Anda di halaman 1dari 85

Nomor 17 Volume IX J anuari 2011 ISSN 1693-0134

J = .


=J.= . = c===
J :.: '=:=. '=.=



Studi Kelayakan Air Baku Sumber Nguncar
di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur
Erni Yulianti
Penentuan Dosis Optimum Koagulan Biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L) dalam Penurunan TSS dan COD
Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit di Kota Malang
Evy Hendri ari anti ; Humai roh Suhastri
Penerapan Program Dinamis Probabilistik
pada Penjadwalan Proyek Konstruksi Jembatan
Lila Ayu Ratna Winanda
Potensi Pemanfaatan Biogas
di Kabupaten Malang, Jawa Timur
Jimmy ; M. Istnaeny Hudha
Penerapan Value Engineering
pada Proyek Pembangunan Puskesmas di Blitar
Deviany Kartika
Penentuan Posisi dan Orientasi Kapal
dari Foto Tunggal
Hery Purwanto
Perencanaan Ruang Terbuka Non Hijau
di Kota Tidore Kepulauan dengan Metode Participatory Planning
Mari a Christina Endarwati



Hcoi= lroen=si ltni=n 3cru1=e Tcrir 3irit o= Pcecc===


PETUNJUK UMUM BAGI PENULIS

S Sp pe ec ct tr ra a merupakan Jurnal Ilmiah
Populer Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan ITN Malang
memuat karangan asli dari para
penyumbang, baik dari dalam
maupun dari luar lingkungan
fakultas.
Karangan dapat ditulis bahasa
Indonesia maupun dalam bahasa
Inggris.
Semua grafik, peta, dan gambar lain
yang diperlukan dalam karangan
disebut gambar dan diberi nomor
dengan simbol angka Arab diikuti
dengan judul.
Semua tabel dan daftar yang
diperlukan dalam karangan disebut
tabel dan diberi nomor dengan
simbol angka Arab diikuti dengan
judul yang ditulis di atas setiap tabel.
Semua foto dalam karangan tetap
disebut foto dan diberi nomor dengan
simbol angka Arab diikuti dengan
judul yang ditulis di bawah setiap foto.

H A K D E W A N R E D A K S I

Dewan Redaksi berhak menolak
suatu karangan yang kurang
memenuhi syarat setelah meminta
pertimbangan Dewan Redaksi
dan/atau Tenaga Ahli.
Dewan Redaksi dapat menyesuaikan
bahasa dan/atau istilah tanpa
mengubah isi dan pengertiannya
dengan tidak memberi tahu kepada
Penulis, apabila dipandang perlu
untuk mengubah isi karangan.
Karangan yang dimuat dalam jurnal
ini menjadi hak Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan ITN Malang,
sehingga penerbitan kembali oleh
siapapun harus meminta ijin Dewan
Redaksi.
Nomor 17 Volume IX J anuari 2011
ISSN 1693-0134

J = .


=J.= . = c===
J :.: '=:=. '=.=



Pembina
Dekan FTSP ITN Malang

Pemimpin Umum / Penanggungjawab
Dr. Ir. Kustamar, MT.

Redaktur Pelaksana
Ir. Y. Setyo Pramono, MT.

Staf Redaksi
Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MT.
Dr. Ir. Ibnu Sasongko, MT.
Dr. Ir. Hery Setyobudiarso, MSc.
Ir. Ibnu Hidajat P.J., MT.
Ir. J. Pradono de Deo, MT.

Alamat Redaksi
Gedung FTSP Lt. II ITN Malang
Jl. Bend. Sigura-gura No. 2 Malang
Telepon: (0341) 551431 Pes. 212
Facsimile: (0341) 553015
E-mail: spectra@ftsp.itn.ac.id


S Sp pe ec ct tr ra a tetap senantiasa mengupas
keilmuan bidang teknik sipil dan
perencanaan. Dengan keinginan
untuk terbit rutin secara berkala
set i ap t engah war sa, maka
pengembangan wacana ilmiah
ini akan tetap kami jaga. Semoga
penampilan S Sp pe ec ct tr ra a senantiasa
memuaskan para Pembaca semua.


S Sp pe ec ct tr ra a 1cesi1 rce1=n= r=ti 1=nu 200



J = .


=J.= . = c===
J :.: '=:=. '=.=


0 = r 1 = e l s i

Nomor 17 Volume I X J anuari 2011



Studi Kelayakan Air Baku Sumber Nguncar
di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur
Erni Yulianti 1

Penentuan Dosis Optimum Koagulan Biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L) dalam Penurunan TSS dan COD
Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit di Kota Malang
Evy Hendriarianti ; Humairoh Suhastri 12

Penerapan Program Dinamis Probabilistik
pada Penjadwalan Proyek Konstruksi Jembatan
Lila Ayu Ratna Winanda 23

Potensi Pemanfaatan Biogas
di Kabupaten Malang, Jawa Timur
J immy ; M. Istnaeny Hudha 35

Penerapan Value Engineering
pada Proyek Pembangunan Puskesmas di Blitar
Deviany Kartika 48

Penentuan Posisi dan Orientasi Kapal
dari Foto Tunggal
Hery Purwanto 58

Perencanaan Ruang Terbuka Non Hijau
di Kota Tidore Kepulauan dengan Metode Participatory Planning
Maria Christina Endarwati 69

Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
1
STUDI KELAYAKAN AIR BAKU SUMBER NGUNCAR
DI KECAMATAN KAMPAK
KABUPATEN TRENGGALEK JAWA TIMUR

Erni Yulianti
Dosen Teknik Sipil Sumberdaya Air FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Prasarana air bersih berfungsi dalam pendayagunaan sumberdaya air
bagi masyarakat umum. Perencanaan umum pengembangan air bersih
ini difokuskan pada pendayagunaan sumberdaya air dalam bentuk
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan
pengusahaan sumberdaya air mengingat fungsi sumberdaya air yang
bersifat sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang tidak dapat
dipisahkan. Studi kelayakan di Kecamatan Kampak, Kabupaten
Trenggalek ini perlu dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi
kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat, baik di perkotaan maupun
di perdesaan, melakukan pendataan terhadap air baku yang digunakan
sebagai sumber air bersih, serta menilai kualitas air baku yaitu
membandingkan antar kualitas air baku yang telah digunakan dengan
nilai baku mutu yang ada sebagai salah satu syarat untuk kelayakan
menjadi sumber air bersih. Sasaran yang ingin dicapai dalam studi ini
adalah untuk mengetahui potensi dan permasalahan pengembangan
air baku dari Sumber Nguncar, Kecamatan Kampak Kabupaten
Trenggalek serta pengembangan penyaluran air baku dari Sumber
Ngancar tersebut, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
sekitarnya yang berada di Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek
khususnya. Melalui kajian ini diharapkan segera direalisasikan
pelayanan air baku di daerah ini dan mulai mencari kembali sumber-
sumber air yang potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan bagi
kebutuhan rakyat.

Kata Kunci: Studi Kelayakan, Air Baku, Kabupaten Trenggalek.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi
manusia. Bukan hanya manusia saja mahluk hidup di dunia yang sangat
membutuhkan air sebagai elemen yang sangat penting, tanpa air mahluk
hidup tidak akan dapat bertahan hidup. Dari kebutuhan pokok ataupun yang
tidak, manusia pasti berhubungan dengan air. Dapat dibayangkan apabila
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 1-11
2
manusia tidak berhubungan dengan air selama sehari, pasti banyak hal dan
faktor yang sangat terganggu. Seiring dengan perkembangan penduduk,
maka kebutuhan air bersih sangat diperlukan sebagai hal terpenting,
terutama dari segi kesehatan karena air bersih sudah sulit dijumpai. Maju
atau tidaknya suatu masyarakat di suatu kota atau wilayah dapat dilihat dari
ketesediaan air bersih yang tersedia kapan saja diperlukan.
Penyediaan dan pengembangan air bersih merupakan kegiatan yang
menyentuh langsung pada salah satu kebutuhan dasar masyarakat,
disamping kebutuhan sandang dan papan, yang dipergunakan sebagai
sumber air minum, mandi, cuci, dan aktifitas lainnya. Ketersediaan air bersih
merupakan suatu keharusan yang apabila terabaikan akan menimbulkan
efek yang sangat besar terhadap kesinambungan hidup manusia.
Pada Millenium Summit di New York (September 2000) yang dihadiri
oleh 189 Negara Anggota PBB, termasuk Indonesia, menyepakati 8
(delapan) tujuan yang kemudian disebut dengan Millenium Development
Goals (MDGs). MDGs berisi 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, dimana
salah satu targetnya adalah mereduksi hingga separuh pada tahun 2018
proporsi dari masyarakat yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan air
minum (bersih) dan sanitasi. Sebagai dasar dalam perencanaan tersebut,
pemerintah telah membagi kriteria kota berdasarkan jumlah penduduk
menjadi 5 (lima) kategori.

Tabel 1.
Kebutuhan Air Bersih Setiap Jiwa Berdasarkan Jumlah Penduduk

No. Kota
Jumlah Penduduk Kebutuhan
(Jiwa) (liter/jiwa/hari)
1 Metro > 1.000.000 190
2 Besar 500.000 < P < 1.000.000 170
3 Sedang 100.000 < P < 500.000 150
4 Kecil 20.000 < P < 100.000 130
5 IKK Program < 20.000 100
Sumber: Feasibility Study JICA, 1992

Prasarana air bersih berfungsi dalam pendayagunaan sumberdaya air
bagi masyarakat umum. Perencanaan umum pengembangan air bersih
dalam studi ini difokuskan pada pendayagunaan sumberdaya air dalam
bentuk penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan
pengusahaan sumberdaya air mengingat fungsi sumberdaya air yang
bersifat sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan.

Identifikasi masalah
Studi Kelayakan ini dilakukan di Kabupaten Trenggalek yang berawal
dari Kecamatan Kampak dengan mengambil kebutuhan air baku dari
Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
3
Sumber Nguncar untuk melayani beberapa desa dan kecamatan yang
lain, yaitu Kecamatan Kampak melayani 5 desa, Kecamatan Gandusari
melayani 11 desa, Kecamatan Pogolan melayani 1 desa, dan Kecamatan
Durenan melayani 14 Desa.
Untuk semua wilayah yang tersebut di atas, maka diharapkan bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat akan air baku serta dapat memenuhi
persyaratan kelayakan air baku untuk dikonsumsi masyarakat di beberapa
kecamatan/desa di Kabupaten Trenggalek. Selain itu, juga bertujuan untuk
melakukan identifikasi potensi dan permasalahan pengembangan air baku
dari sumber Ngancar, Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek.
Sumber air baku yang akan dibahas dalam studi ini adalah sumber air
Nguncar yang berada di Kecamatan Kampak, tepatnya di Desa Karangrejo.
Sumber air ini dimanfaatkan untuk air baku IKK Kampak, IKK Gandusari,
dan IKK Durenan. Berdasarkan data yang telah ada, jumlah penduduk
perkotaan pada ketiga IKK tersebut sejumlah 118.632 jiwa, dengan
perincian sebagai berikut:
a. Wilayah Kecamatan Kampak : 25.973 Jiwa
b. Wilayah Kecamatan Gandusari : 48.000 Jiwa
c. Wilayah Kecamatan Durenan : 44.659 Jiwa
Untuk sementara ini ketiga IKK tersebut dalam memenuhi kebutuhan
air minumnya masih mengandalkan sumur gali dan aliran air permukaan.
Oleh karena itu, maka studi ini dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi
dan informasi yang lengkap mengenai sumber air Nguncar, baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya, untuk dijadikan sumber air baku kebutuhan di
3 kecamatan yang tersebut di atas.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan sejak tahun 1994
sampai dengan saat ini, maka potensi besarnya debit air yang tetap ada
pada sumber air Nguncar di Desa Karangrejo Kecamatan Kampak ini
menghasilkan debit lebih kurang 150 liter/detik; sedangkan berdasarkan
data survey lapangan yang sudah dilakukan saat ini, melalui pengukuran
dan pengamatan debit secara manual, maka besarnya debit yang tersedia
pada sumber Nguncar adalah sebesar 1518,75 m3/detik atau 1.518.750
liter/detik.
Besarnya debit air yang tersedia ini dapat dipergunakan untuk
kesejahteraan masyarakat banyak yang berada di beberapa desa dan
kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Dengan demikian,
kebutuhan air baku dapat tercukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu,
masyarakat juga tidak kekurangan dan kesulitan lagi untuk mendapatkan air
bersih.





S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 1-11
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan
untuk menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih domestik
(keperluan rumah tangga) dan non domestik (keperluan untuk tempat
ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau tempat umum
lainnya), serta air irigasi, baik pertanian maupun perikanan.
Penduduk yang akan dilayani adalah mereka yang memungkinkan
untuk dijangkau jaringan air baku, yaitu mereka yang bertempat tinggal di
kawasan perkotaan dan atau di dekatnya, kawasan industri, dan kawasan
pariwisata/agroindustri. Kebutuhan air ditentukan berdasar jumlah penduduk
yang dilayani, pemakaian air/kapita/orang, serta pelayanan terhadap sarana
dan prasarana daerah (non domestik) yang ada.
Proyeksi kebutuhan air dilakukan hingga beberapa tahun ke depan
sesuai dengan proyeksi jumlah penduduk dan pertambahan jumlah sarana
dan prasarana Kabupaten Trenggalek hingga akhir tahun 2018. Nilai
kehilangan air yang terjadi selama proses pengolahan dan selama
pendistribusian air ke konsumen juga perlu dipertimbangkan dalam
penentuan kebutuhan air baku di suatu daerah perencanaan.

Kriteria Perencanaan Penyediaan air Baku
Dalam penyusunan kriteria perencanaan berpedoman pada Petunjuk
Teknis Dirjen Cipta Karya PU dan disesuaikan dengan kondisi daerah
pelayanan dan survey kebutuhan nyata. Secara umum kriteria perencanaan
yang dipakai dalam perencanaan sistem penyediaan air baku meliputi hal-
hal berikut ini:
Penentuan daerah pelayanan, disesuaikan dengan kondisi
setempat berdasarkan kepadatan penduduk atau fungsi kawasan.
Banyaknya penduduk di daerah pelayanan dengan target
pelayanan 100% dari jumlah penduduk. Besarnya palayanan untuk
tahap awal dan tahap selanjutnya disesuaikan dengan keadaan
masyarakat setempat dan juga dengan kebijaksanaan Pemerintah
Daerah setempat.
Cara penyampaian air ke konsumen, dimana cara penyampaian air
dapat dilakukan dengan 2 (dua) model, yaitu melalui sambungan
langsung ke rumah-rumah (SR) dan melalui hidran umum (HU).
Besarnya pemakaian air per hari yang bergantung pada jenis
sambungan (SR atau HU) menurut skala perkotaan, seperti kota
kecil, sedang, atau besar. Untuk kota kecil/desa/kampung
ditetapkan pemakaian air sambungan rumah adalah 75 lt/org/hr dan
hidran umum 30 lt/org/hr. Dalam studi ini besarnya pemakaian air
per hari berdasarkan survey kebutuhan nyata, yaitu sebesar 200
Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
5
lt/org/hr untuk sambungan halaman dan 30 lt/org/hr untuk hidran
umum .

Sasaran Umum Nasional Dalam Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Pengaturan pengembangan SPAM diselenggarakan secara terpadu
dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan
dengan air minum. Pengembangan SPAM diselenggarakan berdasarkan
asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan, dan
keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan
akuntabilitas.
Pengaturan pengembangan SPAM bertujuan untuk :
Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang
berkualitas dengan harga yang terjangkau.
Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan
penyedia jasa pelayanan.
Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air
minum.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan non
perpipaan, yaitu:
SPAM dengan jaringan perpipaan, meliputi: unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan
SPAM bukan jaringan perpipaan, meliputi: sumur dangkal, sumur
pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil
tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata
air.
Untuk mewujudkan tujuan SPAM tersebut diatas tentu saja dibutuhkan
suatu sistem yang baik dari aspek teknis dan non teknis.

Metode Pengolahan Air Baku Dalam Sistem Penyediaan Air Minum
Penyediaan air minum yang diharapkan masyarakat sesuai dengan
syarat/ketentuan yang berlaku sebaiknya melalui metode pengolahan, baik
secara fisik maupun secara kimiawi, supaya maksud dan tujuan dapat
tercapai dengan kualitas dan kuantitas air yang baik pula.












S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 1-11
6
Tabel 2.
Metode Pengolahan Fisik & Penerapannya dalam Pengolahan Air

METODE PENERAPAN
Penyaringan
Saringan kasar dipergunakan untuk melindungi instalasi penyadapan
dan pompa transmisi dari sampah-sampah besar yang mengambang.
Saringan jenis ini digunakan pada bangunan penyadap, terutama di
sungai-sungai.
Saringan Mikro
Umumnya dibuat dalam bentuk suatu drum yang ditutup saringan mikro
yang ditunjang dengan saringan kasar sebagai penguat. Dipergunakan
untuk menyaring pencemar-pencemar halus seperti ganggang, lanau,
dsb.
Aerasi
(perpindahan
gas)
Dilaksanakan dengan cara menyemprotkan air melalui penyebar
suntikan atau memakai alat aerator mekanis lainnya. Dipergunakan
untuk menambah atau membuang gas-gas yang kurang atau sangat
jenuh dalam suatu kandungan air.
Pencampuran
Kolam atau bak tempat pencampuran dan pengadukan bahan-bahan
kimia yang mungkin diperlukan dalam proses pengolahan.
Flokulasi
Instalasi pengadukan ini digunakan untuk membantu dan mempercepat
proses penggumpalan partikel-pertikel kecil.
Pengendapan
(sedimentasi)
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-pertikel kasar
didalam air seperti pasir, dengan memanfaatkan gaya gravitasi dan
bahan-bahan kimia yang tentu saja membutuhkan waktu penahanan
paling sedikit 1-10 jam didalam kolam sedimentasi.
Filtrasi
Instalasi ini memakai saringan pasir cepat ataupun lambat.
Tujuan proses filtrasi adalah untuk meyaring bahan-bahan padat sissa
yang masih ada didalam air setelah melewati proses pengendapan.
Sumber: Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum, Wahyono Hadi, 2005.


Tabel 3.
Metode Pengolahan Kimiawi & Penerapannya dalam Pengolahan Air

METODE PENERAPAN
Koagulasi
Menambahkan bahan-bahan kimia untuk mempercepat proses
terbentuknya endapan dalam bak flokulasi, terutama jika dalam air
tersebut banyak mengandung bahan-bahan padat terapung dalam air
yang berukuran sangat halus atau bersifat koloid.
Disinfeksi
Proses penambahan bahan-bahan kimia untuk membunuh bakteri
pathogen yang mungkin ada dalam air secara alamiah.
Bahan disinfeksi yang umum digunakan pada instalasi pengolahan air
adalah klorin.
Adsorpsi
Penggunaan bahan karbon aktif untuk menghilangkan senyawa-
senyawa organic yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pengolahan
konvensional biasa.
Senyawa-senyawa organic ini biasanya bertanggung jawab atas
terjadinya rasa, bau dan warna air yang tidak inginkan.
Oksidasi
Dilakukan untuk mengoksidasi berbagai senyawa anorganik yang
biasanya terdapat dalam air untuk menghilangkan rasa dan bau.
Sumber: Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum, Wahyono Hadi, 2005.

Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Baku Sumber Nguncar
Untuk mengetahui kualitas air baku pada Sumber Nguncar di Desa
Karangrejo Kecamatan Kampak ini, maka dilakukan uji laboratorium
terhadap airnya. Sampel air yang berasal dari Sumber Nguncar yang sudah
diteliti menghasilkan komposisi air sebagai berikut:

Tabel 4.
Hasil Uji Laboratorium Sumber Air Nguncar Kec. Kampak

No Parameter Metode Analisis Air Baku Standar*
1 pH pH meter 8.39 6 s/d 9
2 TSS (mg/l) Gravimetric 220 50
3 DO (mg/l) DO meter 3.29 4.00
5 Klorida(mg/l) Titrimetic AgNO 11.5
3

6 Nitrat (mg/l) Spectrophotometri - 10
7 Nitrit (mg/l) Spectrophotometri - 0.06
8 Fosfat (mg/l) Spectrophotometri 2.05 0.2
9 Amonium (mg/l) Spectrophotometri 8,10
-8

10 BOD Winkler Titrimetric 0.68 3
11
Kesadahan Kalsium
(mg/l)
Titrimetric AgNO3 15 75
12 Kesadahan Total (mg/l) Titrimetric EDTA 39
* = Standar Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas II

Berdasarkan hasil uji laboratorium tersebut di atas mengenai kualitas
air Sumber Ngancar yang berada di Desa Karangrejo Kecamatan Kampak,
maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air yang ada dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan air minum. Namun demikian, perlu dilakukan pengolahan
pada air tersebut karena pH-nya masih terlalu tinggi, walaupun masih di
bawah standar yang diijinkan. Demikian pula dengan parameter-parameter
lain yang terkandung dalam air tersebut. Melalui uji laboratorium yang telah
dilakukan, maka semua hasil nilai parameternya tidak melebihi dari batasan
standar yang telah ditentukan, namun demikian untuk parameter fosfat dan
BOD masih harus melalui proses pengolahan air lebih lanjut. Apabila dilihat
dari hasil uji laboratorium yang sudah dilakukan, maka nilai parameter
fosfatnya masih terlalu tinggi daripada nilai standar, sedangkan parameter
BOD-nya juga terlalu kecil daripada nilai standarnya.
Sebaiknya kadar/parameter terhadap air yang diuji tersebut harus
diseimbangkan dulu komposisinya melalui bak pengolahan air baku,
sehingga air sudah dalam kondisi komposisi yang stabil dan siap untuk
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 1-11
8
didistribusikan ke masyarakat melalui pipa-pipa distribusi yang ditampung
dahulu dalam tandon air. Apabila air baku tersebut sudah diolah dari
pengolahan air minum, maka masyarakat bisa mendapatkan air minum yang
sehat dan aman berdasarkan standar kualitas yang telah ditetapkan.

Sistem Penyaluran Air Minum
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari PDAM, kondisi eksisting
layanan yang ada pada saat ini untuk IKK Kampak, Gandusari, dan Durenan
adalah sebagai berikut:
a. IKK Kampak dengan sumur bor (pompa dalam) dibangun pada
tahun 1988 dengan kapasitas terpasang 2,5 lt/dt (efektif produksi 2
lt/dt) melayani 240 SR.
b. IKK Gandusari dengan sumur bor (pompa dalam) dibangun pada
tahun 1984 dengan kapasitas terpasang 2,5 lt/dt (efektif produksi 2
lt/dt) melayani 265 SR.
c. IKK Durenan dengan 2 unit sumur bor (pompa dalam) masing-
masing kapasitas terpasang 5 lt/dt (efektif produksi 3 lt/dt) dibangun
pada tahun 1984 dan kapasitas terpasang 10 lt/dt (efektif produksi 8
lt/dt) dibangun pada tahun 1998 melayani 795 SR.
Untuk menyalurkan kebutuhan air baku dari sumber Nguncar ini akan
direncanakan pembangunan broncaptering dan intake serta pemasangan
perpipaan transmisi dengan harapan mampu malayani tiga IKK dengan
penduduk berjumlah 25.200 jiwa.

Analisis Kebutuhan Air Minum
Kebutuhan air minum untuk pemukiman di wilayah perencanaan terdiri
dari perumahan dengan prakiraan jumlah penghuni 4 orang per KK,
sedangkan untuk contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Jumlah penghuni untuk Kecamatan Kampak pada tahun 2018
adalah sebesar 857 jiwa.
b. Kebutuhan air rata-rata (Qr)
Prakiraan kebutuhan air = 60 liter/orang/hari
Qr = prakiraan kebutuhan x jumlah penghuni
= 60 lt/org/hr x 857 org
= 0,60 lt/dt
c. Kebutuhan air harian maksimum (Qhm)
Faktor harian maksimum = 1,5
Qhm = faktor harian maksimum x Qr
= 1,5 x 0,60 lt/dt
= 0,90 lt/dt


Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
9
d. Kebutuhan air jam maksimum (Qjm)
Faktor jam maksimum = 2,5
Qjm = faktor harian maksimum x Qr
= 2,5 x 0,60 lt/dt
= 1,50 lt/dt
e. Kehilangan air
Asumsi kehilangan air sebesar 20% dari kebutuhan total
Qtot = kehilangan air + Qpmk + Qjm
100% = 20 % + 80 %, sehingga
Kehilangan air = 20/80 x Qjm
= (20/80) x 1,50 lt/dt
= 0,38 lt/dt
f. Kebutuhan air total
Qtot = Qjm + kehilangan air
= 1,50 lt/dt + 0,38 lt/dt
= 1,88 lt/dt

Untuk Rekapitulasi perhitungan Kecamatan Kampak dan kecamatan
yang lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.
Kebutuhan Air Total di 4 Kecamatan Kabupaten Trenggalek

No. Kecamatan
Juml.
pendd.
th 2018
(jiwa)
Kebu-
tuhan air
rata-rata
(Qr)
(lt/dt)
Kebu-
tuhan air
harian
maks.
(Qhm)
(lt/dt)
Kebu-
tuhan air
jam maks.
(Qjm)
(lt/dt)
Kehi-
langan
air
(lt/dt)
Kebu-
tuhan
air total
(lt/dt)
1.
2.
3.
4.
Kampak
Gandusari
Pogalan
Durenan
857
964
1061
1235
0,60
0,67
0,74
0,86
0,90
1,00
1,11
1,29
1,50
1,70
1,85
2,15
0,38
0,43
0,46
0,54
1,88
2,13
2,31
2,69
Sumber : Hasil Perhitungan

Analisis Studi Kelayakan
Berdasarkan analisis Studi Kelayakan yang telah dilakukan, baik
berupa survey langsung ke lokasi maupun melalui analisis data primer dan
data sekunder, maka dapat disimpulkan bahwa sumber air Nguncar layak
untuk digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih dan air minum
masyarakat yang ada di beberapa kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Hal
ini juga dikuatkan dengan analisis kualitas air melalui uji laboratorium
lingkungan mengenai kadar parameter-parameter air yang masih berada
pada nilai batasan standar dalam penentuan mutu air. Memang harus
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 1-11
10
melalui beberapa proses pengolahan dalam penambahan zat-zat kimiawi,
namun tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit seperti yang
terdapat pada sumber air lainnya.
Debit aliran pada sumber air Nguncar ini juga sangat besar (hasil
pengamatan dari segi kuantitas), sehingga dapat memenuhi kebutuhan air
baku pada empat wilayah kecamatan yang berada di Kabupaten
Trenggalek. Apabila mencukupi, maka dapat dikembangkan lagi untuk
memenuhi kebutuhan di beberapa desa pada kecamatan yang lain yang
berada dekat dari jangkauan sumber air tersebut (sumber air Nguncar).
Untuk itulah, air baku dari sumber air Nguncar ini sangat bagus apabila
bermanfaat yang besar bagi kemakmuran rakyat Kabupaten Trenggalek,
terutama pada empat wilayah Kecamatan yang harus dilayani sesuai
dengan harapan penduduk di sekitarnya. Hal ini tidak mustahil dilakukan
mengingat kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas sumber air Nguncar sangat
bermutu dan berkualitas dalam waktu jangka panjang di beberapa tahun
yang akan datang.

KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa kajian dan analisis yang telah dilakukan
mengenai kelayakan sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
Kabupaten Trenggalek pada khususnya, maka dapat diberikan beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Peningkatan jumlah penduduk pada setiap daerah, baik di kota
maupun di desa, akan mengakibatkan kebutuhan air baku dan air
minum juga meningkat. Salah satunya adalah Kabupaten
Trenggalek, dimana empat wilayah kecamatan yang dekat dengan
sumber air Nguncar dapat memenuhi kebutuhan air baku dan air
minum yang diperlukan oleh masyarakat di sekitarnya untuk
kebutuhan sehari-hari.
2. Melalui hasil tes laboratorium mengenai kualitas dan kuantitas air
yang berasal dari sumber air Nguncar, maka dapat diketahui bahwa
air tersebut memenuhi syarat dan layak untuk dikonsumsi dan
segera disalurkan untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya agar
tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air minum / air bersih.
3. Perlu dilakukan pencarian sumber-sumber air yang lain yang
berada di dekat daerah tersebut, sehingga berpotensi dan bisa
dikembangkan lagi untuk memenuhi kebutuhan non domestik bagi
masyarakat di sekitarnya, sehingga usaha perikanan dan
peternakan di daerah tersebut bisa ditingkatkan.




Studi Kelayakan Air Baku Erni Yulianti
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kabupaten Trenggalek Dalam Angka. Trenggalek : Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Trenggalek
_______. 2007. Kecamatan Kampak Dalam Angka. Trenggalek : Badan Pusat
Statistik Periode Tahun 2004-2014
_______. 2008. Laporan Fakta dan Analisa. Trenggalek : Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Trenggalek
_______. 2004. Laporan Daftar Inventarisasi Potensi Sumber Air di Kabupaten
Trenggalek. Trenggalek: Dinas Pengairan Kabupaten Trenggalek
Alaerts G, Santika, Sri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Slamet dan Masduqi. 2002. Satuan Operasi Untuk Pengolahan Air. Teknik
Lingkungan FTSP. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.




S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
12
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN BIJI ASAM JAWA
(Tamarindus Indica L) DALAM PENURUNAN TSS DAN COD
LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
DI KOTA MALANG

Evy Hendriarianti, Humairoh Suhastri
Program Studi Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Limbah cair industri penyamakan kulit yang mengandung koloid dapat
menimbulkan kekeruhan pada badan air. Salah satu alternatif
pengolahannya menggunakan proses koagulasi-flokulasi dan
sedimentasi. Penggunaan koagulan kimia telah banyak digunakan
dalam proses pengolahan air, seperti alum dan PAC. Keterbatasan
dalam penggunaan koagulan kimia ini adalah menghasilkan
lumpur/endapan yang masih mempunyai unsur kimia yang dapat
membahayakan lingkungan bila dibuang langsung. Dari keterbatasan
koagulan kimia ini, muncul alternatif penggunaan koagulan biologi yang
berasal dari tanaman, salah satunya Biji Asam Jawa (Tamarindus
Indica L).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum Biji Asam
Jawa (Tamarindus Indica L) sebagai koagulan dalam proses penurunan
TSS dan COD dalam limbah cair industri penyamakan kulit. Variasi
dosis sebesar 1,5; 2,5; dan 3,5 gr/lt pada reaktor koagulasi dengan
kecepatan putaran 200 rpm selama 1 menit, flokulasi dengan
kecepatan putaran 20 rpm selama 30 menit dan sedimentasi selama 60
menit. Metode analisis untuk mengetahui nilai konsentrasi COD dan
TSS berturut-turut adalah closed reflux titrimetric dan gravimetri.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan TSS dan COD tertinggi pada
dosis 3,5 gr/lt dengan besar penurunan berturut-turut sebesar 83,3%
dan 92,2%.

Kata Kunci: Tamarindus Indica L, Dosis Biokoagulan, COD dan TSS,
Limbah Penyamakan Kulit.



PENDAHULUAN
Limbah cair industri penyamakan kulit yang mengandung koloid dapat
menimbulkan kekeruhan pada badan air. Salah satu alternatif
pengolahannya menggunakan kombinasi dari proses kimia dan fisik dengan
proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi.
Metode pengolahan koagulasi-flokulasi yang dikombinasikan dengan
sedimentasi merupakan metode yang sudah lama digunakan untuk
Koagulan Biji Asam J awa dalam Penurunan TSS dan COD Evy Hendriarianti | Humairoh Suhastri
13
menurunkan kekeruhan, baik pada air limbah maupun air baku. Penggunaan
koagulan kimia telah banyak digunakan dalam proses pengolahan air,
seperti alum dan PAC. Keterbatasan penggunaan koagulan kimia ini
menghasilkan lumpur/endapan yang masih mempunyai unsur kimia yang
dapat membahayakan lingkungan bila dibuang langsung. Disamping itu,
juga bisa mempengaruhi pH air. Dari keterbatasan koagulan kimia ini,
muncul alternatif penggunaan koagulan biologi yang berasal dari tanaman,
salah satunya adalah Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L).
Biji Asam Jawa mengandung senyawa tanin, minyak esensial, serta
polimer alami seperti pati, getah, perekat, alginate, dan lain-lain. Tanin
adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rosydah,
2008). Minyak esensial merupakan minyak aromatik yang dapat mengurangi
bau yang tidak sedap (Rosydah, 2008), sedangkan polimer alami seperti
albuminoid, pati, dan getah berfungsi sebagai koagulan yang berperan
dalam pengumpalan partikel-partikel air (Rosydah, 2008).
Bertolak dari hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk menentukan dosis optimum Biji Asam Jawa (Tamarindus
Indica L) sebagai koagulan dalam proses penurunan TSS dan COD dalam
limbah cair industri penyamakan kulit.

METODOLOGI PENELITIAN
Reaktor Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi
2
1
3
4
5
6
7


Gambar 1.
Sketsa Alat Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi

Keterangan:
1. Bak Penampung Limbah 5. Bak Sedimentasi
2. Bak Penampung Koagulan 6. Motor Pengaduk
3. Bak Koagulasi 7. Outlet
4. Bak Flokulasi


S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
14
Variabel Penelitian
Variabel terikat : - TSS
- COD
Variabel kontrol : pH (pH diukur setiap 60 detik sekali)
Variabel tetap : - ukuran mesh serbuk Biji Asam Jawa 150 mm
- kecepatan pengadukan cepat 200 rpm
- kecepatan pengadukan lambat 20 rpm
- waktu pengadukan cepat 1 menit
- waktu pengadukan lambat 30 menit
- waktu pengendapan 60 menit
Variabel bebas : - dosis koagulan biji asam 1,5; 2,5; 3,5 gr/lt

Sampel dan Bahan
Sampel limbah yang digunakan adalah limbah cair asli yang berasal
dari salah satu industri penyamakan kulit di Kota Malang, sedangkan
koagulan untuk proses koagulasi menggunakan Biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L). Bahan koagulan dibuat dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Buah Asam Jawa yang digunakan untuk penelitian diambil yang
masak pohon, kering, dan berwarna coklat tua.
2. Buah Asam Jawa diambil bijinya yang berwarna coklat kehitaman.
3. Biji Asam Jawa yang digunakan untuk penelitian dijemur selama +
1 hari hingga Biji Asam Jawa bisa dikuliti. Penjemuran ini dilakukan
untuk memudahkan ketika Biji Asam Jawa ditumbuk.
4. Biji Asam Jawa dikuliti dan ditumbuk.
5. Biji Asam Jawa yang hancur menjadi serbuk kasar diayak untuk
mendapatkan serbuk biji asam yang halus dengan ukuran mesh
150 mm.
6. Serbuk Biji Asam Jawa di-oven pada suhu 105
0
7. Membuat larutan Biji Asam Jawa dengan konsentrasi sesuai dosis
yang dipakai dalam peneitian (1,5; 2,5; 3,5 gr/lt) dengan
penambahan aquadest.
C selama 30 menit
untuk menghomogenkan dan menurunkan kadar airnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Penyamakan Kulit
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisis
pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi awal pencemar di dalam limbah
industri penyamakan kulit. Hasil dari analisis pendahuluan dapat dilihat pada
tabel 1.


Koagulan Biji Asam J awa dalam Penurunan TSS dan COD Evy Hendriarianti | Humairoh Suhastri
15
Tabel 1.
Nilai Konsentrasi Awal Limbah Industri Penyamakan Kulit

Parameter Nilai Baku Mutu*
pH 4,11 6-9
Total Suspended Solids (TSS) 1200 mg/l 200
Chemical Oxygen Demand (COD) 993,3 mg/l 100
Sumber: Hasil Analisis
*) Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 Lampiran II

Dari tabel 1 diatas, dapat disimpulkan bahwa air limbah industri
penyamakan kulit mempunyai parameter pH, TSS dan COD yang tidak
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Dari ketiga parameter kualitas
tersebut di atas, limbah penyamakan kulit bersifat asam, mengandung kadar
solid tersuspensi yang tinggi, dan kandungan bahan organik non
biodegradable-nya juga tinggi.

Parameter TSS
Selanjutnya berikut ini dapat dilihat konsentrasi akhir TSS pada limbah
cair penyamakan kulit setelah diproses dengan metode koagulasi-flokulasi-
sedimentasi menggunakan koagulan Biji Asam Jawa dalam 3 (tiga) variasi
dosis.

Tabel 2.
Nilai Konsentrasi Akhir Total Suspended Solids (TSS)

Dosis Koagulan
(gr/lt)
Konsentrasi TSS
(mg/lt)
1,5 500
2,5 366,67
3,5 200
Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 2 tersebut di atas dapat diketahui bahwa
konsentrasi TSS terendah sebesar 200 mg/lt terdapat pada perlakuan dosis
koagulan 3,5 gr/lt, sedangkan nilai konsentrasi kandungan TSS tertinggi
sebesar 500 mg/lt terdapat pada perlakuan dosis koagulan 1,5 gr/lt.
Dari konsentrasi akhir TSS dapat dihitung persentase penurunan TSS,
dimana penambahan dosis 3,5 gr/lt menghasilkan penurunan TSS yang
tertinggi seperti pada grafik di bawah ini.

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
16


Gambar 1.
Grafik Penurunan Konsentrasi TSS

Dari grafik dapat dilihat bahwa persentase penurunan kandungan TSS
terus meningkat seiring dengan penambahan dosis koagulan, dimana
penurunan konsentrasi TSS tertinggi sebesar 83,33% pada dosis koagulan
3,5 gr/lt.
Dari hasil analisis korelasi antara variabel penurunan TSS dengan
variabel dosis koagulan (Tabel 3 di bawah) diperoleh nilai pearson
correlation sebesar 0,925. Hal ini berarti hubungan korelasinya sangat kuat
sekali karena berada antara 0,91 0,99. Tanda positif pada nilai pearson
correlation menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat
searah, artinya semakin besar dosis maka semakin besar persentase
penurunan TSS dan sebaliknya. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar
0,008 (<0,05), artinya hubungan korelasi signifikan untuk tingkat signifikansi
() 1%.
Tabel 3.
Analisis Korelasi antara Persentase Penurunan TSS dan Dosis Koagulan


%penurunan
TSS
Dosis
% penurunan TSS
Pearson Correlation 1 .925
**

Sig. (2-tailed) .008
N 3 3
Sumber: Hasil Analisis

Hasil uji ANOVA persentase penyisihan TSS menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0,02 (<0,05), artinya perlakuan variasi dosis
memberikan hasil penurunan TSS yang tidak identik atau terdapat
perbedaan yang signifikan. Begitu juga dari nilai F output sebesar 48,91 (F
output > F tabel) juga memberikan hasil yang sama.
Koagulan Biji Asam J awa dalam Penurunan TSS dan COD Evy Hendriarianti | Humairoh Suhastri
17
Dengan menghitung SS (sum of squares) dari Tabel 4 di bawah dapat
diketahui besarnya pengaruh variasi dosis (explained variance) dan
komponen luar yang tidak dijelaskan dalam model (unexplained variance)
(Agus Sujianto, 2009). Hasil analisis varian sebagai berikut:
Explained variance untuk variasi dosis adalah = 82,31%
Unexplained variance = 0,017%

Tabel 4.
Analisis ANOVA antara Variasi Dosis Koagulan Terhadap Persentase Penyisihan TSS

Source
Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 566.954
a
3 188.985 36.680 .027
Intercept 27037.279 1 27037.279 5.248E3 .000
Dosis (X
1
) 504.033 2 252.016 48.914 .020
Error 10.305 2 5.152
Total 27614.537 3
Corrected Total 577.258 2
Sumber: Hasil Analisis

Dari hasil perhitungan SS explained diketahui bahwa variasi dosis
mempunyai pengaruh terbesar terhadap persentase penurunan TSS, yakni
sebesar 82,31%. Adapun pengaruh lain di luar model sangat kecil, yaitu
sebesar 0,017%.
Koagulan Biji Asam Jawa berfungsi mengikat partikel TSS yang tidak
bisa mengendap secara alami karena adanya stabilitas suspensi koloid.
Kemampuan Biji Asam dalam menurunkan TSS terdapat pada kemampuan
absorbsi dan netralisasi muatan koloid. Pada umumnya, partikel-partikel
tersuspensi/koloid dalam air buangan bermuatan listrik negatif. Adanya
muatan-muatan pada permukaan partikel koloid menyebabkan
pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel tersebut, sehingga
menimbulkan gaya tolak-menolak. Selain itu, terdapat gaya tarik-menarik
antara dua partikel (gaya Van der Walls) yang signifikan pada jarak yang
sangat kecil (sekitar satu mikron). Selama tidak ada hal yang mempengaruhi
kesetimbangan muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak-menolak
yang dimiliki selalu lebih besar daripada gaya tarik-menarik. Akibatnya,
partikel koloid tetap dalam keadaan stabil (Farooq dan Velioglu, 1989 dalam
Enrico, 2008). Kandungan aktif dalam biji asam (Tamarindus Indica L) yang
bersifat positif bersumber dari polimer yang dapat bereaksi dengan partikel
bermuatan negatif dalam limbah melalui mekanisme jembatan partikel yang
mengabsorbsi muatan negatif koloid selama proses flokulasi (Enrico, 2008).
Menurut Davis and Cornwell (1991) dalam Enrico (2008) bahwa Total
Suspended Solid (TSS) merupakan zat padat tersuspensi bersifat organik
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
18
dan anorganik yang pada proses penyisihannya dipengaruhi oleh
terbentuknya flok-flok menjadi ukuran yang lebih besar (flokulasi) dan
proses pengendapan (sedimentasi) serta desain bak sedimentasi reaktor.
Hal lain yang berpengaruh pada terhadap penyisihan TSS adalah pengaruh
waktu proses yaitu semakin lama waktu yang diterapkan semakin optimal
pula penyisihannya.
Pengaruh sedimentasi terhadap optimumnya penurunan partikel koloid
terlihat pada penelitian Amdani (2004) yang memvariasikan kedalaman bak
sedimentasi (30, 90, dan 150 cm) dimana kedalaman optimum adalah 150
cm yang mampu menurunakan 92,21% kekeruhan. Rahayu (2011)
memvarisikan waktu sedimentasi (10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100
menit) dengan waktu optimum 60 menit mampu menurunkan 99,1%
kekeruhan.
Hasil penyisihan kadar TSS limbah penyamakan kulit dalam penelitian
ini mencapai 200 mg/l atau sebesar 83,3% dengan dosis optimum
biokoagulan Biji Asam Jawa sebesar 3,5 g/l pada kecepatan putaran 20 rpm
sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha
Lainnya di Jawa Timur berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 45 Tahun 2002 sebesar 200 mg/l.
Oleh karena kemampuan reaktor ini dalam menurunkan TSS hingga
dapat memenuhi baku mutu limbah cair berarti pengolahan limbah cair
penyamakan kulit dengan menggunakan metode koagulasi-flokulasi-
sedimentasi dapat dijadikan sebagai pengolahan utama.

Parameter COD
Nilai konsentrasi akhir COD yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Tabel 5.
Nilai Konsentrasi Akhir Chemical Oxygen Demand (COD)

Dosis Koagulan
(gr/lt)
Konsentrasi COD
(mg/lt)
1,5 266,67
2,5 153,33
3,5 73,33
Sumber: Hasil Analisis


Dari konsentrasi akhir COD dapat dihitung persentase penurunan
COD, dimana penambahan dosis 3,5 gr/lt menghasilkan penurunan COD
yang tertinggi seperti pada grafik di bawah ini.

Koagulan Biji Asam J awa dalam Penurunan TSS dan COD Evy Hendriarianti | Humairoh Suhastri
19


Gambar 2.
Grafik Persentase Penurunan Kandungan COD

Dari Gambar 2 di atas, didapatkan persentase penurunan kandungan
COD berkisar antara 73,15% - 92,62%. Persentase penurunan kandungan
COD tertinggi terjadi pada perlakuan dosis koagulan 3,5 gr/lt, sedangkan
persentase penurunan kandungan COD terrendah terjadi pada perlakuan
dosis koagulan 1,5 gr/lt.
Hasil analisis korelasi antara variabel dosis terhadap persentase
penurunan COD dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.
Korelasi antara Persentase Penurunan TSS, Persentase Penurunan COD, Kecepatan
Putaran Flokulasi dan Dosis Koagulan

%penurunan
COD
Dosis
%penurunan COD Pearson Correlation 1 .849
*

Sig. (2-tailed) .033
N 3 3
Sumber: Hasil Analisis

Nilai pearson correlation antara dosis kogulan terhadap persentase
penurunan COD sebesar 0,849. Hal ini berarti hubungan korelasinya sangat
kuat karena berada antara 0,71 0,90. Tanda positif pada nilai pearson
correlation menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat
searah. Artinya, semakin besar dosis koagulan, maka semakin besar
persentase penurunan COD dan sebaliknya. Nilai signifikansi yang diperoleh
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
20
sebesar 0,033 (<0,05), artinya hubungan korelasi signifikan untuk tingkat
signifikansi () 5%.
Hasil uji ANOVA persentase COD dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah
ini.

Tabel 7.
Analisis ANOVA antara Variasi Dosis Koagulan Terhadap Persentase Penurunan COD

Source
Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 943.835
a
3 314.612 11.063 .084
Intercept 36053.002 1 36053.002 1.268E3 .001
Dosis (X
1
) 733.083 2 366.542 12.889 .072
Error 56.876 2 28.438
Total 37053.713 3
Corrected Total 1000.712 2

Dari Tabel 7 dapat simpulkan bahwa variasi dosis dengan nilai
signifikansi sebesar 0,072 (>0,05) menunjukkan perbedaan persentase
penurunan COD yang tidak signifikan. Diperoleh nilai F output sebesar
12,889 (F output < F tabel) artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada persentase penurunan COD pada variasi dosis.
Dari hasil perhitungan SS explained diketahui bahwa variasi dosis
mempunyai pengaruh terhadap persentase penurunan COD sebesar
36,63%.
Koagulan biji asam (Tamarindus Indica L) ditambahkan pada saat
koagulasi, dimana tujuan dari koagulasi adalah untuk mengurangi stabilitas
partikel-partikel penyebab COD dengan penambahan koagulan yang
mempunyai muatan berlawanan melalui pengadukan cepat (mixing)
(Masduqi dan Slamet, 2002). Kemampuan Biji Asam dalam menurunkan
COD terdapat pada kemampuan absorbsi dan netralisasi muatan koloid.
Berbeda dengan TSS, penyisihan COD terjadi akibat proses kimia
saat koagulan berikatan dengan partikel penyebab COD (proses koagulasi),
juga dipengaruhi oleh proses flotasi. Proses flotasi menyebabkan terjadinya
turbulensi pada limbah yang membantu meningkatkan suplai oksigen
(Masduqi dan Slamet, 2002). Suplai oksigen merupakan faktor yang sangat
berperan dalam penurunan konsentrasi COD (Alaerts dan Santika, 1987).
Hal tersebut didukung oleh Enrico (2008) yang menggunakan
koagulan biji asam (Tamarindus Indica L) pada limbah tahu dengan dosis 3
gr/lt, kecepatan putaran flokulasi 40 rpm selama 12 menit yang mampu
menurunkan COD sebesar 22,40%, sedangkan penelitian serupa oleh
Saefudin (2009) dengan waktu flokulasi 18 menit mampu menurunkan COD
sebesar 46,39%. Wahyuni (2006) menggunakan variasi waktu flokulasi 20
dan 30 menit dalam menurunkan kandungan organik menunjukkan hasil
Koagulan Biji Asam J awa dalam Penurunan TSS dan COD Evy Hendriarianti | Humairoh Suhastri
21
yang lebih optimum pada waktu 30 menit. Hal tersebut berarti waktu
flokulasi mempengaruhi efisiensi penyisihan karena semakin lama waktu,
suplai oksigen yang masuk akan semakin banyak.
Jika dibandingkan dengan penyisihan TSS, persentase COD
menunjukkan angka yang lebih besar. Penyisihan COD yang tinggi
menunjukkan optimumnya proses koagulasi pada penelitian ini, yaitu saat
pencampuran koagulan, sehingga partikel organik dan anorganik penyebab
COD mampu diikat secara optimum oleh koagulan dan selanjutnya
diendapkan pada bak sedimentasi.
Besarnya nilai penururnan persentase COD dibandingkan dengan
TSS juga disebabkan karena COD dan TSS sama-sama mengandung zat
organik. Sama halnya dengan TSS, partikel organik penyebab COD diikat
oleh koagulan berdasarkan sifat elektrostatis dimana muatan partikel
organik yang bersifat negatif mampu diikat oleh polimer yang bersifat positif
yang terkandung dalam Biji Asam Jawa.
Hasil penyisihan kadar COD limbah penyamakan kulit dalam penelitian
ini mencapai 73,33 mg/l atau sebesar 92,62% dengan dosis optimum
biokoagulan Biji Asam Jawa sebesar 3,5 g/l pada kecepatan putaran 20 rpm
sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha
Lainnya di Jawa Timur berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 45 Tahun 2002 sebesar 100 mg/l.
Oleh karena kemampuan reaktor ini dalam menurunkan COD hingga
dapat memenuhi baku mutu limbah cair, berarti pengolahan limbah cair
penyamakan kulit dengan menggunakan metode koagulasi-flokulasi-
sedimentasi dapat dijadikan sebagai pengolahan utama.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa dosis optimum biokoagulan Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L)
adalah 3,5 gr/lt pada kecepatan putaran flokulasi 20 rpm. Tingkat penurunan
TSS dan COD limbah penyamakan kulit masing-masing sebesar 83,3% dan
92,2%.
Konsentrasi akhir TSS dan COD yang dihasilkan pada penelitian ini
sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha
Lainnya berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun
2002.


DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan Santika, S.S. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional.
Anonim, 2006. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan
Kulit. Jakarta: Badan Pengendali Dampak Lingkungan Hidup.
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 12-22
22
Atta, Agustina. 2006. Penggunaan Tanah Haloisit Sebagai Koagulan pada Proses
Penurunan Konsentrasi Po4, COD, dan Kekeruhan pada Limbah Cair Rumah
Tangga. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Malang: Institut Teknologi
Nasional Malang
Christianus. 2010. Belajar Kilat SPSS 17. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Enrico, Bernard. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L)
Sebagai Koagulan Alternatif dalam Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu.
Tesis Program Studi Teknik Kimia. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Handayani. 2007. Asam Jawa (Tamarindus indica L).
http://mylutfi.wordpress.com/tag/apotek.hidup. Diakses 5 April 2011.
Iriawan, N dan Astuti, S.P. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Mudah
Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi.
Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002. Baku Mutu Limbah Cair bagi
Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur. Surabaya: Bapedal
Propinsi Jawa Timur.
Masduqi, A dan Agus, S. 2002. Satuan Operasi. Jurusan Teknik Lingkungan.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nnopember Surabaya.
Reynolds, T. D. 1982. Unit Operations And Processes In Environmental
Engineering. Belmont, California: Wadsworth, Inc.
Rosyidah, Cicik. 2008. Uji Dosis Serbuk Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L)
sebagai Biokoagulan terhadap Kualitas Air Ditinjau dari Aspek Fisik, Kimia,
dan Bakteriologi. Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.
Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Sandy, Angelina P. 2009. Penurunan COD dan TSS pada Limbah Cair
Menggunakan Elektrokoagulasi Konfigurasi Monopolar Aliran Kontinyu.
Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Malang: Institut Teknologi Nasional
Malang.
Slamet, A dan Ali M. 2000. Satuan Proses. Jurusan Teknik Lingkungan. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nnopember Surabaya.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Sujianto, Agus. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Suryadarma, Efraiam. 2009. Uji Kemampuan Bentuk Impeller (Gayung Pengaduk)
dalam Pencapaian Proses Koagulasi Flokulasi: Studi Kasus dalam
Penurunan TSS dan BOD. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Malang:
Institut Teknologi Nasional Malang.
Sutrisno, C.Totok. 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahyuni, Ika. 2006. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Koagulan
dalam Proses Penurunan Kekeruhan dan Kandungan Organik Limbah Cair
Industri Tempe. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Malang: Institut
Teknologi Nasional Malang.
Zaenab. 2008. Industri Penyamakan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan.
Makassar: Dinas Kesehatan Kota Makassar.




Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
23
PENERAPAN PROGRAM DINAMIS PROBABILISTIK PADA
PENJADWALAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN

Lila Ayu Ratna Winanda
Dosen Program Studi Teknik Sipil FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Proyek konstruksi merupakan proyek yang sangat unik, dimana dalam
setiap pelaksanaannya tidak pernah berulang meskipun untuk tipe dan
jenis konstruksi yang sama, mengingat dalam pengelolaan suatu
proyek mengacu pada tujuan tepat waktu, biaya, dan mutu. Berdasar
pada tujuan tepat waktu, maka masalah penjadwalan menjadi perhatian
dalam pengelolaan proyek konstruksi.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan jenis
penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengolahan data yang digunakan
adalah metode analisis. Program dinamis diterapkan dengan cara
menetukan jalur optimum yang terdapat dalam network flowchart suatu
masalah, kemudian dilanjutkan dengan prosedur perhitungan yang
didasarkan pada prinsip optimisasi recursive (bersifat pengulangan)
yang diketahui sebagai prinsip optimalisasi (principle of optimality).
Persamaan untuk kebijakan optimal disebut sebagai recursive equation.
Dari hasil perhitungan recursive equation didapat Jalur paling lama
(jalur kritis) jumlah hari kegiatannya yaitu: S (Start) -> 1a -> 3a1 -> 3b1 -
> 3c -> 3d -> 3e1 -> 3f1 -> 3g1 -> 3h1 -> 3i1 -> 3j1 ->3k1 -> 3l1 -> 3m1
-> 3n1 -> End dengan total 185 hari, dimana perlu perhatian agar tidak
mengalami keterlambatan serta jalur kerja optimum yang memiliki nilai
range terbesar yaitu: S (Start), 1a., 2a1., 2b1., 2c1., 2d1., 2e1., 2f1.,
2g1., 2h., End yang menyebabkan suatu aktivitas mengalami
keterlambatan dan harus dipercepat guna mengejar waktu jadwal.

Kata Kunci: Pendjawalan, Pemrograman Dinamis, Jalur Kritis.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan pembangunan proyek konstruksi saat
ini, masalah perencanaan penjadwalan masih menjadi kendala yang utama
dalam pelaksanaan proyek, dimana banyak faktor yang mempengaruhi
keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi. Berbagai cara telah
dilakukan untuk mengatasi masalah keterlambatan penyelesaian proyek,
antara lain dengan penggunaan program dinamis dalam upaya
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
24
mempermudah proses evaluasi setiap tahap pekerjaan, baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaanya.
Setiap aktivitas dalam suatu jaringan kerja pelaksanaan proyek
mempunyai kemungkinan atau probabilitas mencapai tepat waktu (sesuai
dengan jadwal) dengan penerapan teknik optimasi dari operation research,
diantaranya yang telah dikenal adalah program linear (linear programming),
dimana teori tersebut dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah
yang sifatnya statis (terjadi suatu saat tertentu, tidak ada unsur periode
waktu). Apabila suatu masalah optimasi bersifat dinamis dan fungsi
tujuannya tidak linier, serta ada suatu sebaran probabilitas tentang keadaan
mendatang, maka dapat diselesaikan dengan program dinamis probabilistik,
yaitu suatu teknik matematis yang digunakan untuk mengambil keputusan,
terdiri dari banyak tahapan aktivitas dan terdapat sebaran probabilitas
tentang aktivitas tersebut.

Pemrograman Dinamis
Pemrograman dinamis merupakan prosedur matematis yang terutama
dirancang untuk memperbaiki efisiensi perhitungan masalah pemrograman
matematis tertentu dengan menguraikannya menjadi bagian-bagian
masalah yang lebih kecil, sehingga lebih kecil dan lebih sederhana dalam
perhitungannya. Pemrograman dinamis pada umumnya menjawab masalah
dalam suatu tahapan dengan setiap tahap meliputi tepat satu variabel
optimisasi. Perhitungan pada tahap yang berbeda dihubungkan melalui
perhitungan rekursif dengan cara menghasilkan pemecahan optimal yang
mungkin bagi seluruh masalah. Teori utama dalam pemrograman dinamis
adalah prinsip optimalisasi. Prinsip itu pada dasarnya menentukan
bagaimana suatu masalah yang diuraikan dengan benar dapat dijawab
dalam setiap tahap (bukannya sebagai suatu kesatuan) melalui pemakaian
perhitungan rekursif (Taha, 1996).
Menurut Hiller dan Lieberman (1990) dijelaskan bahwa salah satu
karakteristik dari pemrograman dinamis adalah adanya prosedur
penyelesaian yang dirancang untuk menemukan suatu kebijakan optimal
bagi keseluruhan masalah, yaitu pemberian keputusan kebijakan optimal
pada setiap tahap untuk setiap kemungkinan keadaan.
Karakteristik dasar yang mencirikan masalah pemograman dinamis
adalah sebagai berikut (Gunawan, Mulia, 1990):
1. Permasalah dapat dibagi dalam tahap-tahap (misal: waktu, bulan,
hari, dan lain-lain).
2. Setiap tahap memiliki sejumlah keadaan (states) yang bersesuaian.
Keadaan yang bersesuaian adalah berbagai kondisi yang mungkin,
dimana sistem berada pada tahap tertentu dari keseluruhan
permasalahan.
3. Pengaruh keputusan kebijakan pada setiap tahap adalah untuk
merubah keadaan sekarang menjadi keadaan yang berkaitan
Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
25
dengan keadaan berikutnya. Dengan demikian, keputusan pada
suatu tahap akan berpengaruh terhadap keputusan tahap
berikutnya.
4. Prosedur penyelesaian dirancang untuk menemukan suatu
kebijakan optimal untuk kesekuruhan masalah, yaitu dengan
mendapatkan keputusan kebijakan optimal pada setiap tahap untuk
setiap keadaan. Untuk setiap masalah program dinamis
menyediakan keputusan kebijakan tertentu yang diambil setelah
mencapai keadaan tertentu pada tahap tertentu sehingga dapat
memberikan penyelesaian optimal (urutan keputusan optimal).
5. Pengetahuan tentang keadaan sistem sekarang yang membawa
semua informasi tentang tingkah laku sebelumnya menjadi perlu
untuk menetukan kebijakan optimal.
6. Prosedur penyelesaian dimulai dengan menemukan kebijakan
optimal untuk tahap terakhir, sehingga dapat memberikan
keputusan kebijakan optimal untuk setiap keadaan.
7. Terdapat hubungan rekursif, prosedur penyelesaian bergerak
mundur tahap demi tahap dan setiap kali menemukan kebijakan
optimal untuk tahap tersebut serta sampai ditemukan kebijakan
optimal yang dimulai dari tahap awal. Dengan catatan bahwa
kebanyakan masalah berhubungan dengan periode waktu, maka
prosedur seleksi bergerak mundur tahap demi tahap.

Jalur Optimum dan Range
Pelaksanaan proyek konstruksi dipecah menjadi kegiatan-kegiatan
yang membentuk jaringan kerja atau jalur kerja, dimana dalam setiap
kegiatan dapat diindentifikasi durasi kegiatan maupun penggunaan
sumberdayanya. Tujuan dimunculkannya jalur kerja adalah terpilihnya jalur
yang paling aman dengan durasi waktu paling cepat untuk sampai akhir
proyek yang disebut jalur optimum atau the shortest route dengan
meminimumkan periode waktu serta dapat diketahui juga jalur yang paling
tidak aman (banyak makan waktu) dengan durasi waktu paling lama untuk
sampai akhir proyek.
Salah satu pendekatan yang mungkin untuk memecahkan masalah
pemilihan jalur optimum adalah menggunakan teknik coba-coba (Subagyo
dkk, 1997). Tahapan selanjutnya tergantung pada ketetapan tahap
permulaan tanpa menghiraukan bagaimana diperoleh suatu ketetapan
tertentu tersebut. Persamaan kebijakan optimasi dinyatakan sebagai berikut:
Untuk minimum:
fn ( C ) = min { Ci , j + fj ( C ) }
Untuk maksimum:
fn ( C ) = max { Ci , j + fj ( C ) }


S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
26
dimana:
fn (C) = nilai total minimum/maksimum yang dihubungkan dengan jalur
optimum dalam network.
Ci,j = durasi waktu yang terlibat dalam pergerakan dari lingkaran ke i pada
tahap tertentu ke lingkaran j dalam tahap berikutnya.
fj(C) = durasi waktu yang terlibat dalam pergerakan dari lingkaran j dalam
satu tahap lingkaran terakhir

Persamaan ini disebut recursive equation, dimana penyelesaian atau
pemecahan masalah program dinamis ini dapat ditampilkan dengan
persamaan maupun tabel. Pada jalur yang mempunyai probabilitas, untuk
mendapatkan jalur optimum setiap aktivitas, maka dipakai rumus:
P ( A dan B ) = P ( A ) P ( B )
Dimana:
P(A dan B) = probabilitas penyelesaian optimal
P(A) = probabilitas aktivitas pada tahap ini
P(B) = probabilitas aktivitas yang sudah dilewati

Dengan menggunakan perhitungan tersebut di atas, maka dapat
diperoleh probabilitas paling besar pada jalur tertentu dan probabilitas paling
kecil pada jalur tertentu juga. Selisih antara probabilitas terbesar dengan
terkecil untuk tiap jalur tertentu disebut sebagai range, dimana apabila
diperoleh nilai range nol (0) berarti tidak pasti/tidak tentu. (Djarwanto, 2001)

Aktivitas Kritis
Jalur kritis adalah jalur kerja yang mendapat perhatian dalam
pelaksanaan proyek karena jalur ini berisi aktivitas-aktivitas yang tidak boleh
terlambat. Berdasarkan waktu perencanaan dan realisasi serta
penyimpangan/toleransi pada aktivitas tersebut dapat dicari tingkat
kepercayaan (%) keberhasilan penyelesaian tepat/sesuai jadwal rencana.
Dalam suatu jalur kerja apabila ditemui adanya aktivitas yang mempuyai
tingkat kepercayaan paling kecil/rendah, maka aktivitas tersebut dinamakan
aktivitas kritis, sesuai dengan perumusan berikut ini:
(( x - ) / ) = P (%)
dimana:
P = Nilai Presentase (%)
X = Jumlah Hari pada waktu perencanaan
= Jumlah hari pada waktu kenyataan di lapangan
= Toleransi

METODE PENELITIAN
Pembahasan dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran secara sitematis, faktual
dan akurat mengenai fenomena yang diselidiki. Penelitian ini dilakukan
Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
27
dengan cara mendeskripsikan masalah dan keadaan sebagaimana adanya,
sehingga merupakan pengungkapan fakta-fakta yang ada dengan
mengambil obyek kajian Pembangunan Jembatan Wae Sariputih Seram
Utara.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh langsung dari lokasi proyek dengan cara meminta keterangan dan
penjelasan langsung kepada pihak yang berhubungan dengan masalah
yang hendak diteliti serta data sekunder yang mendukung. Teknik
pengumpulan data dengan melakukan survey pendahuluan, wawancara,
dan studi pustaka terkait.
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis terhadap jadwal
rencana pelaksanaan proyek yang diidentifikasi dan berkaitan dengan
penjadwalan proyek, dimana pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program dinamis probabilistik sebagai upaya optimalisasi
penjadwalan yang ada guna memberikan suatu pemikiran yang logis dalam
mencari pemecahan masalah.
Tahapan pengolahan data menggunakan program dinamis
probabilistik, yaitu:
1. Membuat daftar jadwal rencana proyek
2. Menentukan jalur kerja optimum
3. Membuat tabel probabilitas dan beban pengaruh aktivitas
4. Membuat jadwal rencana jalur kerja
5. Menghitung nilai range
6. Menentukan jalur kritis dan aktivitas Kritis
7. Menghitung jalur kerja optimum
8. Analisis peluang (probabilitas)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tahap awal pembahasan penelitian ini adalah identifikasi kegiatan
yang dilakukan serta durasi kegiatan pada pembangunan Jembatan Wae
Sariputih, dimana selengkapnya tercantum dalam tabel 1.

Tabel 1.
Breakdown Kegiatan dan Durasi

No. Aktivitas
Durasi
(hari)
1 Mobilisasi 28
10
2 Pekerjaan Tanah
2a Galian Struktur 20
2b Timbunan Biasa 21
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
28

No. Aktivitas
Durasi
(hari)
3 Pekerjaan Struktur
3a Pekerjaan Beton Struktur (K-250) 77
3b Pekerjaan Beton (K-175) 21
3c Pekerjaan Beton Siklop K-175 7
3d Pekerjaan Beton (K-175) 7
3e Pekerjaan Baja 63
3f Penyediaan Dinding Sumuran 20
3g Penurunan Dinding Sumuran 20
3h Pekerjaan Pasangan Batu 19
3i Pekerjaan Plesteran 35
3j Ekspansion Joint 7
3k Peletakan Elastomer 7
3l Pekerjaan sandaran Jembatan Baja 14
3m Pekerjaan Pipa Drainase 7
3n Pekarjaan Pengecetan 4
4 Pekerjaan Minor
4a Pekerjaan Patok Pengarah Tipe 14
4b Pekerjaan Papan Nama jembatan 6

Selanjutnya dianalisis jalur kerja aktivitas, sehingga diperoleh 14
macam jalur yang dimulai dari Start (S) yaitu pekerjaan persiapan bagian
awal (1a) sampai End (E) yaitu akhir pekerjaan struktur, sebagaimana yang
digambarkan dalam network diagram pada Gambar 1. Setiap aktivitas
mempunyai angka-angka yang menunjukan waktu yang diperlukan dalam
menyelesaikan aktivitas dan probabilitas dari masing-masing aktivitas
tersebut. Dengan pembuatan jalur kerja dapat diperoleh toleransi waktu
serta jalur kritis dari masing-masing aktivitas.

5
3
1 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 4 2 18 17
1a
4a.1
2a.1
2a.2
2b
3j 3h.1 3g.1 3f.1 3e.1 3d 3c 3b.1 3a.1 3i.1 3k 3l 3n 3m
3a.2 3b.2 3e.2 3f.2
3g.2
3h.2
3i.2
4a.2
4b
28
22 15
55 6
7 7 8
55
8
6
6
6
14
21
6
13
13
7 14 7 6
22
13
7 14 7
4

Gambar 1.
Network Diagram

Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
29
Setelah network diagram terbentuk, selanjutnya dapat dianalisis jalur
optimum dari aktivitas yang ada dengan Recursive Equation, dimana dalam
analisis dibagi menjadi dua, yaitu persamaan optimasi maksimal dan
persamaan optimasi minimal.
Perhitungan optimasi maksimal dimulai dari stage terakhir, yaitu Stage
14 dan pemilihan jalur ditentukan pada jalur yang paling maksimal.

Stage 14 f17(c) = max C17,18 = 4
Stage 13 f16(c) = max C16,17 + f17 = 7+4 = 11
Stage 12 f15(c) = max C15,16 + f16 = 14+11 = 25
Stage 11 f14(c) = max C14,15 +f15 = 7+25 = 32
Stage 10 f13(c) = max C13,18 = 13
C13,14 + f14 = 7+32 = 39
Stage 9 f12(c) = max C12,18 = 13
C12,13 + f13 = 22+39 = 61
Stage 8 f11(c) = max C11,18 = 13
C11,12 + f12 = 6+61 = 67
Stage 7 f10(c) = max C10,18 = 6
C10,11 + f11 = 7+67 = 74
Stage 6 f9(c) = max C9,18 = 55
C9,10+f10 =14+74 = 88
Stage 5 f8(c) = max C8,9 + f9 = 8+88 = 96
Stage 4 f7(c) = max C7,8+ f8 = 7+96 = 61
Stage 3 f6(c) = max C6,18 = 6
C6,7+ f7 = 7+113 = 120
Stage 2 f5(c) = max C5,18 = 6
C5,18 = 6
f4(c) = max C4,18 = 55
C4,6+f6 = 15+120 = 135
f3(c) = max C3,18 = 21
C3,18 = 6
Stage 1 f2(c) = max C2,3+f3 = 14+21 = 35
C2,4+f4 = 22+135 = 157
C2,5+f5 = 8+6 = 14
Stage 0 f1 (c) = max C1,2+f2 =28+157 = 185
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
30
Pada perhitungan optimasi maksimal tersebut diperoleh jalur paling
maksimal, yaitu 185 hari.
Perhitungan optimasi minimal sama dengan optimasi maksimal, yaitu
dimulai dari stage terakhir (Stage 14), akan tetapi pemilihan jalur ditentukan
pada jalur yang paling minimal.

Stage 14 f17(c) = min C17,18 = 4
Stage 13 f16(c) = min C16,17 + f17 = 7+4 = 11
Stage 12 f15(c) = min C15,16 + f16 = 14+11 = 25
Stage 11 f14(c) = min C14,15 +f15 = 7+25 = 32
Stage 10 f13(c) = min C13,18 = 13
C13,14 + f14 = 7+32 = 39
Stage 9 f12(c) = min C12,18 = 13
C12,13 + f13 = 22+13 = 35
Stage 8 f11(c) = min C11,18 = 13
C11,12 + f12 = 6+13 = 19
Stage 7 f10(c) = min C10,18 = 6
C10,11 + f11 = 7+13 = 20
Stage 6 f9(c) = min C9,18 = 55
C9,10+f10 = 14+6 =20
Stage 5 f8(c) = min C8,9 + f9 = 8+20 = 28
Stage 4 f7(c) = min C7,8+ f8 = 7+28 = 35
Stage 3 f6(c) = min C6,18 = 6
C6,7+ f7 = 7+35 = 42
Stage 2 f5(c) = min C5,18 = 6
C5,18 = 6
f4(c) = min C4,18 = 55
C4,6+f6 = 15+6 =21
f3(c) = min C3,18 = 21
C3,18 = 6
Stage 1 f2(c) = min C2,3+f3 = 14+6 = 20
C2,4+f4 = 22+21 = 43
C2,5+f5 = 8+6 = 14
Stage 0 f1 (c) = min C1,2+f2 =28+14 = 42
Pada perhitungan optimasi minimal diperoleh jalur paling maksimal,
yaitu 42 hari.
Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
31
Kemudian analisis dilanjutkan dengan penghitungan nilai probabilitas
masing-masing kegiatan, dimana probabilitas menunjukkan persentase
penyelesaian kegiatan terhadap jalur optimal. Nilai probabilitas ditentukan
oleh rasio lama hari pada masing-masing kegiatan dengan jalur optimasi
pada masing-masing stage dengan hasil selengkapnya sebagai berikut:
optimasi jalur
Lamahari
as probabilit
_
=


1. 1a = 28/42 = 0,66
2. 2a.1 = 14/20 = 0,66
3. 2a.2 = 6/14 = 0,42
4. 2b = 21/55 = 0,38
5. 3a.1 = 22/4 = 0,51
6. 3a.2 = 55/157 = 0,35
7. 3b.1 = 15/27 = 0,55
8. 3b.2 = 6/14 = 0,42
9. 3c = 7/20 = 0,35
10. 3d = 7/20 = 0,35
11. 3e.1 = 8/20 = 0,4
12. 3f.1 = 14/28 = 0,5
13. 3f.2 = 6/20 = 0,3
14. 3g.1 = 7/20 = 0,35
15. 3g.2 = 13/20 = 0,62
16. 3h.1 = 6/13 = 0,46
17. 3h.2 = 13/20 = 0,65
18. 3i.1 = 22/35 = 0,62
19. 3i.2 = 13/39 = 0,33
20. 3j = 7/13 = 0,53
21. 3k = 7/13 = 0,53
22. 3l = 14/32 = 0,4
23. 3m = 7/25 = 0,28
24. 3n = 4/11 = 0,36
25. 4a.1 = 8/14 = 0,57
26. 4a.2 = 6/14 = 0,42
27. 4b = 6/14 = 0,42
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
32
5
3
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 4 2 18 17
1a
4a.1
2a.1
2a.2
2b
3j 3h.1 3g.1 3f.1 3e.1 3d 3c 3b.1 3a.1 3i.1 3k 3l 3n 3m
3a.2 3b.2 3e.2 3f.2
3g.2
3h.2
3i.2
4a.2
4b
0,66 0,51 0,55
0,35
0,35 0,4
0,35
0,57
0,42
0,42 0,66
0,38
0,3
0,65 0,65
0,53 0,5 0,35 0,46 0,62
0,33
0,53 0,4 0,28
0,36
1
0,35
0,42
0,42

Gambar 2.
Network Diagram dengan Satuan Probabilitas

Dari network diagram dalam Gambar 2 dapat dihasilkan duabelas jalur
aktivitas dari pengerjaan proyek pembangunan jembatan yang dilengkapi
dengan nilai probabilitasnya, sebagaimana tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2.
Probabilitas Tiap Jalur Aktivitas

No
Jumlah
Aktivitas
Jalur Aktivitas
Nilai
Probabilitas
1 4 S - 1a - 2a1 - 2b 0,165
2 4 S - 1a - 2a1 - 2a2 0,182
3 4 S - 1a - 3a1 - 3a2 0,117
4 5 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3b2 0,077
5 8 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3e2 3,17E-03
6 9 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3f2 1,36E-03
7 10 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 - 3g2 1,03E-03
8 11 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 - 3h1 - 3h2 4,75E-04
9 12
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 - 3h1 - 3i1 -
3i2
1,49E-04
10 16
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 - 3h1 - 3i1 -
3j1 - 3k1 - 3l1 - 3m1 - 3n1
5,13E-06
11 4 S - 1a - 4a1 - 4a2 0,158
12 4 S - 1a - 4a1 - 4b 0,158

Berdasarkan hasil tiap jalur dapat diperoleh probabilitas terbesar dan
terkecil, sehingga didapatkan nilai range, dimana dengan nilai range dapat
diperoleh jalur kritis aktivitas. Hasil selengkapnya tercantum dalam Tabel 3.




Program Dinamis Probabilistik Lila Ayu Ratna Winanda
33
Tabel 3.
Range Probabilitas

No
Jumlah
Aktivitas
Jalur Aktivitas Besar Kecil Range
1 4 S - 1a - 2a1 - 2b 0,66 0,38 0,28
2 4 S - 1a - 2a1 - 2a2 0,66 0,42 0,24
3 4 S - 1a - 3a1 - 3a2 0,66 0,35 0,31
4 5 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3b2 0,66 0,42 0,24
5 8 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3e2 0,66 0,35 0,31
6 9 S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3f2 0,66 0,3 0,36
7 10
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 -
3g2
0,66 0,35 0,31
8 11
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 -
3h1 - 3h2
0,66 0,35 0,31
9 12
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 -
3h1 - 3i1 - 3i2
0,66 0,33 0,33
10 16
S - 1a - 3a1 - 3b1 - 3c - 3d - 3e1 - 3f1 - 3g1 -
3h1 - 3i1 - 3j1 - 3k1 - 3l1 - 3m1 - 3n1
0,66 0,28 0,38
11 4 S - 1a - 4a1 - 4a2 0,66 0,42 0,24
12 4 S - 1a - 4a1 - 4b 0,66 0,42 0,24

Dari perhitungan recursive equation dapat dilihat bahwa jaringan kerja
yang mempunyai jalur paling lama (jalur kritis) jumlah hari kegiatannya,
yaitu: S (Start) -> 1a -> 3a1 -> 3b1 -> 3c -> 3d -> 3e1 -> 3f1 -> 3g1 -> 3h1 -
> 3i1 -> 3j1 ->3k1 -> 3l1 -> 3m1 -> 3n1 -> E (End) dengan total 185 hari;
sedangkan untuk jalur paling cepat jumlah hari kegiatannya, yaitu: S (Start)
-> 1a -> 2a1 -> 2a2 -> E (End) dengan total 42 hari. Kemudian, jaringan
kerja, apabila dilihat dari nilai probabilitasnya, mempunyai jalur probabilitas
yang paling kecil berhasil, yaitu: S (Start) -> 1a -> 3a1 -> 3b1 -> 3c -> 3d ->
3e1 -> 3f1 -> 3g1 -> 3h1 -> 3i1 -> 3j1 ->3k1 -> 3l1 -> 3m1 -> 3n1 -> E
(End) dengan jumlah hari 185 dan nilai probabilitasnya 5,13E-06;
sedangkan jalur yang mempunyai nilai probabilitasnya paling besar, yaitu: S
(Start) -> 1a -> 2a1 -> 2a2 -> E (End) dengan jumlah hari 42 dan nilai
probabilitasnya 0,182. Jaringan kerja juga mempunyai jalur yang
memperlihatkan nilai range yang terbesar, yaitu 0,38 dengan nilai
probabilitas terbesar 0,66 dan nilai probabilitas terkecil 0,28, yakni: S (Start)
-> 1a -> 3a1 -> 3b1 -> 3c -> 3d -> 3e1 -> 3f1 -> 3g1 -> 3h1 -> 3i1 -> 3j1 -
>3k1 -> 3l1 -> 3m1 -> 3n1 -> E (End). Untuk jalur yang mempunyai nilai
range terkecil adalah 0,24 dengan nilai probabilitas terbesar 0,66 dan nilai
probabilitas terkecil 0,42 mempunyai jalur, yaitu: S (Start) -> 1a -> 2a1 ->
2a2 -> E (End).
Untuk jalur yang mempunyai range terbesar, maka akan terjadi
perbedaan yang menonjol, sehingga menyebabkan suatu aktivitas
mengalami keterlambatan yang parah. Untuk itu, pada aktivitas berikutnya
harus dikebut guna mengejar waktu jadwal, sehingga sasaran atau target
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 23-34
34
akan sulit tercapai pada jalur tersebut. Sebaliknya, untuk jalur mempunyai
range terkecil, maka target atau sasaran akan mudah tercapai.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jalur paling lama (jalur kritis) jumlah hari kegiatannya yaitu: S (Start) ->
1a -> 3a1 -> 3b1 -> 3c -> 3d -> 3e1 -> 3f1 -> 3g1 -> 3h1 -> 3i1 -> 3j1 -
>3k1 -> 3l1 -> 3m1 -> 3n1 -> E (End) dengan total 185 hari.
2. Jalur kerja optimum yang memiliki nilai range yang terbesar yaitu 0,144
dengan nilai probabilitas terbesar 0,66 dan nilai probabilitas terkecil 0,516
(S(Start), 1a., 2a1., 2b1., 2c1., 2d1., 2e1., 2f1., 2g1., 2h., End)
menyebabkan suatu aktivitas mengalami keterlambatan dan harus
dikebut guna mengejar waktu jadwal.

Saran
1. Penerapan program dinamis probabilitik ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi penjadawalan, namun mungkin dapat ditinjau
perbandingannya dengan metode lain.
2. Pada penelitian lanjutan dapat dilakukan kajian serupa dengan unsur
proyek yang lebih kompleks atau pengembangan menjadi model simulasi
bagi penjdawalan proyek konstruksi.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dipohusodo, Istimawan. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Yogyakarta:
Kanisius.
Djarwanto Ps. 2001. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian. Yogyakarta:
Liberty.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supono. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: BPFE.
Mulyono, Sri. 1991. Operations Research. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Subagyo, dkk. 1999. Dasar-Dasar Operations Research. Yogyakarta: BPFE.
Taha, Hamdan A. 1996. Riset Operasi: Suatu Pengantar (Terjemahan). Jakarta:
Binarupa Aksara.
Hillier, Frederick S dan Gerald J. Liebermen. 1990. Pengantar Riset Operasi
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.





Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
35
POTENSI PEMANFAATAN BIOGAS
DI KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

J immy
M. Istnaeny Hudha
Dosen Program Studi Teknik Kimia FTI ITN Malang


ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan
biogas di Kabupaten Malang sebagai bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar fosil yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi
yang menunjang kegiatan masyarakat sekitar. Metode penelitian yang
dilakukan adalah pengumpulan data primer (kepemilikan ternak, pola
pemeliharaan ternak, ketersediaan lahan dan sumberdaya manusia,
kebutuhan energi) yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi; sedangkan data sekunder (gambaran umum lokasi
penelitian, populasi, jenis dan sebaran ternak, reaktor biogas yang
sudah ada, kualitas dan kuantitas kotoran ternak dan manusia)
diperoleh dari Dinas terkait dan literatur lain. Ruang lingkup wilayah
adalah Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan, Desa Bocek Kecamatan
Karangploso, Desa Banjarejo Kecamatan Ngantang, dan Desa Pujon
Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang yang cukup potensial
sebagai wilayah pengembangan biogas. Secara infrastruktur,
ketersediaan lahan kosong di sekitar kandang sebagai tempat digester
biogas cukup memadai. Jarak kandang satu dengan lainnya cukup
dekat, sehingga dapat dibangun digester kolektif yang mengakomodasi
beberapa kandang. Sarana pendukung seperti air bersih dan saluran
pembuangan kotoran ternak belum memadai, sehingga pengembangan
biogas di wilayah ini perlu diikuti dengan pembangunan sarana fisik
yang mendukung operasional digester biogas yang akan dibangun. Dari
aspek lingkungan, pengembangan biogas di Kabupaten Malang dapat
memberikan sumbangsih besar terhadap kelestarian lingkungan seperti
perbaikan kualitas udara, air dan konservasi hutan. Secara ekonomi,
penggunaan biogas dapat menghemat belanja energi rumah tangga.

Kata Kunci: Potensi, Biogas, Energi Alternatif, Kabupaten Malang.



PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dengan ekspansi di bidang
industri menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan
kualitas lingkungan. Meski Indonesia adalah salah satu negara penghasil
minyak dan gas, namun berkurangnya cadangan minyak dan pencabutan
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
36
subsidi menyebabkan harga minyak naik dan turunnya kualitas lingkungan
akibat penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan. Oleh karena itu,
pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif yang ramah lingkungan
menjadi pilihan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional (KEN), Pemerintah telah menetapkan bahwa
pada tahun 2025 energi terbarukan harus mengambil peran yang lebih
penting dengan menyuplai sekitar 15% terhadap kebutuhan pasokan energi
nasional. Oleh karena itu, biogas sebagai energi yang terbarukan
merupakan salah satu sumber energi alternatif yang penting dan perlu
dikembangkan. Potensi biogas di Indonesia cukup melimpah, mengingat
peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi dalam kehidupan
masyarakat pertanian. Hampir semua petani memiliki ternak, antara lain
sapi, kambing, dan ayam. Bahkan ada yang secara khusus
mengembangkan sektor peternakan. Di antara jenis ternak tersebut, sapi
merupakan penghasil kotoran yang paling besar.
Maksud dari kegiatan penelitian potensi biogas ini adalah untuk
melakukan inventarisasi potensi energi alternatif biogas di Kabupaten
Malang. Adapun tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengetahui potensi
pengembangan biogas di Kabupaten Malang serta memberi wawasan dan
pengetahuan kepada masyarakat dalam memanfaatkan limbah peternakan
untuk pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar fosil yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi utama,
sehingga dapat dimanfaatkan guna menunjang kegiatan masyarakat sekitar.
Ruang lingkup wilayah studi adalah Desa Sumbersuko Kecamatan
Tajinan, Desa Bocek Kecamatan Karangploso, Desa Banjarejo Kecamatan
Ngantang, dan Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon. Hal ini dipilih karena
keempat desa/kecamatan ini yang sangat potensial jika dibangun biogas,
dimana populasi ternak sangat banyak (jumlah sapi di Desa Sumbersuko 20
ekor, Desa Bocek 317 ekor, desa Banjarejo 676 ekor, esa Pujon Lor 158
ekor, dan Desa Pujon Kidul 20 ekor). Dari jumlah tersebut mayoritas adalah
jenis sapi perah.
Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri
dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami
merupakan bagian penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri
penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai
mikroorganisme yang menguraikan material organik dan mengembalikan
hasil dekomposisinya ke alam. Melalui proses inilah biogas terbentuk
sebagai sumber dari energi terbarukan. Pengetahuan dasar fermentasi
metana diperlukan dalam perencanaan, pembangunan, dan operasi
pembuatan biogas. Fermentasi anaerobik melibatkan aktivitas 3 kelompok
bakteri yang berbeda. Proses produksi biogas bergantung pada berbagai
parameter, seperti perubahan temperatur lingkungan yang dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap aktivitas bakteri.
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
37
Pada prinsipnya semua material organik dapat difermentasi. Akan
tetapi, hanya substrat cair dan homogen yang paling baik untuk pabrik
biogas sederhana dengan bahan baku seperti feses dan urine dari
peternakan sapi, babi, dan unggas serta air buangan dari toilet. Saat pabrik
diisi, kotoran harus dilarutkan menggunakan air dengan kuantitas yang
sama, jika mungkin menggunakan urine. Limbah dan air buangan dari
industri makanan juga sesuai untuk pabrik biogas sederhana jika berada
dalam bentuk liquid dan homogen. Produksi gas maksimum dari sejumlah
bahan baku yang diberikan bergantung pada tipe substrat.
Proses pembentukan biogas, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu: hidrolisis, pengasaman, dan metanogenik (pembentukan
metana). Proses ini melibatkan tiga jenis bakteri.


Gambar 1.
Proses Pembentukan Biogas

Aktivitas metabolisme yang terjadi dalam metanasi mikrobiologi
bergantung pada beberapa faktor, seperti: nisbah C/N, pengadukan dan
konsistensi masukan, kandungan padatan tak stabil, tingkat keasaman (pH),
temperatur substrat, laju pengumpanan, nutrisi yang tersedia, waktu tinggal
dalam digester, dan faktor inhibitor. Setiap jenis bakteri yang bertanggung-
jawab untuk ketiga tahap metanogenesis dipengaruhi oleh parameter-
parameter tersebut di atas.
Digester biogas telah mengalami banyak perkembangan dalam hal
rancangan dan bahan konstruksinya. Secara umum, terdapat 3 tipe digester
biogas, yaitu : kubah tetap (fixed dome), drum terapung (floating drum), dan
balon. Perancangan digester meliputi volume, bahan konstruksi, dan model/
tipe yang akan digunakan.



S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
38
METODE PENELITIAN
Kajian penelitian potensi biogas di Kabupaten Malang ini ditinjau dari
aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumberdaya manusia,
lingkungan, sosial budaya, serta aspek ekonomi. Apabila faktor tersebut di
atas dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas
sebagai penyediaan energi dapat berjalan dengan optimal dan
pembangunan reaktor biogas menjadi potensial untuk dilaksanakan.
Metode pengumpulan data dilakukan untuk mendukung dan
menguatkan dalam penyusunan analisis. Pada tahap ini dilakukan
pengumpulan data yang meliputi data primer dan sekunder. Data primer
adalah data yang dikumpulkan langsung dari obyeknya dan diolah sendiri
oleh pelaksana pekerjaan. Pemilihan lokasi survei berdasar pada banyaknya
populasi komunitas manusia dan ternak. Dari data yang ada, dipilih empat
lokasi dengan populasi terbanyak untuk dilakukan survei lebih lanjut. Dalam
pengumpulan data primer, dipergunakan teknik wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Data sekunder adalah data instansi yang diperoleh dari dinas-
dinas atau sumber lain yang terkait untuk mendukung dan mendasari dalam
analisis.
Penyusunan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam
evaluasi dan analisis data. Analisis potensi dimaksudkan untuk mengetahui
apakah pendirian reaktor biogas di suatu wilayah dapat bermanfaat untuk
kehidupan masyarakat sekitar. Dari hasil analisis, akan direkomendasikan
beberapa hal yang berkaitan dengan potensi suatu daerah, seperti:
kemungkinan penggunaan digester untuk beberapa rumah tangga atau
lingkup yang lebih luas, kapasitas biogas yang mungkin diproduksi, jumlah
digester yang dibutuhkan, model digester yang sesuai, serta perhitungan
dasar penentuan volume digester.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil survaei yang dilakukan di 4 (empat) wilayah lokasi studi adalah
sebagai berikut:

Tabel 1.
Hasil Survei Desa Banjarejo Kecamatan Ngantang

Parameter Uraian
Kondisi
lingkungan
Desa Banjarejo Kecamatan Ngantang termasuk daerah dataran tinggi/perbukitan
dengan mayoritas penduduk bertani dan berternak. Hasil pertanian yang
mendominasi di desa ini adalah tanaman bawang merah, tapi pada musim hujan
adalah tanaman jagung dan sayur. Ternak terbesar yang dibudidayakan adalah
sapi, dalam hal ini adalah sapi perah. Akses masuk desa berupa jalan sudah
beraspal, tetapi mengalami kerusakan di mana-mana (berlubang-lubang) yang
cukup menyulitkan bila hujan turun..
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
39

Parameter Uraian
Kondisi sosial
budaya
Penduduk setempat bisa menerima penggunaan biogas dari kotoran ternak
maupun manusia sebagai bahan bakar memasak. Mayoritas penduduk hanya
tamatan SD, sehingga mata pencaharian pun hanya dari sektor pertanian dan
peternakan. Desa ini merupakan tipe desa yang masih mengenal pembagian
dusun, tidak seperti desa di kota yang hanya berupa RW-RT. Jabatan Kepala
Desa masih menggunakan pemilihan, tidak ditentukan dari kabupaten. Kepala
Desa dan Aparat Desa menerima bayaran berupa bengkok atau lahan yang
digarap, statusnya belum menjadi PNS. Aparat Desa yang sudah menjadi PNS
hanya Sekdes. Budaya gotongroyong dan kekeluargaan masih sangat terasa di
desa ini. WC nya masih berupa jamban yang terdapat di ladang-ladang warga.
Ketersediaan
ternak
Jenis ternak yang dipelihara sebagian besar (+ 97%) adalah sapi dan sisanya
ternak lain. Kepemilikan sapi dalam KK berkisar antara 2 sampai 42 ekor dengan
rata-rata kepemilikan 3-4 ekor sapi. Hal ini disebabkan warga desa juga
merupakan angggota Koperasi Susu.
Pola
pemeliharaan
ternak
Pola pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan dengan sistem plester. Oleh
karena itu, air kencing sapi juga bisa dialirkan atau ikut dibawa masuk ke
penampung sebagai bahan biogas, mengingat apabila kandang masih tanah,
maka air kencing akan merembes ke tanah tidak ikut tertampung. Ternak diberi
makan rumput, campuran bekatul, serta dari sisa pertanian, seperti jagung muda
atau sayuran.
Ketersediaan
lahan di sekitar
kandang
Jarak kandang dari rumah pemilik tidak lebih dari 10 meter. Ketersediaan lahan di
sekitar kandang cukup memadai dengan luas rata-rata >50 m2. Jarak kandang
dari kandang lain cukup dekat, yaitu 10-20 meter yang tidak dibatasi bangunan,
sehingga membentuk kelompok kandang dengan lahan kosong di tengahnya. Hal
ini menyebabkan terciptanya lahan kosong di tengah kelompok kandang.
Sarana
pendukung
Peralatan pendukung untuk memindahkan kotoran sapi sudah tersedia.
Kebutuhan air dipasok melalui air pipanisasi hasil dari swadaya masyarakat juga
bantuan dinas terkait. Air diambil dari sumber mata air, kemudian dialirkan melalui
pipa sepanjang ribuan meter menuju rumah-rumah warga, mengingat sungai di
sana kebanyakan kering pada musim kemarau.
Kebutuhan
energi
Penduduk sudah menikmati listrik dari PLN untuk penerangan rumah. Untuk
kebutuhan memasak mayoritas (+ 90%) masih menggunakan kayu bakar. Hal ini
dapat menimbulkan berbagai masalah atau bencana yang mengancam warga
sewaktu-waktu, apalagi pada musim-musim penghujan karena kayu bakar yang
mereka gunakan tidak jarang mengambil kayu di hutan lindung, sehingga kayu
untuk mencegah rembesan air pada waktu hujan tidak ada lagi. Hal ini menjadikan
hutan menjadi gundul dan menyebabkan bencana alam, seperti longsor dan banjir
bandang. Budaya ini masih dilakukan beberapa warga, meskipun sebagian besar
pula (+ 90%) sudah memiliki elpiji bantuan pemerintah. Minyak tanah sudah jarang
digunakan karena pasokan yang sulit. Hanya 2 KK yang memakai biogas untuk
kebutuhan memasak yang disuplai oleh 2-4 ekor sapi.
Tenaga kerja
untuk
pemeliharaan
dan operasional
digester
Tenaga kerja cukup tersedia karena pekerjaan penduduk mayoritas bertani,
sehingga memiliki cukup waktu untuk melakukan pemeliharaan dan operasional
digester nantinya. Ini sangat jelas karena masyarakat desa yang bertani jarang
pergi keluar kota untuk waktu yang lama. Dengan demikian, waktu dan tenaga
cukup sangat tersedia.
Manajemen
limbah
Limbah kotoran sapi dimasukkan ke dalam lubang besar berdiameter 1-2 m
dengan kedalaman sekitar 1 m, tetapi tidak sedikit juga yang dialirkan ke selokan
atau got di sekitar rumah dan mengganggu lingkungan karena pencemaran tanah
dan udara; belum lagi bakteri atau penyakit yang terbawa pada kotoran sapi. Pada
musim kemarau mereka biasanya mengumpulkan atau menimbun kotoran sapi
tersebut di belakang rumah supaya kotoran sapi tersebut bisa kering yang
nantinya digunakan sebagai pupuk. Apabila musim penghujan tiba, pengeringan
tidak mungkin dilakukan, sehingga mereka hanya membuangnya di saluran sekitar
rumah atau got yang mengalirkannya ke sungai. Hal ini pastinya menimbulkan
pencemaran lingkungan.
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
40

Parameter Uraian
Kebutuhan
pupuk
Hampir setiap KK memiliki lahan pertanian, sehingga membutuhkan pupuk untuk
lahan mereka. Pupuk yang digunakan merupakan campuran dari pupuk kandang
dan pupuk buatan.
Keberadaan
digester biogas
Terdapat 2 unit digester biogas yang bahan bakunya dipasok 4 ekor sapi setiap
unit pemilik digester tersebut, Digester di Desa Banjarejo merupakan bantuan
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Malang. Pada saat ini kondisinya cukup baik
dan masih bisa digunakan untuk kebutuhan memasak. Lingkungan rumah warga
yang sudah memperoleh digester biogas menjadi cukup sehat karena pencemaran
bisa ditekan secara signifikan, mengingat kotoran sapi dari kandang tidak lagi
dibuang ke selokan air yang bisa menimbulkan pencemaran tanah, air, dan udara
- tetapi dialirkan ke digester biogas.

Tabel 2.
Hasil Survei Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon

Parameter Uraian
Kondisi
lingkungan
Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon termasuk daerah dataran tinggi/perbukitan
dengan mayoritas penduduk bertani dan berternak. Hasil pertanian yang
mendominasi adalah tanaman sayur. Ternak terbesar yang dibudidayakan adalah
sapi, dalam hal ini adalah sapi perah. Akses masuk desa adalah jalan sudah
beraspal, tetapi beberapa jalan masih berupa jalan makadam atau berbatu yang
tentunya menyulitkan sekali ketika hujan turun.
Kondisi sosial
budaya
Penduduk setempat bisa menerima penggunaan biogas dari kotoran ternak
maupun manusia sebagai bahan bakar memasak. Warga desa rata-rata belum
memiliki sanitasi yang baik seperti kamar mandi. Mereka memakai kamar mandi
umum secara bersama-sama beberapa KK. WC masih berupa jamban yang
terdapat di ladang-ladang warga. Budaya gotongroyong dan kekeluargaan masih
sangat terasa di desa ini. Mayoritas penduduk hanya tamatan SD, sehingga mata
pencaharian utama adalah sektor pertanian dan peternakan. Desa Pujon Kidul
merupakan tipe desa yang masih mengenal pembagian dusun, tidak seperti desa
di kota yang hanya berupa RW-RW.
Ketersediaan
ternak
Jenis ternak yang dipelihara sebagian besar (+ 97%) adalah sapi dan sisanya
ternak lain. Kepemilikan sapi dalam KK berkisar antara 2 sampai 12 ekor dengan
rata-rata kepemilikan 4-5 ekor sapi karena warga desa juga merupakan angggota
Koperasi Susu.
Pola
pemeliharaan
ternak
Pola pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan dengan sistem plester. Oleh
karena itu, air kencing sapi juga bisa dialirkan atau ikut dibawa masuk ke
penampung sebagai bahan biogas, mengingat apabila kandang masih tanah,
maka air kencing akan merembes ke tanah tidak ikut tertampung. Ternak diberi
makan rumput, campuran bekatul, serta dari sisa pertanian, seperti jagung muda
atau sayuran.
Ketersediaan
lahan di sekitar
kandang
Jarak kandang dari rumah pemilik tidak lebih dari 10 meter. Ketersediaan lahan di
sekitar kandang cukup memadai dengan luas rata-rata >50 m2. Jarak kandang
dari kandang lain cukup dekat, yaitu 10-20 meter yang tidak dibatasi bangunan,
sehingga membentuk kelompok kandang dengan lahan kosong di tengahnya. Hal
ini menyebabkan terciptanya lahan kosong di tengah kelompok kandang.
Sarana
pendukung
Peralatan pendukung untuk memindahkan kotoran sapi sudah tersedia.
Kebutuhan air dipasok melalui air pipanisasi hasil dari swadaya masyarakat juga
bantuan dinas terkait. Air diambil dari sumber mata air, kemudian dialirkan melalui
pipa sepanjang ribuan meter menuju rumah-rumah warga, mengingat sungai di
sana kebanyakan kering pada musim kemarau.
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
41

Parameter Uraian
Kebutuhan
energi
Penduduk sudah menikmati listrik dari PLN untuk penerangan rumah. Untuk
kebutuhan memasak mayoritas (+ 90%) masih menggunakan kayu bakar. Hal ini
dapat menimbulkan berbagai masalah atau bencana yang mengancam warga
sewaktu-waktu, apalagi pada musim-musim penghujan karena kayu bakar yang
mereka gunakan tidak jarang mengambil kayu di hutan lindung, sehingga kayu
untuk mencegah rembesan air pada waktu hujan tidak ada lagi. Hal ini menjadikan
hutan menjadi gundul dan menyebabkan bencana alam, seperti longsor dan banjir
bandang. Budaya ini masih dilakukan beberapa warga, meskipun sebagian besar
pula (+ 90%) sudah memiliki elpiji bantuan pemerintah. Minyak tanah sudah jarang
digunakan karena pasokan yang sulit. Hanya 2 KK yang memakai biogas untuk
kebutuhan memasak yang disuplai oleh 2-4 ekor sapi.
Tenaga kerja
untuk
pemeliharaan
dan operasional
digester
Tenaga kerja cukup tersedia karena pekerjaan penduduk mayoritas bertani,
sehingga memiliki cukup waktu untuk melakukan pemeliharaan dan operasional
digester nantinya. Ini sangat jelas karena masyarakat desa yang bertani jarang
pergi keluar kota untuk waktu yang lama. Dengan demikian, waktu dan tenaga
cukup sangat tersedia.
Manajemen
limbah
Limbah kotoran sapi dimasukkan ke dalam lubang besar berdiameter 1-2 m
dengan kedalaman sekitar 1 m, tetapi tidak sedikit juga yang dialirkan ke selokan
atau got di sekitar rumah dan mengganggu lingkungan karena pencemaran tanah
dan udara; belum lagi bakteri atau penyakit yang terbawa pada kotoran sapi. Pada
musim kemarau mereka biasanya mengumpulkan atau menimbun kotoran sapi
tersebut di belakang rumah supaya kotoran sapi tersebut bisa kering yang
nantinya digunakan sebagai pupuk. Apabila musim penghujan tiba, pengeringan
tidak mungkin dilakukan, sehingga mereka hanya membuangnya di saluran sekitar
rumah atau got yang mengalirkannya ke sungai. Hal ini pastinya menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Kebutuhan
pupuk
Hampir setiap KK memiliki lahan pertanian, sehingga membutuhkan pupuk untuk
lahan mereka. Pupuk yang digunakan merupakan campuran dari pupuk kandang
dan pupuk buatan.
Keberadaan
digester biogas
Terdapat beberapa unit digester biogas yang bahan bakunya dipasok dari 4 ekor
sapi setiap unit pemilik digester tersebut. Digester di Desa Pujon Kidul
merupakan bantuan Kantor Lingkungan Hidup dan dinas lain di Kabupaten
Malang. Pada saat ini kondisinya cukup baik dan masih bisa digunakan untuk
kebutuhan memasak.

Tabel 3.
Hasil Survei Desa Bocek Kecamatan Karangploso

Parameter Uraian
Kondisi
lingkungan
Desa Bocek Kecamatan Karangploso termasuk daerah pegunungan
Kondisi sosial
budaya
Dengan penduduk yang mayoritas bekerja sebagai petani dan peternak
kebanyakan dapat menerima penggunaan biogas dari kotoran ternak sebagai
bahan bakar memasak.
Ketersediaan
ternak
Jenis ternak yang dipelihara sebagian besar (+ 90%) adalah sapi perah.
Kepemilikan sapi dalam setiap KK berkisar antara 4 sampai 13 ekor dengan rata-
rata kepemilikan 4-6 ekor sapi.
Pola
pemeliharaan
ternak
Pola pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan. Setiap hari dikeluarkan dari
kandang dan diikat di halaman kosong di depan/belakang kandang, sehingga
kotoran sapi masih bisa dikumpulkan.
Ketersediaan
lahan di sekitar
kandang
Jarak kandang dari rumah pemilik tidak lebih dari 10 meter. Bahkan banyak
kandang menjadi satu atap dengan pemilik sapi. Ketersediaan lahan di sekitar
kandang cukup memadai dengan luas rata-rata 20-50 m2. Jarak kandang dari
kandang lain cukup dekat, yaitu 10-50 meter yang tidak dibatasi bangunan,
sehingga membentuk kelompok kandang dengan lahan kosong di antaranya.
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
42

Parameter Uraian
Sarana
pendukung
Peralatan pendukung untuk memindahkan kotoran sapi sudah tersedia.
Kebutuhan air dipasok dari sumur bor yang dimiliki warga. Rata-rata saluran
pembuangan limbah ternak sudah ada.
Kebutuhan
energi
Penduduk sudah menggunakan listrik dari PLN untuk penerangan rumah. Untuk
kebutuhan memasak, semua penduduk masih menggunakan kayu bakar,
meskipun sebagian besar pula sudah menggunakan elpiji bantuan Pemerintah.
Minyak tanah sudah jarang sekali digunakan karena pasokan yang sulit.
Tenaga kerja
untuk
pemeliharaan
dan operasional
digester
Tenaga kerja cukup tersedia karena pekerjaan penduduk mayoritas bertani dan
beternak, sehingga memiliki cukup waktu untuk melakukan pemeliharaan dan
operasional digester nantinya.
Manajemen
limbah
Limbah kotoran sapi dimasukkan ke dalam lubang besar berdiameter 1-2 meter
dengan kedalaman sekitar 2 meter, sesekali ditimbun/diurai di lahan sekitar.
Penimbunan/penguraian tersebut dilakukan untuk pengomposan, sehingga dapat
dijadikan pupuk di lahan pertanian.
Kebutuhan
pupuk
Hampir setiap KK memiliki lahan pertanian, sehingga menggunakan pupuk dari
limbah kotoran ternak untuk lahan mereka.
Keberadaan
digester biogas
Di desa ini sudah ada digester biogas sebanyak 4 unit.

Tabel 4.
Hasil Survei Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan
Parameter Uraian
Kondisi
lingkungan
Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan termasuk daerah dataran tinggi dan
perbukitan.
Kondisi sosial
budaya
Penduduk yang mayoritas bekerja sebagai peternak bisa menerima penggunaan
biogas dari kotoran ternak sebagai bahan bakar memasak.
Ketersediaan
ternak
Jenis ternak yang dipelihara sebagian besar (+ 95%) adalah sapi potong.
Kepemilikan sapi dalam setiap KK berkisar antara 1 sampai 5 ekor dengan rata-
rata kepemilikan 2-3 ekor sapi.
Pola
pemeliharaan
ternak
Pola pemeliharaan sapi dengan cara dikandangkan. Setiap hari dikeluarkan dari
kandang dan diikat di halaman kosong di depan/belakang kandang, sehingga
kotoran sapi masih bisa dikumpulkan.
Ketersediaan
lahan di sekitar
kandang
Jarak kandang dari rumah pemilik tidak lebih dari 10 meter. Bahkan banyak
kandang menjadi satu atap dengan pemilik sapi. Ketersediaan lahan di sekitar
kandang cukup memadai dengan luas rata-rata 20-50 m
2
. Jarak kandang dari
kandang lain cukup dekat yaitu 10-20 meter yang tidak dibatasi bangunan,
sehingga membentuk kelompok kandang dengan lahan kosong di tengahnya.
Sarana
pendukung
Saluran pembuangan kotoran ternak dan peralatan kerja rata-rata sudah ada.
Kebutuhan air dipasok dari sumur-sumur yang dimiliki warga. Sumur
mengeluarkan air yang cukup sepanjang tahun dengan sedikit penurunan saat
musim kemarau.
Kebutuhan
energi
Penduduk sudah menggunakan listrik dari PLN untuk penerangan rumah. Untuk
kebutuhan memasak, mayoritas masih menggunakan kayu bakar, meskipun
sebagian besar pula sudah memiliki elpiji bantuan pemerintah. Minyak tanah
sudah jarang digunakan karena pasokan yang sulit. Hanya 3 KK yang sudah
memanfaatkan biogas untuk kebutuhan memasak yang didukung 2-4 ekor sapi.
Tenaga kerja
untuk
pemeliharaan
dan operasional
digester
Tenaga kerja cukup tersedia karena pekerjaan penduduk mayoritas bertani,
sehingga memiliki cukup waktu untuk melakukan pemeliharaan dan operasional
digester nantinya.
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
43

Parameter Uraian
Manajemen
limbah
Limbah kotoran sapi ditimbun/diurai di lahan sekitar kandang. Penimbunan/
penguraian tersebut dilakukan untuk pengomposan, sehingga dapat dijadikan
pupuk di lahan pertanian.
Kebutuhan
pupuk
Hampir setiap KK memiliki lahan pertanian, sehingga membutuhkan pupuk untuk
lahan mereka. Pupuk yang digunakan merupakan campuran dari pupuk kandang
dan pupuk buatan.
Keberadaan
digester biogas
Terdapat 1 unit digester biogas tipe kubah tetap dan 4 unit digester tipe potabel
(drum) yang bahan bakunya dipasok antara 2 - 5 ekor sapi.

Analisis Teknis
Analisis aspek teknis meliputi ketersediaan bahan baku, berupa:
kotoran ternak; pola pemeliharaan; keberadaan pemukiman komunal,
seperti pondok pesantren, asrama dan pemukiman warga; kebutuhan energi
masyarakat setempat; kondisi iklim setempat; serta ketersediaan air untuk
pengenceran bahan baku.
Kabupaten Malang terdiri dari 33 kecamatan dengan populasi ternak
sapi merata di setiap kecamatan. Populasi ternak sapi juga tersebar secara
merata sampai ke tingkat rumah tangga, di antaranya adalah: Kecamatan
Ngantang (yang memiliki populasi sapi perah sebanyak 10.939 ekor),
Kecamatan Pujon (21.857 ekor), Kecamatan Karangploso (2.138 ekor), dan
Kecamatan Tajinan (248 ekor).
Berdasarkan hasil observasi di desa yang menjadi wilayah studi,
diperoleh data bahwa perkiraan jumlah potensi biogas di Desa Tajinan
adalah sekitar 0,69 m3 untuk tiap kepala keluarga, di Desa Bocek 0,79 m3
untuk setiap kepala keluarga, Desa Ngantang 0,89 m3 untuk setiap kepala
keluarga, dan untuk Desa Pujon Kidul sebesar 1,087 m3 untuk setiap kepala
keluarga. Volume 1 liter biogas setara dengan 0,6 liter minyak tanah,
sehingga potensi biogas di wilayah studi tergolong besar dengan potensi
biogas terbesar untuk ternak sapi adalah Desa Pujon Kidul. Pola
pemeliharaan ternak yang dikandangkan sepanjang waktu dan hanya
sesekali digunakan bekerja di ladang pada saat musim penghujan
memberikan jaminan pasokan bahan baku digester yang akan dibangun.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, secara umum Kabupaten Malang
merupakan wilayah yang sangat potensial dari aspek teknis untuk
pengembangan biogas dari kotoran ternak.

Analisis Infrastruktur
Secara infrastruktur, dibutuhkan ketersediaan lahan (di sekitar
kandang dan rumah) sebagai tempat untuk mendirikan reaktor. Reaktor
skala rumah tangga/individual membutuhkan lahan minimal 14m
2
(7m x 2m),
sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan seluas 40m
2
(8m x
5m).
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
44
Infrastruktur di Desa Tajinan sudah cukup baik, jalan-jalan sudah
diaspal untuk jalur utama ke desa, walaupun untuk jalan ke rumah penduduk
sebagian masih berbatu. Desa ini juga terletak tidak jauh dari pusat Kota
Malang, sehingga penduduk lebih mudah mendapatkan bahan bakar seperti
minyak tanah atau elpiji. Selain itu, di Desa Tajinan juga sedang dibangun
sarana irigasi/plengsengan untuk mencegah tanah longsor karena
wilayahnya tergolong perbukitan. Keberadaan sumber air warga didapat dari
pengeboran sumur, dimana hal ini tentunya dapat membantu pembangunan
biodigester, terutama dalam penyediaan bahan pengencer kotorannya.
Untuk Desa Bocek jalan utamanya sebagian besar sudah beraspal,
hanya terlihat beberapa jalan yang berbatu dan dalam masa perbaikan
untuk pengaspalan. Kondisi ini memudahkan warga untuk mendapatkan
minyak tanah atau elpiji. Kebutuhan air sehari-hari warga menggunakan
sumber mata air dari gunung yang dialirkan ke rumah penduduk karena
daerahnya tergolong daerah pegunungan dan terkadang mengandalkan
hujan untuk lahan pertanian, sehingga dapat mendukung untuk penyediaan
bahan pengencer kotoran biogas.
Jalan utama Desa Ngantang menuju ibukota kabupaten/kota terdekat
sudah diaspal, namun untuk ke rumah penduduk sebagian besar belum
diaspal dan hanya berupa batuan atau tanah. Untuk warga yang hidup di
kawasan pegunungan, jalan menuju sana masih berbatu dan menanjak,
sehingga sulit untuk mendapatkan bahan bakar minyak tanah atau elpiji.
Untuk air bersih, para penduduk menggunakan air sumur, sehingga
kebutuhan air untuk pengenceran kotoran dapat diperoleh dengan cukup
mudah.
Di Desa Pujon jalannya sudah beraspal semua hanya sebagian
wilayah yang masih jalan berbatu dan tanah liat, sehingga memudahkan
warga untuk mendapatkan bahan bakar minyak tanah atau elpiji.
Masyarakat di sana mendapatkan air dari sumur, sehingga kebutuhan air
untuk pengencer kotoran dapat diperoleh dengan cukup mudah.
Jarak kandang dari rumah tinggal tidak terlalu jauh (tidak lebih dari 10
meter). Apabila digester dibangun secara berkelompok, lokasi lahan kosong
di tengah-tengah kelompok kandang juga tidak terlalu jauh dari rumah
tinggal para peternak (kurang dari 30 meter). Kondisi ini cukup memenuhi
syarat untuk dibuat digester bersama karena kehilangan tekanan gas akibat
jarak tempuh tidak terlalu berpengaruh.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, pengembangan biogas di
wilayah studi dapat dikatakan potensial secara infrastruktur apabila diikuti
dengan pengembangan sarana pendukung yang memadai.

Analisis Manajemen dan Sumberdaya Manusia
Secara manajemen dan sumberdaya manusia, pengoperasian reaktor
biogas ini membutuhkan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola
itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
45
pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan
perawatan yang cukup.
Apabila dilihat dari tingkat pendidikan dan status sosial, sumberdaya
manusia di wilayah studi mayoritas berada di tingkat pendidikan yang tidak
terlalu tinggi dan penduduk dengan usia tua lebih mendominasi. Hal ini
menjadikan pengembangan biogas memerlukan sosialisasi dan pemahaman
yang lebih mendalam di kalangan peternak, terutama dalam pengelolaan
dan pemeliharaan digester.

Analisis Lingkungan
Secara makro, penggunaan biogas memberikan pengaruh, seperti:
mengurangi efek rumah kaca, melindungi hutan karena mengurangi
penggunaan kayu sebagai bahan bakar memasak, serta mengurangi global
warming; sedangkan secara mikro aplikasi biogas memberikan pengaruh,
seperti: lingkungan sekitar kandang bersih, serta bebas kuman dan bau
yang tidak sedap.
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya pengelolaan biogas ini,
seperti peningkatan kesehatan masyarakat karena pemanfaatan kotoran
ternak menjadi biogas, pada gilirannya akan menciptakan udara yang lebih
bersih dan bebas dari kuman penyakit.

Analisis Sosial Budaya
Analisis sosial budaya meliputi penerimaan masyarakat terhadap
penggunaan biogas dari kotoran ternak atau kotoran manusia sebagai
bahan bakar untuk memasak dan keperluan lain. Diperlukan sosialisasi
kepada masyarakat dengan penyuluhan yang cukup intensif. Hal ini tentu
saja pada awalnya sangat susah untuk dilakukan karena adanya anggapan
bahwa kotoran itu kotor dan tidak cocok untuk memasak. Akan tetapi
setelah dilakukan beberapa kali penyuluhan, pandangan dan pemahaman
masyarakat mulai berubah.

Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi ditinjau berdasarkan tingkat kesejahteraan warga,
potensi biogas, penghematan akibat biogas, hasil samping, dan waktu
pengembalian modal. Keadaan ekonomi penduduk di wilayah studi yang
disurvei hampir sama, yaitu rata-rata penduduknya memiliki ekonomi rendah
dan berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu, rata-rata penduduk di daerah
tersebut menggunakan kayu bakar sebagai bahan untuk memasak. Jika ada
uang, maka mereka menggunakan minyak tanah. Listrik hanya digunakan
sebagai alat penerangan, sehingga dengan adanya biodigester diharapkan
dapat membantu perekonomian penduduk di daerah itu. Dalam perhitungan,
jika setiap hari 1 ekor sapi sanggup menghasilkan 15 kg kotoran, dimana 1
kg kotoran sapi memiliki potensi menghasilkan biogas sebesar 0,03 m3 dan
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 35-47
46
jika biogas tersebut dikonversikan ke minyak tanah maka 1 m
3
Hasil samping biodigester yang berupa pupuk cair dan pupuk padat
juga dapat digunakan sebagai pemupukan lahan pertanian karena selama
ini masyarakat di wilayah studi jarang membeli pupuk. Jika dijualpun
harganya cukup menguntungkan. Pupuk padat dapat dijual seharga Rp
200/kg dan pupuk cair seharga Rp 1.000/liter.
biogas sama
dengan 0,6 liter minyak tanah dan sama dengan 3,5 kg kayu bakar.
Jadi membutuhkan modal sekitar Rp 20.000.000 untuk mendirikan
biodigester volume 18 m3 dengan pasokan kotoran dari 12 ekor sapi, maka
sehari kotoran yang dihasilkan mencapai 180 kg. Kotoran sapi tersebut
dapat menghasilkan biogas sebesar 5,4m
3

yang jika dikonversikan ke
minyak tanah dengan perbandingan 1 : 0,6, maka akan setara dengan 3,24
liter minyak tanah. Harga minyak tanah per liter mencapai Rp 5.000,
sehingga setiap hari dapat menghasilkan pendapatan sekitar Rp 16.200.
Jika digunakan terus-menerus selama setahun, maka pendapatan warga
mencapai Rp 5.913.000. Dengan demikian, prakiraan waktu pengembalian
modal adalah sekitar 3,4 tahun.
Analisis Pemanfaatan Biogas yang Sudah Ada
Keberadaan digester yang sudah ada dapat dijadikan tolok ukur
keuntungan, kerugian, dan kendala yang dihadapi serta pemahaman
masyarakat terhadap penggunaan biogas dari kotoran ternak/manusia.
Sejauh ini, di wilayah studi sudah terdapat beberapa digester biogas yang
masih dapat dipergunakan dan kondisinya juga cukup bagus, sehingga
masih dapat digunakan untuk memasak hingga sekarang.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, secara umum wilayah Kabupaten Malang
cukup potensial sebagai daerah pengembangan biogas dengan beberapa
pertimbangan, yaitu sebagai berikut:
1. Dari aspek teknis, wilayah Kecamatan Pujon, Ngantang, dan Karang-
ploso lebih berpotensi berdasarkan ketersediaan bahan baku yang cukup
dari ternak dengan mayoritas pola pemeliharaan dikandangkan serta
ketersediaan air yang cukup untuk pengenceran.
2. Dari aspek infrastruktur, keempat wilayah kecamatan tersebut berpotensi
berdasarkan ketersediaan lahan di sekitar kandang yang cukup memadai
dan jarak rumah dengan kandang yang tidak terlalu jauh. Saluran
pembuangan sebagian besar sudah ada, termasuk alat kerjanya. Struktur
tanah relatif tergolong tanah gembur yang subur untuk lahan pertanian.
3. Dari aspek manajemen dan sumberdaya manusia, perilaku masyarakat
setempat dalam menjaga kebersihan kandang cukup bagus, sehingga
menjamin manajemen pengelolaan digester biogas yang bagus. Dalam
pelaksanaannya, perlu sosialisasi dan pelatihan mengenai teknologi
Pemanfaatan Biogas J immy | M. Istnaeny Hudha
47
biogas dan digester karena pemahaman ini akan sangat berguna dalam
pengoperasian digester nantinya.
4. Dari aspek lingkungan, keempat wilayah kecamatan cukup bepotensi
mengingat selama ini kotoran ternak belum dimanfaatkan secara optimal,
dimana kotoran ternak hanya ditimbun sehingga dapat menimbulkan
polusi udara/bau dan kemungkinan penyakit dari kotoran ternak yang
membusuk, serta sebagian dibuang ke saluran air/selokan sehingga
mencemari lingkungan sekitar. Penggunaan biogas akan menjadikan
lingkungan lebih bersih, termasuk pula mengurangi penggunaan
konsumsi kayu bakar yang diperoleh dari hutan.
5. Dari aspek ekonomi, penggunaan biogas dapat menghemat pengeluaran
rumah tangga, terutama pengeluaran dalam hal energi, seperti pembelian
minyak tanah, elpiji, dan listrik penerangan.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1989). The Biogas Technology in China. Chengdu Biogas Research
Institute. Chengdu. China.
________. (2009). Batu dalam Angka 2009. Batu: Badan Pusat Statistik Kota Batu.
________. (2009). Biogas Digester. China: Chengdu Good International Trading, Co
Ltd, Chengdu.
Dinas Pertanian Kota Batu. 2008.
Kossman, W., Stefan Habermehl, Thomas Hoerz. Biogas Digest: Application and
Product Development. Volume II. Information and Advisory Service on
Appropiate Technology. Germany.
Kossman, W., Stefan Habermehl, Thomas Hoerz. Biogas Digest: Biogas Basics.
Volume I. Information and Advisory Service on Appropiate Technology.
Germany.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional.
Syamsuddin, T.R., Iskandar, H.H. 2005. Bahan Bakar Alternatif Asal Ternak. Sinar
Tani. Edisi 21-27 Desember 2005. No.3129 Tahun XXXVI.
United Nations. 1984. Updated Guidebook on Biogas Development. Energy
Resources Development Series 1984. No. 27. United Nations. New York,
USA.
Widodo, T.W. dan A. Ashari. 2009. Teori dan Konstruksi Instalasi Biogas. Balai
Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong: Balai Litbang
Pertanian, Departemen Pertanian.
Widodo, T.W., A. Ashari, dan Ana R, Elita R. 2006. Rekayasa dan Pengujian
Reaktor Biogas Skala Kelompok Tani Ternak. Jurnal Enjiniring Pertanian.
Volume IV No.1. pp.41-52.





S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 48-57
48
PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK
PEMBANGUNAN PUSKESMAS DI BLITAR

Deviany Kartika
Dosen Program Studi Teknik Sipil FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Proyek Pemerintah Daerah mempunyai kecenderungan over design
struktur beton. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
karena waktu perencana yang pendek, kurangnya informasi, dan
kemampuan SDM. Penelitian ini ingin memperoleh besar penghematan
biaya yang dapat dilakukan pada proyek pembangunan dengan studi
kasus pembangunan Puskesmas di Blitar dalam upaya memperoleh
hasil desain struktur yang efisien, stabil, dan optimal dengan mutu yang
baik.
Untuk itu, diperlukan konsep perhitungan yang benar, dimana salah
satu teknik pemecahan yang diperlukan untuk memperoleh hasil lebih
efisien adalah dengan metode rekayasa nilai (value engineering)
dengan empat tahap job plan, yaitu: tahap informasi, tahap spekulasi,
tahap analisis, dan tahap proposal.
Dalam analisis, dilakukan value engineering terhadap pekerjaan
struktur beton bertulang. Biaya orisinil pekerjaan struktur beton
bertulang adalah Rp 1.500.944.417,34 dan biaya setelah di-VE adalah
Rp 1.178.623.090,82. Dengan demikian, didapat besar penghematan
sebesar 21,47%; sedangkan besar penghematan pekerjaan struktur
beton bertulang tersebut adalah 8,53% dari biaya keseluruhan proyek.

Kata Kunci: Efisien, Stabil, Optimal, Rekayasa Nilai.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan seiring dengan perkembangan jaman
dan teknologi menuntut sumberdaya manusia yang lebih baik, berkualitas,
dan berkompetensi. Untuk itulah, manusia berpacu untuk menciptakan suatu
kreasi melalui pemikiran aktif yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuannya. Begitu pula yang terjadi pada perkembangan ilmu teknik,
khususnya Teknik Sipil, perkembangannya terus meningkat. Dalam hal ini
para pakar-pakar teknik berusaha mendesain struktur yang stabil dan
ekonomis sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya tanpa mengurangi
kekuatan strukturnya.
Value Engineering Pembangunan Puskesmas Deviany Kartika
49
Tingginya tingkat persaingan dalam industri konstruksi menuntut
peranan besar konsultan perencana struktur bangunan. Telah diterima
sebagai suatu kenyataan bahwa secara ekonomis tidaklah layak untuk
merencanakan struktur bangunan sedemikian kuatnya, sehingga cenderung
over design. Perencanaan struktur yang efisien dan efektif yang dapat
secara sempurna menahan gaya-gaya yang timbul merupakan suatu
tuntutan (Johan & Dewi, 1998).
Banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan suatu proyek,
diantaranya: informasi desain yang tidak efektif dan tidak lengkap, lingkup
pekerjaan yang tidak dijelaskan dengan tepat, perencanaan dan spesifikasi
yang kurang baik, penafsiran yang berbeda dari pihak perencana, kesalahan
desain, perintah perubahan dari pemilik pekerjaan, penyediaan material dan
peralatan yang terlambat dan tidak efektif, perubahan teknologi, sedikitnya
tenaga ahli, serta kesalahan yang dilakukan tenaga ahli (Yushinta, 2009).
Faktor lainnya adalah sumberdaya (resources) yang didefinisikan sebagai
tersedianya sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
dalam proyek, meliputi human, material, financial, peralatan, metode kerja,
informasi, dan waktu (Tjaturono, 2008).
Keinginan untuk meneliti pembangunan Puskesmas di Blitar ini
didasari oleh pemikiran bahwa selain nilai proyek yang cukup mahal, juga
kurang layak desain, terutama dalam bidang struktur. Sebagai contoh
adanya desain pondasi strauss, padahal daya dukung tanah di Blitar cukup
bagus dengan tegangan ijin 1,5-2 kg/cm
2
Diperlukan konsep perhitungan yang benar agar didapatkan hasil
perencanaan yang ekonomis. Salah satu teknik pemecahan yang diperlukan
untuk menekan dan menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu sehingga
hasil yang diperoleh lebih efisien adalah dengan metode rekayasa nilai
(value engineering).
.

Rumusan Masalah
Bagaimana mendapatkan alternatif cara yang lebih efisien dan
efektif dengan penerapan value engineering pada pekerjaan
struktur beton bertulang di proyek pembangunan Puskesmas di
Blitar?
Berapa besar penghematan biaya yang dapat dilakukan pada
proyek pembangunan Puskesmas di Blitar setelah dilakukan value
engineering?

Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah merencanakan suatu sistem struktur
yang lebih ekonomis dari desain sistem struktur yang ada.
Tujuan penelitian ini adalah:
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 48-57
50
Menentukan/mendapatkan alternatif cara yang lebih efisien dan
efektif dengan penerapan value engineering pada pekerjaan
struktur beton bertulang pada pembangunan Puskesmas di Blitar.
Memperoleh besar penghematan biaya yang dapat dilakukan pada
pembangunan Puskesmas di Blitar setelah dilakukan value
engineering.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Sebelumnya
Johan dan Dewi (1998) melakukan penelitian yang menganalisis
penerapan value engineering pada proses perencanaan/desain sub struktur
suatu bangunan apartemen di Jakarta untuk mencegah over design. Adanya
kekurang-tepatan dalam mengidealisasikan struktur dengan kemampuan
piranti lunaknya menyebabkan hasil desain struktur tidak optimal.
Penerapan value engineering yang menuntut daya inovasi dan
kreativitas tinggi mampu memberikan masukan dan alternatif agar struktur
yang dihasilkan tidak hanya aman, tapi juga efisien dan optimal dengan
tetap memperhatikan mutu/kualitas yang baik. Dengan semakin
meningkatnya biaya konstruksi dan semakin tingginya biaya bunga
pinjaman, maka dirasa perlu untuk meningkatkan pengawasan dan
pengelolaan biaya. Penerapan value engineering diharapkan dapat
menurunkan biaya dan sekaligus dapat pula meningkatkan performa dan
keandalan produk akhir. Pada proyek ini, pihak kontraktor yang telah
memenangkan tender melihat bahwa perencanaan struktur yang ada
cenderung over design. Hasil penghematan sub struktur bangunan
apartemen di Jakarta ini sebesar 13,97%. Biaya semula sebelum diterapkan
value engineering adalah 40,2 milyar rupiah, setelah penerapan value
engineering biaya sub-struktur bangunan ini berkurang menjadi 34,5 milyar
rupiah.
Tjaturono (2008) melakukan penelitian pada proyek pembangunan
Laboratorium Komputer Fakultas Ekonomi UNMER Malang. Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menganalisa penerapan value engineering pada
perencanaan sub struktur bangunan laboratorium Fakultas Ekonomi Unmer
dalam upaya memperoleh hasil desain struktur yang efisien dan optimal
dengan mutu yang baik, sedangkan desain yang jelas ada dilakukan
berdasarkan pada pendekatan dengan dimensi struktur yang telah ada pada
gedung induk Fakultas Ekonomi yang aman dan memenuhi standar yang
berlaku. Dari hasil scoring, maka diambil pemecahan masalah dengan
mengganti pondasi plat menerus dengan plat setempat agar dapat
menghilangkan biaya-biaya yang tak diperlukan akibat dari over design yang
telah dilakukan pada tingkat awal. Hasil dari penelitian ini, biaya sebelum di
value engineering sebesar Rp. 430.600.000, sedangkan setelah dilakukan
value engineering menjadi sebesar Rp. 306.195.000. Hasil penghematan
Value Engineering Pembangunan Puskesmas Deviany Kartika
51
sub struktur bangunan adalah sebesar 28,89%. Pemilihan terhadap
alternatif pondasi plat setempat cukup memberikan keamanan konstruksi
serta penghematan biaya, sehingga alternatif ini cukup layak untuk
diterapkan.
Penelitian ini ingin mendapatkan alternatif cara yang lebih efisien dan
efektif dengan penerapan value engineering pada pekerjaan struktur utama
pembangunan Puskesmas di Blitar. Penelitian juga bertujuan memperoleh
besar penghematan biaya yang dapat dilakukan pada proyek tersebut,
dalam upaya memperoleh hasil desain struktur yang efisien, stabil, dan
optimal dengan mutu yang baik, dengan merencanakan suatu struktur yang
lebih ekonomis dari struktur yang ada, sehingga tidak over dimensi.

Pengertian Rekayasa Nilai
Pengertian value engineering atau rekayasa nilai menurut beberapa
pakar VE adalah sebagai berikut (Iskandar, 2008):

Alphonse J. Dell Isola, In general term, Value Engineering is
creative, organized approach whose objective is to optimize cost
and or performance of a facility or a system (secara umum,
rekayasa nilai adalah pendekatan yang kreatif, mengorganisasikan
biaya dan/ atau manfaat dari suatu fasilitas atau system).
D. Wharburton Brown, Value Analysis is organized method of
identifying and eliminating all unnecessary cost, without detriment to
quality for reliabity (analisis nilai adalah metode yang
terorganisasikan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan
semua biaya yang tidak perlu, tanpa mengganggu kualitas dan
relaibilitasnya).

Rekayasa Nilai adalah usaha yang terorganisasi secara sistematis dan
mengaplikasikan suatu teknik yang telah diakui, yaitu teknik mengidentifikasi
fungsi produk atau jasa yang bertujuan memenuhi fungsi yang diperlukan
dengan harga yang terendah ( paling ekonomis ). Dengan kata lain rekayasa
nilai bermaksud memberikan suatu yang optimal bagi sejumlah uang yang
dikeluarkan, dengan memakai teknik yang sistematis untuk menganalisis
dan mengendalikan total biaya produk. Rekayasa nilai akan membantu
fungsi dari sebuah bengunan yang perlu dan tidak perlu, dimana dapat
dikembangkan alternative untuk mencari keperluan dengan biaya terendah (
Soeharto, 2001 ).

Nilai
Arti nilai (value) sulit dibedakan dengan biaya (cost) atau harga (price).
Nilai mengandung arti subyektif, apalagi bila dihubungkan dengan moral,
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 48-57
52
estetika, sosial, dan ekonomi. Pengertian nilai dibedakan dengan biaya
karena hal-hal sebagai berikut (Soeharto, 2001):
1. Ukuran nilai ditentukan oleh fungsi atau kegunaannya, sedangkan
harga atau biaya ditentukan oleh substansi barangnya atau harga
komponen-komponen yang membentuk barang tersebut.
2. Ukuran nilai cenderung ke arah subjektif, sedangkan biaya
bergantung pada (monetary value) pengeluaran yang telah
dilakukan untuk mewujudkan barang tersebut.

Biaya
Biaya adalah jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan
dalam mengembangkan, memproduksi, dan aplikasi produk. Penghasil
produk selalu memikirkan akibat dari adanya biaya terhadap kualitas,
realibilitas, dan maintainability karena akan berpengaruh terhadap biaya
bagi pemakai. Biaya pengembangan merupakan komponen yang cukup
besar dari total biaya, sedangkan perhatian terhadap biaya produksi amat
diperlukan karena sering mengandung sejumlah biaya yang tidak perlu
(unnecessary cost).
Pentingnya analisis biaya bertambah karena rekayasa nilai bertujuan
untuk mengetahui hubungan fungsi uang sesungguhnya terhadap biaya
yang diperlukan dan memberikan cara pengambilan keputusan mengenai
usaha-usaha yang diperlukan selanjutnya (Soeharto, 2001).

Fungsi
Fungsi dari setiap item pekerjaan harus ditentukan berdasar pada dua
kata (Tjaturono, 2008), yaitu:
Kata Kerja (verb)
Kata Benda (noun)

Rencana Kerja Value Engineering
Job plan adalah pendekatan secara sistematis dari value engineering.
Job plan ini merupakan rencana yang terarah untuk melaksanakan studi VE,
termasuk rekomendasi dan implementasi hasil VE study tersebut (Tjaturono,
2008). Fase/tahapan VE job plan (DellIsola, 1975):
1. Informasi
2. Spekulasi
3. Analisa
4. Proposal




Value Engineering Pembangunan Puskesmas Deviany Kartika
53
METODE PENELITIAN
Deskripsi Proyek
Proyek ini merupakan suatu bangunan Puskesmas di Blitar. Untuk
menjaga kepentingan pemilik maupun pihak konsultan yang terkait, nama
bangunan dan lokasinya tidak disebutkan.

Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitan ini terdiri dari dua
jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber/
instansi terkait. Data primer ini adalah data yang berupa dokumen
proyek, seperti:
Data harga satuan pekerjaan, dimana harga satuan pekerjaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga standar pada
wilayah Kabupaten Blitar.
Data harga satuan bahan standar, dimana harga satuan bahan
standar yang digunakan adalah harga standar pada wilayah
Kabupaten Blitar.
RAB (Rencana Anggaran Biaya)
Gambar rencana proyek (tampak, potongan, detail, dll) yang
digunakan sebagai acuan dalam menganalisis VE.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi literatur
(diktat, jurnal ilmiah, handbook, dsb) di perpustakaan dan intemet.
Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori tentang value
engineering yang akan sangat menunjang analisis perhitungan.

Urutan pengerjaan VE Struktur Beton Bertulang
Urutan pengerjaan VE struktur beton bertulang yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengumpulkan data gambar dan RAB proyek.
2. Menganalisa struktur beton yang akan di-VE.
3. Perhitungan pembebanan.
4. Perhitungan statika menggunakan SAP 2000.
5. Perencanaan balok, kolom, pondasi.
6. Kontrol momen balok, tegangan kolom, tegangan ijin tanah.
7. Perhitungan RAB setelah di-VE.






S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 48-57
54
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tahap Informasi
Pada Proyek ini, peneliti mengumpulkan data-data sebagai berikut:
Landasan teori tentang penerapan VE, Rencana kerja VE.
Gambar, Rencana Anggaran Biaya proyek.

Tahap Spekulasi
Pada tahap ini digali beberapa ide alternatif sebagai perbandingan
terhadap rencana awal. Alternatif yang dipilih adalah yang mempunyai score
tertinggi / ranking 1.

Tahap Analisis
Pada tahap ini yang penting adalah cost analysis. Berdasarkan
persentase tiap pekerjaan, ditentukan ide paling baik, yaitu pekerjaan
struktur beton bertulang senilai 39,71% dari keseluruhan nilai proyek yang
memerlukan analisis VE.


Analisis Gagasan Pondasi
Tabel 1.
Analisis Gagasan Pondasi

Ide yang Terpilih Keuntungan Potensial Kerugian Potensial
1. Mengganti dengan
pondasi baja
Praktis
Mudah pelaksanaannya
Mahal
Teknologi rumit
2. Mengganti dengan
pondasi batu kali
Murah
Mudah pelaksanaannya
Kurang stabil
Daya dukung rendah
Stabilitas kurang
3. Mengganti dengan
pondasi sumuran
Murah

Sulit pelaksanaan
4. Mengganti dengan
pondasi tiang beton
Mudah pelaksanaanya
Kwalitas tiang relatif baik
Mahal
Gangguan suara
5. Mengganti dengan
pondasi plat setempat
Lebih murah
Mudah dilaksanakan
Konstruksi sederhana
Daya dukung relatif
rendah


Value Engineering Pembangunan Puskesmas Deviany Kartika
55
Tabel 2.
Matriks Kelayakan
Tahap Analisa
Matriks Kelayakan : Pondasi
No Alternatif
Kriteria
Total Ranking Pilih
A B C D E
1 Pondasi Baja 4 7 4 8 8 31 4
2 Pondasi Batu kali 8 7 8 5 2 30 5
3 Pondasi Sumuran 6 6 8 6 6 32 3 3
4 Pondasi Beton 5 8 5 8 7 33 2 2
5 Pondasi Plat 8 8 8 7 5 36 1 1
Kriteria yang dinilai:
A. Biaya 10 = Murah
0 = Mahal
B. Pelaksanaan lapangan 10 = Mudah
0 = Sulit
C. Teknologi 10 = Sederhana
0 = Rumit
D. Pengawasan mutu 10 = Mudah
0 = Sulit
E. Daya dukung 10 = Besar
0 = Kecil


Tabel 3.
Metode Zero-One untuk Menentukan Bobot
Tahap Analisa
Zero-One Pembobotan Kriteria Matriks Evaluasi
Kriteria No
Kriteria
Total Ranking Pilih
A B C D E
A. Biaya A x 1 1 1 1 4 1
B. Pelaks. Lap. B 0 x 1 1 0 2 3
C. Teknologi C 0 0 x 0 0 0 5
D. Pengaw. Mutu D 0 0 0 x 0 1 4
E. Daya dukung E 0 1 1 1 x 3 2


Tabel 4.
Pembobotan
Kriteria No Ranking Bobot
Biaya A 1 10
Daya dukung E 2 9
Pelaksanaan di lapangan B 3 8
Pengawasan mutu D 4 6
Teknologi C 5 5

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 48-57
56
Tabel 5.
Matriks Evaluasi
Tahap Analisa
Matriks Evaluasi Pondasi
No Alternatif
Kriteria
Total Ranking Pilih A B C D E
10 8 5 6 9
1
Pondasi
Sumuran
6
60
6
48
8
40
6
36
6
54
238 3
2
Pondasi
Tiang Beton
5
50
8
64
5
25
8
48
7
63
250 2
3
Pondasi Plat
Setempat
8
80
8
64
8
40
7
42
5
45
271 1 1

Dari hasil evaluasi di atas, maka diambil pemecahan masalah dengan
mengganti pondasi strauss dengan pondasi plat setempat.

Setelah perhitungan pembebanan, pada perhitungan statika
menggunakan software SAP 2000. Pada output SAP 2000 didapat hasil-
hasil momen. Setelah didapat hasil-hasil momen pada output SAP 2000,
dilakukan perhitungan struktur pondasi setempat, kolom, dan balok.
Kemudian, dibuat tabel perbandingan biaya hasil perencanaan semula/data
awal proyek dan hasil VE.
Analisis Perhitungan Struktur Beton Bertulang

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan dalam penerapan value
engineering pada proyek pembangunan Puskesmas di Blitar, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis pekerjaan yang di-VE adalah pekerjaan yang mempunyai
persentase tertinggi terhadap keseluruhan biaya proyek, yaitu
pekerjaan struktur beton bertulang sebesar 39,71%. Selanjutnya
dilakukan analisis gagasan pondasi-kolom, matriks kelayakan,
menentukan bobot dengan metode zero-one, dan matriks evaluasi;
sehingga dipilih pondasi plat setempat dan kolom beton biasa.
Dipakai metode perhitungan struktur dengan software SAP 2000
untuk mendapatkan dimensi yang paling efisien dan efektif.
2. Biaya original pekerjaan struktur beton bertulang adalah sebesar
Rp 1.500.944.417,34. Setelah dilakukan analisis VE menjadi
sebesar Rp 1.178.623.090,82. Dengan demikian, terdapat
penghematan pekerjaan struktur beton sebesar 8,53% dari biaya
keseluruhan proyek (RAB awal).
Value Engineering Pembangunan Puskesmas Deviany Kartika
57
Saran
Metode perhitungan memiliki peran dalam perhitungan struktur. Pada
perhitungan SAP 2000 didapatkan hasil yang memuaskan. Untuk penelitian
selanjutnya disarankan menggunakan pengembangan metode perhitungan,
sehingga didapatkan hasil momen yang lebih efektif agar biaya
pembangunan menjadi lebih efisien.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
SKSNI-T-15-1991-03. Bandung: Yayasan LPMB.
Chandra, S. 1986. Introduction and The Application of Value Engineering for
Efficiency. Jakarta.
DellIsola, Alphonse J. 1975. Value Engineering In The Construction Industry. New
York: Van Nostrand Reinhold Company..
Iskandar, Tiong. 2008. Value Engineering. Diktat Kuliah. Malang: Institut Teknologi
Nasional Malang.
Johan, Johny dan Lillyana Dewi. 1998. Analisis Penerapan Value Engineering pada
Proses Perencanaan/Desain Sub-Struktur Suatu Bangunan Apartemen di
Jakarta. Jurnal Teknik Sipil. Universitas Tarumanegara. Jakarta.
Soedjito, Puguh. 2003. Kecenderungan Penerapan Value Engineering pada
Pembangunan Gedung Bertingkat Tinggi. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 4, No. 5
Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.
Soeharto, Iman. 2001. Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional.
Jakarta: Erlangga.
Soekirno, Purnomo, Reini D. Wirahadikusumah, Muhamad Abduh. 2007. Sengketa
dalam Penyelenggaraan Konstruksi di Indonesia: Penyebab dan
Penyelesaiannya. http//www.ftsl.itb.ac.id.
Tjaturono. 2008. Manajemen Konstruksi. Diktat Kuliah. Malang: Institut Teknologi
Nasional Malang.
_______. 2008. Value Engineering (Rekayasa Nilai). Diktat Kuliah. Malang: Institut
Teknologi Nasional Malang.
Vis, W.C. dan Gideon Kusuma. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03. Jakarta: Erlangga.
Wedyantadji, B. 2008. Teknologi Bahan Konstruksi. Diktat Kuliah. Malang: Institut
Teknologi Nasional Malang.
Yushinta, Ari Kuswandari. 2009. Pengaruh Pekerjaan Konstruksi terhadap
Kesesuaian Biaya dan Waktu. Tesis S-2 Program Pascasarjana Magister
Teknik. Program Studi Teknik Sipil. Malang: Institut Teknologi Nasional
Malang.
Yuslim, Silia. 2003. Program Rekayasa Nilai Konstruksi Bagi Efisiensi Biaya Proyek.
Jurnal Teknik Sipil. No 1. Tahun ke IX-Maret. Universitas Tarumanegara,
Jakarta.



S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
58
PENENTUAN POSISI DAN ORIENTASI KAPAL
DARI FOTO TUNGGAL

Hery Purwanto
Dosen Program Studi Teknik Geodesi FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Jika terdapat fitur-fitur landmark di sepanjang pantai yang bergeo-
referensi, maka hanya dengan mengekstraksi tiga buah titik-titik
tersebut dari fotonya, maka posisi dan orientasi kapal sesaat dapat
ditentukan secara instan. Cara ini terbukti sangat praktis untuk
penentuan posisi dan navigasi kapal tanpa menggunakan GPS.

Kata Kunci: Posisi dan rotasi, Reseksi ruang, Navigasi, Pemetaan Pantai,
Metode Church.



PENDAHULUAN
Teknik untuk menentukan letak, posisi, dan karakteristik geometri
intrinsik dari kamera, pada umumnya dikenal dengan masalah dasar dalam
fotogrametri yang meliputi penentuan parameter interior orientasi dan
parameter eksterior orientasi, serta penentuan titik objek dalam bentuk 3D
(Grussenmeyer dan Al-Khalil, 2002). Parameter eksterior orientasi meliputi
tiga koordinat posisi kamera (X
L
,Y
L
,Z
L
Tulisan ilmiah ini dibahas tentang teknik penentuan nilai pendekatan
parameter eksterior orientasi dengan menggunakan metode church, dimana
dengan menggunakan metode ini dapat ditentukan koordinat posisi kamera
terkoreksi (X
) dan tiga parameter sudut rotasi
omega (), phi (), dan kappa () (Mikhail, et al). Akan tetapi, nilai yang
mungkin untuk parameter eksterior orientasi dalam jumlah yang tidak
terbatas dengan nilai residu yang bermacam-macam, dimana nilai
pendekatan parameter eksterior orientasi dapat diperoleh jika terdapat nilai
residu paling kecil (Grussenmeyer dan Al-Khalil, 2002).
L
,Y
L
,Z
L

) berdasarkan dari hubungan piramid antara sudut
bidang foto dan bidang obyek yang berpusat pada posisi kamera, sehingga
dapat disusun matriks rotasi (R).
DASAR TEORI
Dalam proses penentuan nilai pendekatan parameter eksterior
orientasi dengan menggunakan metode church dapat ditentukan koordinat
posisi kamera terkoreksi (X
L
,Y
L
,Z
L
) berdasarkan dari hubungan piramid
antara sudut bidang foto dan bidang obyek yang berpusat pada posisi
Posisi dan Orientasi Kapal Hery Purwanto
59
kamera, sehingga dapat disusun matriks rotasi (R) yang telah diketahui
terlebih dahulu nilai pendekatan koordinat posisi kamera (X
L
,Y
L
,Z
L

).
Parameter Eksterior Orientasi
Parameter eksterior orientasi dari satu foto digunakan untuk
menstabilkan hubungan antara sistem koordinat foto (x,y,f) dan sistem
koordinat objek (X,Y,Z), sehingga dapat ditentukan enam parameter
unknown dari parameter eksterior orientasi meliputi (X
L
,Y
L
,Z
L

,,,)
(Mikhail,et al). Hubungan dari parameter EO dapat diilustrasikan seperti
Gambar 1.






Gambar 1.
Elemen dari Eksterior Orientasi
Sumber: Leica (2006)

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa terbentuk kondisi kesegarisan
(collinearity), dimana berkas sinar pantulan dari obyek P yang menuju titik
tengah p (perspective center) pada bidang sensor kamera berupa garis lurus
(Cooper dan Robson, 2001), sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.
Pada kenyataannya, berkas sinar pada bidang sensor kamera mengalami
pembelokkan (distorsi), baik karena kecacatan dalam proses perakitan dan
penyusunan komponen lensa maupun karena ketidakstabilan posisi sensor
CCD/CMOS didalam cangkang kamera.







Titik L
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
60






Gambar 2.
Kondisi Ideal Berkas Sinar Lensa Kamera
Sumber: Cooper dan Robson (2001)

Dengan demikian, dapat dituliskan persamaan dari kondisi kolinear
pada Gambar 2 sebagai berikut (Mikhail,et al):
) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
33 32 31
23 22 21
0
33 32 31
13 12 11
0
L L L
L L L
L L L
L L L
Z Z m Y Y m X X m
Z Z m Y Y m X X m
f y y
Z Z m Y Y m X X m
Z Z m Y Y m X X m
f x x
+ +
+ +
=
+ +
+ +
=
(2.1)
Dimana:
x
0
,y
0
x,y = koordinat foto
= koordinat principal point
f = panjang fokus
X,Y,Z = koodinat objek
X
L
,Y
L
,Z
L
m
= koordinat posisi kamera
ij

= matriks rotasi
Persamaan (2.1) belum dapat digunakan langsung dalam proses
perhitungan secara analitik menggunakan metode kuadrat terkecil karena
diperlukan nilai pendekatan awal; sehingga proses perhitungan untuk
memperoleh nilai pendekatan dilakukan dengan menggunakan metode
church.

Penentuan Koordinat Posisi Kamera
Profesor Earl Church dari Universitas Syracuse memperkenalkan
sebuah metode untuk menentukan koordinat posisi kamera terkoreksi
(X
L
,Y
L
,Z
L
) jika diketahui koordinat awal posisi kamera (X
L
,Y
L
,Z
L
) dengan
prinsip dasar bahwa nilai sudut untuk dua piramid mempunyai nilai yang
sama antara piramid bidang foto dan bidang obyek yang berpusat pada

Titik P pada
obyek
Titik p pada
CCD/CMOS
Sinar dari titik P menuju titik p pada
kamera CCD/CMOS melewati lensa
kamera
Posisi dan Orientasi Kapal Hery Purwanto
61
posisi kamera (Church, 1980 dan Wolf, 1983) sebagaimana diilustrasikan
pada Gambar 3.











Gambar 3.
Hubungan Geometri untuk Metode Church

Dimana:
a,b,c = panjang kaki (leg) pada bidang foto
A,B,C = panjang kaki (leg) pada bidang obyek
O = koordinat posisi kamera

Dari gambar (3) dapat didefinisikan bahwa, sudut OABC dan Oabc
adalah sama. Sehingga dapat ditulis :
aOc AOC
bOc BOC
aOb AOB
=
=
=
(2.2)
Dapat didefinisikan bahwa:
Ground
O
a
A
B
C
b
c

+ x
+ y
Piramid
Objek
Permukaan
sudut
Piramid foto
+Y
+X
+Z

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
62
aOc AOC
bOc
BOC
aOb AOB
k K
k K
k K
= = =
= = =
= =
cos cos
cos cos
cos cos
3 3
2 2
1 1
(2.3)
Dari persamaan (2.3) dapat dicari nilai unit vektor x,y,z (z = -f) di
sistem koordinat foto, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut
(Church, 1980):

=
3 3
3
3
3
2 2
2
2
2
1 1
1
1
1
D
f
D
v
D
u
D
f
D
v
D
u
D
f
D
v
D
u
p (2.4)
Dimana:
u,v = koordinat foto
f = panjang fokus
Di = jarak dari titik tengah kamera menuju ke koordinat foto
pada masing-msing titik.

Jika nilai unit vektor di sistem koordinat foto telah diketahui, maka nilai
koefisien kosinus pada bidang foto dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Church, 1980):

=
1 3 1 3 1 3
3 2 3 2 3 2
2 1 2 1 2 1
n n m m l l
n n m m l l
n n m m l l
k (2.5)
Dimana:
li = komponen dari
i
i
D
u

mi = komponen dari
i
i
D
v

ni = komponen dari
i
D
f

i = 1,2,3,dst.
Posisi dan Orientasi Kapal Hery Purwanto
63
Hal yang sama dilakukan pada bidang objek, yaitu menentukan nilai
unit vektor X,Y,Z di sistem koordinat objek, sehingga akan terbentuk
persamaan (2.6) (Church, 1980):




=
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
D
Z Z
D
Y Y
D
X X
D
Z Z
D
Y Y
D
X X
D
Z Z
D
Y Y
D
X X
Q
L L L
L L L
L L L
(2.6)
Dimana:
Xi,Yi,Zi = koordinat objek
X
L
,Y
L
,Z
L
Di = jarak dari titik tengah kamera menuju ke koordinat obyek
= koordinat awal posisi kamera
pada masing-masing titik.

Jika nilai unit vektor di sistem koordinat objek telah diketahui, maka
nilai koefisien kosinus pada bidang objek dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut (Church, 1980):

=
1 3 1 3 1 3
3 2 3 2 3 2
2 1 2 1 2 1
N N M M L L
N N M M L L
N N M M L L
K (2.7)
Dimana:
Li = komponen dari
i
L i
D
X X

Mi = komponen dari
i
L i
D
Y Y

Ni = komponen dari
i
L i
D
Z Z

i = 1,2,3,dst.


Dengan ketentuan bahwa nilai koefisien kosinus (k) di bidang foto dan
nilai koefisien kosinus (K) di bidang obyek mempunyai nilai yang sama, yaitu
pada persamaan (2.5) dan (2.7).
Dengan menggunakan persamaan (2.5) maka dapat disusun
persamaan baru, yaitu:
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
64
j i
i
i
D D
k
I
1
= (2.8)
i j
i
i
D D
k
J
1
= (2.9)
Dimana:
i = 1,2,3,dst
j = 2,3,1.

Dengan mensubtitusi persamaan (2.8) dan (2.9) maka dapat diperoleh
persamaan baru sebagai koefisien dari persamaan perataan, yaitu:

i j i i i
J L I L A + = (2.10)
i j i i i
J M I M B + = (2.11)
i j i i i
J N I N C + = (2.12)

dan

i i i
K k K = (2.13)

Nilai koefisien pelengkap (A,B,C) digunakan sebagai solusi simultan
pada tiga persamaan perataan, yaitu:

i j j i i
B A B A E = (2.14)
i j j i i
C A C A F = (2.15)
i j j i i
C B C B G = (2.16)

dimana,
1 2 2 3 3 1
C E C E C E + + = (2.17)

Sehingga nilai koreksi koordinat posisi kamera ( X, Y, Z) dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Posisi dan Orientasi Kapal Hery Purwanto
65

+ +

+ +

+ +
=

=
3 1 2 3 1 2
3 1 2 3 1 2
3 1 2 3 1 2
) (
K E K E K E
K F K F K F
K G K G K G
Z
Y
X
X (2.18)

Subtitusikan persamaan (2.18) untuk menentukan koordinat posisi
kamera terkoreksi (X
L
,Y
L
,Z
L
), yang telah diketahui nilai awal koordinat
posisi kamera (X
L
,Y
L
,Z
L

), pada persamaan dibawah ini:
Z Z Z
Y Y Y
X X X
L L
L L
L L
+ =
+ =
+ =
'
'
'
(2.19)

Perhitungan pada Di, Li, Mi, Ni, Ki, Xi , Yi, Zi akan terus diulang
pada proses iterasi hingga nilai koreksi yang diperoleh sekecil mungkin dan
nilai akhir untuk L,M,N akan digunakan sebagai pertimbangan koreksi dan
untuk proses perhitungan selanjutnya. Sehingga diperoleh nilai akhir untuk
koordinat posisi kamera terkoreksi (X
L
,Y
L
,Z
L

).
Parameter Rotasi
Dengan menggunakan prinsip dasar bahwa nilai sudut untuk dua
piramid mempunyai nilai yang sama antara piramid bidang foto dan bidang
objek yang berpusat pada posisi kamera, maka matriks rotasi (R) dapat
disusun dengan melakukan kombinasi antara koefisien l,m,n di sistem
koordinat foto dan L,M,N di sistem koordinat objek. Persamaan baru
tersebut adalah:

i j j i i
m l m l e = (2.20)
i j j i i
n l n l f = (2.21)
i j j i i
n m n m g = (2.22)

dimana,
2 3 1 2 3 1
n e n e n e + + = (2.23)


S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
66
Maka dapat diperoleh komponen matriks rotasi (R), antara lain:

+ +
=

+ +
=

+ +
=
1 3 3 2 2 1
1
1 3 3 2 2 1
1
1 3 3 2 2 1
1
) (
e L e L e L
w
f L f L f L
v
g L g L g L
u

+ +
=

+ +
=

+ +
=
1 3 3 2 2 1
2
1 3 3 2 2 1
2
1 3 3 2 2 1
2
) (
e M e M e M
w
f M f M f M
v
g M g M g M
u
(2.24)

+ +
=

+ +
=

+ +
=
1 3 3 2 2 1
3
1 3 3 2 2 1
3
1 3 3 2 2 1
3
) (
e N e N e N
w
f N f N f N
v
g N g N g N
u

Dapat disusun dalam bentuk matriks, yaitu sebagai berikut:

=
3 3 3
2 2 2
1 1 1
w v u
w v u
w v u
R (2.25)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk membuktikan ketepatan metode church berdasarkan pada
penjelasan di atas, maka akan dilakukan sebuah penelitian pada foto
konvergen. Foto yang digunakan merupakan foto yang diambil di fly-over
dengan menggunakan kamera Nikon D60 dengan panjang fokus 24,00 mm.
Dengan diketahui koordinat obyek, koordinat foto dan koordinat awal posisi
kamera, seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini:


Posisi dan Orientasi Kapal Hery Purwanto
67
Tabel 1.
Koordinat Obyek dan Foto Awal
ID
Koordinat Obyek (m) Koordinat Foto (mm)
X Y Z x y
1 -0,101356 -0,068686 -0,661268 3,15447 2,41421
2 0,089863 -0,071431 -0,667876 -2,84669 2,43875
3 0,088922 0,085207 -0,778067 -3,36471 -1,50055

Dengan diberikan koordinat awal posisi kamera sebagai berikut:

Tabel 2.
Koordinat Awal Posisi Kamera
Koordinat Awal
Posisi Kamera
X
L
0,03701 =
Y
L
0,69539 =
Z
L
-0,71768 =

Dengan menggunakan prinsip dasar metode church, dimana
disebutkan bahwa nilai sudut untuk dua piramid mempunyai nilai yang sama
antara piramid bidang foto dan bidang obyek yang berpusat pada posisi
kamera. Jika diketahui terlebih dahulu nilai pendekatan koordinat posisi
kamera (X
L
,Y
L
,Z
L

), maka nilai parameter untuk menentukan besarnya nilai
koreksi (X, Y, Z) dapat ditentukan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.
Parameter Nilai Kamera Terkoreksi
ID
Parameter
E F G
1 0,0001428 -0,0003876 -0,0038291 -0,0003136
2 -0,0034735 0,0047759 0,0049526
3 0,0062254 -0,0000961 0,0035028

Setelah melakukan proses iterasi dari nilai parameter (E,F,G,), maka
diperoleh nilai koreksi (X, Y, Z) yang terkecil, yaitu sebagai berikut:

000004 . 0
000005 . 0
000000 . 0
Z
Y
X

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 58-68
68
Dari nilai koreksi yang diperoleh, maka solusi koordinat posisi kamera
terkoreksi (X
L
,Y
L
,Z
L
) dapat diperoleh dengan menambahkan nilai koreksi
terhadap koordinat awal posisi kamera (X
L
,Y
L
,Z
L

), maka dihasilkan:

717684 . 0
695385 . 0
037010 . 0
'
'
'
L
L
L
Z
Y
X

Kemudian setelah koordinat posisi kamera terkoreksi (X
L
,Y
L
,Z
L

) diketahui,
maka dapat disusun matriks rotasi (R), yaitu:

=
0,03178 0,99884 03608 . 0
0,99812 0,03360 - 05127 . 0
0,05242 03438 . 0 99803 . 0
R
KESIMPULAN
Metode Church dapat menghitung posisi dan orientasi kapal hanya
dengan menggunakan tiga titik yang terlihat pada foto dan memiliki
koordinat georeferensi yang bersesuaian. Parameter Orientasi Luar yang
yang dihasilkan oleh koordinat XYZ dan matriks R dapat melokasikan posisi
sesaat dan orientasi kapal tersebut pada saat pemotretan dalam sistem
keruangan 3 dimensi.


Daftar Pustaka
Church, P.E. 1980. Tilted Photography. The Center for Photogrammetric Training
University Syracuse.
Cooper, M.A.R. dan Robson, S. 2001. Theory of Close Range Photogrammetry.
Grussenmeyer, P. dan Al-Khalil, O. 2002. Solutions for Exterior Orientation In
Photogrammetry: A Review. The Photogrammetric Record an International
Journal of Photogrammetry.
Leica, Geosystem. 2006. Tutorial Leica Photogrammetry Suite Project Manager.
Mikhail, E.M., Bethel, J., dan McGlone, J. 2001. Introduction to Modern
Photogrammetry. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Wolf, P.R. 1983. Elements of Photogrammetry with Air Photo Interpretation and
Remote Sensing. New York: McGraw-Hill, Inc.




Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
69
PERENCANAAN RUANG TERBUKA NON HIJAU
DI KOTA TIDORE KEPULAUAN DENGAN METODE
PARTICIPATORY PLANNING

Maria Christina Endarwati
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP ITN Malang


ABSTRAKSI

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keterlibatan masyarakat dalam
penataan ruang adalah hal yang mutlak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (UUPR), dijelaskan bahwa negara telah memberikan
kewenangan penyelenggaraan penataaan ruang kepada Pemerintah
dan Pemerintah Daerah dalam hal pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan daerah sebagai daerah
otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat. Daerah otonom juga mempunyai
kewenangan yang besar dan bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan, pemanfaatan,
dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayahnya masing-masing.
Sebagai salah satu kawasan pesisir dan kepulauan, menjadikan Kota
Tidore Kepulauan memiliki karakterisitik yang khas didalam
pengembangan pemanfaatan ruang wilayahnya. Wilayah daratan dan
pesisir yang dimiliki membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang di
Kota Tidore Kepulauan. Berdasarkan kebijakan penataan ruang wilayah
terkait dengan penyediaan ruang terbuka, salah satu potensi yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pada wilayah
ini adalah penyediaan ruang terbuka non hijau sebagai faktor utama
yang mempengaruhi perkembangan permukiman dan kebutuhan
prasarana/sarana perkotaan.

Kata Kunci: Keterlibatan Masyarakat, Ruang Terbuka Non Hijau,
Participatory Planning



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan penyelengaraan penataan ruang di kawasan perkotaan
diantaranya adalah semakin menurunnya kualitas permukiman yang
ditunjukkan antara lain oleh: kemacetan, kawasan kumuh, pencemaran (air,
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
70
udara, suara, sampah), hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau
(RTH) untuk artikulasi sosial dan kesehatan masyarakat, kurang tersedianya
sarana jaringan pejalan kaki, tidak tersedianya ruang untuk kegiatan sektor
informal, serta bencana alam gempa, banjir dan longsor yang frekuensinya
semakin sering dan dampaknya semakin luas, terutama pada kawasan yang
berfungsi lindung. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Pasal 28 disebutkan bahwa RTRW Kota
merupakan mutatis mutandis dengan perencanaan RTRW Kabupaten dan
ditambahkan dengan pengaturan tentang rencana penyediaan dan
pemanfaatan RTH, RTNH, prasarana, dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sektor informal, serta ruang evakuasi bencana.
Sedangkan pada Pasal 65 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan
ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
Kota Tidore Kepulauan adalah salah satu kota di provinsi Maluku
Utara. Kota ini memiliki luas wilayah 9.564,7 km dan berpenduduk
sebanyak 98.025 jiwa. Kota ini sudah terkenal sejak jaman penjajahan
dahulu karena hasil cengkeh dan pala. Sebagai salah satu wilayah yang
berkembang, perkembangan fisik kawasan di wilayah ini ikut terpengaruh
seiring dengan menggeliatnya pembangunan di Kota Tidore. Pembangunan
kota bukan sekedar mengembangkan kota dan meningkatkannya menjadi
lebih luas jangkauannya, melainkan mengoptimalkan pemanfaatan lahan
yang efisien, pemenuhan kebutuhan masyarakat kota yang kontinyu, serta
pencapaian infrastruktur sarana dan prasarana kota yang sustainable dan
teratur (Budi Rahardjo Eko, 1998). Sebagai salah satu kawasan pesisir dan
kepulauan, menjadikan Kota Tidore Kepulauan memiliki karakterisitik yang
khas dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayahnya. Wilayah
daratan dan pesisir yang dimiliki membutuhkan pendekatan yang berbeda
didalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang
di Kota Tidore Kepulauan.
Berdasarkan kebijakan penataan ruang wilayah terkait dengan
penyediaan ruang terbuka, salah satu potensi yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan pemanfaatan ruang pada wilayah ini adalah penyediaan
ruang terbuka sebagai faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
permukiman dan kebutuhan prasarana/sarana perkotaan. Keberadaan
ruang terbuka sebagai ruang publik merupakan bagian integral kegiatan
pembangunan dan keberadaan suatu kawasan perkotaan (Darmawan,
2005). Dalam konteks penyediaan ruang terbuka, maka hampir semua kota-
kota di Indonesia mengalami defisit karena jumlah besaran/luas ruang
terbuka yang disediakan oleh Pemerintah Kota tidak mampu menampung
kebutuhan beberapa aktivitas sosial yang semestinya merupakan hak dari
warga kotanya. Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai tempat
interaksi antar komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun
kelompok. Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial
masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dinamika
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
71
sosial. Berdasarkan Hakim, et al (2003), ruang publik juga berfungsi
memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya segi estetika kota,
pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro, serta
memberikan image dari suatu kota.
Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah Daerah dalam perkembangan aktivitas kawasan perkotaan
adalah:
Pengaruh perkembangan perkotaan yang cenderung mengabaikan
penyediaan ruang terbuka.
Kurangnya keterlibatan peran masyarakat dalam penyediaan ruang
publik perkotaan.
Dalam penelitian peranserta masyarakat dalam perencanaan ruang
terbuka non hijau di Kota Tidore Kepulauan akan merumuskan bentuk
pengembangan kawasan ruang terbuka yang dirancang dengan melibatkan
peran masyarakat dalam rencana desain penyediaan ruang publik
perkotaan berupa kawasan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH).

Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan kualitas tata ruang dengan
melaksanakan amanat Undang-Undang Penataan Ruang terkait dengan
peran serta masyarakat dan Pemerintah Kota dalam merencanakan Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH).
Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
teridentifikasinya lokasi dan jenis kegiatan yang dibutuhkan untuk
penyediaan ruang terbuka non hijau dan tersusunnya pedoman/ketentuan
desain ruang terbuka non hijau. Selain itu, juga mendorong peranserta
masyarakat dan Pemerintah Kota melalui penyelenggaraan rencana
penyediaan ruang terbuka non hijau yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah. