Anda di halaman 1dari 12

i

REFLEKSI KASUS

DERMATITIS KONTAK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta











Disusun Oleh:
Dwi Arif Wahyu Wibowo
20090310156

Diajukan Kepada:
dr. H. Aris Budiarso, Sp. KK





BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
ii

LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS
DERMATITIS KONTAK

Telah dipresentasikan pada tanggal:
25 Agustus 2014



Disusun Oleh:
Dwi Arif Wahyu Wibowo
20090310156


Disetujui Oleh:
Dokter Pembimbing



dr. H. Aris Budiarso, Sp. KK
iii

DAFTAR ISI
REFLEKSI KASUS ................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2
A. Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan dan Alergi ....................................... 2
1. Definisi.................................................................................................. 2
2. Patogenesis............................................................................................ 2
3. Gejala Klinis ......................................................................................... 6
B. Iritan dan Alergen ..................................................................................... 6
1. Contoh Bahan Iritan .............................................................................. 6
2. Contoh Bahan Alergen.......................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9



1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dermatitis adalah peradangan kuli (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan hanya timbul beberapa (oligomorfik). Dermatitis kontak
adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada
kulit (Sularsito & Djuanda, 2010). Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan
pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang
berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision
(NOHSC), 2006). Dermatitis kontak adalah suatu reaksi peradangan kulit yang
disebabkan oleh bahan eksternal. Gambaran erupsi dan anamnesis yang teliti
sering memberi petunjuk tentang bahan penyebab. Dua jenis dermatitis kontak
adalah iritan dan alergik (Goodheart, 2013).
B. Tujuan Penulisan
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta pembaca dalam
bidang penyakit kulit khususnya mengenai dermatitis kontak alergi maupun iritan
serta cara membedakannya.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan dan Alergi
1. Definisi
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan
iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi
yang cukup (Health And Safety Executive, 2000). Dermatitis kontak iritan adalah
inflamasi non-imunologik dari kulit yang disebabkan oleh kontak dengan agen
kimia, fisik maupun biologis (Amado, Sood, & Taylor, 2012).
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and
Safety Commision (NOHSC), 2006). DKA, suatu reaksi alergik sejati yang
memicu dermatitis eksematosa, disebabkan oleh suatu alergen (antigen) yang
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV). Kelainan ini terjadi
hanya pada orang yang telah tersensitisasi. DKA tidak bergantung pada dosis serta
dapat meluas melenihi tempat kontak semula (Goodheart, 2013).
2. Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Empat mekanisme yang saling berhubungan dalam terjadinya DKI ialah
(Amado, Sood, & Taylor, 2012):
1. Penghilangan lapisan permukaan lemak dan zat penahan air.
2. Kerusakan membran sel.
3. Denaturisasi keratin epidermis.
3

4. Efek sitotoksik langsung.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat
air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria
atau komplemen inti (Streit & Lasse, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida
(IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak
sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler. DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2
dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-
DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga
melepaskan TNF-, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan
sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis
bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan
gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya
pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan,
4

gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Sularsito & Djuanda, 2010).
Dermatitis Kontak Alergen
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit
timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri
dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Sularsito &
Djuanda, 2010).
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang
disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat
menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk
antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap
dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan
sel langerhans (Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC
ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-
sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid,
sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu
(Sularsito & Djuanda, 2010).
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
5

(interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi
dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai
macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak
sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui
beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan
2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi
menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit.
Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang
molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain,
seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau
meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).

Gambar 1 Patogenesis DKA


6

3. Gejala Klinis
Tabel 1 Perbedaan Gejala Klinis DKI dan DKA
Parameter
DKI
DKA
DKI Akut DKI Kronik
Gejala
Gejala subjektif seperti
perasaan terbakar, gatal
dan ditusuk jarum.
Perasaan seperti ditusuk
jarum, pedih, terbakar
dan gatal. Nyeri jika
terdapat fisura.
Gatal yang hebat.
Pada reaksi yang
berat terdapat rasa
seperti ditusuk
jarum dan nyeri.
Onset
Segera setelah terpapar
bahan iritan.
Bisa berbulan-bulan
maupun bertahun-tahun.
48 jam setelah
pajanan.
Lesi Kulit
Lesi berbentuk eritema
sampai vesikula. Eritema
berbatas tegas dan edema
superfisial. Pada reaksi
yang parah terdapat
vesikel, bula, erosi dan
atau nekrosis.
Kulit kering kasar
eritema hiperkeratosis
fisura. Batas tegas
dan likenifikasi.
Akut. Eritema
berbatas tegas dan
papul serta vesikel.
Pada reaksi berat
bula, erosi, dan
krusta.
Subakut. Plak
eritema sedang
disertai skuama.
Kronik. Kulit
kering berskuama,
papul, likenifikasi.
Distribusi
Terlokalisir pada bagian
yang terkena bahan iritan
saja.
Biasanya pada tangan.
Biasanya dimulai dari
jari lalu menyebar ke
telapak tangan.
Bisa terlokalisir
pada sebuah regio,
maupun generalisata
Dikutip dari (Wolff, Saavedra, & Johnson, 2013)
B. Iritan dan Alergen
1. Contoh Bahan Iritan
Tabel 2 Iritan atau bahan toksik paling umum.
Sabun, deterjen, pembersih tangan tanpa air
Asam dan Basa: asam hidrofluorik, semen, asam kromik, fosor, etilen oksida,
phenol, garam metal.
Pelarut Industri: pelarut batubara, minyak, chlorinated hydrocarbons, pelarut
alkohol, etilen glikol, ether, turpentine, etil eter, aseton, karbondioksida,
DMSO,dioxane, styrene.
Tumbuhan: Euphorbiaceae (spurges, crotons, poinsettias, manchineel tree),
Ranunculaceae (buttercup), Cruciferae (black mustard), Urticaceae (nettles),
Solanaceae (pepper, capsaicin), Opuntia (prickly pear)
Lainnya: fiberglass, wol, baju sintetis kasar, bahan anti api.
Dikutip dari: (Wolff, Saavedra, & Johnson, 2013).


7

Tabel 3 Irritan di udara
Zat Volatil
Asam dan Basa
Ammonia
Kalsium sulfat
Kertas copy tanpa karbon
Diklorvos
Produk pembersih rumah tangga
Epoksi resin
Formaldehid
Pelarut industri
Bubuk
Bubuk metalik oksida
Bubuk bekas gergaji dari pohon yang toksik
Semen
Silikat kalsium
Partikel garam, busa
Arsenik
Fiberglass
Resin fenol formaldehid
Dikutip dari: (Amado, Sood, & Taylor, 2012).

Tabel 4 Bahan kimia penyebab Reaksi Iritan Lambat
Acrylates (some)
Butanediol diacrylate
Hexanediol diacrylate
Tetraethylene glycol diacrylate
Anthralin (Dithranol)
Benzalkonium chloride
Benzoyl peroxide
Bis(2-chloroethyl)sulfide
Calcipotriol
Dichlor(2-chlorovinyl)arsine
Diclofenac
Epichlorhydrine
Ethylene oxide
Fluorohydrogenic acid
Nonanoic acid
Octyl gallate
Podophyllin
Propylene glycol
Sodium lauryl sulfate
Tretinoin
Dikutip dari: (Amado, Sood, & Taylor, 2012)

8

2. Contoh Bahan Alergen

Tabel 5 Sebelas alergen teratas dan alergen umum lain
Alergen Sumber kontak
Nikel sulfat
Neomisin sulfat
Balsam Peru
Capuran parfum
Timerosal
Sodium tiosulfat
Formaldehid
Quaternium 15
Basitrasin
Kobalt klorida
Metildibromo glutaronitril,
fenoksietanol
Biasanya pada krim dam salep
Biasanya terkandung dalam krim dan salep
Obat topikal
Parfum, kosmetik
Antiseptik
Obat
Disinfektan, plastik
Disinfektan
Salep, bubuk
Semen, pelumas industri, bahan pendingin
Bahan pengawet, kosmetik
Carba mix
Parafenilendiamin
Thiuram
Parahydroxybenzoic acid ester
Propylene glycol
Procaine, benzocaine
Sulfonamides
Turpentine
Garam Merkuri
Turpentine
Parabenes
Cinnamic aldehyde
Pentadecylcatechols
Karet, latex
Pewarna tekstil hitam dan gelap, tinta printer
Karet
Pengawet makanan
Pengawet, kosmetik
Anestesi lokal
Obat
Pelarut, semir sepatu, tinta printer
Disinfektan
Semen, antioksidan, minyak indsutri, korek api
Bisida, pengawet
Pengharum, parfum
Tanaman
Dikutip dari: (Wolff, Saavedra, & Johnson, 2013).

9

DAFTAR PUSTAKA
Amado, A., Sood, A., & Taylor, J. S. (2012). Irritant Contact Dermatitis. Dalam
L. A. Goldsmith, S. I. Katz, B. A. Gilchest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolf,
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Eighth Edition (hal. 499-506).
New York: McGraw Hill.
Crowe, M. A. (2009). Contact Dermatitis. Dipetik Agustus 2014, 24, dari
Medscape: http://www.Contact
Dermatitis_eMedicinePediatricsGeneralMedicine.mht
Goodheart, H. P. (2013). Goodheart Diagnosis Fotografik & Penatalakanaan
Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta: EGC.
Health And Safety Executive. (2000). Contact Dermatitis in Workers. Dipetik
Agustus 24, 2014, dari http://www.hse-Skin_at_work_Work-
related_skin_diseaseContact dermatitis.mht.hsebooks.co.uk
National Occupational Health and Safety Commision (NOHSC). (2006).
Ocupational Contact Dermatitis in Australia. Australia: Australian Safety and
Compensation Council.
Streit, M., & Lasse, R. (2001). Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta
Odontol Scand , 309-314.
Sularsito, S. A., & Djuanda, S. (2010). Dermatitis. Dalam A. Djuanda, M.
Hamzah, & S. Aisah, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Keenam (hal. 129-
153). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Trihapsoro, I. (2003). Dermatitis Kontak Alergi pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP H Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Wolff, K., Saavedra, A. P., & Johnson, R. A. (2013). Fitzpatrick's Color Atlas
And Synopsis Of Clinical Dermatology 7th Edition. New York: McGraw Hill.

Anda mungkin juga menyukai