Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN PEMUKIMAN DI AREAL BANTARAN KERETA API

Oleh :
Sangga Pramana Wicaksana
ABSTRAK
Beton daur ulang merupakan campuran yang diperoleh dari proses ulang material sejenis sebelumnya. Beberapa
perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat material
beton yang dihasilkan. Antara lain : menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Proses
pertama dari daur ulang limbah beton ialah beton bekas di masukkan dalam crusher sehingga menjadi agregat
dengan ukuran yang diinginkan. Lalu agregat hasil dari limbah beton di campur dalam mesin cold recycler dengan
menambahkan semen dan unsur-unsur lain sehingga terbentuklah material CTB (Cement Treated Base). Pada jalan
yang akan direhabilitasi bagian atas perkerasan atau (Base Layer) dikeruk untuk diganti dengan perkerasan baru
menggunakan beton hasil daur ulang. Material CTB hasil dari mesin cold recycler kemudian dihamparkan dengan
mesin penghampar pada bagian atas perkerasan yang akan direhabilitasi. Perkerasan hasil rehabilitasi kemudian
dipadatkan dengan mesin pemadat.
Kata Kunci : Limbah beton, Material CTB, Base Layer



I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rumah adalah kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang. Selain berfungsi sebagai
pelindung terhadap gangguan alam dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sebagai
pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, penyiapan generasi muda, manifestasi jati diri
dan lain sebagainya, sehingga secara ringkas dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya
manusia dimasa mendatang akan sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dimana
masyarakat menempatinya. (Kerabat Perumahan dan Permukiman, Juli: 2009)

Kita seringkali melihat hunian liar disekitar areal rel kereta api. Terutama pada kota-kota besar
seperti jakarata, surabaya dan lain-lain. Mereka menempati areal tersebut karena mereka tidak
memiliki alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang murah dan dapat
mendukung aktivitasnya. Rata-rata mereka memiliki berpendidikan rendah, bekerja sebagai
pengumpul barang bekas, pengemis dan lain-lain. Penghasilan yang tidak mencukupi itulah yang
menyebabkan mereka tidak mampu untuk menyewa rumah.

Permukiman di area tepi rel kereta api menempati lahan yang tidak sah, yang sewaktu-waktu bila
pemerintah membutuhkan akan diminta, sehingga penghuni akan digusur. Disisi lain,
terbentuknya permukiman oleh masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan perumahan,
sebenarnya merupakan suatu potensi yang tidak dapat diabaikan, karena mereka mampu
membangun dan mengembangkan rumah tanpa bantuan dari sektor formal, baik dari pemerintah
maupun swasta.

Upaya pemerintah kota dalam memukimkan kembali melalui kegiatan penggusuran seringkali
mengalami kegagalan, dengan indikator banyaknya penghuni yang tidak mau menempati lahan
baru dan kembali ke tempat asal. Ini berarti bahwa ada sesuatu yang membuat penghuni ingin
tetap tinggal di permukiman tersebut.

Realita yang ada, mereka berada di lokasi sepanjang rel KA ini telah bertahun-tahun (bahkan ada
yang telah berganti generasi), meskipun dalam kondisi yang terbatas, baik dari segi fisik rumah
maupun non fisik (ekonomi, sosial dan budaya). Dengan kata lain, mereka tetap kerasan dan
dapat bertahan hidup di lokasi tersebut, artinya mereka dapat tetap eksis dan terus berlanjut.











.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang disampaikan diatas, dapat diambil rumusan masalah :
1. Apakah yang menyebabkan terjadinya hunian liar disepanjang area rel kereta api ?
2. Bagaimanakah upaya pemerintah untuk mengatasi hal tersebut ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya hunian liar di areal rel kerata api
2. Untuk mengetahui apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

II. KAJIAN TEORI

Rumah adalah kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang. Selain berfungsi sebagai
pelindung terhadap gangguan alam dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sebagai
pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, penyiapan generasi muda, manifestasi jati diri
dan lain sebagainya, sehingga secara ringkas dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya
manusia dimasa mendatang akan sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dimana
masyarakat menempatinya. (Kerabat Perumahan dan Permukiman, Juli: 2009)

Perumahan dan permukiman mempunyai fungsi dan peranan yang sama dalam kehidupan
manusia. Yudohusodo (1991) berpendapat, Perumahan merupakan suatu proses bermukim,
kehadiran manusia dalam menciptakan ruang hidup di lingkungan masyarakat dan alam
sekitarnya. Bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam
kehidupan adalah sebagai tempat tinggal dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana
dan sarana yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman di yakini dapat
menciptaan lapangan kerja dan menjalankan roda kegiatan ekonomi. Bagi banyak masyarakat
Indonesia, terutama golongan menengah ke bawah, rumah juga merupakan barang modal utama
karena di dalam rumah ini, mereka dapat melakukan kegiatan ekonominya. .

Yudohusodo (1991:115-120) menjelaskan bahwa perumahan dan permukiman memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi keselamatan.
2. Fungsi sekunder makanan/ekonomi yang menjamin kelangsungan kebutuhan hidup secara
kolektif.
3. Fungsi perkembangan keturunan dan pendidikan.
4. Fungsi pembinaan solidaritas.
5. Fungsi pengembangan kreatifitas.

Budiharjo (1992:72-74) menjelaskankan bahwa fasilitas kesehatan lingkungan yang menyangkut
permukiman dan perumahan, yaitu :
1. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih.
2. Penyediaan pembuangan sampah dan air limbah.
3. Penyediaan sarana pembuangan kotoran.
4. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum, serta pencemaran air dan udara.

Peraturan Pemerintah dalam Per Undang-undangan
Undang-undang No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 7 ayat 1

Ir. MT Herman hermit, (2009) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan membangun rumah
atau perumahan termasuk membangun baru, memugar, memperluas rumah atau perumahan,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor setempat mengenai keadaan fisik, ekonomi, sosial, dan
budaya serta keterjangkauan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan.
Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur,
maka pembangunan rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan
administratif serta wajib melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Persyaratan teknis
berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana
lingkungannya. Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara
lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya.
Persyaratan administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin
mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah.

Inpres No.5 Tahun 1990 Tentang Peremajaan Permukiman Kumuh Yang Ada Di Atas
Tanah Indonesia

Ir. MT. Herman hermit, (2009) berpendapat bahwa peremajaan permukiman kumuh ialah
pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya
berada di atas tanah milik negara dan di tempat yang sama dibangun fasilitas dan prasarana serta
dibangun yang lainnya sesuai dengan RTRK. Tujuan dari peremajaan ini adalah :
1. Untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan
2. Kota tertata lebih baik sesuai dengan fungsinya dalam RTRK
3. Mendorong pembangunan yang lebih efisien dengan membangun rumah susun
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung No.24 Tahun 1998 Tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Pasal 2 Ayat 1

Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan bangunan harus mendapatkan izin dari
Walikotamadya atau Kepala Daerah. (http://www.bandung.go.id)
UU No.23 tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Pasal 178.

Menurut UU ini disebutkan, radius 15 meter dari sisi kanan dan kiri rel harus bersih dari
bangunan, (http://perkeretaapian.dephub.go.id)

III. PEMBAHASAN


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
1. Dengan begitu kualitas beton daur ulang yang memiliki kekuatan 98% dibandingkan beton
normal pada faktor air semen 0,5 dan 92% pada faktor air semen 0,4. Sehingga beton daur
ulang ini dapat dipergunakan untuk preservasi, rehabilitasi dan pembangunan jalan dengan
perkerasan kaku (rigid pavement) di wilayah jalan kaligawe Semarang.
2. Dengan penggunaan teknologi daur ulang limbah beton. Beton bekas yang tidak bernilai dan
perlu tempat dan biaya dalam pembuangannya dapat digunakan untuk preservasi jalan
beton yang berkualitas serta menghemat penggunaan agregat kasar berupa batu pecah
(fresh aggregate) sehingga menjadi lebih ekonomis daripada menggunakan beton normal.
4.2 SARAN
1. Kekuatan dari agregat beton daur ulang berbeda-beda sehingga kekuatan yang dihasilkan
oleh beton baru juga akan berbeda, sehingga harus diperhatikan.
2. Perlu diingat material CTB hasil daur ulang limbah beton hanya dapat digunakan untuk
perkerasan paling atas atau Base Layer.

DAFTAR PUSTAKA
Hendarsin Shirley L ,(2000), Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri Bandung, Bandung.
Suprapto, T.M, (2004), Bahan dan Struktur Jalan Raya, KMTS FT UGM, Yogyakarta.
Manu, A.I, (1995), Perkerasan Kaku, Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Aly Anas, (1998), Teknologi Perkerasan Jalan Beton Semen, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Techno Konstruksi Majalah (2010) Daur Ulang Limbah beton untuk perkerasan jalan berkualitas,
Jakarta.
Sukirman Silvia, (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit : NOVA, Bandung.
Hosking, R, (1992), Road Agregates and Skidding, HMSO, London.
Krebs, RD and Walker ,RD, (1971) Highway Materials, MC Grow Hill.
OFlakerty, C.A (2002), Highways-The Location, Design Construction & Maintanance of pavement, 4
th

edition,Butterwarth Heinman, Oxford.
Anon (2000) Bituminous Pavements Material, Design and Evaluations, Lechres Notes, School of Civil
Engineering, University Nottingham.

Anda mungkin juga menyukai