=
+ =
1
0
] ) 1 [( ] [
f
S
i
i f
q i S x s x d
Universitas Sumatera Utara
2.4 Modulasi/Demodulasi QPSK
Salah satu teknik modulasi yang sering digunakan didalam teknik OFCDM
adalah teknik modulasi QPSK. Pada teknik modulasi ini, informasi digit biner
digunakan untuk memodulasi fasa gelombang pembawa. Dengan M = 4, maka
terdapat 4 simbol yang berbeda, yaitu: 00, 01, 11, dan 10 yang direpresentasikan
dengan 4 gelombang pembawa dengan fasa yang berbeda satu sama lainnya.
2.4.1 Modulator QPSK
Gambar 2.10 mengilustrasikan diagram blok dari modulator QPSK.
Modulator tersebut terdiri dari pengubah seri ke paralel, modulator I/Q, penjumlah
sinyal, dan BPF. Dua bit diumpankan ke serial to parallel. Setelah keduanya masuk
secara serial, kemudian diumpankan serempak secara paralel. Bit yang satu menuju
kanal I dan yang lainnya menuju kanal Q. Pada QPSK logic 1 diwakili +1 Volt
sedangkan logic 0 diwakili -1 Volt[3].
Input
Buffer
+2
BPF
Linier
Summer
90 phase
shift
Ballans
Modulator
Reference
Carrier
Oscillator
Sin (ct)
I
Q
Ballans
Modulator
Binary input
data
Bit Clock
I channel fc/2
Logic 1 =+1V
Logic 0 =-1V
Logic 1 =+1V
Logic 0 =-1V
Q channel fc/2
sin ct
sin ct
Cos ct
QPSK
output
Gambar 2.10 Diagram Blok Modulator QPSK
Universitas Sumatera Utara
Keluaran modulator QPSK ini berupa penjumlahan linear dari kanal I dan kanal Q
seperti yang terlihat pada Tabel 2.1[3].
Tabel 2.1 Keluaran Modulator QPSK
Binary input
QPSK Output Phase
Q I
0 0 -135
0
0 1 -45
0
1 0 +135
0
1 1 +45
0
Terlihat bahwa jarak anguler antara dua phasor yang berdekatan pada
QPSK adalah 90
0
, karena itu suatu sinyal QPSK bisa mengalami pergeseran phase
+45
0
atau -45
0
selama transmisi dan tetap akan berupa informasi yang benar saat
didemodulasikan pada penerima.
Sedangkan bentuk sinyal keluaran modulator QPSK ditunjukkan pada
Gambar 2.11[3].
,,.
Gambar 2.11 Sinyal Keluaran Modulator QPSK
Universitas Sumatera Utara
Sinyal QPSK dapat dituliskan seperti persamaan 2.4[3].
(2.4)
Kanal inphase I menggunakan cos (2f
c
t) sebagai simbol pembawa, sedangkan kanal
quadrature-phase Q
menggunakan sin(2f
c
t) sebagai sinyal pembawa. Probabilitas
Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal AWGN diformulasikan dengan
persamaan 2.5.
(2.5)
Sedangkan probabilitas Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal Fading
Rayleigh dapat dituliskan dengan persamaan 2.6.
(2.6)
2.4.2 Demodulator QPSK
Pada demodulator QPSK, sinyal masukan demodulator merupakan sinyal
OFCDM yang telah terdistorsi dengan kanal transmisi yang disebabkan AWGN dan
Fading Rayleigh yang dimasukkan ke kanal I dan Q. Sinyal pada kanal I dikalikan
dengan cos
c
t, sedangkan pada kanal Q dikalikan dengan sin
c
t. Kemudian kedua
keluaran kanal tersebut dilewatkan pada LPF untuk memperoleh sinyal hasil
keluarannya, yaitu data digit 0 dan 1.
Gambar 2.12 mengilustrasikan diagram blok demodulator QPSK yang
terdiri dari detector, LPF dan pengubah paralel ke seri[3].
{ } ) 2 sin( ) 2 cos( ) ( 2 / 1 ) ( t f d t f t d t m
c Q c I
+ =
( )
o b
N E erfc BER /
2
1
=
(
(
(
(
(
+
=
o b
N E
BER
/
1
1
1
1
2
1
Universitas Sumatera Utara
BPF
Power
Splitter
90 phase
shift
Product
Detector
Carrier
Recovery
(sin ct)
Product
Detector
Sinyal
Input
QPSK
sin ct
cos ct
LPF
LPF
Q I
KANAL I
KANAL Q
Data Biner
yang diterima
- V (logic 0)
+ (logic 1)
Gambar 2.12 Diagram Blok Demodulator QPSK
2.5 AWGN dan Fading Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless, media kanal yang digunakan diantara
pemancar (transmitter) dan penerima (receiver) adalah gelombang radio. Hal ini
mengakibatkan sistem komunikasi ini sangat rentan dengan gangguan-gangguan
sistem transmisi, diantaranya adalah AWGN dan Fading Rayleigh.
