a. Troposfer * Troposfer merupakan lapisan terbawah atmosfer dengan ketinggian 0-18 km di atas perbukaan bumi. * Tebal troposfer sekitar 10 km. * Pada lapisan ini terjadi peristiwa cuaca dan iklim
b. Stratosfer * Terletak pada ketinggian 18 49 km dari permukaan bumi. * Terdapat lapisan ozon * Menyerap radiasi sinar ultraviolet * Tidak terdapat uap air, awan atau debu atmosfer
c. Mesosfer * Terletak pada ketinggian 49 82 km dari permukaan bumi. * Lapisan ini menjadi tameng bumi dari jatuhan meteor dan benda-benda angkasa lainnya. * Temperatur terendah di mesosfer kurang dari -810C, dan pada puncak mesosfer suhunya bisa mencapai -1000C.
d. Termosfer * Terletak pada ketinggian 82 800 km dari permukaan bumi. * Disebut juga lapisan ionosfer * Sebelum ada satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh
e. Eksosfer * Eksosfer lapisan atmosfer kelima, terletak pada ketinggian 800-1000 km dari permukaan bumi. * Lapisan ini merupakan lapisan paling panas * Molekul debu dapat meninggalkan atmosfer sampai ketinggian 3.150 km dari permukaan bumi * Lapisan ini disebut juga ruang antarplanet dan geostasioner * Lapisan ini sangat berbahaya karena merupakan tempat terjadi kehancuran meteor dari angkasa luar.
2. Manfaat Lapisan Atmosfer a. Tropesfer Terjadinya pembentukan perubahan cuaca, adanya oksigen untuk bernafas b. Stratosfer Melindungi bumi dari sinar radiasi ultraviolet c. Mesosfer Melindungi bumi dari hujan meteor d. Ionosfer Berhubungan dalam hubungan komunikasi manusia yaitu memantulkan gelombang radio e. Eksosfer
3. 4/5 Faktor Yang Mempengaruhi Cuaca a. Suhu Udara Suhu atau temperatur udara merupakan kondisi yang dirasakan di permukaan Bumi sebagai panas, sejuk atau dingin. Sebagaimana Anda ketahui bahwa permukaan Bumi menerima panas dari penyinaran Matahari berupa radiasi gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar Matahari yang dipancarkan ini tidak seluruhnya sampai ke permukaan Bumi. Hal ini dikarenakan pada saat memasuki atmosfer, berkas sinar Matahari tersebut mengalami pemantulan (reeksi), pembauran (scattering), dan penyerapan (absorpsi) oleh material- material di atmosfer. Persentase jumlah peman tulan dan pembauran sinar Matahari oleh partikel atmosfer ini dinamakan albedo.
b. Tekanan Udara Faktor kedua yang mempengaruhi dinamika cuaca adalah tekanan udara, yaitu tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam satuan wilayah tertentu dari suatu tempat ke tempat lainnya. Tekanan udara sangat dipengaruhi tingkat kepadatan atau kerapatan (densitas) massa udara. Semakin tinggi kerapatan udara, semakin tinggi pula tekanannya. Berbeda dengan ting kat kerapatan yang berbanding lurus dengan tekanan udara, suhu di suatu wilayah berbanding terbalik dengan tekanan udaranya. Semakin tinggi suhu udara, semakin rendah tekanan udaranya.
c. Angin Perbedaan tekanan udara di berbagai wilayah di muka Bumi mengakibatkan terjadinya gerakan massa udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Pola gerakan udara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adveksi, konveksi, dan turbulensi. Adveksi adalah gerakan udara yang arahnya mendatar atau horizontal. Konveksi adalah gerakan massa udara dengan arah vertikal.
d. Kelembapan Udara dan Awan Pada bagian awal bab ini telah kita bahas bahwa massa udara terdiri atas berbagai macam gas dengan kandungan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah uap air. Banyaknya uap air yang terkandung dalam sejumlah massa udara dikenal dengan kelembapan atau kelengasan udara. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan alat Higrometer atau Psycometer Asmann.
e. Presipitasi (Curah Hujan) Kandungan titik-titik air dalam awan semakin lama semakin tinggi. Apabila awan sudah tidak mampu lagi menampung titik-titik air karena sudah cukup banyak maka akan dijatuhkan kembali ke permukaan Bumi dalam bentuk hujan atau presipitasi. Untuk mengukur intensitas curah hujan digunakan alat uviograf atau rain gauge yang biasa menggunakan skala milimeter. Pada peta cuaca, daerah-daerah yang memiliki curah hujan dihubungkan dengan garis isohiet. 4. Mengidentifikasi Pemanasan Lansung / Tidak Langsung
a. Konduksi Konduksi ialah pemindahan panas yang dihasilkan dari kontak langsung antara permukaan-permukaan benda. Konduksi terjadi hanya dengan menyentuh atau menghubungkan permukaan-permukaan yang mengandung panas. Setiap benda mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin. Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, semakin cepat ia mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain.
b. Konveksi Pemindahan panas berdasarkan gerakan fluida disebut konveksi. Dalam hal ini fluidanya adalah udara di dalam ruangan.
c. Evaporasi (penguapan) Dalam pemindahan panas yang didasarkan pada evaporasi, sumber panas hanya dapat kehilangan panas. Misalnya panas yang dihasilkan oleh tubuh manusia, kelembaban dipermukaan kulit menguap ketika udara melintasi tubuh.
d. Radiasi. Radiasi ialah pemindahan panas atas dasar gelombang-gelombang elektromagnetik. Misalnya tubuh manusia akan mendapat panas pancaran dari setiap permukaan dari suhu yang lebih tinggi dan ia akan kehilangan panas atau memancarkan panas kepada setiap obyek atau permukaan yang lebih sejuk dari tubuh manusia itu. Panas pancaran yang diperoleh atau hilang, tidak dipengaruhi oleh gerakan udara, juga tidak oleh suhu udara antara permukaan-permukaan atau obyek-obyek yang memancar, sehingga radiasi dapat terjadi di ruang hampa. Jumlah keseluruhan panas pindahan yang dihasilkan oleh masing-masing cara hampir seluruhnya ditentukan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Umpamanya, udara yang jenuh tak dapat menerima kelembaban tubuh, sehingga pemindahan panas tak dapat terjadi melalui penguapan. Pengondisian suatu ruang seharusnya meningkatkan laju kehilangan panas bila para penghuni terlalu panas dan mengurangi laju kehilangan panas bila mereka terlalu dingin. Tujuan ini tercapai dengan mengolah dan menyampaikan udara yang nyaman dari segi suhu, uap air (kelembaban), dan velositas (gerak udara dan pola-pola distribusi). Kebersihan udara dan hilangnya bau (melalui ventilasi) merupakan kondisi-kondisi kenyamanan tambahan yang harus dikendalikan oleh sistem penghawaan buatan.
