Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
VISUM ET REPERTUM
JULI 2014



VISUM ET REPERTUM
No. KS. 02/VR/I984

PROXIMUS MORTIS
MANUAL STRANGULATI ON







OLEH:





PEMBIMBING:
AKP dr. DIAN KARTIKA SARI


DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN HALU OLEO
KENDARI
2014

RIZKA PURNAMA MULYA
SITTI RAHMADANI S.
IKA ELYANA


K1A1 09 017
K1A1 09 021
K1A1 09 065


10

BAB I
KASUS

PRO JUSTITIA
Visum et Repertum No. KS. 02/ VR / 1984
Tembusan KepadaYth. JAKSA AGUNG

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Profesor Dokter Solihin Wirasugena Kepala
Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Ujung Pandang, menerangkan bahwa :
Berhubung dengan surat permintaan Visum et Repertum dari Komando Kota Besar
Kepolisisan Ujung Pandang Daerah Kepolisian XIV SulSelRa yang ditandatangani
oleh perwira Parnapta II Letda Pol. M. Djafar. C. NRP : 38110037 tertanggal 11
Januari 1984, No. Pol. 221/PA.II/I/84
Saya pada tanggal sebelas Januari seribu sembilan ratus delapan puluh empat, mulai
jam enam belas sampai dengan jam delapan belas di kamar bedah mayat Rumah Sakit
Pelamonia Ujung Pandang, telah melakukan bedah mayat atas satu mayat perempuan
yang ditunjuk oleh polisi dimana mayat yang tidak disegel ini adalah satu satunya
yang terdapat dalam kamar bedah mayat tersebut.
Penunjukkan ini sesuai dengan permintaan Visum et Repertum dari polisi tersebut di
atas yang menerangkan bahwa :
Mayat perempuan ini bernama : Sri Rahayu
Umur : dua puluh tahun
Pekerjaan : Pembantu rumah tangga
Alamat : Jalan Sulawesi No. 271 ( Toko Surya Jaya )
Ujung Pandang
Meninggal dengan sebab yang tidak diketahui pada tanggal sebelas Januari seribu
sembilan ratus delapan puluh empat, jam delapan lewat tiga puluh menit waktu
Indonesia bagian tengah.
Pada pemeriksaan kami dapatkan :

11

I. PEMERIKSAAN LUAR
1. Mayat perempuan telah di atas meja bedah mayat Rumah Sakit
Pelamonia ditutup selimut putih bergaris garis biru dan kain batik
berkembang warna merah hijau memakai baju batik berkembang
warna jingga hijau dengan robekan pada bagian kanan bawah sebelah
depan dan rok dalam warna putih dan celana dalam kaos warna coklat
cream dengan karet yang sudah putus dan terdapat tinja yang
mengotori lubang kemaluan.
2. Rambut kepala hitam keriting, tepanjang 50 centimeter, tidak mudah
dilepas, rambut ketiak hitam jarang, alis mata hitam jarang.
3. warna kulit sawo matang, umur kira-kira dua puluh tahun, panjang
badan seratus lima puluh centimeter, berat badan tidak diukur, gizi
cukup, kira-kira termasuk bangsa Indonesia.
4. Kaku mayat diseluruh sendi, sukar dilawan, lebam mayat pada
punggung dan pinggang pembusukan belum ada.
5. Kelopak mata kanan dan kiri terbuka, bola mata tidak menonjol,
selaput bening keruh, selaput putih keruh, ada bintik-bintik
kemerahan, iris dan lensa keruh, perdarahan selaput mata tidak ada.
6. Telinga kiri dan kanan : tidak ada kelainan.
7. Hidung : tidak ada kelainan.
8. Mulut : bibir berwarna pucat, gigi tidak ada kelainan.
9. Kemaluan : Perempuan, tinja mengotori lubang kemaluan, selaput dara
robek sudah lama, sedikit kulit ari mengelupas di commissura
posterior, pada liang senggama (vagina) terdapat darah warna hitam
menggumpal.
10. Pemeriksaan sitologi : sperma negatif.
11. Lubang pelepasan (anus): ada tinja warna kuning coklat padat.
12. Luka-luka pada kulit :
a. Kulit kepala : tidak ada perlukaan, terdapat memar pada belakang
kepala kanan, ukuran 4,5 x 2,5 cm.
b. Kulit muka : tidak ada kelainan.
12

c. Kulit leher bagian depan : terdapat garis-garis kemerahan mulai
setinggi tulang gondok batas atas, kebawah. Diantaranya tiga garis
yang membujur sejajar garis tengah (linea mediana), satu di kanan
dan dua di kiri masing-masing 3 cm, dan garis-garis melintang
lima buah yang pendek-pendek tidak lurus-lurus, arahnya tidak
begitu sejajar, masing-masing 1 cm, 1 cm , 2 cm tiga di kanan
dan dua di kiri.
d. Kulit dada : tidak ada kelainan.
e. Kulit dinding perut : tidak ada kelainan.
f. Kulit punggung : tidak ada kelainan.
g. Kulit bokong : tidak ada kelainan.
h. Kulit anggota gerak : tidak ada kelainan.
13. a. Kuku, tangan dan kaki : berwarna kebiruan, pada jari-jari tangan
dan tangan terdapat penyakit kulit (eksema).
b. tulang-tulang anggota lengan dan tungkai tidak ada patah tulang.

II. PEMERIKSAAN DALAM
14. Lemak dibawah kulit cukup, otot-otot dada tidak ada kelainan, tulang
dada tidak ada patah tulang, tulang-tulang iga dan tulang rawan iga
tidak ada patah tulang.
15. Kantong jantung (pericardium), bagian yang tidak ditutupi oleh paru-
paru tujuh centimeter, jaringan lemak sedikit, perlengketan jtidak ada,
cairan dari kantong jantung dua puluh lima cc warna putih.
16. Jantung : ukuran 10x9,5x4,5 cm, warna merah pucat. Katup jantung
kiri (mitral mulai ada penebalan, katup jantung kanan (trikuspid) tidak
ada kelainan, otot papillaris tidak ada kelainan, tebal otot bilik kiri
lima belas milimeter, bilik kanan empat milimeter.
17. selaput selapu paru : kiri dan kanan tidak ada perlengketan, cairan
rongga paru jernih
18. a. Paru paru kanan : ukuran 17,5 x 14,5 x 2,5 cm. Warna coklat
kemerahan, terdapat sedikit bercak bercak hitam antrakosis pada
13

seluruh permukaan paru. Bercak bercak perdarahan hitam coklat,
dari ukuran sebesar bintik kepala jarum sampai sebesar 1 x 1 cm
terdapat pada permukaan paru tengah dan paru bawah. Penampang
paru bagian lain tidak ada kelainan, perabaan seperti spons.
19. b. Paru kiri : ukuran 16,5 x 14,5 x 2,5 cm. Warna coklat kemerahan
dan terdapat sedikit bercak antrakosis hitam coklat, ukuran sebesar
bintik kepala jarum sampai 1 x 1 cm terdapat pada permukaan paru
tengah dan paru bawah. Penampang paru bagian lain tidak ada
kelainan, perabaan seperti spons.
Mikroskopis : terdapat perdarahan interalveolar dan intraalveolar (
ekimosis dan petekie )
20. Hati : ukuran 28,5 x 19,5 x 6,5 cm. Warna coklat kemerahan,
permukaan licin, pinggiran tajam. Kantung empedu berisi penuh.
Mikroskopik : tidak ada kelainan dengan tanda tanda pernah
hepatitis
21. a. Limpa : ukuran 10,5 x 8 x 5 cm. Warna abu abu, permukaan licin,
perabaan kenyal, penampang tidak ada kelainan
b. Pankreas : tidak ada kelainan, tidak ada perdarahan
22. a. Lambung : berisi sisa sisa makanan, warna kekuning kuningan.
Selaput lendir tidak ada kelainan
b. Usus dua belas jari, usus halus ( jejenum dan ileum), usus besar (
coecum sampai rektum ) tidak ada perdarahan
23. a. Ginjal kanan : ukuran 11 x 6,5 x 3 cm. Warna coklat kemerahan,
permukaan licin, perabaan kenyal, penampang tidak ada kelainan
b. Ginjal kiri : ukuran 11 x 5 x 3,5 cm. Warna coklat kemerahan,
permukaan licin, perabaan kenyal, penampang tidak ada kelainan
c. Kandung kemih : kosong
24. tulang panggul : tidak ada patah tulang
25. Kandung telur : kista ( + ) kiri dan kanan
26. Rahim ( uterus ) : ada perdarahan
Mikroskopik : tanda tanda menstruasi
14

