Anda di halaman 1dari 20

DEFINISI

Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,atau
oleh penyebab lain seperti oleh air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi.
Kerusakan dapat menyertakan jaringan di bawah kulit (Sudjatmiko, 2011).
Luka bakar dapat terjadi di semua golongan umur, baik tua maupun orang
muda. Biasanya lebih sering terjadi pada ekstremitas atas dari pada anggota tubuh
lainnya (Dzhokic et al, 2008).

ETIOLOGI
Penyebab luka bakar selain terbakar langsung atau tidak langsung, juga
pajanan suhu tinggi dari radiasi sinar matahari, sengatan listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya
tersiram air panas dan minyak, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005). Di sisi lain bahan-bahan kimia, kilatan dari
ledakan materi eksplosif, gesekan dari benda ke kulit, radiotheraphy, laser, radiasi
panas dari pemanas ruangan atau perapian, atau tersambar petir juga merupakan
hal-hal yang mengakibatkan terjadinya luka bakar (Sudjatmiko, 2011). Luka
bakar elektrik dapat dibagi menjadi luka bakar elektrik tegangan tinggi dan
tegangan rendah. Tegangan tinggi bisa disebabkan sengatan listrik dengan
tegangan lebih dari 1000 Volts (N Blackwell and J Hayllar, 2002; S. Homa et al,
1990; Akbar, A. M. et al, 2008).

KLASIFIKASI KEDALAMAN LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar dinilai dari seberapa jauh kerusakan terjadi pada
jaringan kulit yang bergantung pada tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu
tinggi (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005; Sudjatmiko, 2011). Selain api yang
langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar.
Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan
sintetis, seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh
suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar
(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005).
Setiap derajat luka bakar memiliki keunikan tersendiri, sesuai dengan
rusaknya jaringan yang terjadi. Berikut adalah klasifikasi kedalaman luka bakar:
Derajat1
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis. Ditandai dengan kemerahan dan
setelah 24 jam timbul gelembung yang kemudian kulit mengelupas. Kulit sembuh
tanpa cacat.
Derajat2
Terjadinya kerusakan sebagian dermis. Ditandai dengan timbulnya bullae. Dalam
fase penyembuhan akan tampak daerah bintik-bintik biru dari sel sebasea dan akar
rambut.
Derajat 2 dibagi menjadi:
a. Superfisial: akan sembuh dalam 2 minggu.
b. Dalam: penyembuhan melalui jaringan granulasi tipis dan sempit akan
ditutup oleh epitel yang berasal dari dasar luka selain dari tepi luka.

Derajat3
Kerusakan seluruh lapisan dermis atau lebih dalama.Tampak epitel terkelupas dari
daerah putih karena koagulasi protein dermis.Dermis yang terbakar kemudian
mengering dan menciut, disebut eskar.Bila eskar melingkar aka menekan arteri,
vena dan saraf perifer, yang tertekan pertama biasanya saraf dengan gejala rasa
kesemutan. Sayatan longitudinal lapisan epidermis dan tanpa memotong vena
akan membebaskan penekanan dan tanpa perdarahan yang berarti.
Setelah minggu kedua eskar mulai lepas karena lesi di perbatasan dengan jaringan
sehat kemudian tampak jaringan granulasi dan memerlukan penutupan dengan
skin graft. Bila granulasi dibiarkan, akan menebal dan berakhir dengan jaringan
parut yang tebal menyempit. Kelainan ini disebut dengan kontraktur (Reksoprodjo
dkk. 2004).

