Anda di halaman 1dari 19

BAB II

ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING


(OFCDM)

2.1 Pendahuluan
OFCDM merupakan wireless access yang diusulkan oleh NTT-DoCoMo
untuk diterapkan pada sistem komunikasi 4G. Teknologi ini mendukung peningkatan
kecepatan transmisi untuk berbagai kondisi kanal radio dan fleksibilitas akses paket
untuk berbagai macam data dan QoS yang berbeda. OFCDM merupakan evolusi
teknologi yang memiliki kemampuan jauh lebih baik (superior) dari teknologi
OFDM[1].












Gambar 2.1 Perbandingan Teknik OFDM dan OFCDM
a) OFDM tanpa spreading, b) 2D spreading, c) OFCDM dengan spreading 2D
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.1 ditunjukkan hasil dari pengkombinasian sistem OFDM
dengan spreading dua dimensi sehingga menghasilkan sistem OFCDM seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1 (c). Pada OFCDM, kode spreading yang digunakan
berbeda dengan CDMA. Kode spreading yang digunakan pada OFCDM adalah
spreading dua dimensi dari Variable Spreading Factor (VSF) yang hanya
mengkodekan informasi pada blok frekuensi waktu yang berbeda. Spreading dua
dimensi ditandai dengan kode spreading pada domain waktu {+1, -1, +1, -1} dan
kode spreading pada domain frekuensi {+1, -1}. Satu simbol data ditransmisikan
pada dua buah subcarriers yang disisipkan di dalam empat buah durasi simbol
OFCDM, dimana satu durasi simbol berada di dalam domain waktu dan satu
subcarrier berada di dalam domain frekuensi.
Hal ini menjadikan teknologi OFCDM tidak hanya memiliki segala
keuntungan OFDM, namun juga memiliki keuntungan dari spreading dua dimensi
yang dilakukan. Sebagai contoh, dengan adanya time domain spreading, sistem dapat
menyediakan laju transmisi yang fleksibel. Selain itu, spreading dua dimensi juga
mendukung sistem untuk bekerja pada lingkungan cell dan kondisi kanal yang
berbeda.

2.2 Variable Spreading Factor (VSF)
Pada teknologi ini data yang termodulasi dikirimkan menggunakan
spreading sequence. Spreading sequence ini merupakan gabungan antara orthogonal
short channelization code dan cell-specific long scrambling code. Setiap chip dari
deretan tersebut dialokasikan ke OFCDM simbol yang berurutan di domain waktu
Universitas Sumatera Utara
(disebut time domain spreading) dan pada subcarriers yang berurutan pada domain
frekuensi (disebut frequency domain spreading).
Oleh karena itu, total spreading factor SF dapat dituliskan sebagai SF =
SF
TIME
SF
FREQ
[1]. Dalam VSF-OFCDM, data rate berkurang sebesar 1/SF karena
adanya replikasi jika dibandingkan dengan OFDM yang tidak menggunakan
spreading factor. Namun data rate keseluruhan akan dapat bertambah karena adanya
penggunaan code multiplexing untuk user yang berbeda dengan kode orthogonal
yang berbeda.
Konsep dari penggunaan SF di domain waktu dan frekuensi dijelaskan pada
Gambar 2.2[1].









Gambar 2.2 Spreading Factor dalam Domain Waktu dan Frekuensi
Sebuah data simbol disebar dalam domain waktu dengan SF
TIME
=4 dan domain
frekuensi dengan SF
FREQ
=2, sehingga total SF =8. Parameter SF
TIME
dan SF
FREQ
ditentukan secara adaptif untuk setiap struktur sel, kondisi trafik dan kondisi link
radio.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Konfigurasi Sistem OFCDM
Sistem OFCDM dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3[2].






Gambar 2.3 Sistem OFCDM
Kelebihan dari sistem OFCDM adalah kemampuan sistem ini
mengakomodasi berbagai macam rate transmisi baik tinggi maupun rendah. Hal ini
dapat terjadi karena kode dan time slot yang berbeda dialokasikan kepada user yang
berbeda secara fleksibel. Blok subcarrier yang berbeda dialokasikan pada user yang
berbeda pula. Pada sistem OFCDM, interleaver ditambahkan agar bit-bit yang
direplikasi berada pada subcarrier yang berurutan. Hal ini menjadikan power
spectrum dari OFCDM menjadi seperti Gambar 2.4[2].






Gambar 2.4 Power Spectrum dari Sinyal OFCDM
Universitas Sumatera Utara
Pada sistem OFCDM, simbol yang sama ditransmisikan pada subcarrier
yang berurutan, sehingga pada setiap blok dikirimkan simbol yang sama. Konsep
OFCDM ini diperlihatkan pada Gambar 2.5[2].









Gambar 2.5 Konsep Sistem OFCDM

2.3.1 Transmitter
Gambar 2.6 menunjukkan diagram blok transmitter OFCDM.


Data Sinyal
Input OFCDM


Gambar 2.6 Diagram Transmitter OFCDM
Pada transmitter OFCDM, data input dimodulasi dengan menggunakan
Quadrature Phase Shift Keying (QPSK). Data yang telah dibentuk oleh serial to



IFFT




2D
Spreader




Modu
lator



Serial
To
Parallel


Parallel
To
Serial

Universitas Sumatera Utara
parallel (S/P) converter dikonversikan lagi ke bentuk paralel sekuensial N/S
f
dengan
2D spreader. Dimana N adalah jumlah dari subcarriers pada domain waktu dan S
f
adalah faktor spreading pada domain frekuensi. Setiap simbol yang telah dimodulasi
akan diduplikasikan ke dalam bentuk paralel pada S
f
. Seluruh simbol yang
dihasilkan kemudian akan dikalikan dengan sebuah chip dari kode spreading dengan
periode pengulangan dari S
f
yang dapat direpresentasikan pada persamaan 2.1.

(2.1)

Dimana: ] ) 1 [( i S x s
f
+ adalah penyebaran komponen data ke-i dari simbol data ke-
x yang ditransmisikan dengan subcarrier yang memenuhi
f
S x ) 1 [( ]
] [x d adalah simbol data ke-x, dan

i
q adalah kode spreading ke-i

Data selanjutnya akan dimodulasi menjadi sinyal multicarrier oleh Inverse Fast
Fourier Transform (IFFT), hal ini bertujuan untuk memberikan komputasi yang
efisien pada pengolahan sinyal OFCDM.

2.3.2 Kanal
Kanal adalah media elektromagnetik diantara pemancar (transmitter) dan
penerima (receiver). Bentuk umum model kanal adalah kanal gaussian yang secara
umum disebut sebagai kanal Additive White Gaussian Noise (AWGN). Gambar 2.7
mengilustrasikan sebuah kanal dengan respon impuls h(t) dan noise additive u(t).

1 0 / 1
, ] [ ] ) 1 [(
,

= +
f f
i f
S i S N x
q x d i S x s
Universitas Sumatera Utara
u(t)

x(t) y(t)

Gambar 2.7 Bentuk Umum Kanal
Pada OFCDM, ketika jumlah subcarrier (N) adalah besar, fungsi transfer
kontinu dari respon kanal H(f) dapat digambarkan sebagai kurva diskrit persegi
empat, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8[3].






>
Gambar 2.8 Kanal dan Respon Kanal dari Dekomposisi Multicarrier
Masing-masing persegi empat memiliki lebar band frekuensi 1/T
s
Hz. Semakin besar
N, lebar band frekuensi persegi empat akan semakin kecil dan secara matematika
dapat ditulis pada persamaan 2.2.

, untuk i =1, 2,, N (2.2)

Dimana Y
i
[k] adalah output kompleks dari N-titik FFT dan U
i
[k] adalah noise.




h(t)
+
1
f
2
f
3
f
4
f
N
f
1 N
f
f 0
H
) ( f H
1
H
2
H
3
H
2 N
H
1 N
H
] [ ] [ ] [ k u k X H k Y
i i i i
+ =
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Receiver
Gambar 2.9 menunjukkan diagram blok receiver OFCDM.