5. Mengidentifikasi Lapisan Termosfer
Termosfer * Terletak pada ketinggian 82 800 km dari permukaan bumi. * Disebut juga lapisan ionosfer * Sebelum ada satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh
6. Mendeskripsikan Pengertian Angin Pasat
Angin pasat adalah angin yang bertiup terus menerus ke arah khatulistiwa dan tetap sepanjang tahun. Di belahan bumi utara berhembus angin timur laut sedangkan di belahan bumi selatan berhembus angin pasat tenggara. 7. Menghitung Suhu Udara di Ketinggian Suatu Tempat Jika hanya diketahui ketinggian suatu tempat.
T = Suhu udara yang dicari (C).
26,3 = (suhu udara rata-rata di daerah pantai tropis). 0,6 = Konstanta. h = Tinggi tempat dalam ratusan meter.
Contoh soal: Berapa suhu udara di daerah A, jika mempunyai ketinggian 1.500 m dari permukaan laut? Jawab: T = 26,3 0,6 (15) = 26,3 9 = 17,3C Jadi, suhu udara di daerah A adalah 17,3C.
2) Jika diketahui ketinggian dua tempat, yang satu diketahui suhu udaranya dan yang satu tidak.
T = 0,006 (X1 X2) 1C T = Selisih suhu udara antara tempat 1 dengan tempat 2 (C). X1 = Ketinggian tempat yang diketahui suhu udaranya (m). X2 = Ketinggian tempat yang dicari suhu udaranya (m).
Contoh soal: Kota A memiliki ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Rata-rata suhu udara di kota A adalah 28C. Berapakah rata-rata suhu udara kota B yang memiliki ketinggian 260 m di atas permukaan laut? Jawab: T = 0,006 (5 215) 1C = 1,26C Jadi, suhu udara kota B = 28C 1,26C = 26,74C
8. Jenis Awan Tinggi, Menengah, Rendah Awan rendah adalah awan yang memiliki ketinggian kurang dari 2000 m. Awan kategori ini diantaranya Stratocumulus, memiliki ciri letaknya rendah, bentuk seperti gelombang, bergumpal, tebal dan luas.
Stratus, memiliki ciri awannya luas, ketinggian kurang dari 1000 m, lapisannya melebar,
Nimbostratus, memiliki ciri awannya tebal, bentuk tidak beraturan, berwarna putih, merupakan awan hujan ringan
Awan menengah adalah awan yang memiliki ketinggian antara 2000 - 6000 m. Awan menengah diantaranya adalah Altocumulus, memiliki ciri awannya kecil dan banyak, berbentuk seperti bola, warnanya putih sampai kelabu.
Altostratus, memiliki ciri berwarna kelabu, berlapis-lapis dan bersifat luas.
Awan tinggi adalah awan yang memiliki ketinggian 6000 - 12000 m. Awan kategori ini diantaranya Cirrus, memiilki ciri berbentuk seperti bulu ayam, tidak menimbulkan hujan, berukuran kecil, tidak tebal dan tidak padat.
Cirrostratus, memiliki ciri warnanya putih kelabu dan halus, bentuknya seperti anyaman yang tidak teratur
Cirrocumulus, memiliki ciri awannya terputus-putus, dipenuhi kristal es dan berbentuk seperti gerombolan domba.
Satu lagi awan yang sering menyebabkan badai disertai hujan petir adalahcumulonimbus. Awan ini dapat terbentuk vertikal ke atas hingga membentuk awan badai raksasa.
9. Menghitung Gradien Barometris Diketahui dua buah isobar masing-masing bertekanan 1.050 mb dan 1.000 mb. Kedua isobar itu berjarak 4000 km. Berapakah gradien barometriknya?
diketahui isobar 1 = 1.050 mb isobar 2 = 1.000 mb jarak (d) = 400 km
ditanya Gradien Barometrik?
jawab:
GB = b x ( 111 km / d ) GB = selisih isobar x ( 111 km / jarak ) = 1.050 - 1.000 x ( 111 km / 400 km ) = 50 x ( 0,278 ) = 13.87
Jadi, gradien barometrik antara isobar pertama dan isobar kedua dalam jarak 400 km adalah 13.87 mb/km. 10.Menghitung Kelembaban Udara Dalam suhu 20 0 C, kemampuan maksimum udara menampung uap air adalah 25 gr/m 3 . Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung, diketahui kandungan uap air dalam udara adalah 20 gr/m 3 . Untuk mencari kelembaban nisbinya digunakan rumus: RH = e/E x 100% RH = 20/25 x 100% RH = 80 % RH = kelembapan nisbi dalam persen e = kandungan uap air hasil pengukuran secara langsung E = kemampuan maksimal udara dapat menampung uap air
Hujan orografis biasanya terjadi di kawasan pegunungan atau perbukitan. Hujan orografis terjadi karena adanya penguapan di daerah lautan. Sehingga udara lautan menghangat karena mengandung banyak uap air. Udara tersebut kemudian bergerak ke kawasan pegunungan. Setelah sampai di atas, udara tersebut mengalami pendinginan dan mengembun menjadi awan. Embun-embun tersebut kemudian menjadi titik-titik air yang akhirnya jatuh di kawasan pegunungan sebagai hujan. Hujan orografis jatuh di lereng gunung tempat datangnya angin. Lereng tempat jatuhnya hujan tersebut kemudian disebut daerah hujan. Sedang lereng gunung yang ada di sekitar daerah hujan, namun tidak mendapat hujan, disebut sebagai daerah bayangan hujan. 12. Angin Muson Barat dan Timur
1. Angin Muson Barat Bertiup setiap bulan Oktober - April ,saat kedudukan semu matahari di belahan bumi selatan.in Hal ini menyebabkan tekanan udara tinggi di Asia dan tekanan udara rendah di Australia,bertiuplah angin dari Asia ke Australia.Karena angin melalui samudra Hindia,angin tersebut mengandung uap air banyak sehingga pada bulan Oktober sampai Maret di Indonesia terjadi musim penghujan
2. Angin Muson Timur Bertiup mulai bulan April - Oktober,saat kedudukan semu matahari di sebelah belahan bumi utara,akibatnya tekanan udara di Asia rendah dan tekanan udara di Australia tinggi sehingga angin bertiup dari Australia ke Asia.Angin tersebut melewati gurun yang luas di Australia sehingga bersifat kering. Oleh karena itu di Indonesia mengalami musim kemarau
13. Peredaran Matahari Berkaitan dengan Musim di Indonesia
Wilayah Indonesia terletak pada garis lintang 6 derajat LU s/d 11 derajat LS. Karena letaknya ini Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang memiliki 2 musim yakni musim hujan dan musim kemarau, dengan pergantian musim 6 bulan sekali.
