dengan gerakan sedimen, yaitu erosi dan sedimentasi, konso
lidasi, tebal lapisan dan sejarah perkembangannya, kualitas air dan material sus
pensi, kuantitas material suspensi, distribusi ukuran butir dan kadar garam air.
7. Hal-hal yang wajib diperhatikan berkaitan material keruk yang terkontaminasi
, yaitu : a. Pengerukan dengan presisi tinggi untuk mengeruk sedimen terkontamin
asi. b. Meminimalkan penyebaran kontaminan dan dampak negatif. c. Memasang tabir
(Screen) di sekeliling lokasi keruk yang tidak tembus sedimen d. Meminimalkan li
mpasan air kerukan e. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerjabagi pelaksana
lapangan. 8. 9. Peta yang digunakan untukpekerjaan pengerukan maupun pekerjaan
reklamasi sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal yang disebutkan adalah peta hid
rografi. Semua pekerjaan pengerukan harus memperhatikan ketentuan dan standar na
sional atau internasional di bidang maritim yang dikeluarkan oleh Pemerintah mel
alui Menteri Perhubungan/Direktorat Jenderal Perhubungan Laut maupun Badan Inter
nasional yang berkaitan.

G. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Setiap petugas kapal keruk harus mempunyai petuga
s yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan tanggung jawabnya. 2. Se
lama kapal keruk bekerja, senantiasa menyediakan tempat di atas kapal keruk ters
ebut untuk pengawas 2 (dua) orang termasuk biaya permakanan. 3. Penanggung jawab
kegiatan dan Pimpinan Umum kapal keruk senantiasa mengadakan hubungan konsultas
i dengan Pengawas dan Supervisi dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi sewak
tu bekerja mengeruk. 4. Penentuan posisi dan lainnya harus menggunakan koordinas
i geografis.
H. LAIN-LAIN 1. Apabila pekerjaan pengerukan berdekatan dengan bangunan/konstruk
si tidak boleh dilakukan pengerukan lebih ke arah vertikal maupun horizontal (over
dredge). 2. Apabila dalam pelaksanaan pengerukan menemukan benda-benda purbakal
a atau sejenisnya harus dilaporkan dan diselesaikan sesuai ketentuan dan peratur
an yang berlaku. 3. Apabila karena satu dan lain hal sehingga mengakibatkan keru
sakan pada bangunan/konstruksi di dekat lokasi keruk, maka hal tersebut menjadi
tanggung jawab/beban pelaksanaan pekerjaan penegrukan untuk memperbaiki, kecuali
apabila dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan kesalahannya. 4. Apabila kar
ena satu dan lain hal terjadi kecelakaan/tubrukan/benturan antara kapal keruk de
ngan lainnya, maka harus diselesaikan sesuai peraturan-peraturan dan perundang-u
ndangan yang berlaku.

IV.
KEGIATAN REKLAMASI A. PEKERJAAN REKLAMASI Dalam pelaksanaan pekerjaan reklamsi,
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Kajian terhadap dampak dan akibatnya
, antara lain berupa : a. Perubahan kelompok hidrodinamika yang diakibatkan peru
bahan pola arus dan gelombang pada pelaksanaan reklamasi sehingga dapat mengakib
atkan turbiditas perairan. b. Perubahan kelompok transportasi sedimen yang terja
di karena terganggunya littoral transport yang mengakibatkan adanya erosi di sal
ah satu sisi dan sedimentasi di sisi lain. c. Perubahan kelompok air tanah yang
terjadi saat penimbunan material reklamasi basah dari laut, air laut yang terper
angkap dapat mencemari akuifer air tanah di pesisir. d. Perubahan kelompok tata
air di kawasan daratan yang diakibatkan adanya reklamasi, maka gangguan yang ter
jadi berupa bertambah panjangnya lintasan pematusan air atau penurunan gradien h
idraulik aliran air yang ada yang dapat menurunkan kapasitas drainese yang ada s
ehingga menimbulkan potensi banjir. 2. Pada areal berlumpur perlu diperhatikan a
gar jangan terjadi : a. Gelombang/luapan lumpur (mud wave/mud explosion) yaitu a
real yang mempunyai daya dukung yang rendah karena material dasarnya adalah lump
ur. b. Penurunan lahan yang tidak merata yang diakibatkan karena ketebalan lumpu
r yang tidak sama atau tidak merata. c. Terjadinya likuifaksi yaitu tanah pasir
yang kehilangan daya dukung akibat sistempemadatan yang tidak sempurna, sehingga
apabila trjadi getaran/goncangan misalnya yang diakibatkan oleh gempa, maka lah
an reklamasi dapat terbenam dalam tanah. Likuifaksi adalah proses atau kejadian
berkurangnya tekanan efektif tanah secara drastis pada pasir halus seragam

