Anda di halaman 1dari 15
No. ISSN 1441 - 299 X www.leuserfoundation.org - { Portauan dar\udera: Perambahan a! Kecamatan Truman Acch Selatan yong terdteks! saat overfight Desember 2007 MEMBANGUN SISTEM PEMANTAUAN UNTUK EKOSISTEM LEUSER Dalam Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh atau Aceh Forest Environment Project (AFEP) yang didanai oleh Multi Donor Fund (MDF) melalui pengawasan Bank Dunia, Yayasan Leuser Internasional (YLI) melaksanakan pemantauan terhadap kegiatan illegal kehutanan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Pemantauan kondisi terkini KEL dilakukan dengan 3 cara yakni Bemantavan melalui cra satel, pesawat udara dan patrol jarat. KEL yang memiliki luas 2,6 juta hektar dan mencakup 13 Kabupaten dan kota di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ddan 4 Kabupaten di Sumatera Utara mengharuskan dilakukannya pemantauan secara intensif guna mengawasi dan mencegah setiap kegiatan illegal kehutanan. Dalam program AFEP yang dilaksanakan khusus di wilayah NAD, salah satu komponen kegiatan terpenting adalah memperkuat sistem dan prosedur pemantauan dan perlindungan hutan, ‘Sebagai LSM, LI tidak memilki kewenangan untuk penindakan hukum di lapangan. YLI bekerja untuk mendukung pemerintah untuk pemantauan KEL. Dalam kegiatan ini tim pemantau YLI bekerja setiap bulan dan memberikan laporan kasus-kasus di bidang kehutanan kepada 52 instansi terkait di tingkat provinsi dan Kabupaten untuk selanjutkan ditindaklanjuti dengan upaya pencegahan dan penegakan hukum. Selama ini AFEP mendukung berbagai operasi pencegahan dan penegakan hukum oleh instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, BKSDA, dan Balai Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan lembaga resmi yang memiliki wewenang dalampenindakan di lapangan. Selain itu AFEP telah mendukung pelatihan peningkatan kapasitas bagi 150 Polisi Kehutanan (Pothut) Aceh dan dalam waktu dekat akan mendukung peralatan operasional bagi para polhut. AFEP bersama Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam beberapa waktu lalu sepakat untuk ‘menjalin kerja sama pertukaran informasi untuk kasus-kasus illegal logging ‘Ada 3 sistem pemantauan yang saat ini dikerjakan YLI dalam AER, yakni : 1. Pemantauan Melalui Citra Satelit YLI merupakan salah satu lembaga yang memiliki data Geografic Information System (GIS) terlengkap uncuk Ekosistem Leuser. Melalui pemantauan dengan citra satelit, im GIS melakukan 03 Forest | Degradation | Forest | Degradation kaaursten | 1990 | 2000 | 2006 | tos | “Rate | Loss | Rate 1990- | 1990-2000 | 2000. | 190-2000 2000 2006 ACEH BARAT rs} | an) | 6 2 acersararonra| isnie | tans | usm) 289 | a6 | taste acenseatan | 3sonie | nor7| ais) on] aoe | a ACEHSINGKL «=| MB) 21684) 103) ast] 6 4 Keres Fit mengamsiektonina | MEMTHMUNG | Tan6) sis] Sra | 18] sm 1% a0 Tin CT store merger ioninat | acevrencan | sorm| 8864 | ssiie| eae | "8 Cie pha yong tak berangpengjawob. | ACEHTENGGARA | serie | asisse| asizx¢| 13044] 150 a7 ACEATIMUR ress | res | sn | eu} un | 1B Feto2 Tin CMT melakukan pot dan ACEH UTARA some | ara | esi | | 05, son Monitoring sacwa for don cktvtas egal | BENERMERAH | vases | 94952| 94267) 1081 | 1068 & chee: GAYO LUES. 436238 | 422667 | 421009 13571 (357 1658 NacaNeata | ieioi0| ane | rasa | sexe | sear | sen Foto} Tim CMT sedong ora loponganntuk | sunuwussaLan | se | 293% | mas | cer | 609 “s emontavn don patos Cokes Huton ‘Menggamar dla KEL. | | Dota perubahan tatupan hutan Ekosister Leuser di wiayah NAD tahun 1990-2000-2006. pemetaan luas cutupan hutan dan mengukur laju hilangnya hutan (forest loss) tahun-tahun yang silam. Data tutupan hutan 1990 diperoleh dengan cara interpretasi Yisual manual (on-screen igtizaton) pada citra satelit LANDSAT. TM tahun 1989/1990, Data tucupan hutan 2000 diperoleh dengan cara interpretasi visual manual (on-screen digitization) pada citra satelit LANDSAT ETM+ tahun 2000/2001. Sedangkan data tutupan hutan 2005/2006 diperolch dengan cara interpretasi visual manual (on-screen digitization) pada citra satelit SPOTS 10m tahun 2005/2006. 2, Pemantauan dari Udara (Ove! ) Secara berkala tim GIS melakukan pemantauan melalui pesawat uudara dari ketinggian di bawah 9 kilometer dari permukaan laut untuk memastikan kondisi hutan yang terpantau melalui citra satelit Hal ini untuk mendeteksi perubahan daerah tutupan hutan maupun penyebabnya dan memungkinkan tanggapan cepat terhadap kegiatan illegal (misalnya illegal logging & perambahan). 3. Pemantauan dengan Patroli di Darat (Groundtruthing) YLI saat ini memiliki 120 staf lapangan yang tergabung dalam Mobile Patrol Unit (MPU), Community Monitoring Team (CMT), Tim Survey Harimau, Aceh Tamiang Forest Protection Team (patroli gajah),serta staf di sejumiah stasiun penelitian dan pos Pemantauan_ untuk mengumpulkan informasi yang terperinci di lapangan dan melakukan verifikasi terhadap informasi dari citra satelit dan overflight. A. Mobile Patrol Unit (MPU) YLI memiliki 12 tim MPU yang tersebar di 13 kabupaten/kota di NAD. Tim terdiri dari seorang staf lapangan dan seorang warga lokal. Mereka memantau dengan cara berkeliling selama 15 hari setiap bulannya mengumpulkan data dan informasi semua kegiatan ilegal kehutanan yang terjadi di KEL .Pemantauan terhadap aktifias illegal kehutanan meliputi aktifitas illegal logging, pembukaan dan perambahan hutan, industri perkayuan (Cent lang layu, pangong layu dan meubelissha perabot, 04 Tim CMT sedang melokukan pengukuran katon harimou dhuton Mamas ddlam koworon TNGL Aceh Tenggara pembukaan tambang illegal, pembukaan jalan, perburuan satwa, Perdagangan satwa dan pemeliharaan satwa tanpa izin, Setiap bulan data dan informasi diberikan kepada instansi terkait untuk diambil tindakan yang tepat guna meminimalisir kerusakan KEL, Hasil pemantauan yang telah dicapai selama AFEP (Januari 2006 Temuan bongkai Beruang madu dihutan Bakongan dalam KEL,Aceh Selatan, _—-Juni 2008) ditemukan 5.091 kasus aktivitas illegal kehutanan di dalam dan sekitar KEL, yang menonjol diantaranya adalah + 2.675 kasus illegal logging dengan jumlah kayu 16.327 ton. + 1.996 kasus perambahan dengan luas pembukaan lahan 35.942 hektar. B. Community Monitoring Team (CMT) YLI memiliki 4 CMT yang terdiri 4 ~5 orang yang direkrut dari masyarakat lokal ditambah pemandu. Tugasnya untuk mendata keberadaan satwa dan tumbuhan yang dilindungi. Mereka juga bertugas untuk mengamankan upaya perburuan satwa dan perusakan habitat dengan cara menghancurkan semua temuan perangkap satwa di hutan dan berupaya memberikan penyuluhan penyadaran untuk para pelaku yang mereka temui di lapangan, Selanjutnya tim akan melaporkan semua temuan kepada pihak berwenang. Tim ini bekerja dalam zona inti Taman Nasional Gunung Leuser yang menjadi habitat utama satwa liar (Aceh Selatan, ‘Aceh Tenggara dan Gayo Lues) dan juga di sekitar KEL (Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Aceh Timur). Dalam sebulan, mereka melakukan ekspedisi Keliling hutan selama 15-20 hari