Anda di halaman 1dari 10

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)

KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 40




























































RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN NGAWI
TAHUN 2010 - 2030
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 41
5.2.2.7. Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kawasan peruntukan di Kabupaten Ngawi terdiri atas: kawasan
pariwisata budaya, kawasan pariwisata alam dan kawasan pariwisata buatan.
Adapun Kawasan pariwisata budaya dengan luas kurang lebih 1.597,48
ha meliputi:
a. Arca Banteng;
b. Candi Pendem;
c. Pertapaan jaka tarub;
d. Petilasan Kraton Wirotho;
e. Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono;
f. Makam Patih Pringgokusum;
g. Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat;
h. Monumen Suryo;
i. Pesanggrahan Srigati;
j. Gunung Liliran;
k. Musem Trinil; dan
l. Benteng Van Den Bosch.
Kawasan pariwisata alam dengan luas kurang lebih 12,50 ha, meliputi :
a. Air Terjun Srambang;
b. Gunung Liliran;
c. Waduk Pondok;
d. Bumi Perkemahan Selondo; dan
e. Kebun teh Jamus.
Kawasan pariwisata buatan, yaitu Tempat Pemandian Tawun.

Pengembangan pariwisata di Kabupaten Ngawi dikembangkan melalui
pembentukan minat wisata wisata, yaitu :
1. Pengembangan wisata di Kabupaten Ngawi dilakukan dengan membentuk
wisata unggulan daerah antara lain adalah : Waduk Pondok, Monumen
Suryo, Air Terjun Srambang, Musem Trinil, Benteng Van Den Bosch.
Selanjutnya juga bisa dikembangkan wisata religius dimana selain untuk
minat rekreasi juga untuk minat spiritual adapun potensi wisata tersebut
adalah Pesanggrahan Srigati dan Gunung Liliran.
Diluar wisata ungulan tersebut juga banyak potensi lain yang bisa
dikembangakan seperti obyek wisata Tempat Pemandian Tawun dimana
konsepnya tidak hanya sebagai tempat hiburan, taman yang biasanya
sebagai tempat untuk berekreasi, menghilangkan kepenatan dari rutinitas
dapat juga difungsikan sebagai tempat untuk melakukan konservasi
terhadap satwa langka. Selain itu ada objek wilata budaya antara lain: Arca
Banteng, Candi Pendem, Pertapaan jaka tarub, Petilasan Kraton Wirotho,
Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono, Makam Patih
Pringgokusumo, Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat.
Selain itu juga dikembangkan Desa wisata dengan menawarkan kehidupan
petani yang masih alamiah dan sebisanya berdekatan dengan obyek wisata
yang memiliki nilai jual tinggi. Adapun desa wisata yang dapat
dikembangkan antara lain adalah: desa wisata Perkebunan Teh Jamus,
Bumi Perkemahan Selondo, dengan memanfaatkan hortikultura dan ternak
sapi serta pemandangan alam, dengan mengembangkan wisata alam, ritual,
perkebunan.
2. Arahan Pengembangan Pariwisata Regional (Yogyakarta Bali) : Untuk
arahan pengembangan pariwisata regional dapat dilihat dari potensi wisata
yang berada di dekat jalur ateri misalnya Monumen Suryo, Pemandian
Tawun, Benteng Ven Den Bosch, Musium Trinil, Waduk Pondok.
3. Arahan Pengembangan Pariwisata Lokal :
Pengembangan dan peningkatan lokasi-lokasi yang dapat diwisatakan
Membentuk link wisata lokal
Pengembangan aktivitas wisata yang lebih beragam beserta zonasi-
zonasinya guna untuk menghindari titik konflik pengembangan:
a. Utama yaitu sebagai wisata rekreasi, even wisata budaya dan juga
sebagai pusat akomodasi wisata.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 42
b. Pendukung yaitu sebagai wisata berbelanja dan juga sebagai kota
transit.
Pengembangan dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan wisata
Peningkatan pelayanan jaringan air bersih, telepon dan pelayanan
jaringan listrik.
4. Pengembangan dan peningkatan promosi wisata
5. Pengembangan dan peningkatan mutu sumber daya manusia dalam bidang
kepariwisataan baik melalui penyuluhan maupun pelatihan
6. Mengembangkan promosi wisata, kalender wisata dengan berbagai
peristiwa atau pertunjukan budaya, kerjasama wisata, dan peningkatan
sarana-prasarana wisata sehingga Kabupaten Ngawi menjadi salah satu
tujuan wisata;
7. Obyek wisata alam dikembangkian dengan tetap menjaga dan melestarikan
alam sekitar untuk menjaga keindahan obyek wisata;
8. Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti
menebang pohon;
9. Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah;
10. Meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk
menambah koleksi budaya.
11. Merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain
untuk keserasian lingkungan; serta
12. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek
wisata, dan daya jual/saing.





































RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 43
RENCANA TAT RUANG WILAYAH
KABUPATEN NGAWI
TAHUN 2010 - 2030
























































RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 44
5.2.2.8. Kawasan Peruntukan Permukiman
Kawasan permukiman pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
kelompok yakni permukiman permukiman perdesaan dan perkotaan. Luas
kawasan permukiman di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan adalah
16.655,51 ha. Kawasan permukiman di biagi atas kawasan permukiman
perdesaan dan kawasan permukiman perkotaan.

A. Kawasan Permukiman Perdesaan
Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk
permukiman pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian,
tegalan, perkebunan dan lahan kosong serta aksesibilitas umumnya kurang,
jumlah sarana dan prasarana penunjang juga terbatas atau hampir tidak ada.
Secara fisiografis permukiman perdesaan di Kabupaten Ngawi terletak di
pergunungan dan dataran tinggi, dataran rendah. Setiap lokasi memiliki
karakter tersendiri dan memerlukan penanganan sesuai karakter masing-
masing.
Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada wilayah
pegunungan dan dataran tinggi kegiatan, pengembangan permukiman
diarahkan pada pertanian tanaman keras, perkebunan dan sebagian
hortikultura, dan pariwisata. Kawasan ini terdapat di Kecamatan Jogorogo,
Geneng, Karangannyar, Sine, Ngrambe dan Kendal. Pada kawasan ini
perkembangan permukiman harus diarahkan membentuk cluster dengan
pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.
Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah,
umumnya memiliki kegiatan pertanian sawah, tegal, kebun campur, termasuk
peternakan dan perikanan darat. Sebagian besar permukiman perdesaan yang
terletak pada dataran rendah memiliki kondisi tanah yang subur. Lahan kosong
yang terletak pada tengah permukiman dan sepanjang jalan utama merupakan
kawasan yang rawan perubahan pengunaan lahan dari kawasan pertanian
menjadi kaswasan terbangun. Pada kawasan ini diperlukan pembatasan
pengembangan untruk kawasan terbangun.
Pada kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai
penghasil produk unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi
akan dilengkapi dengan lumbung desa modern, juga pasar komoditas unggulan.
Selanjutnya beberapa komoditas yang memiliki prospek pengembangan melalui
pengolahan akan dilakukan pengembangan industri kecil dengan membentuk
sentra industri kecil.
Kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan agropolitan, yang terdiri
atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan
sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan agropolitan di Kabupaten
Ngawi adalah Kecamatan Karangannyar dengan ditunjang Kecamatan Geneng,
Widodaren, mantingan, Kedunggalar dan Pitu. Luas kawasan permukiman
perdesaan di Kabupaten Ngawi kurang lebih 11.038,47 ha.

B. Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang dominasi
kegiatannya difungsikan untuk kegiatan yang bersifat kekotaan dan merupakan
orientasi pergerakan penduduk yang ada pada wilayah sekitarnya. Kawasan
permukiman perkotaan di Kabupaten Ngawi merupakan bagian dari kawasan
perkotaan dengan perkembangan dan kondisi yang sangat beragam, dengan
rencana pengembangan kawasan ini kurang lebih 6.559,17 ha dari luas wilayah
kabupaten.
Terkait dengan permukiman perkotaan di Kabupaten Ngawi, rencana
penataan dan pengembangannya sebagai berikut :
1. Seiring dengan pengembangan Perkotaan Ngawi sebagai ibukota
Kabupaten, maka permukiman di perkotaan Ngawi ini akan meningkat
pesat, sehingga perlu peningkatan kualitas permukiman melalui
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 45
penyediaan infrastruktur yang memadai pada permukiman padat,
penyediaan perumahan baru, dan penyediaan Kasiba-Lisiba Berdiri Sendiri.
Pada setiap kawasan permukiman disediakan berbagai fasilitas yang
memadai sehingga menjadi permukiman yang layak dan nyaman untuk
dihuni;
2. Pengembangannya adalah untuk permukiman dengan kepadatan rata-rata
tinggi, dan sebagian kawasan dapat digunakan untuk kawasan siap bangun
yang sudah ditentukan lokasi dan luasannya yaitu di Kecamatan Ngawi
seluas 80 Ha.
3. Permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari ibukota kecamatan
pengembangannya adalah untuk perumahan dan fasilitas pelengkapnya
sehingga menjadi permukiman yang nyaman dan layak huni;
4. Pada permukiman perkotaan yang padat dilakukan peningkatan kualitas
lingkungan permukiman perkotaan melalui perbaikan jalan lingkungan dan
jalan setapak, saluran pembuangan air hujan, pengadaan sarana
lingkungan, pembangunan sarana MCK (mandi, cuci, kakus) dan pelayanan
air bersih;
5. Kawasan permukiman baru pengembangannya harus disertai dengan
penyediaan infrastruktur yang memadai, seperti penyediaan jaringan
drainase dan pematusan, pelayanan jaringan listrik, telepon, air bersih dan
sistem sanitasi yang baik. Kawasan opermukiman baru harus menghindari
pola enclove; serta
6. Pada kawasan permukiman perkotaan yang terdapat bangunan lama/kuno,
bangunan tersebut harus dilestarikan dan dipelihara; Selanjutnya
bangunan dapat dialihfungsikan asalkan tidak merusak bentuk dan kondisi
bangunannya.
Rencana pengelolaan kawasan permukiman antara lain meliputi :
1. Secara umum kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat
menjadikan sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif,
serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;
2. Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan
dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai;
3. Perkotaan besar dan menengah penyediaan permukiman selain disediakan
oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan
Kasiba/Lisiba Berdiri Sendiri, perbaikan kualitas permukiman dan
pengembangan perumahan secara vertikal;
4. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan
dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster
permukiman disediakan ruang terbuka hijau;
5. Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui
pembentukan pusat pelayanan kecamatan;
6. Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana
permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;
7. Permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan
dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang
produktif sebagai basis kegiatan usaha;
8. Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan
dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil.
9. Permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis
pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan darat,
serta pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya perdesaan di kawasan pesisir
dikembangkan pada basis ekonomi perikanan dan pengolahan hasil ikan;

5.2.2.9. Kawasan Peruntukan Lainnya
Kawasan peruntukan lainnya ini adalah kawasan peternakan yang
banyak berkembang dan mempunyai potensi untuk dikembangan di Kabupaten
Ngawi.
Pengembangan Breeding Centre yang dapat berfungsi sebagai lokomotif
penggerak pertumbuhan dan perkembangan di bidang peternakan, yang
dilokasikan di Kecamatan Sine, Jogorogo, Kendal, Paron, Mantingan, Ngawi,
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 46
Kedungggalar, Padas, Widodaren, Ngrambe, Pitu, Padas, Bringin, Karanganyar,
Karangjati, Geneng, Pangkur, Kedunggalar, Kasreman, untuk ternak besar
seperti sapi potong dan sapi perah . Sedangkan untuk pengembangan ternak
kecil (ayam ras, ayam buras/kampung) pendistribusian sudah cukup merata
pada masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Ngawi dan setiap
penduduk rata-rata memiliki ternak ini meskipun dalam jumlah kecil.
Melihat populasi yang ada dan lokasi penyebaran ternak sapi kereman
manunjukkan banyaknya masyarakat yang memilih usaha dibidang ini. Potensi
lahan yang cukup luas merupakan salah satu modal dasar untuk menjalankan
usaha di sektor peternakan. Hingga saat ini kebutuhan pangan yang berasal
dari ternak masih jauh untuk dapat memenuhi baik kebutuhan lokal maupun
nasional.Untuk dapat meng-antisipasi kebutuhan pangan ternak, maka perlu
terobosan untuk melakukan kerjasama pengadaan pakan ternak.








Gambar 5.13
Salah satu jenis ternak besar yang ada di Kabupaten Ngawi

Melihat populasi sapi perah yang jumlahnya sedikit, sementara lahan
yang ada utamanya didaerah selatan ( kaki Gunung Lawu) bisa dikembangkan
usaha ternak sapi perah. Kebutuhan susu sapi segar selama ini relatif kurang
dan disuplai dari luar daerah antara lain Madiun.
Sapi perah merupakan penghasil susu segar yang banyak diminati oleh
masyarakat. Selama ini belum banyak budidaya ternak Sapi Perah yang secara
komersial ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar susu segar. Sehingga
dipasaran tidak tersedia susu segar. Maka Sapi Perah memiliki prospek
investasi yang sangat cerah. Pengembangan kawasan peternakan di Kabupaten
Ngawi adalah:
1. Sentra ternak sapi perah di Kecamatan Kasreman
2. Ternak unggulan: Kecamatan Karangjati, Kendal, Kasreman, Sine, Bringin.
3. Kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat
distribusi pakan ternak;
4. Kawasan ternak unggas banyak tersebat di permukiman penduduk harus
dipisahkan dari permukiman penduduk untuk mencegah penyebaran
penyakit ternak seperti flu burung; serta
5. Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil
ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit,
dan industri lainnya.
Adapun arahan pengelolaan peternakan di Kabupaten Ngawi diarahkan sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan
padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian dapat menyatu dengan
kawasan perkebunan atau kehutanan;
2. Kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi
tersendiri, diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi
pakan ternak;
3. Mengembangkan sistem inti - plasma dalam pengembangan peternakan;
4. Mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi;
5. Pengembangan ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas
ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif; serta
6. Ternak unggas dan ternak lain yang memiliki potensi penularan penyakit
pada manusia harus dipisahkan dari kawasan permukiman;


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 47
5.2.2.10 . Kawasan Pertahanan Keamanan
Di Kabupaten Ngawi terdapat kawasan pertahan dan keamanan yang
meliputi Kawasan Komando Distrik Militer beserta seluruh jajarannya di tingkat
Koramil, kawasan Artileri Medan 12 dan tempat latihan kemiliteran.
Tabel 5.4
Rencana Luas Kawasan Budidaya di Kabupaten Ngawi
No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) %
RENCANA POLA RUANG KAWASAN BUDIDAYA
1 Kawasan peruntukan hutan produksi 34.979,00 35,00%
2 Kawasan hutan rakyat 14.135,43 10,91%
3 Kawasan peruntukan pertanian 0,00%
a. Peruntukan pertanian pangan berkelanjutan 41.523,00 21,03%
b. Peruntukan tegalan
c. Peruntukan pertanian lahan kering 9.188,21 7,09%
d. Peruntukan holtikultura 5.621,20 4,34%
4 Kawasan peruntukan perkebunan 10.788,68 8,32%
5 Kawasan peruntukan perikanan 0,00%
a. Peruntukan perikanan tangkap (perairan umum) 1.351,00 1,04%
b. Peruntukan budidaya perikanan 22,95 0,02%
c. Peruntukan kawasan pengolahan ikan 0,00 0,00%
6 Kawasan peruntukan pertambangan 0,00%
a. Peruntukan mineral dan batu bara 0,00 0,00%
b. Peruntukan minyak dan gas bumi 0,00 0,00%
c. Peruntukan panas bumi 0,00 0,00%
d. Peruntukan air tanah di kawasan pertambangan 0,00 0,00%
7 Kawasan peruntukan industri 0,00%
a. Peruntukan industri besar 0,00 0,00%
b. Peruntukan industri sedang 0,00 0,00%
c. Peruntukan industri rumah tangga 1.628,27 1,26%
8 Kawasan peruntukan pariwisata 0,00%
a. Peruntukan pariwisata budaya 1.597,48 1,23%
b. Peruntukan pariwisata alam 12,50 0,01%
c. Peruntukan pariwisata buatan 0,00 0,00%
9 Kawasan peruntukan permukiman 0,00%
a. Peruntukan permukiman perkotaan 6.559,17 5,06%
b. Peruntukan permukiman perdesaan 11.038,47 8,52%
10 Kawasan peruntukan lainnya 0,00 0,00%
102.597,58 79,17%
Sumber : Hasil Rencana

Dari kondisi lapangan yang ada, diperlukan upaya dalam memecahkan
konflik melalui penerapan sistem pertanian konservasi (SPK), yaitu sistem
pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air dalam sistem
pertanian.
Tabel 5.5.
Jenis Konflik dan Alternatif Pemecahannya
NO JENIS
KONFLIK
ALTERNATIF PEMECAHAN
1 Permukiman
dengan
kawasan
lindung
Penduduk disekitar hutan harus dilibatkan dalam
pemeliharaan dan pengelolaan hutan sehingga
merasa ikut memiliki;
Membatasi secara tegas pertumbuhan areal
pemukiman, diikuti pengawasan yang ketat; serta
Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan
dan kawasan lindung.
2 Kebun dengan
kawasan
Lindung
Membatasi secara tegas pertumbuhan areal kebun
disertai pengawasan yang ketat;
Melibatkan petani kebun dalam pengelolaan dan
pemeliharaan hutan;
Mengusahakan petani agar menanam tanaman
tahunan (perkebunan) disertai tindakan konservasi
yang intensif agar fungsi lindung tetap terpelihara;
serta
Agroforestry dan pembuatan hutan kemasyarakatan.
3 Tegal dengan
kawasan
Lindung
Membatasi secara tegas pertumbuhan areal tegal,
disertai pengawasan yang ketat;
Melibatkan petani dalam pemeliharaan dan
pengelolaan hutan disekitarnya;
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 48
NO JENIS
KONFLIK
ALTERNATIF PEMECAHAN
Menerapkan sistem pertanian konservasi dalam
budidaya pertanian ditanah tegal;
Mengganti jenis tanaman yang dibudidaya dan
tanaman semusim menjadi tanaman tahunan dalam
jangka waktu panjang/bertahap; serta
Agroforestry dan membuat hutan kemasyarakatan.
4 Sawah dengan
kawasan
Lindung
Membatasi dengan tegas pertumbuhan areal sawah
dikawasan hutan tersebut;
Melibatkan petani dalam pemeliharaan dan
penelolaan hutan sehingga merasa ikut memiliki;
Dalam jangka panjang, secara bertahap tanah sawah
dialih fungsikan menjadi tanah perkebunan dan
hutan kemasyarakatan (konservasi sawah bersifat
khusus untuk areal sawah di kawasan hutan; serta
Agroforestry secara bertahap pada tanah sawah
tersebut.

Dalam penanganan konflik penggunaan tanah menggunakan kombinasi
teknik sipil dan vegetatif. Metode yang digunakan adalah:
1. Pembuatan teras : Teras kridit (kemiringan 3 - 10 %), teras gulud (Tgl)
kemiringan 10 - 50 %, teras bangku (Tbk) kemiringan 10 - 30 %, teras
Kebun (TBn) kemiringan 30 - 50 %, teras individu (Tin) kemiringan 30 - 50
%; dan
2. Penggunaan vegetatif dalam konservasi tanah adalah : penanaman
tanaman penutup tanah (TPT), penempatan/ mengatur penanaman dalam
jalur (strip cropping), pergiliran anaman (pt), penggunaan tanaman penguat
teras (ptp), Agroforestry (Agf), hutan kemasyarakatan (Hkm).

C. Kawasan Khusus Pengembangan Sektor Informal
Kawasan khusus pengembangan sektor informal meliputi penyediaan
PKL bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat marginal/ menengah
kebawah di perkotaan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh tiap wilayah
perkotaan masing-masing kecamatan adalah, minimal menyediakan lahan
seluas 5 % sebagai pusat perdagangan sektor informal yang dipenuhi oleh
negara. Sedangkan developer untuk perumahan dengan skala besar di
kemudian hari, dipersyaratkan untuk mengalokasikan lahan untuk kawasan
khusus pengembangan sektor informal ini minimal seluas 1 hingga 2 Ha.








RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN NGAWI

Laporan Akhir

V - 49




























































5.8
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN NGAWI
TAHUN 2010 2030

RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Anda mungkin juga menyukai