Anda di halaman 1dari 13

PARTUS SPONTAN

Kala II
1. Melihat tanda dan gejala kala II
Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II
a. Ibu ingin mengejan
b. Vulva membuka
c. Perineum menonjol
d. Anus terbuka
2. Menyiapkan pertolongan persalinan
a. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosisn 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali
pakai dalam partus set.
b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
c. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai
d. Memakai sarung tangan steril
e. Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik dan meletakannya kembali di
partus set
3. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
a. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau
belum
Jika kulit ketuban belum pecah, sedangkan sudah pembukaan lengkap lakukan
amniotomi
b. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk memastikan DJJ
dalam batas normal
4. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan mengejan
a. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
b. Menunggu hingga ibu ingin mengejan
c. Melakukan pimpinan mengejan saat ibu mempunyai dorongan kuat untuk mengejan
5. Persiapan pertolongan bayi
a. Jika kepala bayi telah membuka vulva, meletakkan menyiapkan kain bersih dilipat
1/3 bagian, dibawah bokong ibu
b. Membuka partus set
6. Menolong kelahiran bayi
LAHIRNYA KEPALA
a. Saat kepala bayi membuka vulva, lindungi perineum dengan satu tangan dilapisi kain
tadi, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan.
b. Menganjurkan ibu untuk mengejan perlahan-lahan atau bernafas cepat saat kepala
lahir
c. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang
bersih
d. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika terjadi dan
kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
e. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
LAHIRNYA BAHU
a. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-
masing sisi muka bayi. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan arah luar
hingga bahu anterior muncul di bawah arcus pubis dan kemudian dengan lembut
menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
LAHIRNYA BADAN DAN TUNGKAI
a. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada
di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior
lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat
dilahirkan.
b. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari
penggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung dan kaki lahir.
7. Penanganan bayi baru lahir
a. Menilai dengan cepat, kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dnegan posisi
kepala bayi lebih rendah dari tubuhnya
b. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali tali pusat
c. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan
urutan tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem pada kedua 2 cm
dari klem pertama (ke arah ibu)
d. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bari dari gunting dan memotong
tali pusat diantara kedua klem tersebut
e. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan
memulai pemberian ASI jika ibu menghendaki.

Kala III dan Kala IV
1. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
a. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi
kedua
b. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik
c. Segera setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 Unit IM atau IV.
2. Peregangan tali pusat terkendali
a. Memindahkan klem tali pusat sekitar 5 10 cm dari vulva
b. Meletakkan tangan kiri diatas kain yang ada di perut ibu, dan menggunakan
tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan kanan
c. Menunggu uterus kontraksi dan kemuadian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan penekatan berlawanan arah pada
bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang
(dorso-kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 40 detik, menghentikan penegangan
tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikutnya mulai.
3. Mengeluarkan plasenta
a. Setelah plasenta terlepas, menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah
atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah
pada uterus.
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5 10 cm dari vulva
Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama
15 menit :
o Ulangi pemberian oksitosin
o Menilai kandung kemih, jika penuh di kateterisasi dengan
menggunakan teknik aseptik jika perlu
o Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
o Lakukan manual plasenta jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir
sejak kelahiran bayi
b. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan kedua tangan dan
dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan
lembut dan perlahan-lahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
4. Rangsangan taktil (Pemijatan) uterus
Segera setelah plasenta dan plasenta lahir, melakukan massage uterus dengan
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan massage dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras)

5. Menilai perdarahan
Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel pada ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
6. Mengevaluasi adanya laserasi vagina dan perineum.
Jika ditemukan laserasi vagina dan perineum, lakukan penjahitan dengan anastesi
lokal.
7. Evaluasi
a. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
2 3 kali dalam 15 menit pertama persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
Setiap 20 30 menit pada jam kedua pasca persalinan
b. Mengevaluasi kehilangan darah
c. Memeriksa tekanan darah, nadi dan kandung kencing setiap 15 menit selama 1
jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan

MYOMA GEBURT
a. Pendahuluan
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal dari otot
polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine
fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar kepala jarum hingga sebesar melon,
sedangkan beratnya pernah dilaporkan mencapai 20 pon. Walaupun tidak sering, disfungsi
reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan
prematur, dan malpresentasi.
b. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang
mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma
yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologik yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25%
wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.
c. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan
peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor
predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormone pertumbuhan dan Human Placental
Lactogen. Pada ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang
diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi maternal. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan
mengecil setelah menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon
reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu, sangat jarang ditemukan sebelum
menarche, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah
menopause.
d. Patofisiologi
Meskipun mioma cukup umum ditemukan, tidak begitu banyak yang bergejala. Timbulnya
gejala tergantung terutama pada kombinasi ukuran, jumlah dan letak mioma. Secara umum,
pertumbuhan mioma merupakan akibat stimulasi estrogen, yang ada hingga menopause. Seiring
berjalannya waktu, mioma yang awalnya asimtomatik dapat tumbuh dan menjadi bergejala.
Sebaliknya, banyak mioma yang menyusut seiring menopause dimana stimulasi estrogen
menghilang dan banyak gejala yang berkaitan dengan mioma hilang segera setelah menopause.
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan Lipschultz yang
memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik
pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan menyatakan
bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal.
Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. Mioma
merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot.
Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada
uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang
persisten.
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh. Mioma
memiliki pseudokapsul yang berasal dari sel otot polos uterus yang terkompresi dan hanya
memiliki beberapa permbuluh darah dan pembuluh limfe. Mioma intramural merupakan mioma
yang paling banyak ditemukan. Jenis mioma ini seluruhnya atau sebagian besar tumbuh di antara
lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah yaitu miometrium. Mioma subserosa tumbuh
keluar dari lapisan tipis uterus yang paling luar yaitu serosa. Jenis mioma ini dapat bertangkai
(pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Jenis mioma ini perupakan kedua terbanyak
ditemukan. Jenis mioma ketiga yaitu mioma submukosa yang tumbuh dari dinding uterus paling
dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasar lebar.
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran
serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapat menyebabkan dismenore, namun ketika telah
dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang
tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks.





Peningkatan jumlah perdarahan menstrual pada penderita mioma dihubungkan dengan:
- Peningkatan luas permukaan endometrium
- Produksi prostaglandin

e. Gejala dan Tanda
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik
karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang
mioma ini berada, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin
timbul yaitu:
- Perdarahan abnormal yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi
metroragia merupakan yang paling banyak terjadi. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
o Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
o Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa
o Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
o Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik
- Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma,
yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang akan
dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore. Namun gejala-gejala tersebut bukanlah gejala khas pada
mioma uteri.
- Gejala dan tanda penekanan yang tergantung pada besar dan tempat mioma uteri.
Gejala yang timbul dapat berupa poliuri, retention urine, obstipasi serta edema tungkai
dan nyeri panggul.
Pada Mioma Geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di antara siklus haid
yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan masif. Darah yang keluar
berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga dapat diduga sebagai haid yang
memanjang. Selain itu, mioma submukosa juga dapat menyebabkan perdarahan intermenstrual,
perdarahan post coital, perdarahan vaginal terus-menerus atau dismenore.
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian mioma yaitu:
- Faktor yang meningkatkan angka kejadian: wanita afrika-karibia, peningkatan usia,
nuligravida, obesitas.
- Faktor yang menurunkan angka kejadian: merokok, penggunaan pil kombinasi
kontrasepsi oral, kehamilan aterm.
f. Diagnosis
Diagnosis Mioma Geburt ditegakkan atas beberapa hal, yaitu:
1. Anamnesis, teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah
panjang serta adanya riwayat perdarahan per vaginam terutama pada perempuan di usia
40an, kadang dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan Fisis
a. Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan, namun
dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang bentuknya tidak regular,
tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang keras pada palpasi.
b. Pada pemeriksaan Ginekologik (PDV) teraba massa yang keluar dari OUE
(kanalis servikalis), lunak, mudah digerakkan, bertangkai serta mudah berdarah.
Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis servikalis)
berwarna pucat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG Ginekologik untuk menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis
b. Histerografi untuk menilai pasien mioma submukosa dengan infertilitas
c. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, tes kehamilan
a. Diagnosis Banding
Mioma Geburt dapat didiagnosis banding dengan polip serviks. Polip serviks merupakan suatu
adenoma ataupun adenofibroma yang berasal dari mukosa endoserviks. Tangkainya dapat
panjang hingga keluar dari OUE. Epitel yang melapis biasanya adalah epitel endoserviks yang
dapat juga mengalami metaplasia menjadi semakin kompleks. Bagian ujung polip dapat
mengalami nekrosis sehingga membuatnya mudah berdarah. Hal inilah yang membedakannya
dari Mioma Geburt dimana bagian yang mudah berdarah bukan merupakan ujung mioma tapi
merupakan endometrium yang mengalami hyperplasia akibat pengaruh ovarium, selain itu juga
terjadi atropi endometrium di atas mioma submukosa.
b. Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas
penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut:
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
-
- Pemberian zat besi
- Pemberian agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) yaitu Leuprolid asetat 3,75
mg intramuscular pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali
Manajemen simtomatik mioma uteri biasanya diberikan demi kenyamanan pasien dan menunda
pengobatan bisa dimengerti pada pasien yang tidak bergejala atau dengan gejala ringan yang
dapat ditoleransi. Meskipun pengobatan non-operatif biasanya tidak memberikan kesembuhan
permanen, namun terapi dengan obat-obatan seperti NSAID, pil kontrasepsi oral, progestin,
androgen dan analog GnRH biasanya diberikan.
Analog GnRH menyebabkan keadaan hipogonadotropik-hipogonadal; jadi obat-obatan ini
menghasilkan menopause kimiawi yang temporer dan reversibel yang dapat mengecilkan volume
mioma hingga 50% dengan cara menurunkan konsentrasi estrogen yang beredar dalam darah
dengan hasil maksimal setelah tiga bulan terapi. Analog GnRH juga memiliki beberapa
kegunaan sebelum tindakan operatif dilakukan:
- Mengurangi jumlah darah yang terbuang pada saat operasi dan perlunya transfusi
darah
- Meningkatkan kemungkinan operasi dengan cara insisi suprapubik transversal
dibandingkan insisi midline
- Mengurangi resiko histerektomi ketika miomektomi direncanakan
Penanganan operatif bila:
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus pada kehamilan 12-14 minggu
- Pertumbuhan tumor cepat
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
- Hipermenorea pada mioma submukosa
- Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis operasi yang dilakukan berupa:
1. Miomektomi, dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak.
Pendekatan pada tumor dilakukan melalui dinding uterus dimana mioma dibuka dengan
diseksi tajam dan tumpul, pseudokapsul dapat mengakibatkan diseksi sulit untuk
dilakukan. Mioma diangkat dengan bantuan obeng mioma, rongga yang terbentuk akibat
mioma kemudian dijahit dan dinding uterus dilipat untuk membawa garis jahitan
serendah mungkin sehingga mengurangi resiko perlekatan dengan vesika urinaria.
2. Histerektomi, dilakukan pada pasien yang tidak menginginkan anak lagi, terbagi atas 2
macam, yaitu:
a. Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
b. Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12
minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau
enterokel
Embolisasi arteri uterus kini emakin banyak digunakan untuk menangani mioma dengan
pendekatan yang kurang invasif. Tujuannya adalah untuk mengurangi suplai darah ke mioma
sehingga menyebabkan degenerasi dan nekrosis.
c. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histopatologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen akut. Jika torsi
terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan
suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang
mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan
berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
d. Prognosis
Terapi bedah bersifat kuratif. Kehamilan di masa yang akan datang tidak akan dibahayakan
oleh miomektomi, walaupun seksio sesarea akan diperlukan setelah diseksi lebar untuk
masuk ke dalam rongga uterus.

Anda mungkin juga menyukai