penuh. Selain patroli rutin bulanan mereka melakukan patroli khusus jika ada peningkatan gangguan. Selama AFEP tim telah melakukan patroli sebanyak 64 kali dengan total perjalanan kaki menyusuri hhutan 3.284 kilometer. C.Tim Survey Harimau Saat ini YLI sedang melaksanakan studi khusus tentang Harimau Sumatera yang ada di hutan Leuser. Selain itu juga melakukan survey mamalia besar lainnya seperti gajah, badak, orangutan dan beruang untuk data pendukung. YLI memiliki 5 tim survey harimau yang terdiri dari 21 staf pemantauan. Satu tim bekerja dengan tim Denver Zoo (lembaga konservasi dari Amerika) dan 4 tim bekerja dengan Wildlife Conservation Society (WCS) sebuah LSM asal Inggris. Tim telah bekerja menyelesaikan survey di dalam Taman Nasional Gunung Leuser dan juga di sekitar KEL. Data yang didapat akan dipakai untuk mengetahui penyebaran populasi harimau sehingga dapat diprioritaskan pengamanannya. Selain itu data ini diperlukan untuk penentuan tata ruang harimau yang berguna untuk mencari solusi penanganan konflik dengan manusia. D.Aceh Tamiang Forest Protection Team Tim ini terdiri dari 4 gajah terlatih beserta 8 pawang dan asistennya. Sejak 2006 tim telah melakukan kegiatan bersama dengan polisi kehutanan reaksi cepat dan petugas dari Balai Taman Nasional Gunung Leuser. Mereka melakukan pengamanan kawasan hhutan dataran rendah Sikundur TNGL yang berada di perbatasan Kabupaten Aceh Tamiang di NAD dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara. Ini adalah hutan dataran rendah terakhir yang masih cukup luas untuk kehidupan kelompok gajah liar yang ada di Ekosistem Leuser. Untuk itulah hutan di kawasan tersebut perlu dilindungi dari kegiatan illegal seperti pencurian kayu dan perambahan, agar gajah tidak pindah ke luar hutan dan menganggu areal pertanian masyarakat. Selama operasi bersama tim telah menangkap 24 pelaku kegiatan ilegal kehutanan dan semuanya sudah diproses hukum dengan masa tahanan 8 bulan hingga 3 tahun. E. Stasiun Penelitian dan Pos Monitoring Saat ini YLI mengelola satu stasiun penelitian orangutan di Suaq Belimbing, Desa Pucuk Lembang, Kecamatan Kluet Selatan, ‘Aceh Selatan. Ini merupakan kawasan hutan rawa gambut yang menyimpan populasi orangutan terpadat di dunia (6.9 ekor/krn2). Dari hasil penelitian para ahli diketahui jenis orangutan di hutan rawa ini me jenis yang hidup di kawasan hutan di lvarnya, arena telah menggunakan alat bantu untuk makan. Untuk mencapai stasiun penelitian pengunjung harus menempuh perjalanan dengan kapal motor selama 2 jam melalui Sungai Pasi Lembang. Stasiun penelitian ini didirikan sejak 1991 oleh Prof. Carel van Schaik dari Belanda. Telah banyak para peneliti dalam dan luar negeri melakukan penelian di si. YLl menyediakan fasitas kamp penginapan dan assten sebagai pemandu di uta. Sean itu YL ‘memiliki 2 pos pemantauan yakni di Sikundur dan Agusan.Kamp pos Sikundur terletak di hulu Sungai Besitang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dapat ditempuh melalui perahu motor selama |,5 jam dari Desa Pante Buaya, melewati kamp Unit Patroli Gajah di Dusun Aras Napal. Selain untuk pos pemantauan, tempat ini juga dipakai sebagai lokasi penelitian mahasiswa Unsyiah dan Universitas Sumetara Utara untuk penelitian hutan dataran rendah dan gajah. Pos pemantauan Agusan terletak di Desa Agusan, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues yang terletak dalam TNGL. Lokasi ini diteriukan oleh seorang peneliti Amerika Elizabeth A. Fox yang melakukan pengamatan