PATOFISIOLOGI
Luka bakar menghancurkan fungsi-fungsi kulit antara lain sebagai
regulator temperatur, permukaan sensoris, respon imun, pelindung dari invasi
bakteri, pengontrol hilangnya cairan, fungsi metabolik, hemodinamik, dan
psikososial (Jureta et al, 2007;Sudjatmiko, 2011). Luka bakar bersifat tiga
dimensi, menyebabkan terbukanya jaringan dibawah kulit ke permukaan sehingga
menyebabkan: kehilangan cairan, protein dan suhu tubuh, edema, syok
hipovolemia, imunosupresi yang menyebabkan infeksi, rusaknya protein dari
dinding saluran pencernaan yang menyebabkan translokasi bakteri dan
menyebabkan sepsis (Setiamihardja, 1995).Selain itu, luka bakar elektrik dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, berupa paralisis (J Thaventhiran et al,
2001; John et al, 2010).
Menurut Jackson, 1953 daerah luka bakar terbagi menjadi 3 zona yaitu
(Sudjatmiko, 2011; Sples C. and Richard G. Trohman, 2006):
1. Zona sentral (zona koagulasi)
Merupakan zona kerusakan terparah yang disebabkan oleh cedera utama,
pada zona koagulasi kerusakan bersifat irreversible.
2. Zona tengah (zona stasis)
Kerusakan lebih lanjut dapat dicegah dengan pertolongan pertama pada
zona stasis.Pada zona ini terjadi kerusakan vaskularisasi dan zona terjadinya
inflamasi.
3. Zona luar (zona hiperemia)
Pada zona hiperemia, respon kulit berupa vasodilatasi dan peningkatan
aliran darah, tidak ada kerusakan jangka panjang yang terjadi, biasanya
sembuh setelah 7-10 hari.Batas antar zona tidak tetap tergantung dari faktor
local dan sistemik, penurunan aliran darah, edema yang berlebihan cenderung
memperluas zona koagulasi dan menyebabkan jaringan tersebut
nekrosis.Dalam beberapa kondisi, batas zona sentral biasanya menetap
sedangkan zona statis dapat berubah menjadi zona koagulasi.

Ketika luka bakar mencapai 30% TBSA berbagai sitokin dan mediator
inflamasi dilepaskan ke seluruh tubuh, menyebabkan berbagai perubahan di
sistem kardiovaskuler, respiratorik, metabolic dan imunologik (Sudjatmiko,
2011).
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan.Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitasnya
meningkat.Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia.Meningkatnya permeabilitas dapat menyebabkan oedem dan
menimbulkan bula yang menimbulkan elektrolit.Hal ini menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler.Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan. Masuknya
cairan k bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran dari
keropeng luka bakar derajat tiga (Sjamsuhidajat,dkk. 2005).
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh
masih dapat mengatasinya. Tetapi apabila lebih dari 20% maka akanterjadi syok
hipovolemik. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam
(Sjamsuhidajat,dkk. 2005).
Pada kebakaran pada wajah atau di ruang tertutup, dapat tejadi kerusakan
mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terhirup. Oedem laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkanhambatan jalan nafas dengan gejala
sesak nafas, takipnaea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga. Keracunan gas CO atau gas beracun lainnya dapat terjadi. Gas CO
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu mengikat
oksigen lagi.Tanda keracunan ringan seperti lemas, bingung, pusing, mual,
muntah.Pada keracunan berat bisa terjadi koma bahkan meninggal. Setelah 12-24
jam, permeabilitas kapiler membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah yang ditandai dengan diuresis (Lee et
al. 2003; Peter et al, 1987;Sjamsuhidajat,dkk. 2005).
Luka bakar sering tidak steril, kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi pada luka bakar sulit teratasi karena daerah yang tidak tercapai
oleh pembuluh darah kapiler yang membawa sistem pertahanan tubuh dan
antibiotik mengalami thrombosis. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar
berasal dari kulit penderita sendiri , kontaminasi saluran nafas dan kontaminasi
rumah sakit. Pada awalnya infaeksi disebabkan oleh kuman golongan kokus gram
positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian
dapat terjadi infeksi kuman gram negatif.Pseudomonas aeruginosa menghasilkan
eksotosin protease yang sangat agresif pada invasinya pada luka bakar,
menghasilkan keropeng dengan eksudasi membentuk nanah. Infeksi Pseudomonas
dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar (Sjamsuhidajat,dkk.
2005).
Pada luka bakar berat dapat terjadi ileus paralitik.Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristaltik dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stress dan beban faali
pada luka bakar berat dapat menyebakan tukak mukosa lambung atau duodenum
yang sering disebut dengan tukak curling. Fase permulaan luka bakar adalah fase
katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatife.Protein tubuh
banyak hilang karena eksudasi, metabolism tinggi dan infeksi. Penguapan
berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan
(Sjamsuhidajat,dkk. 2005).