2.5.1 Additive White Gaussian Noise (AWGN)
Salah satu jenis noise yang ada pada sistem komunikasi adalah noise
thermal. Noise thermal ini disebabkan oleh pergerakan-pergerakan elektron di dalam
konduktor yang ada pada sistem telekomunikasi, misalnya pada perangkat penerima.
Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektral daya yang
sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N/2, seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 2.13 (a) sedangkan fungsi otokorelasi AWGN ditunjukkan pada
Gambar 2.13 (b)[3].
Universitas Sumatera Utara
0
Gn(f)
N/2
N/2
( ) R
0
f
(a) (b)
Gambar 2.13 (a) Rapat Spektral Daya Derau Putih
(b) Fungsi Otokorelasi Derau Putih
Karakteristik seperti ini disebut white. Noise yang memiliki karakteristik
white disebut white noise, sehingga noise thermal merupakan white noise.
Pergerakan elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya noise
thermal juga berubah secara acak terhadap waktu. Perubahan secara acak tersebut
dapat diperkirakan secara statistik, yaitu mengikuti Distribusi Gaussian, dengan rata-
rata nol.
Noise ini merusak sinyal dalam bentuk aditif, yaitu ditambahkan ke sinyal
utama, sehingga noise thermal pada perangkat penerima ini disebut Additive White
Gaussian Noise (AWGN). Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN
dapat dituliskan pada persamaan 2.7.
(2.7)
Dimana: mean =0 dan varians =
2
.
2
2
2
) (
2
2
|
|
.
|
\
|
=
e
n f
Universitas Sumatera Utara
Varians memiliki nilai:
(2.8)
Dimana: adalah kerapatan spektral daya dari noise dan T
b
adalah laju bit.
Sehingga:
(2.9)
Dimana: k =konstanta Boltzman (1,38.10
-23
J/K)
Ts =temperatur noise (K)
B =bandwith noise (Hz)
2.5.2 Fading Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless terdapat gangguan khusus berupa
komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan. Multipath merupakan jalur
propagasi yang berbeda-beda, yang dilalui sinyal antara pengirim dan penerima,
yang disebabkan karena pantulan oleh halangan-halangan dan benda-benda yang ada
di sepanjang jalur propagasi. Lingkungan kanal multipath ditunjukkan Gambar
2.14[4].
Gambar 2.14 Lingkungan Kanal Multipath
b
T
N
2
0 2
=
b
s
T
B kT
2
2
=
2 2
0
B kT N
s
=
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan jalur propagasi menimbulkan komponen multipath dari sinyal
yang dipancarkan akan tiba pada penerima melalui jalur propagasi yang berbeda dan
pada waktu yang berbeda pula. Perbedaan waktu tiba pada penerima tersebut
menyebabkan sinyal yang diterima mengalami interferensi, yang akan menimbulkan
fluktuasi amplitudo dan fasa sinyal yang diterima, dan menimbulkan fenomena yang
disebut fading. Jadi fading merupakan hasil dari propagasi komponen multipath
sinyal.
Fluktuasi amplitudo sinyal yang terjadi adalah acak dan tidak dapat
ditentukan sebelumnya, besar dan kapan terjadinya. Namun berdasarkan penelitian,
fading tersebut dapat diperkirakan secara statistik, berupa perubahan nilai secara
acak dengan distribusi tertentu. Salah satu distribusi tersebut adalah Distribusi
Rayleigh.
Distribusi Rayleigh merupakan salah satu distribusi yang dapat menjadi
model untuk mewakili fading, sehingga fading yang memiliki Distribusi Rayleigh ini
disebut Fading Rayleigh. Pada Fading Rayleigh, setiap sinyal yang melalui jalur
yang berbeda-beda tersebut, memberikan sejumlah energi yang sama terhadap sinyal
gabungan yang ada pada penerima. Sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh yang
sampai pada penerima dapat dipresentasikan pada persamaan 2.10.
(2.10)
Dimana: r(t) =fluktuasi amplitudo sinyal e(t) sebagai fungsi waktu
=|e(t)|
(t) =fluktuasi fasa sinyal e(t) sebagai fungsi waktu
=e(t)
)] ( 2 cos[ ) ( ) ( t t f t r t e
c
+ =
Universitas Sumatera Utara
Fluktuasi amplitudo gelombang pembawa pada sinyal yang dipengaruhi Fading
Rayleigh mengikuti Distribusi Rayleigh, yang dapat dituliskan pada persamaan 2.11.
(2.11)
Dimana: p(r) =fungsi kepadatan probabilitas munculnya r
r =amplitudo acak
2
=varians pdf
2.6 Fast Fourier Transform (FFT) dan Invers Fast Fourier Transform (IFFT)
Algoritma FFT adalah algoritma yang sudah dikenal dengan baik dan
digunakan secara luas didalam pemrosesan sinyal digital sebagai algoritma yang
efisien didalam mengevaluasi Discrete Fourier Transform (DFT).
