Anda di halaman 1dari 24

ANALISA LEMAK, NITRIT, DAN FORMALIN DALAM PRODUK

CORNET BEEF CIP



I. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan analisa lemak,
formalim, dan nitrit dalam sampel produk Cornet Beef CIP



II. DASAR TEORI
LEMAK
Lemak dan minyak termasuk salah satu golongan dari lipid yang merupakan lipid
netral (Ketaren, 1986). Secara definitif lipid diartikan sebagai semua bahan organik
yang dapat larut dalm pelarut-pelarut organik, seperti eter, benzen, kloroform yang
mempunyai sifat cenderung nonpolar, lipid juga tidak larut dalam pelarut polar seperti
air. Daya larut dalam pelarut organik ini adalah sifat yang mencirikan golongan lipid.
Secara khusus golongan lipid berbeda dengan karbohidrat dan protein yang tidak larut
dalam pelarut organik (Sudarmadji, 1996).
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang (Ketaren, 1986). Trigliserida merupakan
kelompok yang paling banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Pada proses
pembentukannya, trigliserida adalah senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda) yang
membentuk molekul gliserida dari tiga molekul air (Sudarmadji, 1996).











Menurut Ketaren (1986), trigliserida dapat berwujud padat atau cair, tergantung
dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Secara umum lemak dapat diartikan
sebagai trigliserida yang dalam kondisi ruang berbentuk cair. Secara pasti tidak ada
batasan yang jelas untuk membedakan lemak dan minyak (Sudarmadji, 1996).
Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak
esensial seperti asam linoleat, lenolenat dan arakidonat yang dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Lemak dalam jaringan
hewan terdapat pada jaringan adiposa, dalam tanaman lemak disintesis dari satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan
oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi.
Sebagian minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak
tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat atau asam linoleat dengan titik cair yang rendah.
Sedangkan lemak hewani berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak
mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai
titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986).
Beberapa pengkajian menunjukkan bahwa total asupan lemak yang dikonsumsi
berhubungan dengan menaiknya risiko kegemukan and diabetes. Tetapi, pengkajian
lain yang cukup banyak, termasuk Women's Health Initiative Dietary Modification
Trial (Percobaan Modifikasi Makanan Inisiatif Kesehatan Perempuan), sebuah
pengkajian selama delapan tahun terhadap 49.000 perempuan, Nurses' Health
Study (Pengkajian Kesehatan Perawat) dan Health Professionals Follow-up
Study (Pengkajian Tindak-lanjut Profesional Kesehatan), mengungkapkan ketiadaan
hubungan itu. Kedua-dua pengkajian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara
persentase kalori dari lemak dan risiko kanker, penyakit jantung, atau kelebihan bobot
badan. Nutrition Source, sebuah situs web yang dipelihara oleh Departemen Gizi
di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard, mengikhtisarkan bukti-bukti terkini pada
dampak lemak makanan: "Sebagian besar rincian penelitian yang dilakukan di Harvard
ini menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan lemak di dalam makanan tidak
berhubungan dengan bobot badan atau penyakit tertentu".
Fungsi utama lemak antara lain adalah:
a. Sebagai penghasil energi.
b. Sebagai pembangun atau pembentuk susunan tubuh, pengatur temperature tubuh.
c. Sebagai penghemat protein, dalam hal ini kalau tersedianya energi dalam tubuh telah
tercukupi oleh lemak dan karbohidrat, maka pemanfaatan protein untuk penimbun
energi dapat dikurangi atau tidak diperlukan.
d. Sebagai pelarut vitamin tertentu seperti A, D, E, K sehingga dapat dipergunakan
tubuh.
e. Sebagai penghasil asam lemak esensial, dikarenakan asam lemak esensial ini tidak
dapat dibentuk dalam tubuh melainkan harus tersedia dari luar, berasal dari makanan,
untuk pertumbuhan dan pencegahan terjadinya peradangan kulit atau dermatitis
(linolenat, linoleat, arekhidonat).