Sinyal Data
OFCDM Output

Gambar 2.9 Diagram Receiver OFCDM
Pada sisi penerima, dilakukan proses yang berkebalikan dengan apa yang
dilakukan pada sisi pengirim. Sinyal yang diterima dikonversikan ke dalam bentuk
paralel oleh serial to parallel converter. Kemudian sinyal paralel ini dialirkan ke
dalam Fast Fourier Transform (FFT) untuk selanjutnya dilakukan proses
despreading. Sinyal kemudian didemodulasikan dan dikonversikan kembali ke dalam
bentuk serial oleh parallel to serial converter sehingga akhirnya kembali menjadi
bentuk data informasi.
Sinyal data informasi dari hasil kombinasi proses despreading dan
demodulasi dapat dituliskan pada persamaan 2.3.

(2.3)

Dimana: ] ) 1 [( i S x s
f
+

adalah penyebaran komponen data ke-i dari simbol data ke-


x yang diterima dari subcarrier yang memenuhi
f
S x ) 1 [( ]
] [x d

adalah sinyal data informasi ke-x, dan



i
q adalah kode spreading ke-i



Demodu
lator



2D
Desprea
der



FFT



Serial
To
Parallel


Parallel
To
Serial

=

+ =
1
0
] ) 1 [( ] [
f
S
i
i f
q i S x s x d
Universitas Sumatera Utara
2.4 Modulasi/Demodulasi QPSK
Salah satu teknik modulasi yang sering digunakan didalam teknik OFCDM
adalah teknik modulasi QPSK. Pada teknik modulasi ini, informasi digit biner
digunakan untuk memodulasi fasa gelombang pembawa. Dengan M = 4, maka
terdapat 4 simbol yang berbeda, yaitu: 00, 01, 11, dan 10 yang direpresentasikan
dengan 4 gelombang pembawa dengan fasa yang berbeda satu sama lainnya.

2.4.1 Modulator QPSK
Gambar 2.10 mengilustrasikan diagram blok dari modulator QPSK.
Modulator tersebut terdiri dari pengubah seri ke paralel, modulator I/Q, penjumlah
sinyal, dan BPF. Dua bit diumpankan ke serial to parallel. Setelah keduanya masuk
secara serial, kemudian diumpankan serempak secara paralel. Bit yang satu menuju
kanal I dan yang lainnya menuju kanal Q. Pada QPSK logic 1 diwakili +1 Volt
sedangkan logic 0 diwakili -1 Volt[3].

Input
Buffer
+2
BPF
Linier
Summer
90 phase
shift
Ballans
Modulator
Reference
Carrier
Oscillator
Sin (ct)
I
Q
Ballans
Modulator
Binary input
data
Bit Clock
I channel fc/2
Logic 1 =+1V
Logic 0 =-1V
Logic 1 =+1V
Logic 0 =-1V
Q channel fc/2
sin ct
sin ct
Cos ct
QPSK
output

Gambar 2.10 Diagram Blok Modulator QPSK

Universitas Sumatera Utara
Keluaran modulator QPSK ini berupa penjumlahan linear dari kanal I dan kanal Q
seperti yang terlihat pada Tabel 2.1[3].

Tabel 2.1 Keluaran Modulator QPSK
Binary input
QPSK Output Phase
Q I
0 0 -135
0

0 1 -45
0

1 0 +135
0

1 1 +45
0


Terlihat bahwa jarak anguler antara dua phasor yang berdekatan pada
QPSK adalah 90
0
, karena itu suatu sinyal QPSK bisa mengalami pergeseran phase
+45
0
atau -45
0
selama transmisi dan tetap akan berupa informasi yang benar saat
didemodulasikan pada penerima.
Sedangkan bentuk sinyal keluaran modulator QPSK ditunjukkan pada
Gambar 2.11[3].






,,.


Gambar 2.11 Sinyal Keluaran Modulator QPSK

Universitas Sumatera Utara
Sinyal QPSK dapat dituliskan seperti persamaan 2.4[3].