Algoritma ini awalnya dikembangkan oleh Cooley dan Tokey yang
mengajukan sebuah penyelesaian alernatif untuk DFT yang didasarkan pada
dekompresi (pemecahan) transformasi menjadi transformasi-transformasi yang lebih
kecil ukurannya dan mengkombinasikan hasilnya untuk mendapatkan total
transformasi.
Pada FFT, panjang deretan data x[n] dimana n =0, 1, 2,,N-1 merupakan
dua pangkat integer positif ( N =2
p
, dimana p adalah integer positif). Penggambaran
dua (N/2) titik sub deretan x
1
[n] dan x
2
[n] sebagai nilai indeks genap dan nilai indeks
ganjil dari x[n] adalah:
(2.12)
|
|
.
|
\
|
=
2
2
2
2
) (
r
e
r
r p
1
2
,..., 2 , 1 , 0 ]; 2 [ ] [
1
= =
N
n n x n x
Universitas Sumatera Utara
(2.13)
Untuk mengubah sinyal dari domain frekuensi kedalam sinyal domain
waktu digunakan Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dengan cara mencuplik
sinyal x(t) dengan laju T
s s
/N. Sinyal keluaran IFFT dapat dinyatakan sebagai:
(2.14)
Karena setiap subcarrier adalah orthogonal dimana
s
T
f
1
= maka persamaan di atas
dapat dinyatakan sebagai:
; 1 ..., 1 , 0 = N n (2.15)
Sinyal OFCDM yang telah diaplikasikan kedalam IFFT ini kemudian
dikonversikan lagi kedalam bentuk serial dan kemudian sinyal ditransmisikan. Sinyal
yang terkirim ini dalam persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai:
<
;
s
T t 0 (2.16)
Dimana
c
f adalah frekuensi carrier dan
s
T adalah periode simbol.
2.7 Guard Interval
Pada OFCDM, guard interval juga digunakan untuk menghindari
intersymbol interference (ISI) dan intercarrier interference (ICI). Sinyal didesain
sedemikian rupa agar orthogonal, sehingga bila tidak ada distorsi pada jalur
1
2
,..., 2 , 1 , 0 ]; 1 2 [ ] [
2
= + =
N
n n x n x
=
(
=
1
0
/ 2
] [ ] [
N
k
N fT nk j
s
s
e k X T
N
n
x n x
=
= =
1
0
/ 2
]) [ ( . ] [ ] [
N
k
N nk j
k X IFFT N e k X n x
=
=
1
0
/ 2
] [
1
] [
N
k
N nk j
e k X
N
n x
)
`
=
+
1
0
) ( 2
] [ ) (
N
k
t f k f j
t
e k X real t S
Universitas Sumatera Utara
komunikasi, maka setiap subcarrier akan bisa dipisahkan stasiun penerima dengan
menggunakan DFT. Walaupun pada kenyataannya tidak semudah itu, karena
pembatasan spektrum dari sinyal tidak tepat, sehingga terjadi distorsi linear yang
mengakibatkan energi pada tiap-tiap subcarrier menyebar ke subcarrier di
sekitarnya, dan pada akhirnya ini akan menyebabkan terjadinya ISI.
Solusi yang termudah adalah dengan menambah jumlah subcarrier
sehingga periode simbol menjadi lebih panjang, dan distorsi bisa diabaikan bila
dibandingkan dengan periode simbol. Tetapi cara diatas tidak aplikatif, karena sulit
mempertahankan stabilitas carrier. Selain itu, kemampuan FFT juga ada batasnya.
Sehingga pendekatan yang relatif sering digunakan untuk memecahkan masalah ini
adalah dengan menyisipkan guard interval secara periodik pada tiap simbol
OFCDM. Penyisipan guard interval ditunjukkan pada Gambar 2.15[5].
Gambar 2.15 Penyisipan Guard Interval Pada Simbol OFCDM
Total dari periode simbol setelah penyisipan guard interval dapat dituliskan pada
persamaan 2.18.
(2.17)
symbol guard total
T T T + =
Universitas Sumatera Utara
2.8 Carrier to Interference Ratio (C/I)
Interferensi adalah gangguan yang disebabkan karena adanya sinyal lain
yang frekuensinya sama dan daya sinyal pengganggu tersebut cukup besar[6]. Hal ini
sangat berpengaruh pada kriteria performansi sistem komunikasi yaitu: kualitas suara
(voice quality), kualitas layanan (service quality) dan fasilitas tambahan (special
features). Ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas sinyal terhadap gangguan
interferensi dinyatakan dengan C/I (dB). Tujuan dari menganalisa pengaruh
interferensi ini adalah untuk meningkatkan C/I sehingga dapat mencapai performansi
kinerja sistem komunikasi yang baik.
Universitas Sumatera Utara