NITRIT
Natrium nitrit merupakan zat tambahan pangan yang digunakan sebagai pengawet
pada pengolahan daging. Natrium nitrit sangat penting dalam mencegah pembusukan
terutama untuk keperluan penyimpanan, transportasi dan distribusi produk-produk
daging. Natrium nitrit juga berfungsi sebagai bahan pembentuk faktor-faktor sensori
yaitu warna, aroma, dan cita rasa. Oleh karena itu dalam industri makanan kaleng
penggunaan zat pengawet ini sangat penting karena dapat menyebabkan warna daging
olahannya menjadi merah atau pink dan nampak segar sehingga produk olahan daging
tersebut disukai oleh konsumen.
Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang
bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diizinkan pada produk
akhir daging proses adalah 200 ppm. Sedangkan USDA (United States Departement Of
Agriculture) membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau
potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, 62,8 g/100 kg daging untuk daging curing
kering atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis.
Bagi anak-anak dan orang dewasa pemakaian makanan yang mengandung nitrit
ternyata membawa pengaruh yang kurang baik. Nitrit bersifat toksin bila dikonsumsi
dalam jumlah yang berlebihan. Nitrit dalam tubuh dapat mengurangi masuknya oksigen
ke dalam sel-sel atau otak. Menurut beberapa ahli kimia nitrit yang masuk ke dalam
tubuh melalui bahan pengawet makanan akan bereaksi dengan amino dalam reaksi yang
sangat lambat membentuk berbagai jenis nitrosamin yang kebanyakan bersifat
karsinogenik kuat. Reaksinpembentukan nitrosamin adalah sebagai berikut:


R
2
NH +N
2
O
3
R
2
N.NO
2
+ HNO
2

Amin sekunder nitrosamin
R
3
N + N
2
O
3
R
2
N.NO + R
Amin tersier nitrosamin

Nitrit dapat dianalisa dengan menggunakan 2 metode yaitu metode Griess I dan
metode Griess II. Kedua metode ini diukur dengan spektrofotometer sinar tampak. Pada
metode Griess I maupun Griess II, nitrit direaksikan dengan amin aromatis primer yaitu
pada Griess I digunakan asam sulfanilat dengan pengkopling alfa-naftilamin,
sedangkan pada Griess II digunakan sulfanilamid dengan pengkopling NED.

FORMALIN
Suatu makanan terkadang memerlukan suatu bahan tambahan makanan agar
selalu terjaga mutu dan kualitasnya. Menurut Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan (2006), bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk
memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, rasa (flavor) dan memperpanjang daya
simpan. Penggunaan bahan tambahan tersebut ditujukan untuk,
1. Mencegah terjadinya kerusakan karena mikroorganisme (preservative)
2. Mempertahankan dan memperbaiki nilai gizi (vitamin, besi, iodium, asam amino).
3. Mempertahankan kesegaran bahan, warna dan aroma (preservatives, antioksidan).
4. Membantu atau mempermudah proses pengolahan (bahan pengemulsi, pengembang,
penstabil, pemucat, antigumpal dan pengental).
5. Memperbaiki penampilan dan aroma makanan (pewarna makanan, aroma).
6. Memperbaiki rasa produk makanan (penyedap rasa).
Namun, beberapa bahan tambahan makanan ini dilarang digunakan karena
berbahaya bagi kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722
Tahun 1988 menetapkan beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan, diantaranya adalah formalin, asam borat dan senyawa nya, dietil pirokarbonat,
dulsin, kalium klorat, dan kalium bromat. Analisis bahan berbahaya ini biasanya
dilakukan secara kualitatif karena apabila suatu bahan makanan mengandung bahan-
bahan terlarang tersebut, maka bahan makanan sudah tidak memenuhi syarat lagi
(Rohman, 2007).
Formalin merupakan larutan formaldehid 35-40% dalam air yang memiliki nama
lain formaldehid. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran
pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Formalin sangat mudah larut
dalam air. Jika dicampurkan dengan ikan misalnya, formalin dengan mudah terserap
oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan (dehydrating) isi sel daging
ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk
ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu
membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.
Batas toleransi Formaldehida yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman
adalah dalam bentuk air minum, menurut International Programme on Chemical Safety
(IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2
mg. Sementara, formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk
orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa,
kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm
setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh
manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily
Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan.
Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa
mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Di
Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai
pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan
UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Analisis formaldehid sebagai permulaan dilakukan analisis kualitatif yang dapat
dilakukan dengan cara uji dengan asam kromatropat, uji Hehner-Fulton, Uji dengan
FeCl3 untuk sampel susu dan olahannya, uji dengan fenilhidrazin, dan uji dengan
peraksi Nashs. Uji dengan pereaksi Nashs merupakan uji yang disarankan oleh
AOAC untuk analisis formaldehid pada sampel makanan (Arifin, 2007). Analisis
formalin secara kuantitatif, dapat dilakukan dengan metode enzimatis secara fluorimetri,
HPLC, Gas Chromatography dan spektrofotometri. Metode spektrofotometri dapat
dengan mudah dan cepat dilakukan untuk melakukan analisis formalin secara
kuantitatif. Hal ini dilakukan dengan mereaksikan formalin dengan alkanon dalam
media garam asetat sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna kuning dan diuji
pada gelombang sepanjang 410 nm.