tidak padat yang terrendam air, akibat beban sesaat (misal gempa tau getaran). B
eban sesaat tersebut manimbulkan kenaikan tekanan air pori tanah yang cukup besa
r, tekanan efektif tanah turun (jika mencapai nol, butiran tanah akan melayang)
mengakibatkan kapasitas dukung tanah menurun sehingga tidak mampu lagi mendukung
beban di atasnya denagn baik. Farameter yang mempengaruhi terjadinya proses lik
uifaksi adalah : jenis tanah dan gradasi butir (pasir halus, sedang, seragam), t
ingkat kepadatan (tidak padat), kondisi lingkungan (terrendam air), beban sesaat
kejut/gempa/getaran). 3. Tahapan-tahapan pekerjaan yang perlu diperhatikan adal
ah : a. Analisa pengaruh timbunan terhadap keseimbangan hidrologis kawasan. b. P
embuangan lapisan organik yang ada. c. Transportasi material reklamasi d. Sistem
pemadatan. 4. Bangunan pelindung untuk area yang telah direklamasi, yaitu : a.
Sistem drainase lahan. b. Tembok atau tanggul yang harus berdiri kuat di atas ta
nah timbunan yang diperkuat dengan konstruksi steel sheet pile, concrete sheet p
ile atau bahan/konstruksi sejenis. c. Talud/plengsengan atau revetment rip-rap 5
. Untuk mendapatkan izin pekerjaan reklamasi, pemohon wajib mengajukan permohona
n secara tertulis kepada Menteri Perhubungan yang dilimpahkan kewenangannya pada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut dengan melampirkan persyaratan, sebagai beri
kut : a. Surat permohonan yang mencakup maksud dan tujuan pekerjaan pengerukan.
b. Salinan penetapan lokasi areal reklamasi c. Metode atau sistem dan volume pek
erjaan reklamasi. d. Rekomendasi PEMDA yang berkaitan denag RUTR.

e. Peta survey hidrologi f. Kondisi dan jenis tanah dasar pada areal yang akan d
ikeruk. g. Studi analisa dampak lingkungan atau sejenis sesuai ketentuan hukum y
ang berlaku yang telah disahkan oleh institusi yang berwenang. h. Rekomendasi AD
PEL/KAKANPEL setempat berkaitan dengan keselamtan pelayaran selama berlangsungny
a pekerjaan reklamasi.
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
( H. HARIJOGI ) NIP. 120 088679

DAFTAR SLOPE (KEMIRINGAN PENGERUKAN) DAN SILTATION RATE (PROSENTASE PENDANGKALAN


KEMBALI)
LOKASI ALUR PENGERUKAN 2
BELAWAN JAMBI PONTIANAK KETAPANG TG. PRIOK JUWANA SUNDA KELAPA KUALA LANGSA SAMA
RINDA BANJARMASIN CIREBON PALEMBANG SEMARANG BENGKULU TG. PANDAN PROBOLINGGO PAN
GKAL BALAM TEGAL PASURUAN KUALA CENAKU TAHUNA LEMBAR LABUHAN SERUI NABIRE
NO 1
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
21. 22. 23. 24. 25.
SLOPE 3
1:5 1:8 1:6 1:5 1:1 1:8 1:4 1:7 1:6 1:8 1:4 1:6 1 : 10 1:6 / 1:7 1:8 1 : 10 1:8
1:6 / 1:10 1 : 10 1:6 1:4 1:4 1:4 1:6 1:4
SITATION RATE (%) ALUR KOLAM (%) (%) 4 5
15 20 20 15 5 25 10 10 20 30 10 15 10 30 5 5 5 10 20 10 10 10 10 10 10 10 10 10
20 5 10 5 5 5 5 10 KETERANGAN 6

26.
SAMPIT
1:8
30
1
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. KUMAI
2
3
1:8 1:8 1:8 1:4 1 : 10 1:4 1:4 1:5 1:6 1:4 1:6 1:4 1:8 1:4 1:4 1:4 1:6
4
30 15 30 10 20 10 10 15 10 10 10 10 30 10 10 10 10
5
10 6
T.B. ASAHAN PULANG PISAU KALIBARU ATAPUPU KALABAHI SARMI AGATS KAIMANA SORONG FA
K-FAK MANOKWARI KOTA WARINGIN MUARA PADANG TELUK BAYUR SIBOLGA MALAHAYATI

Anda mungkin juga menyukai