LUAS LUKA BAKAR
Kesalahan dalam perhitungan luas luka bakar masih sering terjadi,
meskipun sudah dilakukan oleh klinisi yang berpengalaman. Perlu diketahui untuk
menghindari overestimasi, area eritem tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan,
dengan cara menunggu sampai eritem tersebut hilang (Sudjatmiko, 2007).
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.
Pada orang dewasa digunakan rumus Rule of 9, yaitu luas kepala dan leher,
dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ektremitas atas kanan, ekstremitas
atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda.
Selain dalam dan luasnya permukaan, prognosis dan penanganan
ditentukan oleh letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita.
Daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit perawatannya, antara lain karena
mudah mengalami kontraktur.
Karena bayi dan orang usia lanjut daya kompensasinya lebih rendah maka
bila terbakar, digolongkan dalam golongan berat (Sjamsuhidajat,dkk. 2005).

INDIKASI MASUK RUMAH SAKIT
Pasien dengan luka bakar idealnya segera dirujuk ke rumah sakit yang
mempunyai Unit Luka Bakar, sesuai dengan salah satu kriteria di bawah ini :
1. Luka bakar partial-thickness dengan luas lebih dari 10% TBSA
2. Luka bakar yang meliputi muka, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau
sendi-sendi mayor
3. Luka bakar derajat 3 di kelompok umur apapun
4. Terbakar listrik, termasuk sambaran petir
5. Luka bakar karena zat kimia
6. Trauma inhalasi
7. Pasien luka bakar dengan kondisi penyakit yang sudah diderita yang dapat
memberikan komplikasi perawatan, memperpanjang penyembuhan, atau
mempengaruhi tingkat kematian
8. Pasien dengan luka bakar dan trauma bermakna (seperti patah tulang) dimana
luka bakar lebih mengancam nyawa. Jika keadaan trauma lebih berat, maka
pasien dapat distabilkan dulu di trauma center baru dirujuk ke unit luka bakar
9. Anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa keberadaan
spesialis anak maupun, peralatan untuk anak
10. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan konsiderasi spesial pada aspek
emosional, sosial, atau rehabilitasi jangka panjang (C.K. Johansenet al,
2008;Sudjatmiko, 2007).

RESUSUTASI CAIRAN
Tujuan dari resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki sirkulasi dan
mempertahankannya. Resusitasi cairan diperlukan jika luka bakar termasuk dalam
derajat 2 atau 3 dengan yang melebihi 25% dari luas permukaan tubuh (Sidik,
2004). Beberapa unit luka bakar di Amerika mencatat fenomena kelebihan
resusitasi, ketika resusitasi cairan melebihi 4 ml/kg/% luka bakar.Fenomena ini
disebut sebagai Fluid Creep.Kelebihan resusitasi ini dapat menyebabkan formasi
edema, meningkatnya tekanan kompartmen, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), dan gagal organ multiple. Ada beberapa cara resusitasi yang bisa
digunakan, antara lain:
Formulasi cairan menurut Baxter
Hari 1 : Berat Badan (kg) x 4 cc (RL), 50% total perhitungan cairan
diberikan 8 jam pertama dan sisanya 16 jam setelahnya
Hari 2 : 500-2000 cc (koloid) + glukosa 5%, untuk mempertahankan
cairan
Formulasi cairan menurut EVANS
Hari 1 :
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc (elektrolit/NaCl) per 24 jam
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc Koloid per 24 jam
- 2000 cc glukosa 10%
Hari 2 : cairan diberikan setengah dari jumlah cairan pada hari pertama
Hari 3 : cairan diberikan setengah dari jumlah cairan pada hari kedua
Hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Jenis cairan
2. Permaebilitas akan membaik setelah 8 jam pasca trauma
3. Koloid diberikan setelah permaebilitas pembuluh darah membaik dan
diberikan dalam bentuk plasma
4. Penderita dengan curiga gangguan sirkulasi yang datang terlambat atau
dalam keadaan syok harus ditangani sebagai syok hipovolemik
Monitoring sirkulasi bisa dilihat dari :
1. Tekanan darah, nadi, pengisian vena, pengisian kapiler,
2. Dieresis
3. CVP
4. Hb dan Ht setiap jam
Urine Output adalah parameter utama dalam menilai keberhasilan resusitasi.
Target utama Urine Output sebanyak 0,5-1,0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1,0-
1,5 ml/kgBB/jam pada anak (D. J. Dewaret al, 2004; Sudjatmiko, 2011).


TATALAKSANA LUKA BAKAR
Pertolongan pertama pada luka bakar bertujuan untuk menghentikan
proses bakar,mendinginkan luka bakar, dan menutupi luka bakar. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan:
1. Hentikan proses bakar dengan cara menjauhkan atau mematikansumber
panas, contohnya: STOP, DROP, ROLL, and COVER pada kejadian terbakar
api, memutuskan sambungan listrik pada luka bakar listrik, atau dengan cara
menyiramkan air pada luka bakar untuk mendinginkan luka bakar.
2. Dinginkan luka bakar dapat dilakukan dengan irigasi menggunakan air dingin
(15
0
C)selama 20 menit bermanfaat untuk mendinginkan luka bakar,
mengurangi nyeri, dan mengurangi edema. Hasil penelitian dari irigasi air
dingin selama 20 menit ini pun bermakna pada improvisasi di re-epitelisasi
jaringan setelah 2 minggu luka bakar dan kurangnya jaringan scar dalam 6
minggu post luka bakar. Metode lain seperti kompres handuk basah dan es
tidak disarankan.
3. Analgetik, mendinginkan dan menutup luka bakar akan mengurangi nyeri,
bermacam obat golongan opioids, paracetamol, dan anti inflamasi seperti
ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
4. Menutup luka bakar, dengan balutan yang juga digunakan untuk mencegah
hipotermia (D. J. Dewar et al, 2004;Sudjatmiko G, 2011).
Manajemen pada luka bakar berat (Arnoldo B. et al, 2006):
1. Primary survey
a. Airway
Cek airway dan materi-materi asing
Jaw trush, chin lift, head tilt, dan stabilisasi leher untuk mencegah
cidera tulang cervikal
Pertimbangkan intubasi, jika tidak masukan gudel
b. Breathing and ventilation
Periksa ekspansi dada apakah bilateral dan simetris
Hati-hati dengan luka bakar derajat 2 dan 3 pada dada dan
pertimbangkan escharatomy
Beri oksigen 100%
Ventilasi melalui bag mask dan intubasi jika diperlukan
Perhatikan tand-tanda keracunan karbonmonoksida
Monitor laju respirasi normal, hati-hati jika respirasi < 10 atau >
20 per menit
c. Circulation and hemorrage control
Cek nadi, rhytm, dan kekuatan (lemah/kuat)
Cek capillary refill time pada luka bakar dan daerah normal
(normal < 2 detik)
Perhatikan tanda-tanda perdarahan, hentikan perdarahan dengan
penekanan
d. Disability and neurological status
Tentukan tingkat kesadaran dengan sistem GCS
Cek pupil dan tanda penurunan kesadaran karena syok, hipoxemia,
dan alkohol
Obat-oabatan dan anagetik dapat mempengaruhi kesadarn
e. Exposure with enviromental control
Lepaskan semua pakaian dan perhiasan
Jaga tubuh pasien pada suhu optimal
Ganti balutan dan cek bagian tubuh lainnya untuk luka bakar
f. Fluid rescucitation
Pasien dengan luka bakar > 20% TBSA harus segera mendapat
resusitasi cairan
Tentukan luas luka bakar dengan Wllace Rules of Nine atau Lund
and Browden Chart (TBSA%)
Memberikan akses resusitasi yang baik dengan kateter IV
berukuran besar dan 2 jalur
g. Analgetik
Paracetamol dapat dipakai untuk mengurangi nyeri sejak awal tetapi
morphin IV juga bisa dipakai sesuai kebituhan
h. Nutrisi
Pasang NGT pada luka bakar > 20% TBSA (berat)
Cara pemberian nutrisi bisa enteral atau paraenteral
Persamaan Harris-benedict untuk kebutuhan kalori:
kebutuhan kalori 24 jam = (25 kkal x kg BB) + (40 kkal x
%TBSA)
Protein: 2,5-3 g/ kg per hari (dewasa), 3-4 g/kg per hari (anak)
Pada pasien dengan luka bakar luas dapat dilakukan pemantauan
kadar prealbumin (Sudjatmiko G, 2011).
2. Secondary survey
a. Anamnesis riwayat penyakit
Dengan menggunakan AMPLE (Alergic, Medications, Past ilness,
Last meal,Even/Environments related to injury)
b. Mekanisme luka bakar
Waktu dan tempat, kapan pertama kali terbakar
Penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan penyebab
Pakaian yang sedang dipakai
Kegiatan saat kejadian
Pertolongan apa saja yang sudah diberikan
c. Pemeriksaan fisik seluruh tubuh
Catat hasil pemeriksaan fisik
d. Perawatan psikososial
Hubungi keluarga dan saudara
Asses status psikologi dan psikiatri pasien
e. Re-evaluasi
Berikan tetanus profilasis jika diperlukan
Lakukan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, urine, elektrolit, EKG, AGD)
(Sudjatmiko G, 2011).