III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Labu takar 250ml, 100ml, 50ml, dan 10ml
2. Erlenmeyer 250ml
3. Pipet volume 20ml, 10ml, 5ml, dan 1ml
4. Propipet
5. Spektrofotometer Visibel
6. Kuvet
7. Beker glass
8. Seperangkat alat destilasi
9. Seperangkat alat soxhletasi
10. Labu kjeldahl
11. Cawan porselin
12. Oven
13. Eksikator

Bahan:
1. Sampel kornet
2. Amonium asetat
3. Asam asetat
4. Asetil aseton
5. Eter
6. NaNO
2
Standar
7. Sulfanilamid
8. NED (Naftil Etilen Diamin)
9. HCl pekat
10. Aquades



IV. CARA KERJA
ANALISA LEMAK
a. Penentuan bobot konstan cawan
Timbang cawan porselen dalam oven suhu 105
0
C selama 1jam

Keluarkan cawan, masukkan ke dalam eksikator, tunggu dingin selama 15 menit,
timbang kembali bobotnya

Ulangi sampai diperoleh bobot yang konstan (3kali)

b. Penetapan kadar lemak dalam sampel
Timbang 5 gram sampel kornet

Balut sampel dengan kertas saring, pastikan bagian atas dan bawahnya tertutup

Masukkan bungkusan sampel pada tabung soxhletasi sampai ke dasar

Pasang alat soxhlet dengan benar, alirkan air pendingin melalui kondensor

Masukkan pelarut (50 ml eter) melalui bagian atas alat

Soxhlet hingga eter yang mengalir tidak mengandung lemak (dengan panas tidak
langsung dari air panas)

Pindahkan ekstrak hasil soxhlet ke dalam cawan yang telah konstan bobotnya.

Uapkan ekstrak hasil soxhlet dengan penangas air panas sampai pelarut menguap
seluruhnya dan diperoleh lemaknya

Masukkan ke dalam oven selama 1 jam

Keluarkan dari oven masukkan ke dalam eksikator, tunggu dingin selama 15 menit

Ulangi pengeringan dengan cara yang sama sampai di peroleh bobot konstan (3 kali /
bobot yang diperoleh dari 2 kali penimbangan dengan selisih 0,5mg/g sampel)

Hitung kadar lemak dalam sampel, berat residu dalam cawan dinyatakan sebagai berat
lemak atau minyak

ANALISA NITRIT MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
1. Pembuatan Larutan Stok NaNO
2
0,1% b/v
Timbang seksama kurang lebih 25 mg NaNO
2


Larutkan dalam aquades sampai volume 50ml

2. Pembuatan Larutan Sulfanilamid 1% b/v
Timbang seksama kurang lebih 2,5 g sulfanilamid

Larutkan dalam aquadest sampai volume 250ml dengan bantuan pemanasan

3. Pembuatan Larutan NED 1% b/v
Timbang seksama kurang lebih 0,5 g Naftil etilendiamin (NED)

Larutkan dalam aquadest sampai volume 50ml

Simpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya

4. Pembuatan Larutan Blangko
Diambil 10ml aquadest dan dimasukkan ke dalam erlemeyer 250ml

Ditambah 1ml hcl pekat dan campur homogen

Tambahkan 10ml larutan sulfanilamid 1% dan campur homogen

Tambahkan 1ml larutan NED 1% kemudian campur homogen


5. Scanning Panjang Gelombnag Serapan Maksimum NaNO
2

Lakukan pengenceran dari larutan stok NaNO
2
0,1% sehingga diperoleh konsentrasi
NaNO
2
0,0001 %

Ambil 10ml larutan NaNO
2
0,0001% dan masukkan ke dalam erlenmeyer

Tambahkan 1ml HCl pekat dan campur homogen

Tambahkan 10ml larutan sulfanilamid 1% dan campur homogen

Tambahkan 1ml larutan NED 1% kemudian campur homogen

Diamkan di tempat gelap 10 menit

Scanning pada serapan maksimum NaNO
2
dengan spektrofotometer pada 500-
600nm

6. Pembuatan Kurva Baku NaNO
2

Dari larutan stok NaNO
2
0,1% dibuat 5 seri kadar
(5x10
-5
; 6,25x10
-5
; 1x10
-4
; 1,25x10
-4
; 2,5x10
-4
)

Ambil 10ml dari masing-masing seri kadar dan dimasukkan dalam erlenmeyer

Tambahkan 1ml HCl pekat dan campur homogen

Tambahkan 10ml larutan sulfanilamid 1% dan campur homogen

Tambahkan 1ml larutan NED 1% kemudian campur homogen

Diamkan di tempat gelap 10 menit

Baca serapan larutan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang hasil
scanning