27. Leher : a. Lidah tidak ada kelainan
b. selaput lendir mulut, kerongkongan tidak ada kelainan
c. kelenjar gondok tidak ada perdarahan
tulang tenggorok dan trakea : pada leher tidak ada patah
tulang demikian pula pada tulang lidah.
Mikroskopik trakea : gambaran radang menahun
28. Tulang tulang belakang : tulang leher, tulang punggung, tulang
kelangkang, tulang ekor, semuanya tidak ada patah tulang
29. Selaput otak : selaput otak keras, selaput otak lunak, semuanya tidak
ada kelainan
30. Otak besar : ukuran 20 x 18 x 5 cm. Penampang tidak ada kelainan
31. Toksikologi : pada pemeriksaan cairan lambung, luminal tidak
ditemukan












15

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pada pemeriksaan luar didapatkan :
1.1 Pada pemeriksaan mata di dapatkan kelopak mata kanan dan kelopak mata kiri
terbuka. Penonjolan mata tidak ada. Pupil mata melebar pada kedua mata.
Selaput bening (kornea) keruh dan selaput putih mata (sklera) keruh pada mata
kanan dan mata kiri. Terdapat bintik-bintik perdarahan pada mata kanan dan
mata kiri.
Pembahasan : Pupil mata melebar disebabkan oleh karena relaksasi dari
muskulus pupilaris, walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai
proses rigor mortis. Diameter pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian
seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan morphin dimana
sewaktu hidup pupil menunjukkan kontraksi.
(1,2)

Kekeruhan pada selaput bening mata (kornea) akan timbul beberapa jam
setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata. Akan tetapi, kornea akan
tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau
tertutup. Sering ditemukan kelopak mata tertutup secara tidak komplit hal ini
terjadi oleh karena kekakuan otot kelopak mata. Dalam keadaan mata tertutup
maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati. Jika
mata tetap dalam keadaan tertutup,kekeruhan pada kornea secara keseluruhan
dan tampak jelas dalam waktu 12-24 jam setelah kematian.
(1,2,3,4)

Perubahan pada selaput putih mata (sklera) dikenal dengan nama taches
noires sclerotiques. Bila kelopak mata tetap terbuka, sklera yang berada
disekitar kornea akan mengalami kekeringan dan perubahan warna menjadi
kuning dalam beberapa jam yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman,
area yang berubah warna ini berbentuk triangular dengan basis pada perifer
kornea dan puncaknya di epikantus.
(1,2,3,4,5,6,7)

Bintik-bintik perdarahan pada kedua mata kanan dan kiri dikenal sebagai
Tardius spot. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut.
Vena jugularis pada leher terletak lebih superfisial daripada arteri sehingga pada
16

kasus pencecikan vena akan paling pertama tertekan. Tekanan vena secara akut
menyebabkan perubahan permeabilitas pembuluh darah sebagai akibat langsung
dari hipoksia yaitu overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena sehingga
terjadilah perdarahan berbintik. Perdarahan berbintik terutama terjadi pada
jaringan longgar, seperti pada kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian
belakang telinga, konjungtiva,dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat
dipermukaan jantung, paru,dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari
pleura, perikardium,peritoneum,timus,mukosa laring,dan faring. Adanya bintik
perdarahan menandakan bahwa korban mengalami asfiksia sebelum mati.
(8,9)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan bahwa
kekeruhan pada mata dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian selain
dari lebam mayat, kaku mayat, dan pembusukan. Di simpulkan bahwa kematian
telah terjadi 10-12 jam sebelum dilakukan otopsi dan adanya bintik perdarahan
menandakan korban mengalami asfiksia sebelum mati.