orangutan. Dari Desa Agusan, pengunjung harus menyeberangi Sungai Alas melalui titi kabel baja, untuk selanjutnya berjalan selama kurang lebih 4 kilomecer menyusuri tebing sungai. Lokasi pos Agusan adalah hutan dataran tinggi yang tertutup lumut dimana banyak populasi orangutan dan kedih. YL memilki sejumlah staf yang bertugas secara rutin memantau dan mendata biodiversity yang ada di sekitar stasiun. Keberadaan pos penelitian dan pemantauan di Ekosistem Leuser selama bertahun-tahun telah membantu mengawasi kelestarian populasi satwa dan keragaman jens tumbuhan yang dindungl. Slain itu dulungan untuk penelian dan pengembangan imu pengetahuan telah membantu kita untuk mengetahui potensi terpendam di Ekosistem Leuser yang menyimpan kekayaan plasma nuftah yang bernilai tinggi YLI terus berupaya mengembangkan sistem pemantauan terpadu melalui darat, ucara dan satelit. Ini merupakan sebuah pilot project untuk memastikan bahwa sistem ini akan sangat berguna bagi pemantauan kawasan ini secara menyeluruh,(chik rini) DEVELOPING A COMPREHENSIVE MONITORING SYSTEM FOR THE LEUSER ECOSYSTEM ‘The LFisregurty monitoring ill activities inthe Leuser Econom is shared with related government agencies for proper legal action covering a forest area of 2.8 milion hectares in Aceh and North to be taken. From January 2006 to june 2008, 5,091 cases of illegal Sumatra, One ofthe most mporant components ofAFER conduced frestactvtes hve been detected and reported by the MPU teams by LIF with support from the World Bank and funding from MDF, among others 2.675 cases of illegal logging of 16,327 tons of timber. [st sengthon the monitoring and protection system ofthe forests The LiF has 4 CMT teams, each conssing of 4-5 members The in Ac Being an NGO, the LIF does not have the authority to take legal action in the field. The LIF supports the relevant local government forest protection agencies such as the Forest Department, the Conservation of Natural Resources Department and the Mount LLeuser National Park Agency by sending reports of illegal forest scifi oo dese sparmieyesas he pomneal and dene levels every month, and supports prevention and law enforcement actions undertaken by these agencies. AFEP has also provided refreshment trainings for 150 forest police and will contribute with ‘effective field equipment. in addition to this, AFEP and the Police Department in Acch have agreed to work together and share information about illegal forest activities. The present monitoring system developed by LIF has three ‘components, Le. monitoring using satellite imagery, monitoring by airplane (overflight) and ground patrolling (ground truthing), Through satelite imagery the GIS department at LIF is mapping forest cover and measuring the annual forest loss. The table shows ‘changes in forest cover of the Leuser Ecosystem in Aceh between 1990, 2000 and 2006, On a regular basis the GIS team confirms the data from the satelite imagery by conducting overfights at height less than 9 llometres Are ee orl yor eevee tee cle onsr eas can be detected and fst action can Be taken, Ac present the LIF employs 120 locally recruited feld staf working for the Mobile Patrol Units (MPU), Community Monitoring Teams (CMT), Tiger Survey Teams, Aceh Tamiang Forest Protection Team, research stations and monitoring posts. They verify the data obtained from the satelite imagery and overflights by collecting detailed information on the ground. ‘The LIF has 12 MPU teams in 13 districts in Aceh. The MPU teams are monitoring illegal forest activities including illegal logging. encroachment, various illegal timber industries, legal mining, legal forest roads, as well as poaching, keeping and trading of protected species without the necessary licence. Every month this information teams patrol the forests of the Leuser Ecosystem regularly 15-20 cays a month to collect data about protected animal and plant species. as well as conduct awareness activities inthe local communities. During the implementation of AFEP, the CMT teams have patrolled and monitored a total distance of 3,284 kilometres of forest area. Preset the LF is carrying ou a large mareml survey inthe Leuser forest that includes data collection on the distribution of gers, tlephants, rhinos, orangutans and bears. The LIF has five survey teams consisting of21 team members in al One eam is working her with Denver Zo0 and ‘ovr teams are collaborating with WCS.The data gathered by the teams is important to decide priority areas for protection as wall as conflict resolution activites ‘The Aceh Tamiang Forest Protection Team consists of four elephants and eight elephant tamers and their assistants. Since 2006 they have worked together with the police emergency response unit and the Mount Leuser National Park to protect the lowland forest in the ‘Aceh Tamiang ~ Langkat border area that constitutes a vital habitat for wild elephants. This is an important effort to prevent the surrounding village farmland from being destroyed by displaced wild elephants. The LIF elephant team has assisted in the arrest of 24 offenders with sentences ranging from eight months to three years, ‘The LIF is also managing several research stations and monitoring posts in the Leuser Ecosystem where a lt of important biodiversity And wildlife research has been carried out throughout the years by local as well as international researchers. The Suag Belimbing Rescarch Station in South Aceh is surrounded by swamp forest that has the highest concentration of orang-utans in the world (6.9 orangutan per km2)-The Sikundur Research Station in Langkat, North Sumatra is often used by students from Unsyiah University in Aceh and the University of North Sumatra (USU) to conduct research about lowiand forest and elephants. The Agusan monitoring station in Gayo Lues, Aceh, is surrounded by highland forest and constitutes an important habitat for orang-utans and the Thomas Leaf Monkeys. The LIF is constantly making efforts to improve the ground, satellite monitoring methods co develop an integrated system for comprehensive monitoring of the Leuser Ecosystem. AFEP MENGAPA KONFLIK MANUSIA - HARIMAU TERJADI LAGI DI ACEH SELATAN ? Oleh : Fakhrurradhi Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) jenis kelamin betina yang diperkirakan berumur lima tahun, diteriukan mati di kawasan pegunungan Panton Luas, Desa Dalam, Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan, pada 2 November 2008. Harimau itu terjerat perangkap babi hutan setelah mencoba mengejar seekor beruk untuk dimangsanya, Bulan Juli sebelumnya, seorang warga Desa Simpang Kecamatan Bakc ‘meninggal akibat dimangsa harimau. Tak lama berselang, seekor harimau ditemukan mati setelah dibacok oleh seorang ibu yang berusaha menyelamatkan suaminya dari terkaman binatang. buas tersebut. Berita tentang konflik manusia dan harimau kembali menghangat di penghujung 2008, seteiah sempat mereda pasca maraknyanya konflik pada periode September — Desember 2007. Peristiwa kematian harimau akibat terbunuh atau dibunuh oleh manusia atau kematian manusia akibat diterkam harimau menjadi hal yang menarik perhatian. ‘Aceh Selatan merupakan habitat utama harimau sumatera di dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Daerah teritorial utamanya terletak di sepanjang pegunungan yang membentang mulai dari Kecamatan Labuhan Haji Barat sampai Trumon Timur. Sebenarnya konflik manusia - harimau di kawasan ini terjadi sejak tahun 1980-an terutama di Kecamatan Labuhan Haji, Meukek, Sawang dan Samadua. Sebelum tahun 2000 hanya terjadi beberapa kasus kecil yakni kasus harimau turun ke sekitar perkampungan dan memangsa ternak. Sedangkan kasus harimau memangsa manusia terjadi 3 — 4 tahun sekali. Namun setelah tahun 2000, setiap tahunnya terjadi puluhan kasus hharimau memangsa ternak dan belasan kasus harimau memangsa manusia serta manusia membunuh harimau. Hanya dalam rrentang waktu 2006 — 2008 telah terjadi 24 kasus besar konfik ‘manusia — harimau di Aceh Selatan. Konflk ini telah menelan korban 6 orang meninggal dunia dan 2 orang luka parah. Sebanyak 9 ekor harimau mati, serta 7 ekor ditangkap ‘masyarakat. Kasus tertinggi terjadi tahun 2007 sebanyak 16 kasus dan tahun 2008 terjadi 6 kasus. (lihat tabel). Peristiwa di atas umumnya terjadi di ladang/kebun masyarakat yang terletak di kawasan perbukitan yang tidak jauh dari perkampungan. Fakta ini membuktikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi dengan hutan di Aceh Selatan sehingga harimau merasa tidak nyaman lagi tinggal di hutan dan mulai mendekati pemukiman. Dari 9 ekor harimau yang mati dibunuh, 5 ekor diketahui mati karena terkena jeratan untuk babi hutan yang dipasang di pagar kebun/ladang milik masyarakat. Terlepas jerat tersebut hanya ditujukan untuk menghalangi hama babi hutan masuk ke kebun namun hal itu berakibat pada seringnya harimau terperangkap saat mengejar babi sebagai hewan mangsanya. Khusus mengenai penggunaan jerat satwa, seharusnya instansi berwenang segera mengeluarkan suatu peraturan tentang tata ‘cara penggunaan jerat satwa dan jenis jerat yang boleh dipakai ‘masyarakat untuk melindungi kebun dari gangguan hama babi. Jika tidak segera dikeluarkan aturan tersebut maka dipastikan akan ada lagi harimau yang mati sehingga proses kepunahan harimau akan semakin dekat. Harimau Sumatera (Panther tgs sumatrae) \\\ Penyebab Konflik Manusia — Harimau 1. Degradasi hutan Degradiasi atau pengurangan luasan hutan yang menjadi habitat tutama harimau menjadi salah satu faktor utama mengapa satwa ini turun ke sekitar kebun dan pemukiman masyarakat. Berdasarkan data temuan tim pemantauYLI setiap tahun terjadi eningkatan jumlah kasus illegal logging dan konversi hutan ae [ertstuien (can cane pace dlerah Pavan Kone harimau yaitu di Labuhan Haji, Meukek, Sawang, Samadua, Bakongan, Kluet Timur dan Trumon. Sebenarnya awal konflik manusia —harimiau di Aceh Selatan ddimulat sejak kehadiran HPH pada tahun 1980-an. Namun setelah tidak ada lagi kegiatan HPH intensitas konflik semakin ‘tinggi. Hal ini dikarenakan kegiatan illegal logging dan pembulaan hutan untuk perkebunan semakin merajalela dan tersebar hampir di semua kecamatan, Sebagai contoh konflik harimau di Desa Simpang Kecamatan Bakongan Timur yang menewaskan ‘Te’. Herman Yahya yang terjadi di dalam areal bekas HPH PT.Gruti yang telah rusak Kerusakan hutan berkorelasi dengan berkurangnya satwa mmangsa, seperti rusa, kjang dan babi hutan. Hal itu diperparah

Anda mungkin juga menyukai