7. Penetapan Kadar NaNO
2
dalam sampel
Timbang seksama kurang lebih 10g sampel

Lumatkan sampai halus dengan mortir dan stamper

Masukkan dalam erlemeyer dan tambahakan 100ml aquadest panas

Panaskan di atas penangas air sampai mendidih

Diambil 20ml dari larutan tersebut dan tambahkan 1 ml HCL pekat

Saring dengan kain kasa sampai filtrat jernih

Tambahkan aquadest samapi diperoleh volume 50ml

Ambil 10ml filtat

Tambahkan 10ml larutan sulfanilamid 1% dan campur homogen

Tambahkan 1ml larutan NED 1% kemudian campur homogen

Diamkan di tempat gelap 10 menit

Baca serapan larutan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang hasil
scanning

ANALISA FORMALIN
a. Persiapan Analisis
Ditimbang sampel sebanyak 10 gram, digerus, dan dilarutkan dalam 100 ml
aquadest

Dipindahkan ke dalam labu Kjedahl dan diasamkan dengan asam fosfat dan
ditambah asam fosfat berlebih sebanyak 1 ml

Dihubungkan dengan pendingin, dilakukan destilasi hingga didapatkan destilat

b. Pembuatan Pereaksi Nashs
dilarutkan 150 g ammonium asetat, 3 ml asam asetat, 2 ml aseton dalam aquadest
hingga 1000,0 ml

digojog dan dihasilkan pereaksi berwarna kuning

c. Analisis terhadap sampel
hasil destilat sebanyak 5 ml ditambahkan pereaksi Nashs sebanyak 5 tetes

diinkubasi dalam penangas air suhu 37C 1C selama 30 menit

adanya warna kuning intens menunjukkan adanya formalin

d. Pembuatan kurva baku
dibuat kurva baku formalin dengan kadar 2%, 4%, dan 10%
(2 ml formalin 37% ad 37 ml; 4 ml ad 37 ml ; 10 ml ad 37 ml)

Masing-masing diambil 5 ml dan ditambah reagen Nashs 5 tetes

Inkubasi pada suhu 37C selama 30 menit

Lakukan scanning pada panjang gelombang 350-450 nm

Larutan baku dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimal hasil
scanning ( 413 nm)

Buat kurva baku (konsentrasi baku benzoat dengan absorbansinya)

e. Analisis Sampel
Masing-masing diambil 5 ml larutan sampel hasil destilat dan ditambah reagen
Nashs 5 tetes

Inkubasi pada suhu 37C selama 30 menit

Larutan sampel dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 413 nm

Replikasi 2 kali

Hitung kadar formalin menggunakan persamaan kurva baku formalin

V. DATA DAN PERHITUNGAN
Nama sampel : Corned Beef CIP


Netto : 198 gram
Kode produksi : CBC7 07
Expired date : 06 2013 (Juni 2013)
BPOM : BPOM RI MD 515113011364
Produksi : PT. Suryajaya Abadiperkasa, Probolinggo, Indonesia
Komposisi : daging sapi, tepung terigu, garam, gula, Na nitrit, Polifosfat, Bumbu
Uji organoleptis :
Bentuk : lengket, gumpalan padat
Warna : merah kecoklatan, khas daging
Bau : bau khas daging

Analisa Lemak
Penimbangan
Sampel
berat kertas+zat : 5,6257 gram
berat kertas : 0,5433 gram
berat zat : 5,0824 gram

Bobot Konstan Cawan Kosong
Waktu (jam) Berat cawan (gram)
1 19,6594
2 19,6589
3 19,6580
4 19,6582

Bobot konstan zat+cawan
Waktu (jam) Berat cawan (gram) Berat cawan+ lemak (gram)
1 19,6582 19,7247
2 19,6582 19,7236
3 19,6582 19,7220
4 19,6582 19,7222

Kadar lemak =
2 1
100%
W W
x
W


W = bobot sampel (g)
W
1
= bobot cawan porselin kosong (g)
W
2
= bobot cawan porselin + lemak (g)
Kadar lemak =

= 1,2592%

Analisa Nitrit
Penimbangan
1. Naftil etilendiamin (NED)
Berat wadah + zat = 0,7671 g
Berat wadah = 0,2655 g
Berat zat = 0,5016 g

2. NaNO
2

Berat wadah + zat = 25,5701 g
Berat wadah = 0,5657 g
Berat zat = 25,0044 g

3. Sulfanilamid
Berat wadah + zat = 2,7655 g
Berat wadah = 0,2642 g
Berat zat = 2,5013 g

4. Sampel
Berat wadah + zat = 10,2941 g
Berat wadah = 0,2792 g
Berat zat = 10,0149 g

Penentuan panjang gelombang





















Panjang gelombang hasil scanning = 542 nm






Kurva baku NaNO
2

Kadar NaNO
2
Absorbansi
5x10
-5
0,209
6,25x10
-5
0,254
1x10
-4
0,363*
1,25x10
-4
0,327
2,5x10
-4
0,339
* = data direject
Regresi linier kurva baku NaNO
2
:
A : 0,2126
B : 571,4463
r : 0,8487