(2.4)

Kanal inphase I menggunakan cos (2f
c
t) sebagai simbol pembawa, sedangkan kanal
quadrature-phase Q

menggunakan sin(2f
c
t) sebagai sinyal pembawa. Probabilitas
Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal AWGN diformulasikan dengan
persamaan 2.5.

(2.5)

Sedangkan probabilitas Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal Fading
Rayleigh dapat dituliskan dengan persamaan 2.6.

(2.6)



2.4.2 Demodulator QPSK
Pada demodulator QPSK, sinyal masukan demodulator merupakan sinyal
OFCDM yang telah terdistorsi dengan kanal transmisi yang disebabkan AWGN dan
Fading Rayleigh yang dimasukkan ke kanal I dan Q. Sinyal pada kanal I dikalikan
dengan cos
c
t, sedangkan pada kanal Q dikalikan dengan sin
c
t. Kemudian kedua
keluaran kanal tersebut dilewatkan pada LPF untuk memperoleh sinyal hasil
keluarannya, yaitu data digit 0 dan 1.
Gambar 2.12 mengilustrasikan diagram blok demodulator QPSK yang
terdiri dari detector, LPF dan pengubah paralel ke seri[3].
{ } ) 2 sin( ) 2 cos( ) ( 2 / 1 ) ( t f d t f t d t m
c Q c I
+ =
( )
o b
N E erfc BER /
2
1
=
(
(
(
(
(

+
=
o b
N E
BER
/
1
1
1
1
2
1
Universitas Sumatera Utara

BPF
Power
Splitter
90 phase
shift
Product
Detector
Carrier
Recovery
(sin ct)
Product
Detector
Sinyal
Input
QPSK
sin ct
cos ct
LPF
LPF
Q I
KANAL I
KANAL Q
Data Biner
yang diterima
- V (logic 0)
+ (logic 1)

Gambar 2.12 Diagram Blok Demodulator QPSK

2.5 AWGN dan Fading Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless, media kanal yang digunakan diantara
pemancar (transmitter) dan penerima (receiver) adalah gelombang radio. Hal ini
mengakibatkan sistem komunikasi ini sangat rentan dengan gangguan-gangguan
sistem transmisi, diantaranya adalah AWGN dan Fading Rayleigh.

2.5.1 Additive White Gaussian Noise (AWGN)
Salah satu jenis noise yang ada pada sistem komunikasi adalah noise
thermal. Noise thermal ini disebabkan oleh pergerakan-pergerakan elektron di dalam
konduktor yang ada pada sistem telekomunikasi, misalnya pada perangkat penerima.
Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektral daya yang
sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N/2, seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 2.13 (a) sedangkan fungsi otokorelasi AWGN ditunjukkan pada
Gambar 2.13 (b)[3].
Universitas Sumatera Utara

0
Gn(f)
N/2
N/2
( ) R
0
f


(a) (b)
Gambar 2.13 (a) Rapat Spektral Daya Derau Putih
(b) Fungsi Otokorelasi Derau Putih
Karakteristik seperti ini disebut white. Noise yang memiliki karakteristik
white disebut white noise, sehingga noise thermal merupakan white noise.
Pergerakan elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya noise
thermal juga berubah secara acak terhadap waktu. Perubahan secara acak tersebut
dapat diperkirakan secara statistik, yaitu mengikuti Distribusi Gaussian, dengan rata-
rata nol.
Noise ini merusak sinyal dalam bentuk aditif, yaitu ditambahkan ke sinyal
utama, sehingga noise thermal pada perangkat penerima ini disebut Additive White
Gaussian Noise (AWGN). Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN
dapat dituliskan pada persamaan 2.7.





(2.7)

Dimana: mean =0 dan varians =
2
.