1.2 Pada pemeriksaan leher ditemukan garis-garis kemerahan mulai setinggi tulang
gondok batas atas, kebawah. Diantaranya tiga garis yang membujur sejajar garis
tengah (linea mediana), satu di kanan dan dua di kiri masing-masing 3 cm, dan
garis-garis melintang lima buah yang pendek-pendek tidak lurus-lurus, arahnya
tidak begitu sejajar, masing-masing 1 cm, 1 cm , 2 cm tiga di kanan dan dua
di kiri.

Pembahasan : Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing.
Adanya tiga garis yang membujur sejajar garis tengah (linea mediana), satu di
kanan dan dua di kiri masing-masing 3 cm, menandakan adanya penekanan
pada leher yang disebabkan oleh kuku. Adanya garis-garis melintang lima buah
yang pendek-pendek tidak lurus-lurus, arahnya tidak begitu sejajar, masing-
masing 1 cm, 1 cm , 2 cm tiga di kanan dan dua di kiri merupaka luka lain
yang disebabkan oleh adanya perlawanan.

17

Adanya resapan darah di daerah bawah luka menandakan luka tersebut
bersifat intravital yang menunjukkan bahwa luka tersebut terjadi saat korban
masih hidup.
(11)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa korban
mati dengan cara dicekik ( manual strangulation )

1.3 Pada pemeriksaan luar tubuh korban ditemukan bibir tampak kebiruan, dan
pada ujung jari tangan dan kaki nampak kebiruan.

Pembahasan : Sianosis merupakan warna kebiruan pada kulit dan selaput
lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolute sel darah merah yang
tereduksi (Hb yang tak berikatan dengan O
2
). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai
anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang
berkurang sebelum sianosis menjadi bukti. Peningkatan jumlah Hemoglobin
yang tereduksi pada pembuluh darah mukokutan yang menyebabkan sianosis,
dapat berasal baik dari peningkatan jumlah darah vena sebagai akibat dilatasi
venula dan ujung-ujung vena pada kapiler, maupun dari berkurangnya saturasi
oksigen darah kapiler.
(12,13)

Kongesti pasif lokal, yang menyebabkan peningkatan jumlah total Hb
yang tereduksi dalam pembuluh darah di daerah tersebut, dapat menyebabkan
sianosis.
(13)
Wajah dan leher tampak kebiruan terjadi oleh karena adanya penekanan
vena jugularis. Tekanan ini membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali
ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-
lahan dapat menyebabkan kongesti pada daerah sekitar wajah dan pembuluh
darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari otak
tidak bisa mengalir keluar, akhirnya terjadilah akumulasi darah.
(8,14)
Bibir, ujung jari tangan, dan kaki tampak kebiruan oleh karena
vasokontriksi pembuluh darah dan aliran darah perifer yang berkurang.
(13)

18

Kesimpulan : Berdasarkan data diatas maka dapat di simpulkan bahwa kebiruan
di beberapa bagian tubuh korban menandakan bahwa kematian terjadi oleh
karena penekanan pada daerah leher dan obstruksi pada saluran pernafasan.

1.4 Pada pemeriksaan luar pada tubuh korban ditemukan lebam mayat di belakang
leher, punggung, pinggang, dan sekitar bokong.

Pembahasan : Lebam mayat merupakan perubahan warna pada area tubuh
menjadi merah-keunguan yang disebabkan oleh akumulasi darah pada
pembuluh darah kecil. Adanya gaya gravitasi menyebabkan darah mengalir ke
area yang terendah. Sel darah merah akan menempati tempat terbawah akibat
gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna
merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali bagian tubuh yang
tertekan alas keras.
(8,12)
Lebam timbul dalam waktu 20 - 30 menit setelah kematian. Sebelum
menetap, lebam mayat akan berpindah bila tubuh mayat dipindahkan.
Menetapnya lebam mayat terjadi akibat hemokonsentrasi serta penggumpalan
sel darah merah setelah perembesan plasma dari pembuluh darah. Penekanan
pada daerah lebam mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam tersebut tidak akan
menghilang. Tidak hilangnya lebam mayat tersebut dikarenakan telah terjadi
perembesan darah akibat rusaknya pembuluh darah ke dalam jaringan di sekitar
pembuluh darah tersebut.
(8,12)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan waktu
kematian korban adalah 20-30 menit sebelum dilakukannya otopsi.