Persamaan kurva baku:
Y = Bx + A
Y = 571,4463x + 0,2126








0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Kadar NaNO
2
Kurva Baku NaNO
2
Penentuan kadar sampel
Absorbansi sampel
Absorbansi
Orientasi 0,206
Replikasi 1 0,214
Replikasi 2 0,216

Perhitungan kadar
Sampel 1
Y = 571,4463x + 0,2126
0,206 = 571,4463x + 0,2126
571,4463x = -0,0066
x = -1,1550x10
-5

Sampel 2
Y = 571,4463x + 0,2126
0,214 = 571,4463x + 0,2126
571,4463x = 0,0014
x = 2,4499x10
-6
Sampel 3
0,216 = 571,4463x + 0,2126
571,4463x = 0,0034
x = 5,9498x10
-6

Kadar rata-rata = (-1,1550x10
-5

+ 2,4499x10
-6
+ 5,9498x10
-6
)
3
= -3,1499x10
-6

3
= -1,0504x10
-6


SD = 9,2599x10
-6

CV =
D


= 9,2599x10
-6
x 100 % = -881,5594 %
-1,0504x10
-6




Analisa Formalin
Penimbangan
Sampel
Bobot kertas + sampel kornet = 10,3962 g
Bobot kertas = 0,3812 g
Bobot sampel kornet = 10,0512 g

Berdasarkan hasil uji kualitatif, didapatkan warna kekuningan/ kuning pudar pada
larutan sehingga untuk memastikan dilakukan uji kuantitatif dengan metode
spektrofotometri

Kurva baku
Panjang gelombang maksimal = 413 nm
Kadar Formalin Absorbansi
2% 0.155
4% 0.231
10% 0.887

Persamaan kurva baku
Y = BX + A
A = - 0,0856
B = 0,0956
R = 0,9891
Y = 0,0956x - 0,0856
Perhitungan sampel
Replikasi Absorbansi
1 0,053
2 0,082
3 0,068

a. Replikasi 1
Y = 0,0956x - 0,0856
0,053 = 0,0956 x 0,0856
0,0956 x = 0, 1386
x = 1, 4498 %

b. Replikasi 2
Y = 0,0956x - 0,0856
0,082 = 0,0956 x 0,0856
0,0956x = 0,1676
x = 1,7531 %
c. Replikasi 3
Y = 0,0956x - 0,0856
0,068 = 0,0956 x 0,0856
0,0956x = 0,1536
x = 1,6067 %

Kadar rata-rata = (1, 4498 % + 1,7531 % + 1,6067 %)
3
= 1, 6032 %
SD = 0,1517 %
CV =
D


= 0,1517 % x 100%
1,6032 %
= 9,462 %

VI. PEMBAHASAN
Analisa Lemak
Penetapan kadar lemak pada praktikum kali ini digunakan metode gravimetri.
Metode ini didasarkan pada bobot konstan senyawa uji. Kelebihan metode ini
dibandingkan metode volumetri adalah dapat diketahui pengotor yang ada, sedangkan
kekurangannya terletak pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan.
Hal yang dilakukan pertama kali adalah menentukan bobot tetap dari wadah yang
digunakan. Wadah dikatakan sudah mencapai bobot tetap apabila setelah dioven dalam
suhu 105
0
C dan waktu tertentu (1jam), selisih penimbangannya tidak lebih dari 0,2
mg/g wadah. Bobot konstan cawan yang digunakan dalam percobaan ini sebesar
19,6582 gram.
Dalam analisis ini senyawa yang dianalisis harus dipisahkan dulu dari sampelnya.
Pemisahan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk praktikum kali ini, lemak
harus dipisahkan dulu dari kandungan lain dalam daging kornet dengan metode
soxhletasi. Disini akan terjadi penyarian (penarikan) senyawa lemak oleh pelarut yang
digunakan selama soxhletasi berlangsung. Dipilih sistem ini karena sistem ini
merupakan cara ekstraksi yang efisien karena pelarut yang dipergunakan dapat
dipergunakan kembali.
Gambar peralatan soxhletasi:












Pelarut yang digunakan pada percobaan kali ini adalah eter. Dipilih eter karena
beberapa hal, yaitu lebih selektif untuk lipida yang bersifat non polar dan harganya
relatif murah. Proses soxhletasi juga dipengaruhi oleh ukuran partikel sampel. Makin
kecil ukuran sampel, maka luas permukaan kontak antara sampel dan pelarut akan
makin besar, maka sebelum sampel dimasukkan dalam kertas saring, sampel dihaluskan
dan dihomogenkan terlebih dahulu dengan mortir dan stamper.
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah menimbang 5 gram sampel yang telah
dihaluskan lalu dibungkus dengan kertas saring sehingga semua bagian sampel tertutup.
Sampel dihaluskan agar ukuran partikel sampel lebih kecil dan akan memperbesar luas
permukaan kontak sampel dengan pelarut, dengan demikian proses ekstraksi akan
berlangsung lebih sempurna. Bungkusan sampel ini kemudian dimasukan ke dalam
dasar tabung soxhletasi. Alat soxhletasi dipasang dengan benar lalu dialirkan air
pendingin melalui kondensor. Aliran air kondensor dipasang dengan sistem air masuk
melalui bagian yang bawah, lalu keluar melalui bagian atas kondensor. Hal ini
bertujuan agar uap yang naik ke kondensor akan selalu terkena air yang dingin,
sehingga dapat dengan cepat kembali menjadi cairan kembali. Kemudian tuangkan 50
ml pelarut eter melalui tutup tabung soxhlet bagian atas, tutup kembali tabung dengan
kapas yang telah dibasahi air agar pelarut eter tidak menguap.
Proses soxhletasi dimulai dengan pemanasan air yang terdapat dalam penangas
air, alasan penggunaan penangas air adalah untuk menghindari kemungkinan kebakaran
atau ledakan karena pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi. Disamping itu karena
pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan berpengaruh buruk pada proses
ekstraksi lemak, karena sebagian lemak akan terikat pada protein dan karbohidrat yang
ada dalam sampel sehingga menjadi sukar untuk diekstraksi. Alasan lainnya didasarkan
pada pemilihan pelarut eter yang titik didihnya relatif rendah, sekitar 35
0
C. Sehingga
dengan pemanasan dari penangas air saja maka eter dapat segera mendidih dan proses
soxhletasi dapat segera berlangsung.
Setelah 10 kali sirkulasi, filtrat hasil ekstraksi diambil kemudian dituang ke dalam
cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Filtrat hasil soxhletasi selanjutnya
diuapkan diatas penangas air sampai tersisa residu lemak di dalam botol timbang.
Penangas air yang digunakan terbuat dari gelas beaker yang berisi air panas, dan supaya
panasnya tetap terjaga maka secara berkala dilakukan pergantian air panas. Residu
lemak selanjutnya ditentukan nilai bobot konstan dengan memanaskan dalam oven
dengan suhu 105
0
C selama 1 jam kemudian dimasukkan eksikator selama 15 menit.
Ulangi terus langkah tersebut hingga diperoleh bobot yang konstan. Sampel dikatakan
sudah mencapai bobot tetap apabila setelah dioven dalam suhu 105
0
C dan waktu
tertentu (1 jam), selisih penimbangannya tidak lebih dari 0,5 mg/g sampel. Dari hasil
penimbangan diperoleh berat cawan berisi lemak konstan sebesar 19,7222 gram. Dari
hasil analisis, didapatkan kadar lemak dalam sampel daging kornet Cip

sebesar
1,2592 % (b/b). Dalam kemasannya tidak dituliskan berapa persen lemak yang terdapat
dalam sampel, sehingga tidak bisa dihitung persen recovery dan tidak bisa menentukan
apakah metode yang digunakan sudah reliabel atau belum.