Musim kemarau =====> berlangsung pada bulan April - Oktober
Musim penghujan =====> berlangsung pada bulan Oktober - April
Iklim tropis terjadi karena pergerakan semu matahari. Kita maklum bahwa matahari hanya beredar pada lintang 23, 30 derajat LU sampai dengan 23, 30 derajat LS. sehingga semua wilayah pada pertengahan kedua garis lintang itu sepanjang tahun mendapatkan penyinaran matahari (salah satu ciri dari iklim tropis).
Gerakan semu matahari adalah gerakan seolah-olah matahari bergerak mengitari bumi. Padahal yang sebenarnya bumi mengelilingi matahari.
Kenapa ini bisa terjadi? Sebabnya waktu bumi melakukan revolusi (bumi mengelilingi matahari), pada saat bersamaan bumi juga melakukan rotasi (berputar pada porosnya). Kondisi ini mengakibatkan matahari seolah bergerak bolak-balik di sekitar garis balik utara (23, 30 derajat LU) dan garis balik selatan (23,30 derajat LS). Fenomena inilah kemudian yang disebut gerak semu matahari. Gerakan ini menyebabkan adanya perbedaan panas matahari yang diterima permukaan bumi. Tempat-tempat yang berada pada lintang tinggi lebih sedikit menerima panas matahari daripada tempat-tempat pada lintang rendah.
Besar kecil tekanan udara sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi (akan menentukan sedikit tidaknya penyinaran matahari yang diterima bumi). Pada tanggal 21 Juni posisi matahari beredar pada 23,30 derajat LU. Pada tanggal 23 September posisi matahari beredar di atas khatulistiwa. Pada tanggal 22 Desember posisi matahari beredar pada 23,30 derajat LS. Pada tanggal 21 Maret posisi matahari beredar di khatulistiwa.Lihat gambar di bawah.
Pada bulan September hingga Desember matahari bergerak kebagian selatan/wilayah Australia (23,30 derajat LS), akibatnya wilayah selatan bumi bertemperatur (bersuhu) udara tinggi dan tekanan udaranya rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran udara dari wilayah utara bumi/Asia (yang jauh dari matahari) menuju ke wilayah selatan bumi/ wilayah Australia. Sebaliknya pada bulan Maret hingga Juni posisi matahari berada pada bagian utara wilayah bumi (23,30 derajat LS). Hal tersebut di atas akan mempengaruhi terjadinya angin muson di Indonesia.
14. Gerakan Udara Secara Berputar
Udara bersifat diatermal, artinya dapat melewatkan panas matahari. Setelah panas matahari sampai ke permukaan bumi, panas ini digunakan bumi untuk memanasi udara di sekitarnya. Dalam memanasi bumi, matahari menempuh dua macam cara, yaitu: 1) Pemanasan secara langsung, yaitu dengan cara pancaran (radiasi) 2) Pemanasan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan cara konduksi, konveksi, turbulensi, dan adveksi.
Akibat dari adanya gerakan udara menyebabkan daerah yang paling rendah mendapatkan paling banyak panas. Hal ini menyebabkan daerah pantai lebih panas suhunya jika dibandingkan dengan daerah pegunungan.
Pemanasan secara tidak langsung olah udara diantaranya dengan cara: 1. Konveksi, adalah pemanasan udara vertikal. Dengan adanya gerakan udara secara vertikal, udara diatas yang belum panas akan menjadi panas karena pengaruh udara di bawahnya. Dalam hal ini, zat penghantar panasnya mudah bergerak seperti udara, gas, air, dan sebagainya. 2. Adveksi, adalah penyebaran panas secara horisontal (mendatar). Hal ini menyebabkan daerah yang tidak terkena panas menjadi panas akibat gerakan adveksi seperti panas di ruangan, dan sebagainya. 3. Turbulensi, adalah penyebaran panas secara berputar-putar. Ini biasa terjadi di sekitar gedung bertingkat atau di daerah berbukit-bukit. 4. Konduksi, adalah pemanasan udara secara kontak atau bersinggungan atau melalui suatu perantara (konduktor). Udara yang dekat dengan permukaan bumi akan menjadi panas karena bersinggungan dengan bumi yang menerima panas langsung dari matahari. Dalam hal ini bumi dan udara merupakan media penghantarnya serta molekul zat penghantar tidak bergerak atau diam.
15. Suhu Harian Tertinggi dan Terendah di Suatu Tempat
Suhu udara merupakan ukuran untuk menyatakan keadaan panas atau dinginnya udara. Suhu udara diukur dengan alat termometer. Hasil pengukuran dapat dinyatakan dalam 3 skala, yaitu Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Persebaran suhu udara di permukaan Bumi berbeda-beda. Karakteristik persebaran suhu udara sebagai berikut. 1) Persebaran Secara Horizontal Suhu udara tertinggi terdapat di daerah tropis atau sekitar ekuator, semakin ke kutub semakin dingin. 2) Persebaran Secara Vertikal Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara semakin dingin atau semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hukum gradien geothermis, yaitu setiap kenaikan 100 meter suhu berkurang rata-rata 0,6C. Pada udara kering besar gradien geothermis sebesar 1C. Pada lapisan atmosfer tertentu hukum ini tidak berlaku. Persebaran suhu baik vertikal maupun horizontal tidak terjadi dengan sendirinya Persebaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
16. Hujan Zenit atau Konveksi
Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada garis khatulistiwa sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu dengan udara yang dingin menjadi hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar daerah garis khatulistiwa saja.