1.5 Pada pemeriksaan luar pada tubuh korban ditemukan kaku mayat terdapat di
seluruh tubuh yang sukar di lawan.

Pembahasan : Kaku mayat (Rigor Mortis) terjadi akibat kelenturan otot yang
menghilang setelah kematian. Setelah kematian, terhentinya suplai oksigen
19

menghambat proses produksi ATP secara aerob. Sebagai jalan lain, sel akhirnya
menempuh jalur non-aerob untuk membentuk ATP. Hasil sampingannya berupa
asam laktat. Asam laktat yang terbentuk akan mengakibatkan sitoplasma sel
menjadi asam (pH intrasel menurun). Ketika semakin turunnya produksi ATP
dan keasaman yang tinggi menyebabkan aktin dan miosin menggumpal. Karena
hal inilah maka kaku mayat ini mulai tampak dimulai dari otot-otot kecil
bergantung pada cadangan glikogen dalam masing-masing otot. Kaku mayat
mulai tampak kira-kira 1-4 jam pada otot wajah dan 4-6 jam pada otot kaki
setelah kematian. Kaku mayat mencapai puncaknya setelah 10-12 jam post
mortal dan akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai
menghilang sesuai dengan urutan terjadinya yaitu dimulai dari otot wajah, leher,
lengan, dada, perut dan tungkai karena dimulainya proses pembusukan
(autolisis). Proses ini dinamakan relaksasi sekunder.
(8,9,15,16)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan waktu
kematian korban adalah 24 jam sebelum dilakukannya otopsi

1.6 Pada pemeriksaan kulit kepala ditemukan perlukaan, terdapat memar pada
belakang kepala kanan, ukuran 4,5 x 2,5 cm.

Pembahasan : Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/
kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul. Luka memar kadangkala memberikan petunjuk tentang bentuk benda
penyebabnya, misalnya jejas ban yang sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi.
Letak, ukuran, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet,kayu,besi), kondisi dan jenis
jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan
warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit
kardiovaskular).
Umur Luka memar dapat secara kasar diperkirakan melalui perubahan
warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah
20

menjadi ungu atau hitam, setelah 4 atau 5 hari akan berwarna hijau yang
kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya
menghilang dalam 14-15 hari.

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan bahwa korban
mengalami kekerasan benda tumpul pada bagian kanan belakang kepala.


2. Pada pemeriksaan dalam di dapatkan :

2.1 Pada pemeriksaan organ dalam ditemukan belum adanya tanda-tanda
pembusukan.

Pembahasan : Dekomposisi atau pembusukan merupakan proses penghancuran
jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang
berasal dari traktus gastrointestinal.
(16,17)
Semua sistem pertahanan tubuh setelah meninggal akan hilang,bakteri
yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke
jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang
terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri yang sering menyebabkan
destruktif sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama
adalah Cl.Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke
jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan
warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi
dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
(2,17)

Tanda pembusukan baru dapat dilihat sekitar 24 jam setelah kematian,
berupa warna kehijauan pada kuadran kanan bawah abdomen, dan seluruh perut
berwarna kehijauan setelah 36 jam. Tanda pertama pembusukan baru dapat
dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan
dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya
21

yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas
keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai
tercium.
(2,3,16,17)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan bahwa waktu
kematian korban adalah kurang dari 24 jam sebelum dilakukan otopsi.

3. Pada pemeriksaan didapatkan
3.1 Paru kanan didapatkan sedikit bercak bercak hitam antrakosis pada seluruh
permukaan paru. Bercak bercak perdarahan hitam coklat, dari ukuran sebesar
bintik kepala jarum sampai sebesar 1 x 1 cm terdapat pada permukaan paru
tengah dan paru bawah. Penampang paru bagian lain tidak ada kelainan,
perabaan seperti spons
3.2 Paru kiri : bercak antrakosis hitam coklat, ukuran sebesar bintik kepala jarum
sampai 1 x 1 cm terdapat pada permukaan paru tengah dan paru bawah.
Penampang paru bagian lain tidak ada kelainan, perabaan seperti spons.
3.3 Mikroskopis : terdapat perdarahan interalveolar dan intraalveolar (ekimosis dan
petekie)

Pembahasan : Pada kejadian asfiksia, seluruh organ dalam tubuh menunjukkan
tanda-tanda pembendungan, Hal ini ditandai dengan adanya ekstravasai sel darah
merah di jaringan interstisial, darah berwarna lebih gelap dan pada pengirisan
mengeluarkan banyak darah.
(10,14)

Kesimpulan : Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa adanya tanda
bendungan menunjukkan terjadinya asfiksia pada korban sebelum korban
mengalami kematian.

22

BAB III
KESIMPULAN

Identitas korban:
Nama : Sri Rahayu
Umur : Dua Puluh Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Sulawesi No. 271 ( Toko Surya Jaya) Ujung Pandang
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga

Estimasi waktu kematian : kurang dari 24 jam sebelum dilakukannya pemeriksaan.

Sebab kematian : Penekanan kuat pada jalan nafas

Mekanisme kematian : Kegagalan pernapasan.

Cara kematian : Mati tidak wajar.

Multiple Cause of Death (MCOD) :
Penyebab kematian yang langsung (I-a): Kegagalan Pernapasan.
Penyebab antara (I-b): Terhalangnya jalan nafas.
Penyebab antara (I-c): (-)
Penyebab yang mendasari kematian (I-d): Penekanan kuat pada jalan nafas.
Keadaan morbid lainnya (II) : (-)







23


DAFTAR PUSTAKA
1. Idries,A,M., Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Bina Rupa Aksara,
2009:3:43-69.
2. Knight Bernard; The Pathophysiology of Death; Forensic Pathology;
2
nd
edition ;Oxford University Press, Inc;1976:2:51-94.
3. Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of
Death; Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis
Company; ;2007:7:141-164.
4. Marshall, T.K.M.D,FRC PATH; Changes After Death; Gradwohl`s Legal
Medicine;3
rd
edition; A John Wright & Sons LTD Publication ;2008:7:78-
100.
5. Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama
;Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2011:5:37-55.
6. Gonzales,T,A., Vance, M., Helpern, M., Umberger, C, J., Legal Medicine
Pathology and Toxicology, Appleeton Century Company Inc, 19544:
7. Polson and Gee; The Sign of Death; The Essentials of Forensic Medicine;
3
rd
edition; Pergamon Press;2008:2:3-44.448-82.
8. Skhrum J. Michael MD, Ramsay A. David, MB, ChB. Forensic Pathology of
Trauma, Common Problems for The Pathologist : Tontowa, New Jersey:
2007. Page : 81-107.
9. DiMaio V J, DiMaio D. Time of Death . In : Forensic Pathology. 2
nd
edition.
New York. CRC-Press; 2009.
10. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Dalam Ilmu Forensik dan
Toksikologi. Edisi kelima. Penerbit:Widya Medika
11. Idris,Munim., Tjiptomartono, LA. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyelidikan. Sagung Seto. 2011
12. A.William. Pathology of Blunt Force Traumatic Injury. Forensic
Pathologist/Neuropathologist. 2011
13. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,et.al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed ke-17. Philadelphia :McGraw-
Hill.2012
14. Hawley D. Death By Strangulation. Di unduh pada tanggal 5 oktober 2012.
15. Shephered R. Simpsons forensic medicine. 12
th
ed. London: Blackwell
Publishing; 2012.
16. Dix J., Graham M. Time of Death (Postmortem Interval) and Decomposition,
In: Causes of Death Atlas Series, Decomposition And Identification. New
York. CRC-Press; 2011.
24

17. Derrick J. Pounder. Post Mortem Changes and Time of Death. Lecture Notes.
University of Dundee. 2013.

Anda mungkin juga menyukai