Analisa Nitrit
Analisa nitrit dalam produk corned beef Cip dilakukan dengan metode
spektrofotometri visibel. Metode yang digunakan dalam analisa nitrit yaitu metode
Griess II. Nitrit dapat dianalisa dengan metode ini karena dibantu dengan adanya
sulfanilamid yang dapat dideteksi oleh spektrofotometer setelah dikopling dengan NED
membentuk kompleks berwarna. Sulfanilamid yang diberikan dalam reaksi berlebih
agar seluruh nitrit bereaksi dengan sulfanilamid sehingga seluruh nitrit dapat teranalisa
kuantitatif.
Pada metode ini, HCl akan bereaksi dengan nitrit yang akan membentuk asam
nitrit. Asam nitrit akan bereaksi dengan sulfanilamid sehingga sulfanilamid berubah
menjadi bentuk garamnya dan dapat mengkopling NED. Sehingga dalam penghitungan
kadar nitrit dalam produk setara dengan intensitas warna yang terbentuk dari reaksi
pengkoplingan sulfanilamid dengan NED yang dideteksi oleh spektrofotometer visibel.
Langkah kerja yang dilakukan dalam penentuan jumlah nitrit dalam produk yaitu
mula-mula dibuat larutan dengan kadar 0,0001% yang akan digunakan untuk
menscanning panjang gelombang yang akan digunakan untuk mengabsorpsi komplek
warna yang terbentuk. Larutan tersebut ditambah dengan HCl kemudian ditambah 10
ml sulfanilamid dan 1ml NED. Larutan dibiarkan didalam ruang gelap selama 10 menit
agar terjadi reaksi antara nitrit, sulfanilamid, dan NED. Waktu 10 menit tersebut
merupakan operating time dimana setelah 10 menit dianggap seluruh nitrit telah
bereaksi dengan sulfanilamid dan membentuk komplek berwarna dengan NED.
Kompleks warna yang terbentuk berwarna ungu sehingga kemungkinan absorbansi
larutan tersebut berada pada kisaran panjang gelombang 500-600nm. Pada scanning
panjang gelombang, diperoleh bahwa absorbansi larutan pada panjang gelombang
542nm dan selanjutnya untuk pembacaan absorbansi kurva baku dan sample akan
dilakukan pada panjang gelombang tersebut.
Pembuatan kurva baku dilakukan dengan mengencerkan dari larutan stok NaNO2
standar kadar 0,1%. Rentang kadar yang dibuat untuk kurva baku yaitu 5x10-5;
6,25x10-5; 1x10-4; 1,25x10-4; dan 2,5x10-4. Sebanyak 10 ml dari larutan tersebut
ditambah dengan HCl kemudian ditambah 10ml sulfanilamid dan 1ml NED. Larutan
dibiarkan didalam ruang gelap selama 10 menit agar terjadi reaksi antara nitrit,
sulfanilamid, dan NED. Dari absorbansi kurva baku tersebut dilakukan regresi linier
sehingga diperoleh persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrit
dalam sampel. Persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu Y = 571,4463x + 0,2126.
Untuk menetapkan kadar nitrit dalam sampel, langkah kerja yang dilakukan yaitu
menimbang 10 gram sampel kemudian ditambahkan 100ml aquadest panas kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Tujuannya adalah agar nitrit yang terkandung dalam
sampel keluar dan larut di dalam aquadest. Diambil 20ml larutan dan ditambahkan 1ml
HCl pekat kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah dengan aquadest hingga
volume larutan menjadi 50ml. Sebanyak 10ml dari larutan tersebut diambil kemudain
ditambah dengan 10ml sulfanilammid dan 1 ml NED. Larutan didiamkan selama 10
menit di tempat gelap agar seluruh senyawa bereaksi. Larutan yang terbentuk berwarna
ungu tipis, kemudian dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer visibel pada
panjamg gelombang 542nm. Absorbansi larutan yang diperoleh dimasukkan ke dalam
persamaan kurva baku sehingga diperoleh kadar nitrit dalam sampel. Kadar nitrit di
dalam sampel yaitu -1,1550x10
-5
; 2,4499x10
-6
; 5,9498x10
-6
, dengan kadar rata-rata -
1,0504x10
-6
. SD yang diperoleh 9,2599x10
-6
%, dan CV yaitu -881,5594 %. Kadar
nitrit yang diperoleh sangat kecil dan kurang dari standar yang ditetapkan. Hal ini
berarti kandungan nitrit di dalam produk memenuhi standar atau dengan kata lain tidak
melebihi batas yang ditetapkan oleh pemerintah.

Analisa Formalin
Formaldehid merupakan bahan pengawet yang dilarang digunakan sebagai bahan
makanan pada makanan dan minuman. Analisis formaldehid perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah sampel makanan atau minuman yang ada disekitar kita
mengandung bahan berbahaya. Pengkonsumsian formaldehid dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan penyakit seperti iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi
dan bahaya kanker pada manusia. Sampel yang dianalisis pada percobaan ini adalah
Corned Beef Cip ,yaitu suatu olahan dari daging sapi yang dicincang dan diberi
bahan tambahan makanan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama. Kecil
kemungkinan bahwa formaldehid terdapat dalam sampel kornet, karena untuk kornet
kebanyakan digunakan pengawet berupa asam nitrit. Namun, praktikan mencoba
memastikan hal tersebut. Analisis formaldehid biasanya digunakan secara kualitatif dan
apabila positif mengandung formaldehid, maka bahan makanan atau minuman tersebut
tidak layak dikonsumsi.
Langkah pertama yang praktikan lakukan adalah sampel kornet dihaluskan dan
ditimbang sebanyak 10 gram. Selanjutnya ditambahkan aquades 100 ml dan diasamkan
dengan asam fosfat berlebih dengan cara meneteskan asam fosfat bertetes-tetes lalu
ditambahkan asam fosfat sebanyak 1 ml. Asam fosfat akan mempercepat pelepasan
formalin dari sampel. Setelah itu didestilasi, hingga diperoleh destilat sebanyak 30 ml.
Destilat yang didapatkan merupakan larutan sampel. Larutan sampel ini akan
mengandung formalin karena formalin bersifat larut dalam air panas. Sebanyak 5 ml
larutan sampel ini diambil dan ditambah dengan reagen Nashs sebanyak 5 tetes.
Reagen Nashs dibuat yang dibuat yaitu sebanyak 100,0 ml yaitu dengan melarutkan 15
gram amonium asetat, 3 ml asam asetat, 2 ml asetil aseton dengan aquades hingga
100,0 ml. Setelah ditambah reagen Nashs, sampel diinkubasi dalam suhu 37C
(Waterbath). Inkubasi ini dilakukan selama 30 menit. Setelah 30 menit,sampel
menunjukkan warna kekuningan atau kuning pudar yang diduga menunjukkan kadar
formalin yang kecil. Warna kuning ini berasal dari senyawa 3,5-diacetyl-2,6-
dihidrolutidine (4) hasil reaksi Nashs dengan formalin (formaldehid).