17. Proses Terjadinya Hujan Frontal
Hujan frontal merupakan hujan yang terjadi di daerah front atau daerah yang terbentuk oleh pertemuan dua massa udara yang berbeda temperatur (suhu). Massa udara panas bertemu dengan massa udara dingin sehingga massa udara terkondensasi dan terjadilah hujan.
18. Alat Pengukur Curah Hujan, Angin, Kelembaban Udara, Suhu Udara
Ombrometer Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curahhujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Alat Pengukur Curah Hujan (Ombrometer, Rain Gauge)
Anemometer Anemometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur arah dan kecepatan angin. Satuan meteorologi dari kecepatan angin adalah Knots (Skala Beaufort. Sedangkan satuan meteorologi dari arah angin adalah 0o 360o dan arah mata angin. Anemometer harus ditempatkan di daerah terbuka.
Hygrometer hygrometer adalah alat untuk mengukur tingkat kelembapan pada suatu tempat.
Thermometer Thermometer adalah alat untuk mengukur suhu, baik suhu udara maupun suhu air. Satuan umum yang digunakan adalah celcius.
19. Proses El Nino / La Nina
El Nino Pada cuaca yang normal, angin timur di Samudra Pasifik bertiup ke arah barat dan mendorong air laut hangat ke permukaan. Akibatnya, air laut di bagian barat samudra lebih hangat 2 C dan lebih tinggi 40 cm. Di bagian timur samudra air laut dingin menggantikan air laut hangat. Hal ini menyebabkan udara lembap hangat naik di bagian barat dengan membawa uap air dan menimbulkan hujan. Udara di bagian timur yang kering dan dingin, bertiup di pantai Amerika Selatan.
La Nina La Nina memiliki sifat yang berlawanan dengan El Nino. Arus udara dan arus laut yang saling memperkuat menyebabkan angin pasat bertiup sangat kencang sehingga air laut hangat mengalir ke arah barat. Hal ini menyebabkan wilayah Asia, Australia, dan Afrika mengalami musim hujan yang sangat lebat. Sebaliknya, wilayah Amerika Selatan mengalami kekeringan yang hebat.
20. Proses Terjadinya Transpirasi
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini memengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakan potometer.
21. Menghitung Pembagian Iklim Menurut Schmidt
SchmidtFerguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering, jika dalam satu bulan terjadi curah hujan kurang dari 60 mm. Disebut bulan basah, jika dalam satu bulan curah hujannya lebih dari 100 mm. Iklim Schmidt dan Ferguson sering disebut juga Q model karena didasarkan atas nilai Q. Nilai Q merupakan perbandingan jumlah ratarata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah. Nilai Q dirumuskan sebagai berikut.
Nilai Q ditentukan dari perhitungan rata-rata bulan kering dan bulan basah selama periode tertentu, misalnya 30 tahun. Contoh penentuan iklim daerah X berdasarkan nilai Q. Diketahui: Selama 30 tahun, jumlah rata-rata bulan kering = 2 dan jumlah ratarata bulan basah = 8.
Berdasarkan tabel 7.3, daerah X dengan nilai Q = 0,25 termasuk beriklim B atau basah.
22. Peta Arus di Dunia
23. Pembagian Iklim Berdasar Junghuhn
Pembagian daerah iklim tersebut adalah sebagai berikut. a. Daerah Panas/Tropis Tinggi tempat : 0600 m di atas permukaan laut. Suhu : 22 C26,3 C. Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa.
b. Daerah Sedang Tinggi tempat : 600 m1500 m di atas permukaan laut. Suhu : 17,1 C22 C Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, kina, sayur-sayuran.
c. Daerah Sejuk Tinggi tempat : 15002500 m di atas permukaan laut. Suhu : 11,1 C17,1 C Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran.
d. Daerah Dingin Tinggi tempat : lebih dari 2500 m di atas permukaan laut. Suhu : 6,2 C11,1 C Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya.
24. Proses hidrologi
Siklus hidrologi dapat dimulai dari evaporasi air laut. Uap yang dihasilkan dari pemanasan oleh sinar matahari dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan uap tersebut terkondensasi membentuk awan, yang pada akhirnya menghasilkan prespitasi. Prespitasi yang jatuh ke bumi menyebar ke arah yang berbeda-beda dalam berbagai cara. Sebagian besar dari prespitasi tersebut untuk sementara tertahan ditanah dekat tempat air tersebut jatuh, dan akhirnya dikembalikan ke atmosfer oleh evaporasi dan transpirasi oleh tanaman. Sebagian lagi melalui permukaan tanah, menuju sungai, dan lainnya menembus tanah menjadi air tanah (groundwater) dengan proses ilfiltrasi. Dalam siklus hidrologi, perputaran air tidak selalu merata karena adanya pengaruh meteorologi seperti suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan kondisi topografi juga ikut mempengaruhi.
Siklus hidrologi dibagi menjadi 3 (tiga) : 1. Siklus Pendek /Siklus Kecil Proses yang terjadi pada siklus pendek yaitu, air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari, kemudian terjadi kondensasi dan pembentukan awan. Sehingga turun hujan di permukaan laut 2. Siklus Sedang Pada siklus sedang, air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari, kemudian terjadi kondensasi. Uap bergerak oleh tiupan angin ke darat sehingga terbentuklah awan dan turun hujan di daratan. Air mengalir di sungai akan menuju laut kembali. 3. Siklus Panjang/Siklus Besar Pada siklus panjang, air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari. Uap air mengalami sublimasi dan membentuk awan yang mengandung kristal es. Awan bergerak oleh tiupan angin ke darat sehingga membentuk awan. Turun salju dan membentuk gletser. Gletser mencair membentuk aliran sungai. Air mengalir di sungai menuju darat dan kemudian ke laut.
