Anda di halaman 1dari 7

Michael Jonathan

Clarasia Kiky Puspita Anggraeni


Bahasa Indonesia 10.2
18 Mar. 2013
Kekejaman Manusiawi
NasibApakah Tuhan yang semata-mata menentukan nasib seseorang, seberapa
buruknya dan penuh penderitaan nasib tersebut, ataukah hukuman dari sesama manusia lebih
kejam? Melalui novelnya Scarlet Letter, Nathaniel Hawthorne menceritakan kehidupan
Hester Prynne, seorang pezinah di Salem, Massachussets pada abad ke-17 yang harus
menjalani hukuman masyarakat Puritan yang terinspirasi secara ilahi namun
berdarahdagingkan motif manusiawi sehingga penuh penyalahartian dan kemunafikan.
Seperti Hester, Hawthorne juga merupakan penduduk Salem, di mana ia lahir dan
dibesarkan. Walaupun keluarganya berpaham Puritan, Hawthorne berpendapat bahwa
Puritanisme mengandung banyak sekali kemunafikan sehingga ia muak dengan legalitas
agama tersebut. Oleh karena itu, Scarlet Letter penuh dengan tema-tema yang merunjuk ke
kemunafikan hukum sosial yang diberi lingkungan Hester, ketabahan Hester menjalani
hukuman tersebut, serta keinginan tersembunyi.
Walaupun Scarlet Letter ditulis 200 tahun yang lalu, hukuman sosial yang dijalani
pezinah tetap relevan sampai sekarang. Banyak sekali kasus perselingkuhan yang tidak
membebaskan sang pelaku dari hukuman legal, namun menindasnya dengan gossip maupun
pengasingan dari lingkungan hidup. Maka itu, akan ditilik bagaimana latar sosial, budaya,
keamanan, tempat, dan waktu mempengaruhi nasib Hester; Pearl, anaknya; dan Arthur
Dimmesdale, pendeta pasangan selingkuh Hester, yang akan diukur dari dampak latar-latar
tersebut terhadap psikologi, fisiologi, dan sosiologi.

Landasan Teori
Sebelum penjelasan lebih lanjut, ada beberapa landasan teori yang perlu diartikan.
Pertama-tama, esai ini tergolong esai determinisme, yang diartikan sebagai aliran
kesusasteraan yang menekankan pada takdir[yang] ditentukan oleh unsur-unsur biologis
dan lingkungan, bukan oleh sesuatu yang gaib seperti Tuhan (Zega).
Adapun unsur-unsur yang akan didalami melalui esai ini termasuk latar sosial, yaitu
latar yang berkenaan dengan masyarakat (Sosial). Latar lainnya adalah latar budaya yang
mencakup sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah, sehingga
termasuk latar waktu dan tempat (Budaya). Lalu, ada latar keamanan yang terkait dengan
keadaan aman; ketenteraman (Aman).
Dampak kelima unsur ini akan diukur melalui pengaruh psikologis, fisiologis, dan
sosiologis. Adapaun dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh
cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap,
watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus, sedangkan dimensi
fisiologis membahas penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk
tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan
(Pengertian Cerpen dan Unsur-Unsur Cerpen). Selain itu, dimensi sosiologis mendalami
penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan
sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama,
aktifitas sosial (Pengertian Cerpen dan Unsur-Unsur Cerpen).
Hester Prynne
Melalui Scarlet Letter, Hawthorne menunjukkan bahwa lingkungan Hester mampu
menpengaruhi kehidupannya. Dari segi psikologis, Hester menjadi seorang penyendiri yang
tidak ingin bergantung kepada masyarakat sekitar karena latar sosialnya yang penuh dengan
Puritan yang selalu menghinanya. Karena ia merasa tidak aman secara emosional jika harus
hidup di antara penghinanya, latar keamanan Hester menurun secara drastis. Dampak
psikologis ini terlihat dari rumah Hester setelah ia menjalani hukuman penjaranya, sehingga
ia tinggal di pinggir kotaagak jauh dari pemukiman pendudukbersama bayinya
(Hawthorne 89-90). Karena keinginannya untuk menjauhkan diri dari masyarakat yang
menghinanya, Hester sengaja memilih rumah yang terletak di pinggir kota, yang
menunjukkan keinginanya untuk menyendiri. Pengaruh psikologis ini terlihat lebih jelas
setelah penelitian dampak lingkungan terhadap fisiologi Hester.
Fisiologi Hester berubah seiring waktu karena latar sosialnya yang penuh dengan
cemooh Puritan serta latar keamanannya yang tidak tenteram dari segi emosional. Di awal
buku, Hester digambarkan sebagai wanita yang tinggi, dengan garis tubuh yang
anggunrambut berwarna hitam yang tebalsampai memantulkan sinar matahariwajah
cantikalisnya tebal dan matanya gelap (Hawthorne 55). Namun di penghujung buku,
setelah Hester memakai kembali tanda scarletnya seteleh melepaskannya beberapa saat,
Hestermenjadikan rambutnya menjadi satu dan menutupnya dengan topi kainbagaikan
sebuah mantera, kecantikan, kehangatan [Hester] yang tadi terpancar tiba-tiba menghilang,
pergi bagai matahari yang memudar (Hawthorne 245). Hilangnya kecantikan Hester
disebabkan oleh kebiasaanya memakai topi untuk menutupi rambutnya dan huruf scarlet di
dadanya. Lebih dari itu, penggunaan pakaian-pakaian ini hanya dilakukan setelah Hester
melalui masa penghinaanya, tujuh tahun setelah awal buku. Maka itu, jelas bahwa fisik
Hester dipengaruhi oleh lingkungannya.
Akan tetapi, dampak terbesar yang terlihat adalah bagaimana Hester menjadi
seseorang yang dibenci masyarakat dari segi sosiologis. Latar budaya Puritan menyatakan
bahwa pelanggaran dan hukuman seseorang harus dikemukakan secara umum untuk menjadi
contoh bagi masyarakat untuk tidak melakukan dosa yang sama. Namun, kepercayaan ini
dianut sedemikian kuatnya sehingga pendeta yang lebih tua menyuruh penonton untuk
tidak berhenti mengutuk dosa yang telah dilakukan Hester[Ia] berjalan bolak-balik
sambil meneriakkan dosa-dosanya (Hawthorne 73). Kepercayan Puritan juga menyebabkan
Seluruh masyarakat [berdiri] di satu sisi dan seorang wanita kesepian di sisi yang lain
(Hawthorne 110). Karena latar budaya Puritan yang mengasingkan seorang pezinah,
Hester dipisahkan dari masyarakat dan karena latar sosial penduduk Salem yang ingin
merasa dirinya lebih tinggi dari yang lain, Hester diperlakukan seperti suatu makhluk
yang paling hina. Oleh karena itu, jelas bahwa latar budaya, sosial, dan keamanan
mempunyai dampak ke psikologi, fisiologi, dan sosiologi Hester.
Pearl
Selain Hester, anaknya Pearl juga ikut mengalami penderitaan akibat lingkungan
sekitarnya, termasuk dari segi psikologis. Sejak lahir, Pearl memiliki sifat untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia dilahirkanPerasaan yang ada di dalam diri
Hester tampaknya diwarisi[nya]keliaran, keputusasaan, dalam diri putrinya (Hawthorne
98-99). Latar sosial Pearl sebagai anak Hester, seorang yang dipandang hina oleh masyarakat
Salem, membuatnya juga dipandang sebagai anak yang hina, bahkan oleh anak seumuran
dengannya: Puritan-puritan kecil itumembuatnya memupuk kebencian dalam hati
(Hawthorne 103). Terlihat jelas bahwa karena kelahirannya tepat pada saat Hester sedang di
tengah masa penghinaanya, serta karena ia lahir di tengah masyarakat yang memandang
rendah ibunya, maka Pearl membangun suatu perangai yang liar dan putus asa karena
ketidakmungkinan masyarakat menghina dirinya lebih buruk atau lebih baik dari yang sedang
ia alami.
Fisiologis Pearl juga dipengaruhi oleh latar sosial tersebut dan latar sosial ibunya,
Hester sebagai penjahit yang terampil. Kelahiran Pearl karena perzinahan antara Hester dan
Dimmesdale tidak [membawa] pengaruh fisik, dengan wajah yang cantik, kulit yang
halussesuai bila dibandingkan dengan anak-anak dari Eden (Hawthorne 98). Akan tetapi,
Pearl menjadi simbol hidup dosa ibunya Hester karena ia sering dipakaikan baju berwarna
merah, emas, atau keduanya, seperti tanda scarlet di dada Hester: Itu wanita dengan huruf
scarlet, dan tampaknya ada scarlet lain berlari mengiringnya (Hawthorne 112). Maka itu,
fisik pearl diubah dari suatu manifestasi kesempurnaan Eden menjadi suatu simbol dosa
perzinahan karena latar sosial Hester sebagai penjahit terampil yang ingin merealisasikan
impian-impian dirinya ke Pearl.
Sama seperti Hester, dimensi sosiologi Pearl juga penuh dengan cemooh dan hinaan
karena latar sosial masyarakat Salem yang berkedok doktrin Puritan namun bermotif
meninggikan diri sendiri. Ketika Pearl sedang berjalan dengan ibunya memakai gaun
berwarna scarlet, beberapa anak-anak kaum Puritan berhenti bermain, dan saling
berbisikAyo, kita lemparkan lumpur kepada mereka! (Hawthorne 112). Dari kutipan di
atas, terlihat bahwa latar tempat dan waktu kehidupan Pearl dalam buku Scarlet Letter juga
membawa dampak penghinaan dari masyarakat Salem. Jika Pearl tidak lahir di Salem ketika
penafsiran doktrin Puritanisme yang salah sedang merajalela, ia tidak akan dihina sebegitu
rupa. Oleh karena itu, psikologi, fisiologi, dan sosiologi Pearl sangat dipengaruhi oleh budaya
Puritan yang dimanifestasikan dengan motif tersembunyi yang salah dalam masyarakat
Salem, serta tempat dan waktu kelahirannya.
Arthur Dimmesdale
Tokoh ketiga yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya di dalam novel
Scarlet Letter adalah pendeta Arthur Dimmesdale, pasangan selingkuh Hester yang
menghasilkan Pearl. Akibat ketidakmampuan dirinya mengaku dosanya di hadapan umum,
psikologi Dimmesdale penuh dengan ketidaktenteraman, sehingga latar keamanannya
memburuk. Dimmesdale menjelaskan bahwa Aku akan merasa bahagia ketika dosa-dosaku,
penderitaanku, rasa sakitku, akan segera berakhir, dan semuanya akan terkubur dalam
makamku (Hawthorne 136). Lebih dari itu, walaupun Dimmesdale telah mengatakan pada
pendengarnya bahwa ia juga pendustaMereka justru memuja kata-kata pendeta yang
mengutuk dirinya sendiri (Hawthorne 161-162). Karena latar keamanan yang buruk ini,
Seringkali, pendeta Puritan ini menghukum dirinya sendiri dengan belati itu sambil tertawa
pahit (Hawthorne 162-163). Karena masyarakat yang memujanya walaupun ia sedang
mencoba mengaku dosanya dan karena ketidakmampuan dirinya mengaku dosanya secara
umum, Dimmesdale menjadi seseorang yang sering menyakiti dirinya sendiri, yang
menunjukkan bahwa kesehatan mentalnya telah jatuh.
Fisik Dimmesdale juga memburuk akibat latar keamanannya yang tidak memadai.
Setelah perzinahannya dengan Hester, kesehatan Tuan Dimmesdale mulai memburuk.
Wajahnya yang pucatTubuhnya semakin lemahSuaranya terkesan lebih
melankolissering mendekapkan tangan di dada ketika terkejut, kemudian wajahnya
memucat (Hawthorne 133-134). Dijelaskan olehnya bahwa ia akan merasa lebih
bahagia mati karena dosanya juga akan ikut dikuburkan. Oleh karena itu, latar
keamanan Dimmesdale yang merasa bersalah akan dosa perzinahannya namun
ketidakmampuannya membuka dosa tersebut membuat fisiknya menjadi sangat lemah.
Hal ini menunjukkan bahwa latar keamanan Dimmesdale mempengaruhi fisiologinya.
Walaupun kesehatan fisik dan mental Dimmesdale memburuk karena latar
keamanan dan sosialnya, pandangan masyarakat Puritan mengenai Dimmesdale malah
membaik. Karena latar keamanannya yang buruk, Dimmesdale menjadi lemah secara
fisik. Namun, ia menjadi lebih popular akibat penyakit yang ia derita (Hawthorne 158).
Untuk meningkatkan latar keamanannya, ia mencoba untuk mengemukakan dosanya ke
jemaat gerejanya dengan mengatakan bahwa ia juga pendusta Mereka justru memuja
kata-kata pendeta yang mengutuk dirinya sendiri (Hawthorne 161-162). Latar budaya
Puritan yang menjelaskan bagaimana pendeta yang merendahkan dirinya di depan
umum adalah pendeta yang saleh juga meningkatkan pandangan masyarakat ke
Dimmesdale, sehingga tetap ada pengikutnya yang setia setelah ia mengaku dosa
perzinahannya di akhir novel. Maka itu, terlihat bahwa psikologi, fisiologi, dan sosiologi
Dimmesdale dipengaruhi oleh latar budaya dan sosial Puritan-puritan Salem, dan latar
keamanan dirinya sendiri.
Dari semua penjelasan yang telah diberikan, terlihat jelas bahwa latar sosial,
budaya, dan keamanan telah mempengaruhi kehidupan Hester Prynne, Pearl, dan
Arthur Dimmesdale di dalam novel Scarlet Letter. Adapun novel Scarlet Letter adalah
suatu karya sastra yang bukan hanya merupakan magnum opus Hawthorne, namun
juga merupakan magnum opus di antara karya sastra di dunia yang patut dibaca oleh
semua penggemar novel mengenai isu kontroversial.
Dari segi bahasa, Scarlet Letter menggunakan terjemahan bahasa Inggris yang
terkadang diterjemahkan secara langsung, sehingga pembaca mungkin bingung ketika
sedang membaca beberapa perikop. Akan tetapi, Scarlet Letter adalah novel yang ditulis
dengan sangat baik secara keseluruhan. Karya sastra yang menakjubkan ini penuh
dengan pertanyaan yang membuat pembaca berpikir, seperti Manakah dosa yang lebih
besar dalam konteks ini? Scarlet Letter juga akan membuat seorang pembaca
mempertanyakan keabsahan norma-norma dan paradigma-padarigma masyarakat
jaman sekarang mengenai perselingkuhan. Pada akhirnya, keputusan membaca Scarlet
Letter juga akan mempengaruhi nasib seorang pembaca karena novel ini bagaikan
udara segar pada waktu fajar scarlet yang menyegarkan jiwa, hati, dan pikiran.

Anda mungkin juga menyukai