Untuk memastikan dugaan ini, praktikan melakukan analisis kuantitatif dengan
menggunakan metode spektrofotometri. Metode spektrofotometri digunakan karena alat
tersedia di laboratorium, dan penggunaanya relatif mudah dan cepat. Digunakan
spektrofotometri visible dimana akan terbentuk warna kuning pada larutan. Pertama-
tama dibuat kurva baku dengan konsentrasi 2%, 4%, dan 10%. Diambil formalin 37%
sebanyak 2 ml; 4 ml; 10 ml lalu tambahkan aquadest ad 37 ml. Selanjutnya diteteskan
pereaksi Nashs sebanyak 5 tetes. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 37C
selama 30 menit. Lalu dilakukan scanning pada panjang gelombang 350-450 nm dan
kemudian dibaca absorbansi nya dengan panjang gelombang hasil scanning yaitu
sebesar 413 nm. Kurva baku menghasilkan absorbansi sebesar 0,155; 0,231; 0,887.
Dari hasil absorbansi dilakukan regresi linier hingga dihasilkan persamaan Y = 0,0956x
- 0,0856 dengan R sebesar 0,9891. Untuk sampel dimana sebanyak 5 ml larutan sampel
hasil destilat di campurkan dengan pereaksi Nashs sebanyak 5 tetes lalu di inkubasi
pada suhu 37C selama 30 menit dan dibaca absorbansi nya dengan panjang gelombang
hasil scanning yaitu sebesar 413 nm. Absorbansi yang didapatkan adalah sebesar 0,053;
0,082 ; 0,068 dan kemudian dimasukkan ke persamaan kurva baku Y = 0,0956x -
0,0856 sehingga dihasilkan konsentrasi sebesar 1, 4498 % ;1,7531 % ;1,6067 % dengan
rata-rata sebesar 1,6032 %. Didapatkan SD sebesar 0,1517 % dan CV sebesar 9,462 %.
Dari hasil perhitungan statistik tersebut dapat diketahui bahwa metode spektrofotometri
UV yang digunakan untuk menetapkan kadar formalin cukup akurat. Hal ini
ditunjukkan dengan perolehan nilai SD yang kecil. Namun metode spektrofotometri
UV mempunyai presisi yang kurang baik karena nilai CV yang diperoleh lebih dari 2%.
Hal ini mungkin disebabkan karena, penggunaan pelarut Nashs pada saat praktikum
yang merupakan pelarut yang tidak dibuat segar dan sudah disimpan di dalam lemari
pendingin. Selain itu, warna kuning yang didapat dari hasil kualitatif mungkin juga
disebabkan oleh pengaruh dari warna kuning yang dihasilkan reagen Nashs yang
berwarna kuning sehingga warna kuning belum tentu dihasilkan oleh zat formalin yang
terbentuk. Pada analisis formaldehid (formalin) kali ini, praktikan tidak dapat
menentukan nilai recovery karena di dalam kemasan sampel tidak dicantumkan berapa
jumlah formaldehid (formalin) yang terkandung. Dapat disimpulkan bahwa sampel
Corned Beef Cip pada analisis formalin adalah sebesar 1,6032 % atau setara dengan
16,032 ppm. Berdasarkan International Programme on Chemical Safety (IPCS) batas
toleransi formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan
formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm. Berdasarkan hasil
percobaan dapat disimpulkan bahwa sampel kornet Corned Beef Cip masih termasuk
aman karena tidak melebihi 660 ppm berdasarkan standar Eropa, namun
pengkonsumsiannya harus diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan konsumsi zat
formalin yang masuk ke tubuh. Menurut standart di Indonesia, produk ini dilarang
karena mengandung formalin, namun harus dilakukan pengujian ulang untuk
memastikannya.

Anda mungkin juga menyukai