25. Komponen-Komponen Siklus Hidrologi
Evaporasi (presipitasi) Air di permukaan bumi, baik di daratan maupun di laut dipanasi oleh sinar matahari kemudian berubah menjadi uap air yang tidak terlihat di atmosfir. Uap air juga dikeluarkan dari daun-daun tanaman melalui sebuah proses yang dinamakan transpirasi. Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan uap air 5 sampai 10 kali sebanyak air yang dapat ditahan. Sekitar 95.000 mil kubik air menguap ke angkasa setiap tahunnya. Hampir 80.000 mil kubik menguapnya dari lautan. Hanya 15.000 mil kubik berasal dari daratan, danau, sungai, dan lahan yang basah, dan yang paling penting juga berasal dan transpirasi oleh daun tanaman yang hidup. Proses semuanya itu disebut evapotranspirasi. Transpirasi Merupakan proses pelepasan uap air yang berasal dari tumbuh - tumbuhan melalui bagian daun, terutama stomata atau mulut daun. Evapotranspirasi Merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Kondensasi Uap air naik ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi akan mengalami pendinginan, sehingga terjadi perubahan wujud melalui kondensasi menjadi embun, titik-titik air, salju dan es. Kumpulan embun, titik-titik air, salju dan es merupakan bahan pembentuk kabut dan awan. Presipitasi (Hujan) Presipitasi atau Curah Hujan ketika titik-titik air, salju dan es di awan ukurannya semakin besar dan menjadi berat, mereka akan menjadi hujan. Presipitasi pada pembentukan hujan, salju, dan hujan batu (hail) berasal dan kumpulan awan. Awan- awan tersebut bergerak mengelilingi dunia, yang diatur oleh arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan tersebut bergerak menuju pegunungan, awan-awan tersebut menjadi dingin, dan kemudian segera menjadi jenuh air yang kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan, salju, dan hujan batu (hail), tergantung pada suhu udara sekitarnya. Adveksi Merupakan proses pengangkutan air dengan gerakan horizontal seperti perjalanan panas maupun uap air dari satu lokasi ke lokasi yang lain oleh gerakan udara mendatar. Infiltrasi (Perkolasi) Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi khususnya daratan, kemudian meresap ke dalam tanah dengan cara mengalir secara infiltrasi atau perkolasi melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan, sehingga mencapai muka air tanah (water table) yang kemudian menjadi air bawah tanah. Surface run off Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Infiltrasi Perembesan atau pergerakan air ke dalam tanah melalui pori - pori tanah.
Intersepsi Hujan turun di hutan yang lebat, tetapi air tidak sampai ke tanah, akibat intersepsi, air hujan tertahan oleh daun-daunan dan batang pohon
26. Pola Sungai Berdasarkan Aliran Sungai di Indonesia
Pola Aliran Sungai
Pola Aliran Sungai
Ada beberapa pola aliran sungai, antara lain sebagai berikut. 1. Pola dendritikialah pola aliran sungai yang anak-anak sungainya bermuara pada sungai induk secara tidak teratur. Pola aliran ini terdapat di daerah yang batuannya homogen dan lerengnya tidak begitu terjal. 2. Pola trellisialah suatu pola aliran sungai yang sungai-sungai induknya hampir sejajar dan anak-anak sungainya. Anak-anak sungai ini hamper membentuk sudut 90dengan sungai induknya. 3. Pola rectangularialah suatu pola aliran sungai yang terdapat di daerah yang berstruktur patahan. Pola aliran air membentuk sudut siku-siku. 4. Pola radial sentrifugalialah suatu pola aliran sungai yang arahnya menyebar. Pola aliran ini terdapat di kerucut gunung berapi atau dome yang berstadium muda, pola alirannya menuruni lereng-lereng pegunungan. 5. Pola radial sentripetalialah pola aliran sungai yang arah alirannya menuju ke pusat. Pola aliran ini terdapat di daerah-daerah cekungan. 6. Pola paralelialah pola aliran sungai yang arah alirannya hampir sejajar antara sungai yang satu dengan sungai yang lain. Pola aliran ini terdapat di daerah perbukitan dengan lereng yang terjal. 27. Jenis Pola Aliran Sungai
1. Pola aliran sungai dendritik. Merupakan pola aliran yang menyerupai percabangan batang pohon. Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah juga sudut yang beragam. Pola ini berkembang di bebatuan yang cenderung homogen dan tidak melalui kontrol struktur. Pla aliran sungai yang satu ini tidaklah teratur dan umumnya dijumpai di wilayah dataran atau wilayah berpantai juga wilayah plato. 2. Pola aliran paralel merupakan pola yang cenderung sejajar. Ia dijumpai di wilayah perbukitan yang memanjang. Kemiringan lereng pada pola ini cenderung curam dan terjal. 3. Pola aliran annular. Merupakan pola aliran yang arahnya menyebar secara radial dimulai dari suatu titik yang tinggi dan kemudian berjalan ke arah hilir untuk selanjutnya kemudian menyatu dalam satu aliran. 4. Pola aliran sungai selanjutnya adalah rectangular. Pola ini dibentuk cabang-cabang sungai yang cenderung berkelok, menyambung dan membentuk sudut-sudut yang tegak lurus dan memiliki liku-liku. Pola aliran yang satu ini umumnya dikendalikan oleh pola kekar atau juga bisa oleh pola potongan yang tegak lurus. Rektangular ini bisa terbentuk di bebatuan keras dengan lapis horizontal dan juga batuan kristalin. 5. Pola aliran trellis memiliki bentuk yang panjang-panjang. Ia kerap juga disebut dengan nama pola trail pagar. Pola ini sering dijumpai pada sungai yang terletak di bebatuan dengan lupatan dan kemiringan yang kuat. Sungai-sungai besar dengan pola ini umumnya mengikuti singkapat bebatuan yang subsekuen dan juga linak. Cabang sungainya dari arah kanan juga kiri merupakan jenis resekuen atau juga obsekuen. 6. Pola aliran radial. Biasa juga dikenal dengan nama pola aliran menyebar. Ciri utamanya adalah aliran yang berbeda dalam hal arah. Menyebar ke segala penjuru baik itu ke utara, barat, timur maupun selatan. Pola ini umumnya ada pada wilayah pegunungan dengan bentuk kerucut. 7. Pola aliran multi-basinal atau yang juga dikenal dengan nama pola aliran sungaimemusat. Ciri utama pola yang satu ini adalah alirannya yang terpusat pada suatu lahan tertentu. Pola aliran ini umumnya ada pada wilayah dengan cekungan yang mirip seperti dolina di wilayah krast.
28. Ciri-Ciri Sungai Hilir dan Hulu
Sungai di Daerah Hulu Daerah hulu adalah daerah awal aliran sungai, dan berada di daerah pegunungan atau perbukitan. Sungai-sungai di daerah hulu dapat memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: 1. Memiliki lembah sungai berbentuk V. (Gambar) 2. Debit airnya relatif kecil dan sangat dipengaruhi oleh curah hujan. 3. Kondisi dasar sungai berbatu-batu, sering ada air terjun. 4. Erosi oleh aliran air sungai terutama terjadi ke arah vertikal (aliran air sungai mengerosi dasar sungai). 5. Aliran sungai mengalir di atas batuan induk (country rocks). 6. Aliran sungai mengerosi batuan induk. 7. Aliran sungai cenderung relatif lurus. 8. Tidak pernah terjadi banjir (air sungai yang meluap) karena air segera mengalir ke hilir. Sungai di Daerah Hilir Daerah hilir adalah daerah akhir aliran sungai, dan di dataran rendah tepi pantai. Sungai-sungai di daerah hilir dapat memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: 1. Memiliki lembah sungai berbentuk U. 2. Aliran air permanen meskipun debit aliran sungai dapat dipengaruhi oleh curah hujan (musim). 3. Di dalam alur sungai cenderung terjadi pengendapan, dan aliran air sungai mengalir di atas endapannya sendiri. 4. Mendapat air dari alur yang berasal dari daerah hulu, dan kondisi debit dipengaruhi oleh kondisi daerah hulu. 5. Dapat terjadi banjir bila debit air yang datang dari daerah hulu melebihi daya tampung saluran sungai yang ada di daerah hilir. 6. Daerah genangan air sungai ketika banjir dikenal sebagai daerah dataran banjir, dan di dataran ini muatan yang dibawa oleh air sungai ketika banjir sebagian diendapkan. (Gambar) 7. Aliran sungai cenderung berkelok-kelok membentuk pola aliran sungai yang dikenal sebagai meander. (Gambar) 8. Sungai cenderung mengerosi ke arah lateral (mengerosi tebing sungai). 29. Sungai Berdasarkan Aliran Sungai Berdasar Kemiringan Struktur Geologinya
Berdasarkan Arah Aliran Airnya
Macam sungai dilihat dari arah aliran airnya terkait dengan kemiringan perlapisannya
Berdasarkan arah aliran airnya terkait dengan posisi kemiringan perlapisannya dan tektonik adalah sebagai berikut. 1. Sungai konsekuenadalah sungai yang arah aliran airnya searah dengan kemiringan lerengnya. 2. Sungai subsekuenadalah sungai yang arah aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekuen. 3. Sungai resekuenadalah sungai yang arah aliran airnya sejajar dengan sungai konsekuen. 4. Sungai obsekuenadalah sungai arah aliran airnya berlawanan dengan sungai konsekuen. 5. Sungai antesedenadalah sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya mampu mengimbangi pengangkatan daerah yang dilaluinya. 6. Sungai reverseadalah sungai yang kekuatan erosi ke dalammya tidak mampu mengimbangi pengangkatan daerah yang dilaluinya. Oleh karena itu arah aliran sungai ini berbelok menuju ke tempat lain yang lebih rendah. 7. Sungai insekuenialah sungai yang arah aliran airnya tidak mengikuti perlapisan batuan sehingga arahnya tidak menentu. Untuk memperjelas tipe-tipe sungai, perhatikan gambar di bawah ini. 30. Jenis-Jenis Air Tanah Dalam Air Tanah Dalam (Artesis) meruapakan air tanah dalam, terletak di antara lapisan akuifer dengan lapisan batuan kedap air (akuifer terkekang). 31. Pengertian Laut Berdasar Proses, Contoh, dan Letaknya 1. Laut Ingresi, terjadi karena dasar laut mengalami penurunan. Kedalaman laut ingresi pada umumnya lebih dari 200 meter. Contoh laut ingresi adalah Laut Maluku dan Laut Sulawesi. 2. Laut Transgresi, terjadi karena permukaan air laut bertambah tinggi. Laut transgresi umumnya terdiri dari laut dangkal yang kedalamannya kurang dari 200 meter. Contoh laut transgresi adalah Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan Laut Arafura. 3. Laut Regresi, terjadi karena laut mengalami penyempitan akibat adanya proses sedimentasi lumpur yang dibawa oleh sungai. 32. Ciri Laut Berdasar Kedalaman / Zonanya Berdasarkan kedalamannya, wilayah perairan laut terdiri dari empat zona, yaitu : 1. Zona Litoral, yaitu wilayah antara garis pasang dan garis surut air laut. Wilayah ini kadang-kadang kering pada saat air laut surut dan tergenang pada saat air laut mengalami pasang. Zona litoral biasanya terdapat di daerah yang pantainya landai. 2. Zona Neritik, adalah daerah dasar laut yang mempunyai kedalaman rata-rata kurang dari 200 meter. Contohnya wilayah perairan laut dangkal di Paparan Sunda dan Paparan Sahul di wilayah perairan Indonesia. Seperti Laut Jawa, Selat Sunda dan Laut Arafuru. 3. Zona Batial, adalah wilayah perairan laut yang memiliki kedalaman antara 200 meter 1.800 meter. 4. Zona Abisal, adalah wilayah perairan laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1.800 meter. Contohnya Palung Laut Banda (7.440meter) dan Palung Laut Mindanao (10.830 meter).
Zona Laut Berdasarkan Kedalamannya
33. Morfologi Laut 1. Gunung laut, yaitu gunung yang kakinya di dasar laut sedangkan badan puncaknya muncul ke atas permukaan laut dan merupakan sebuah pulau. Contoh: gunung Krakatau.
2. Seamount, yaitu gunung di dasar laut dengan lereng yang curam dan berpuncak runcing serta kemungkinan mempunya tinggi sampai 1 km atau lebih tetapi tidak sampai kepermukaan laut. Contoh: St. Helena, Azores da Ascension di laut Atlantik.
3. Guyot, yaitu gunung di dasar laut yang bentuknya serupa dengan seamount tetapi bagian puncaknya datar. Banyak terdapat di lautan Pasifik.
4. Punggung laut (ridge), yaitu punggung pegunungan yang ada di dasar laut. Contoh: punggung laut Sibolga.
5. Ambang laut (drempel), yaitu pegunungan di dasar laut yang terletak diantara dua laut dalam. Contoh: ambang laut sulu, ambang laut sulawesi. 6. Lubuk laut (basin), yaitu dasar laut yang bentuknya bulat cekung yang terjadi karena ingresi. Contoh: lubuk laut sulu, lubuk laut sulawesi.
7. Palung laut (trog), yaitu lembah yang dalam dan memanjang di dasar laut terjadi karena ingresi. Contoh: Palung Sunda, Palung Mindanao, Palung Mariana. Agar Anda lebih jelas bentuk-bentuk morfologi, lihat gambar berikut. 34. Pengertian ZEE Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak.
35. Kedalaman Laut Berdasar Batu Duga BATU DUGA Yaitu sistem pengukuran dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul pemberat yang massanya berkisar 25-75 kg. Gambar metode batu duga:
36. Pengertian Wawasan Nusantara dengan Batas Perairan Laut teritorial Indonesia Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi:
(1) Batas laut teritorial. (2) Batas zona tambahan. (3) Batas perairan ZEE. (4) Batas landas kontinen.
Yang dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
37. Langkah-Langkah Mitigasi Bencana Gunung Berapi
Sebelum Terjadi Bencana Dilakukan pemantauan gunungapi Penyediaan peta kawasan rawan bencana gunungapi, peta zona risiko bahaya gunung api Pemantapan protap tingkat kegiatan gunungapi Pembimbingan dan informasi gunungapi Penerbitan peta geologi gunungapi Penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia Peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya
Saat Terjadi Bencana Mengirimkan tim tanggap darurat Meningkatkan pengamatan Melaporkan tingkat kegiatan sesuai alur Memberikan rekomendasi kepada pemda sesuai protap
Sesudah Terjadi Bencana
Menurunkan tingkat kegiatan gunungapi sesuai protap Menginventarisir data letusan, termasuk sebaran dan volume bahan letusan Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya sekunder Memberikan saran teknis penanggulangan bahaya sekunder Pengurangan Resiko Bencana Melakukan identifikasi, kajian dan pemantauan resiko bencana dan memperkuat sistem peringatan dini Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan terhadap bencana di semua tingkatan Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk menjamin pelaksanaan tanggap darurat yang efektif
Sosialisasi dan Koordinasi Sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggal disekitar gunungapi tentang potensi gunungapi, baik yang negatif (bahaya), maupun yang positif (sumberdaya). Koordinasi dilakukan dengan pemerintah daerah dan instansi terkait guna meningkatkan efektivitas dalam penanggulangan bencana erupsi gunungapi.
Penataan Ruang Berbasis Kebencanaan Upaya pengurangan risiko bencana gempabumi adalah dengan mengurangai elemen kerentanan, salah satunya adalah dengan cara penataan ruang yang berlandaskan kepada ainaliss kebencanaan gunungapi.
Berikut ini adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana geologi yang disebabkan oelh erupsi gunung api yaitu: 1. Melakukan pengamatan dan pemantauan terhadap gunung api aktif. 2. Dengan melakukan pengamatan dan pemantauan yang terus menerus, maka diharapkan dapat dipelajari tingkah laku dan aktifitas semua gunung api aktif yang ada sehingga usaha perkiraan erupsi dan bahaya gunung api akan tepat dan cepat. Penyampaian informasi dalam rangka pengamanan penduduk dalam kawasan rawan bencana dapat dilakukan tepat waktu sehingga korban bisa dihindari. 3. Melakukan pemetaan kawasan rawan bencana gunung apai 4. Untuk mengetahui dan menentukan kawasan rawan bencana gunung api, tempat-tempat yang aman jika terjadi letusan, tempat pengungsian, alur pengungsian. Sehingga pada saat terjadi peningkatan aktifitas/ letusan, kita sudah siap dengna peta operasional lapangan. 5. Mengosongkan kawasan rawan bencana 6. Daerah atau kawasan yang termasuk kedalam kawasan rawan bencana harus dikosongkan dan dilarang untuk hunian tetap, karena daerah ini sering dilanda oleh produk letusan gunung api (lava, awan panas, jatuhan piroklastik) 7. Melakukan usaha preventif 8. Upaya untuk mengurangi bahaya akibat aliran lahar, yaitu dengan cara membuat tanggul penangkis, tanggul-tanggul untuk mengurangi kecepatan lahar, serta mengurangi volume air di kawah (Kelud , Galunggung)
Tahap kesiap siagaan merupakan tindakan-tindakan yang mmungkinkan pemerintah, masyarakat maupin perorangan mampu mengantisipasi segera mungkin dan seefektif mungkin terhadap situasi kejadian bencana misalnya: 1) Menyiapkan peralatan penanggulangan bencana untuk digunakan sewaktu-waktu. 2) Pelaksanaan efakuasi atau pengungsian. 3) Menyiapkan sistem peringatan dini (komunikasi darurat). 4) Melakukan penyuluhan serta memberi informasi tentang kebencanaan pada masyarakat. 5) Melakukan pelatihan penanggulangan bencana 38. Bencana Alam Atmosfer 1. Hujan Asam Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbon dioksida (CO 2 ) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. 2. El Nino La Nina a. El Nino El-Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan air laut di pantai Peru-Equador (Amerika Selatan). Gejala ini dapat mengakibatkan gangguan iklim secara global. Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin, karena adanya arus naik dari dasar laut ke permukaan laut, yang dikenal dengan istilah up welling. Menurut bahasa setempat, El-Nino berarti bayi laki-laki (Yesus), karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Proses terjadinya El-Nino adalah sebagai berikut. Pada saat-saat tertentu air laut yang panas dari perairan Indonesia bergerak ke arah timur menyusuri equator, hingga sampai ke pantai barat Amerika Selatan (Peru-Equador). Pada saat yang bersamaan, air laut yang panas dari Amerika Tengah bergerak ke arah selatan, hingga sampai di pantai barat Peru-Equador. Akhirnya akan terjadi pertemuan antara air laut yang panas dari Indonesia dengan air laut yang panas dari Amerika Tengah di pantai barat Peru-Equador, dan berkumpullah masa air laut panas dalam jumlah yang besar dan menempati daerah yang luas. Permukaan air laut yang panas tersebut kemudian menularkan panasnya pada udara di atasnya, sehingga udara daerah itu memuai ke atas (konveksi), dan terbentuklah daerah bertekanan rendah (-). Akibatnya, semua angin yang berada di sekitar Pasifik dan Amerika Selatan akan bergerak menuju daerah bertekanan rendah di Peru-Equador. Di Indonesia, angin muson yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar membelok ke daerah tekanan rendah Peru-Equador. Akibatnya angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air, sehingga terjadi musim kemarau yang panjang. El-Nino di Indonesia ditandai dengan kemarau panjang. Akibatnya adalah bencana kekeringan, kebakaran hutan, sehingga dapat menurunkan produksi pertanian. Penduduk sulit mencari air bersih, lahan kekurangan air, sehingga banyak tanaman yang mati, ternak kekurangan air, lingkungan yang gersang, dan sebagainya. b. La Nina La-Nina merupakan kebalikan dari El-Nino. La-Nina menurut bahasa penduduk Amerika Latin berarti bayi perempuan. Proses terjadinya adalah sebagai berikut. Pada saat El-Nino mulai melemah dan air laut yang panas di pantai Peru- Equador kembali bergerak ke barat, air laut itu suhunya kembali seperti semula (dingin) dan kembali muncul up welling, atau kondisi cuaca kembali normal. Dengan kata lain La-Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El-Nino. Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai di Indonesia. Akibatnya wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (-) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air. Akibatnya, Indonesia akan terjadi hujan lebat. Hujan lebat dapat menimbulkan berbagai bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. 3. Efek Rumah Kaca Efek rumah kaca merupakan gejala atmosferik yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara di bumi karena makin banyaknya zat pencemar (polutan) dalam udara. Industri yang jumlahnya makin banyak, demikian juga kendaraan bermotor dan alat-alat kebutuhan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah, batu bara, dan bahan- bahan sejenis, akan menghasilkan gas buang (polutan) CO 2 , CO, HC, NO 2 , HCl, H 2 S, NH 4 , dan HF. Bila jumlah gas-gas tersebut dalam udara berlebihan dan mengganggu kehidupan, maka dikatakan telah terjadi pencemaran udara. Daerah yang udaranya telah tercemar menjadi daerah yang tidak nyaman untuk tempat tinggal. Di samping itu, banyaknya CO 2 dan gas-gas polutan lain dalam udara menyebabkan sinar matahari yang sampai di bumi dan akan dipancarkan kembali ke angkasa, sebagian tertahan oleh gas-gas itu, kemudian dikembalikan lagi ke bumi. Akibatnya adalah suhu udara di bumi makin panas. Gejala ini disebut efek rumah kaca (greenhouse effect). Suhu udara di bumi yang meningkat akan menimbulkan akibat berantai, yaitu : es di kutub mencair ; karena es mencair, maka permukaan air laut naik ; karena permukaan air laut naik, maka daerah pertanian di tepi pantai hingga ketinggian tertenti terendam air, sehingga produksi bahan pangan berkurang ; produksi bahan pangan berkurang padahal jumlah penduduk terus bertambah, maka akan terjadi bencana kelaparan. 4. Lubang Ozon Seiring berjalannya waktu, pertambahan jumlah oenduduk dan kemajuan industri serta pembangunan mengakibatkan lapisan ozon ini mulai berlubang. Lubang ozon ini sangat merisaukan karena dengan berkurangnya kadar ozon berarti semakin bertambah sinar UV-B yang akan sampai ke bumi. Dampak bertambahnya sinar UV-B ini akan sangat besar terhadap mahluk hidup di bumi. Terjadinya lubang ozon ini diakibatkan adanya peningkatan kadar NOx dari pembakaran bahan bakar pesawat, naiknya kadar N2O karena akibat pembakaran biomassa dan penggunaan pupuk, dimana N2O ini merupakan sumber terbentuknya NO. Selain itu, zat kimia yang kita kenal clorofuorocarbon atau CFC berpengaruh sangat besar terhadap perusakan ozon. CFC ini adalah segolongan zat kimia yang terdiri atas tiga jenis unsur, yaitu klor (Cl), fluor (F) dan karbon (C). CFC inilah yang mendominasi permasalahan perusakan ozon dan menjadi zat yang sangat dicurigai sebagai penyebab terjadinya kerusakan ozon. CFC ini tidak ditemukan di alam, melainkan merupakan zat hasil rekayasa manusia. CFC tidak beracun, tidak terbakar dan sangat stabil karena tidak mudah bereaksi. Karenanya menjadi zat yang sangat ideal untuk industri. CFC banyak digunakan sebagai zat pendingin dalam kulkas dan AC mobil (CFC-12), sebagai bahan untuk membuat plastik busa, bantal kursi dan jok mobil (CFC-11), campuran CFC-11 dan CFC-12 digunakan untuk pendorong aerosol, serta CFC- 13 yang biasa digunakan dalam dry cleaning. 5. Global Warming Pemanasan global atau yang sering juga disebut global warming adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca Pemanasan Global akan diikuti dengan Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu. 39. Tujuan Mitigasi 1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam. 2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan. 3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe). 40. Keberadaan lempeng Indonesia Australia dan Eurasia dan Pengaruhnya Terhadap Terjadinya Bencana Kepulauan Indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki kondisi geologi yang menarik. Menarik karena gugusan kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Tumbukan Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia mempengaruhi Indonesia bagian barat (lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara), sedangkan pada Indonesia bagian timur (utara Irian dan Maluku utara), dua lempeng tektonik ini ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur. Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan (subduksi), dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Di belakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contoh yang terjadi di Indonesia adalah pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan sampai ke Nusa Tenggara, dan pembentukan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara
Pertemuan lempeng-lempeng tektonik besar di Indonesia itu menghasilkan berbagai macam fenomena alam. Salah satu contoh yang terjadi di Indonesia adalah pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api aktif yang sewaktu- waktu akan metelus di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan sampai ke Nusa Tenggara, dan pembentukan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara. Secara umum bencana alam yang disebabkan oleh aktivitas tektonik lempeng dapat berupa gempa bumi maupun letusan gunung berapi. Baik gempa bumi maupun gunung berapi yang sumber aktivitasnya berada di laut bisa menyebabkan bencana tsunami pada kekuatan tertentu. 41. Penyelamatan Resiko Bencana