Luka Bakar listrik
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan
tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut :
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi
dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran
listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh
resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik
(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal
ginjal, dan sebagai berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan
luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah
disepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
2. Pakaian dan perhiasan dibuka
a. Periksa titik kontak
b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
c. Pemeriksaan neurologist
d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.

C. RESUSITASI
1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka
bakar.
2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output
dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih.
3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0
4. Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac
Live Support.
MONITORING POST RESUSITASI (72 jam pascatrauma)
Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi
observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Cairan elektrolit
2. Keadaan luka bakarnya
3. Kondisi potensial infeksi
4. Status nutrisi / gizi

Luka bakar dengan trauma inhalasi
a. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)
b. Luka bakar mengenai daerah muka / wajah
c. Dapat merusak mukosa jalan napas
d. Edema laring
e. Hambatan jalan napas

Gejala
Sesak napas
Takipnea
Stridor
Suara serak
Dahak berwarna gelap (jelaga)

Mekanisme kerusakan saluran napas.
1. Trauma panas langsung
Terhirupnya sesuatu yang panas, produk dari bahan yang terbakar, seperti
jelaga dan bahan khusus menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada
percabangan trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi
terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hydrogen sianida, nitrogen
dioksida, nitrogen klorida, akreolin, iritasi dan bronkokonstriksi saluran
napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat
trakealbronkitis dan edema.
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
Intoksikasi CO hipoksia jaringan. Gas CO memiliki afinitas cukup kuat
terhadap pengikatan hemoglobin (210-240 kali lebih kuat di banding
dengan O2) CO memisahkan O2 dari Hb hipoksia jarinagn. Peningkatan
kadar karboksihemoglobin (COHb) dapat dipakai untuk evaluasi berat /
ringannya intoksikasi CO.

KLINIS
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau
lebih dari keadaan berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. penurunan kesadaran.
5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya
wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi
mukosa)
6. Gejala distress napas. Takipea
7. Sesak atau tidak ada suara
8. Pada fase awal : kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang langsung
terhirup
9. Pada fase lanjut : edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif
terjadi ARDS

Korelasi tingkat keracunan CO / presentase COHb dengan kelainan neurologist

Pemeriksaan tambahan :
1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3 jam
dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb lebih
dari 15 % setelah 3 jam kejadian bukti kuat terjadi taruama inhalasi.
2. Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%,
FiO2 = 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal
pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
3. Foto Toraks biasanya normal pada fase awal
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik bintik
pendarahan dan ulserasi dengan diagnosa trauma inhalasi.
5. Tes Fungsi paru

Diagnosa Trauma Inhalasi :
1. Kecurigaan klinis
2. Riwayat kejadian
3. Pemeriksaan gad darh dan kadr COHb
4. Dikonfirmasi dengan bronkoskopi fiberoptic
5. pemeriksaan fungsi paru.


PENATALAKSANAAN
Tanpa Distres Pernapasan :
1. Intubasi / pipa endotrakeal.
2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit
3. Penghisapan secret secara berkala.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi)
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan
A. Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.
B. Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit), sianotik,
stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahannilai hasil pemeriksaan
analisis gas darah (8jam pertama . 24 jam sampai 4-5 hari.
C. Pemeriksaan :
1. Analisa gas darah
a. pada saat pertama kali (resusitasi)
b. 8 jam pertama
c. Setelah 24 jam kejadian
d. Selanjutnya sesuai kebutuhan
2. foto toraks 24 jam pasca kejadian.
3. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah pada jalan
napas.
4. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di bed observasi
5. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat
Dengan Distres Pernapasan
Untuk mengatasi masalah distress pernapasan yang dijumpai :
1. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa kanul
trakeostomi.
2. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.
3. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta bronchial washing.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi setiap 6 jam.
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.
A. Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)
B. Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali / menit), sianotik,
stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahan hasil pemeriksaan
analisis gas darah 98 jam pertama). Gambaran hasil infitrat paru dijumpai > 24
jam samapi 4-5 hari.
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah pernapasan telah
diatasi.
8. kasus ini dirawat pada bed observasi dengan posisi duduk atau setengah duduk.
9. Pelaksanaan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat.

Luka Bakar Kimia.
Di Amerika Serikat terdapat 500.000 jenis kimia yang beredar. Sekitar 30.000
jenis yang berbahaya dan telah dilaporkan 2-6 % kejadian luka bakar karena
bahan kimia

Klafisikasi Bahan kimia :
1. Alkalis/Basa
Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan
bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi
protein.
2. Acids/Asam
Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau
kolamrenang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis.
3. Organic Compounds
Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapatmenyebabkan
kerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver.

Berat / ringannya trauma tergantung :
1. bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma

Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan ras nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Indenifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.
















DAFTAR PUSTAKA
1. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006
2. David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University
Press, 2006
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/ Ilmu Bedah, Rumah Sakit Dr. Sutomo
Surabaya. 2006
4. Akbar, A. Mohammadi., Masoud Amini, Davood Mehrabani, Zohreh
Kiani, and Azam Seddigh. 2008. A Survey on 30 Mounth Electrical Burns
in Shiraz University of Medical Sciences Burn Hospital. Burns. 34: 111-
113.
5. Arnoldo, B., Matthew Klein, Nicole S. Gibran. 2006. Practice Guidelines
for the Management of Electrical Injuries. Journal of Burn Care &
Research. Vol. 27, Number 4.
6. B H Nguyen, M MacKay, B Bailey, T P Klassen. 2004. Epidemiology of
electrical and lightning related deaths andinjuries among Canadian
children and youth. Injury Prevention. 10 : 122-124.
7. C.K. Johansen, K.M. Welker, E.P. Lindell, and G.W. Petty. 2008. Cerebral
corticospinal tract injury resulting fromhigh-voltage electrical shock.
AJNR. 29 : 1142-3.
8. D. J. Dewar, J. F. Fraser, K. L. Choo, and R. M. Kimble. 2004. Thermal
injuries in three children caused by an electrical warming mattress. Br J
Anaesth. 93 : 5869.
9. Dzhokic, G; Jovchevska, J.; dan Dik, A. 2008. Electrical Injuries:
Etiology, Pathophysiology and Mechanism of Injury. Macedonian Journal
of Medical Sciences. (2):54-58.
10. John H. Wills, FANZCA, Jan Ehrenwerth, MD, and Dan Rogers, MD.
2010.Electrical injury to a nurse due to conductive fluid inan operating
room designated as a dry location. Anesth Analg. 110 : 16479.
11. Jureta W. Horton, Jing Tan, D. Jean White, and David L. Maass. 2007.
Burn injury decreases myocardial Na-K-ATPase activity: role of PKC
inhibition. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 293: 1684-92.
12. J Thaventhiran,M J OLeary, J H Coakley, M Rose, K Nagendran, R
Greenwood. 2001. Pathogenesis and recovery of tetraplegia after electrical
injury. J Neurol Neurosurg Psychiatry.71 : 535537.
13. Lee M. Buono, MD, Nicholas L. DePace, MD, and David M. Elbaum,
DO. 2003. Dilated cardiomyopathy after electrical injury:report of two
cases. JAOA. 103 : 247-249.
14. N Blackwell and J Hayllar. 2002. A three year prospective audit of 212
presentations to the emergency department after electrical injury with a
management protocol. Postgrad Med J. 78 : 283-285.
15. Peter J. J,Poul Erik Bloch T, Jens Peter B, Aage Norgaard,and Ulrik
Baandrupt. 1987. Electrical injury causing ventricular arrhythmias. Br
Heart J. 57:279-83.
16. S Homma, L D Gillam and A E Weyman. 1990. Echocardiographic
observations in survivors of acute electrical injury. Chest J. 97 : 103-5.
17. Setiamihardja S, 1995. Luka bakar. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: FKUI.
18. Sidik, Reksoprodjo S., dkk. 2004. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
19. Sjamsuhidajat, R dan De Jong, W. 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah.2
nd
ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
20. Sples, Christian and Richard G. Trohman. 2006. Narrative Review:
Electrocution and Life-Threatening Electrical Injuries. Ann Intern Med.
145: 531-537.
21. Sudjatmiko, Gentur. 2011. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik
Rekonstruksi. Jakarta: Yayasan Khasanah Kebajikan
22. Reksoprodjo, S dkk. 2004. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI.

Anda mungkin juga menyukai