2
2
2
) (
2
2

|
|
.
|

\
|

=
e
n f
Universitas Sumatera Utara
Varians memiliki nilai:

(2.8)

Dimana: adalah kerapatan spektral daya dari noise dan T
b
adalah laju bit.
Sehingga:
(2.9)

Dimana: k =konstanta Boltzman (1,38.10
-23
J/K)
Ts =temperatur noise (K)
B =bandwith noise (Hz)

2.5.2 Fading Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless terdapat gangguan khusus berupa
komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan. Multipath merupakan jalur
propagasi yang berbeda-beda, yang dilalui sinyal antara pengirim dan penerima,
yang disebabkan karena pantulan oleh halangan-halangan dan benda-benda yang ada
di sepanjang jalur propagasi. Lingkungan kanal multipath ditunjukkan Gambar
2.14[4].





Gambar 2.14 Lingkungan Kanal Multipath
b
T
N
2
0 2
=
b
s
T
B kT
2
2
=
2 2
0
B kT N
s
=
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan jalur propagasi menimbulkan komponen multipath dari sinyal
yang dipancarkan akan tiba pada penerima melalui jalur propagasi yang berbeda dan
pada waktu yang berbeda pula. Perbedaan waktu tiba pada penerima tersebut
menyebabkan sinyal yang diterima mengalami interferensi, yang akan menimbulkan
fluktuasi amplitudo dan fasa sinyal yang diterima, dan menimbulkan fenomena yang
disebut fading. Jadi fading merupakan hasil dari propagasi komponen multipath
sinyal.
Fluktuasi amplitudo sinyal yang terjadi adalah acak dan tidak dapat
ditentukan sebelumnya, besar dan kapan terjadinya. Namun berdasarkan penelitian,
fading tersebut dapat diperkirakan secara statistik, berupa perubahan nilai secara
acak dengan distribusi tertentu. Salah satu distribusi tersebut adalah Distribusi
Rayleigh.
Distribusi Rayleigh merupakan salah satu distribusi yang dapat menjadi
model untuk mewakili fading, sehingga fading yang memiliki Distribusi Rayleigh ini
disebut Fading Rayleigh. Pada Fading Rayleigh, setiap sinyal yang melalui jalur
yang berbeda-beda tersebut, memberikan sejumlah energi yang sama terhadap sinyal
gabungan yang ada pada penerima. Sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh yang
sampai pada penerima dapat dipresentasikan pada persamaan 2.10.

(2.10)

Dimana: r(t) =fluktuasi amplitudo sinyal e(t) sebagai fungsi waktu
=|e(t)|
(t) =fluktuasi fasa sinyal e(t) sebagai fungsi waktu
=e(t)
)] ( 2 cos[ ) ( ) ( t t f t r t e
c
+ =
Universitas Sumatera Utara
Fluktuasi amplitudo gelombang pembawa pada sinyal yang dipengaruhi Fading
Rayleigh mengikuti Distribusi Rayleigh, yang dapat dituliskan pada persamaan 2.11.

(2.11)

Dimana: p(r) =fungsi kepadatan probabilitas munculnya r
r =amplitudo acak

2
=varians pdf

2.6 Fast Fourier Transform (FFT) dan Invers Fast Fourier Transform (IFFT)
Algoritma FFT adalah algoritma yang sudah dikenal dengan baik dan
digunakan secara luas didalam pemrosesan sinyal digital sebagai algoritma yang
efisien didalam mengevaluasi Discrete Fourier Transform (DFT).
Algoritma ini awalnya dikembangkan oleh Cooley dan Tokey yang
mengajukan sebuah penyelesaian alernatif untuk DFT yang didasarkan pada
dekompresi (pemecahan) transformasi menjadi transformasi-transformasi yang lebih
kecil ukurannya dan mengkombinasikan hasilnya untuk mendapatkan total
transformasi.
Pada FFT, panjang deretan data x[n] dimana n =0, 1, 2,,N-1 merupakan
dua pangkat integer positif ( N =2
p
, dimana p adalah integer positif). Penggambaran
dua (N/2) titik sub deretan x
1
[n] dan x
2
[n] sebagai nilai indeks genap dan nilai indeks
ganjil dari x[n] adalah:

(2.12)

|
|
.
|

\
|

=
2
2
2
2
) (

r
e
r
r p
1
2
,..., 2 , 1 , 0 ]; 2 [ ] [
1
= =
N
n n x n x
Universitas Sumatera Utara

(2.13)

Untuk mengubah sinyal dari domain frekuensi kedalam sinyal domain
waktu digunakan Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dengan cara mencuplik
sinyal x(t) dengan laju T
s s
/N. Sinyal keluaran IFFT dapat dinyatakan sebagai:


(2.14)

Karena setiap subcarrier adalah orthogonal dimana
s
T
f
1
= maka persamaan di atas
dapat dinyatakan sebagai:


; 1 ..., 1 , 0 = N n (2.15)

Sinyal OFCDM yang telah diaplikasikan kedalam IFFT ini kemudian
dikonversikan lagi kedalam bentuk serial dan kemudian sinyal ditransmisikan. Sinyal
yang terkirim ini dalam persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai:
<
;
s
T t 0 (2.16)


Dimana
c
f adalah frekuensi carrier dan
s
T adalah periode simbol.

2.7 Guard Interval
Pada OFCDM, guard interval juga digunakan untuk menghindari
intersymbol interference (ISI) dan intercarrier interference (ICI). Sinyal didesain
sedemikian rupa agar orthogonal, sehingga bila tidak ada distorsi pada jalur
1
2
,..., 2 , 1 , 0 ]; 1 2 [ ] [
2
= + =
N
n n x n x

=
(

=
1
0
/ 2
] [ ] [
N
k
N fT nk j
s
s
e k X T
N
n
x n x

=
= =
1
0
/ 2
]) [ ( . ] [ ] [
N
k
N nk j
k X IFFT N e k X n x

=
=
1
0
/ 2
] [
1
] [
N
k
N nk j
e k X
N
n x

)
`

=
+
1
0
) ( 2
] [ ) (
N
k
t f k f j
t
e k X real t S

Universitas Sumatera Utara
komunikasi, maka setiap subcarrier akan bisa dipisahkan stasiun penerima dengan
menggunakan DFT. Walaupun pada kenyataannya tidak semudah itu, karena
pembatasan spektrum dari sinyal tidak tepat, sehingga terjadi distorsi linear yang
mengakibatkan energi pada tiap-tiap subcarrier menyebar ke subcarrier di
sekitarnya, dan pada akhirnya ini akan menyebabkan terjadinya ISI.
Solusi yang termudah adalah dengan menambah jumlah subcarrier
sehingga periode simbol menjadi lebih panjang, dan distorsi bisa diabaikan bila
dibandingkan dengan periode simbol. Tetapi cara diatas tidak aplikatif, karena sulit
mempertahankan stabilitas carrier. Selain itu, kemampuan FFT juga ada batasnya.
Sehingga pendekatan yang relatif sering digunakan untuk memecahkan masalah ini
adalah dengan menyisipkan guard interval secara periodik pada tiap simbol
OFCDM. Penyisipan guard interval ditunjukkan pada Gambar 2.15[5].






Gambar 2.15 Penyisipan Guard Interval Pada Simbol OFCDM

Total dari periode simbol setelah penyisipan guard interval dapat dituliskan pada
persamaan 2.18.

(2.17)
symbol guard total
T T T + =
Universitas Sumatera Utara
2.8 Carrier to Interference Ratio (C/I)
Interferensi adalah gangguan yang disebabkan karena adanya sinyal lain
yang frekuensinya sama dan daya sinyal pengganggu tersebut cukup besar[6]. Hal ini
sangat berpengaruh pada kriteria performansi sistem komunikasi yaitu: kualitas suara
(voice quality), kualitas layanan (service quality) dan fasilitas tambahan (special
features). Ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas sinyal terhadap gangguan
interferensi dinyatakan dengan C/I (dB). Tujuan dari menganalisa pengaruh
interferensi ini adalah untuk meningkatkan C/I sehingga dapat mencapai performansi
kinerja sistem komunikasi yang baik.














Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai