Efek Antibakterial Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus (ATCC 33862) Secara I n Vitro
Suryo Adi Kusumo Bawono*, IDSAP Peramiarti, Lieza Dwianasari Susanti Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia (awansunset@yahoo.com)
ABSTRACT Nowadays, herbal medicine was used by many people and one of the medicinal plant was Aloe vera. Some studies showed Aloe vera contain tannin, anthraquinone, saponin and sterol that were used for antibacterial but the used was very limited. The purpose of this study is to knowing the antibacterial effect of Aloe vera extracts concentration 15%, 30%, 45%, 60% and 75% against Staphylococcus aureus. This study was conducted by using experimental method with post-test only with control group design. This study used S. aureus as pathogen bacteria and divided into 6 groups: group 1 (control), group 2-6 were intervened by Aloe vera extract with varies concentrations, group 2 (15%), group 3 (30%), group 4 (45%), group 5 (60%) and group 6 (75%). The incubation time is 24 hour. The inhibition diameter measured by vernier caliper with 0.01 mm reading error. Analysis for the differences of inhibition diameter was using Kruskal-Wallis with Mann Whitney Post- Hoc. Inhibition diameter of control group had mean (0 0), group that intervened by Aloe vera, the mean rate of inhibition diameter was group 2 (10.791.19), group 3 (17.411.66), group 4 (20.351.13), group 5 (21.651.20) and group 6 (24.281.34). Statistical test with Kruskal-Wallis showed at least there were significant differences [p=0.000 (p<0,05)] (CI=95%) of inhibition diameter mean with various Aloe vera extracts concentration. The Aloe vera extracts had antibacterial effect against S. aureus colony growth.
PENDAHULUAN Staphylococcus aureus merupakan salah satu flora normal di tubuh manusia. Flora normal ini dapat berkembang menjadi bakteri patogen yang dapat menginfeksi manusia pada kondisi-kondisi tertentu. Bakteri S. aureus ini dapat ditemukan di kulit dan membran mukosa manusia. Oleh karena itu, infeksi dari S. aureus ini dapat terjadi di berbagai sistem tubuh manusia (Brooks et al., 2008) Infeksi dari S.aureus dapat menyebabkan banyak penyakit, seperti infeksi kulit baik itu ringan maupun berat, pneumonia, endokarditis dan sepsis. S. aureus tidak hanya menginfeksi manusia saja, S. aureus juga sering ditemukan pada peralatan medis di rumah sakit dan pada keadaan ini akan menciptakan infeksi nosokomial (INOS) (Aswani & Shukla, 2011). Selain itu, toksin yang diproduksi oleh S. aureus juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi dari S. aureus ini diobati dengan penggunaan antibiotic golongan penisilin. Penisilin sangat efektif dalam membunuh bakteri S. aureus. Penggunaan yang terlalu luas dan tidak rasional akhirnya menyebabkan terjadinya resistensi pada penisilin. Di kebanyakan Negara maju dan berkembang sudah banyak ditemukan antibiotik tahan penisilinase seperti metisilin dan oksasilin. Penggunaan kedua obat ini masih banyak digunakan dan efektif dalam pengobatan infeksi S. aureus. Satu tahun setelah penggunaan metislin ini, dilaporkan kasus Methicilin Resistant Staphyloccoccus aureus (MRSA) di Inggris pada tahun 1950-an (Hardy et al., 2004). Kasus MRSA ini masih menjadi masalah utama terjadinya infeksi nosokomial di kebanyakan rumah sakit (Buchan, 2010). Sehingga dibutuhkanlah alternatif pengobatan lain yang juga efektif dalam mengatasi kasus infeksi S. aureus, mengingat angka resistensi yang semakin banyak. Masyarakat Indonesia, masih banyak yang menggunakan pengobatan herbal dibanding pengobatan kimia. Masyarakat Indonesia meyakini, bahwa obat-obatan herbal atau yang disediakan oleh alam merupakan obat-obatan yang lebih baik efeknya dan sedikit efek sampingnya dibanding obat-obatan kimia (Setyowati, 2010). Salah satunya adalah penggunaan lidah buaya di masyarakat Indonesia. Di Indonesia, lidah buaya sangat umum digunakan sebagai bahan kosmetika, terutama untuk rambut. Sedangkan untuk pengobatan, lidah buaya masih sebatas digunakan sebagai laksatif dan untuk pengobatan infeksi pada kulit, luka bakar dan iritasi kulit (Hartawan, 2012). Aloe vera mengandung 72 zat aktif yang dibutuhkan oleh manusia sebagai bahan pengobatan (Baswarsiati dan Dewi, 2009). Beberapa zat yang terkandung dalam Aloe vera adalah fennol, tanin, antrakuinon, saponin dan sterol. Kandungan tanin sekitar 0,72% sedangkan untuk saponin, sterol dan antrakuinon adalah 0,5%, 0,2% dan 0,1% (Sitompul, 2002; Rahayu & Hastuti, 2010). Zat-zat tersebut memiliki efek antibakterial yang potensial, hal ini dikarenakan mekanisme kerja dari zat-zat tersebut yaitu merusak dinding sel bakteri dengan cara mendenaturasi protein dan peptidoglikan. Sedangkan sterol memiliki efek antibakterial dengan cara merusak membran sel. Sehingga Aloe vera sangat memungkinkan dijadikan sebagai salah satu bahan antibakterial yang efektif dalam menghadapi bakteri patogen pada manusia, mengingat angka resistensi terhadap antibiotik semakin tinggi (Prajapati, et al., 2011).
METODE Penelitian ini menggunakan bahan lidah buaya yang berumur 3-4 bulan. Diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan ethanol sebagai pelarutnya. Bakteri coba yang digunakan adalah S. aureus galur ATCC 33862. Bakteri dibiakkan dalam media padat MSA dengan metode spread. Desain penelitian adalah posttest- only with control group design. Hasil ekstrak lidah buaya kemudian dibuat menjadi beberapa variasi konsentrasi yaitu, 15%, 30%, 45%, 60% dan 75%. Kemudian masing-masing konsentrasi dilakukan uji sensitivitas dengan metode difusi sumuran. Agar media MSA pada cawan petri dilubangi dengan diameter lubang sebesar 6 mm. Tiap cawan dibuat sumuran sebanyak 5 buah. Masing-masing konsentrasi kemudian dimasukkan ke dalam sumuran yang telah dibuat sebanyak 50L. Kemudian, dilakukan inkubasi selama 24 jam dan dilihat zona jernih yang terbentuk. Zona jernih yang terbentuk kemudian diukur menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm. Data yang didapat dihitung rata-rata masing-masing sumuran. Dari data yang didapat dilakukan analisa probit IC50 dan uji statistik. Uji statistik yang dilakukan adalah menggunakan Kruskal-Wallis dilanjutkan Post-Hoc Mann-Whitney. Semua uji dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% (=0,05) (Dahlan, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penghitungan diameter penghambatan yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis univariat diameter penghambatan ekstrak Aloe vera Kelompok sampel Rata-rata (mm) % Penghambatan K1 (Kontrol) 5 0 0 K2 (15%) 5 10.791.19 12 K3 (30%) 5 17.411.66 19,13 K4 (45%) 5 20.351.13 22,50 K5 (60%) 5 21.651.20 24,02 K6 (75%) 5 24.281.34 25,82
Data diameter penghambatan kemudian dilakukan penghitungan analisa prbit IC50 dan didapatkan angka IC50 sebesar 79,30%. Data diameter penghambatan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk dan menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal (p<0.05). Dilakukan transformasi data kemudian diuji kembali. Setelah data dilakukan transformasi hasil uji normalitas masih tidak normal, sehingga dilakukan uji non parametrik alternatif yaitu Kruskal-Wallis dan dilanjutkan Mann-Whitney untuk menguji beda rerata tiap perlakuan. Hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p=0.000 (p<0.05) yang artinya terdapat paling tidak perbedaan signifikan besar diameter penghambatan dengan jumlah konsentrasi yang diberikan antara minimal 2 kelompok. Dilakukan uji Post-Hoc Mann Whitney untuk mengetahui letak kelompok yang memiliki perbedaan signifikan. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa perbedaan signifikan diameter penghambatan terdapat pada semua kelompok (p<0.05), kecuali pada kelompok 4 (45%) dan 5 (60%) yang tidak terdapat perbedaan signifikan.
Gambar 1. Diameter penghambatan ekstrak Aloe vera (Kiri : kontrol; Kanan : Ekstrak Aloe vera 75%) Larutan ekstrak Aloe vera dengan konsentrasi 75% memiliki daya hambat tertinggi. Sedangkan pada konsentrasi 15% memiliki daya hambat terendah. Perbedaan daya hambat ini dapat terjadi karena pada masing-masing konsentrasi ditambahkan akuades secara bertingkat. Sehingga zat aktif yang terkandung dalam masing-masing konsentrasi juga berkurang, dan akan berpengaruh pada efektivitas antibakterinya. Menurut Bashir et al. (2011), efek antibakterial Aloe vera sangat berpengaruh pada seberapa banyak dosis tanin dan antrakuinon yang terdapat pada masing-masing konsentrasi. Tannin sendiri sudah terbukti sebagai zat antibakterial yang efektif. Maka efektivitas antibakteri Aloe vera dipengaruhi oleh konsentrasi yang digunakan. Mekanisme kerja antibakteri ekstrak Aloe vera dalam menghambat pertumbuhan S. aureus berhubungan dengan adanya zat aktif seperti antrakuinon, saponin, tanin dan sterol. Tanin merupakan senyawa yang masuk ke dalam golongan polifenol. Tanin memiliki kemampuan yang unik, yaitu sebagai pengikat protein. Fungsinya sebagai zat antibakterial ialah dapat mengikat protein pada sel sehingga sel akan kehilangan protein sebagai bahan dasar pembentuk dinding sel. Tanin juga memiliki kemampuan untuk menginaktivasi enzim pada proses transpeptidasi. Proses tersebut merupakan proses penting dalam pembentukan rantai peptidoglikan dalam pembentukan dinding sel (Bashir et al., 2011). Kerja dari tanin didukung oleh zat antibakterial yang lain yaitu antrakuinon, saponin dan sterol. Antrakuinon dan saponin memiliki efek antibakterial karena ia bekerja dengan cara membentuk kompleks asam amino nukleofilik dalam protein, menyebabkan inaktivasi dan melarutkan protein sehingga protein kehilangan fungsinya. Karena efek dari ketiga zat tersebut maka protein akan kehilangan fungsinya sebagai bahan utama dari dinding sel menyebabkan pembentukan dinding sel yang tidak sempurna sehingga bakteri akan lisis dan pertumbuhannya terhambat (Putra, 2010; Bashir et al., 2011; Thiruppathi et al., 2010). Efek antibakterial ketiga zat tersebut juga didukung oleh sterol yang memiliki efek antibakterial mengganggu keutuhan membran sel dengan cara mengubah permeabilitas membran sel, yang berujung pada kebocoran dan lisisnya bakteri. Dari kandungan keempat zat tersebut, tanin telah terbukti sebagai salah satu zat yang memiliki efek antibakterial paling baik dibanding antrakuinon, saponin dan sterol. (Banso & Adeyemo, 2007; Bashir et al., 2011; Prajapati et al., 2011). Hal ini diperkuat dengan banyaknya kandungan tanin dalam ekstrak lidah buaya yaitu sebesar 0,72%. Sedangkan kandungan antrakuinon sebesar 0,1%. Untuk saponin dan sterol sebesar 0,5% dan 0,2% (Sitompul, 2002; Rahayu & Hastuti, 2010). Hasil IC 50 didapatkan sebesar 79,30%, yang berarti dengan konsentrasi sebesar 79,30% dapat menghambat 50% pertumbuhan populasi bakteri. Tetapi, dari hasil penelitian pada konsentrasi 75% hanya mampu menghambat sebesar 25,82%. Seharusnya dengan konsentrasi 75% sudah mampu menghambat pertumbuhan S. aureus mendekati 50% apabila dikorelasikan dengan hasil IC 50 . Perbedaan hasil ini disebabkan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi. Metode difusi merupakan metode untuk menguji sensitivitas zat antibakterial. Hasil dari metode difusi adalah kualitatif. Sehingga metode difusi hanya mampu mengakomodasi tujuan penelitian sampai sebatas uji sensitivitasnya, tidak dapat secara pasti menentukan angka IC 50 atau secara kuantitatif. Untuk dapat menentukan nilai IC 50 perlu dilanjutkan ke metode dilusi. Pada metode dilusi, setiap zat antibakterial yang diuji akan dibagi menjadi beberapa variasi konsentrasi dari yang terendah hingga tertinggi. Metode dilusi, mampu menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC), Minimum Bactericidal Concentration (MBC) serta IC 50 secara pasti. Sehingga, untuk dapat menentukan hasil penelitian secara kuantitatif maka perlu dilakukan uji dengan metode dilusi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa ekstrak Aloe vera memiliki efek antibakterial terhadap pertumbuhan koloni S. aureus. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. IDSAP Peramiarti, M. Kes dan dr. Lieza Dwianasari S., M.Kes sebagai pembimbing penelitian. Serta kepada Kepala Laboratorium Kimia Organik FST Unsoed dan Mikrobiologi FKIK Unsoed sebagai tempat penelitian. DAFTAR PUSTAKA Agarry, O.O., Olaleye, M.T., Bello-Michael, C.O. 2005. Comparative Antimicrobial Activities of Aloe vera Gel and Leaf. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (12), 1413-1414. Aswani, V.H., Shukla, S.K. 2011. Prevalence of Staphylococcus aureus and Lack of Lytic Bacteriophages in the Anterior Nares of Patients and Healthcare Workers at Rural Clinic. Clinical Medicine on Research Volume 9, Number 2 : 75-81 Banso, A., Adeyemo, S.O. 2007. Evaluation of Antibakterial Properties of Tannins Isolated from Dichrostachys cinerea. African Journal of Biotechnology. Vol. 6 (15) : 1785-1787 Bashir, A., Saeed, B., Mujahid, T.Y., Jehan, N. 2011. Comparative Study of Antimicrobial Activities of Aloe vera Extracts and Antibiotiks Against Isolates from Skin Infections. African Journal of Biotechnology. Vol. 10 (19), 3835-3840. Baswarsiati., Dewi, I.R. 2009. Potensi dan Manfaat Ekstrak aloe vera. Surabaya : Departemen Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Brooks, G.F., Janet, S. B., Stephen, A. M. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 225-250 Buchan, B.W., Ledeboer, N.A. 2010. Identification of Two Borderline Oxaciline- Resistant Strains of Staphylococcus aureus From Routine Nares Swab Specimens by One of Three Chromogenic Agars Evaluated for the Detection of MRSA. American Journal Clinical Pathology 134:921-927 Dahlan, M. S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. Hal 1-28. Hardy, K.J., Hawkey, P.M., Gao, F. Oppenheim, B.A. 2004. Methicilin Resistant Staphylococcus aureus in Critically Ill. British Journal of Anaesthesia 92 (1) : 121-30 Hartawan, E.Y. 2012. Sejuta Khasiat Ekstrak aloe vera. Jakarta : Pustaka Diantara. 17-25 Pawar, V.C., Bagatharia, S.B., Thaker, V.S. 2005. Antibacterial Activity of Aloe vera Leaf Gel Extracts Against Staphylococcus aureus. Indian Journal Microbiology. 45(3), 227-229. Prajapati, M., Patel, P.S., Vyas, P.J. 2011. Phytochemical Analysis of Aloe Vera And Study of Mixing Antibiotic with Aloe Vera and Its Antibacterial Activity. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research. Issue 2 (Vol. 1) Putra, I N.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Serta Kandungan Senyawa Aktifnya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XXI No. 1 Setyowati, F. M. 2010. Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 3 Sitompul, S. 2002. Kandungan Senyawa Polifenol dalam Tanaman Lidah Buaya, Daun Mimba dan Ampas Buah Mengkudu. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Thiruppathi, S., Ramasubramanian, V., Sivakumar, T., Thirumalaiarasu, V. 2010. Antimicrobial Activity of Aloe vera (L.) Burm. f. Against Pathogenic Microorganism. Journal of Bioscience Research. 1 (4) : 251-258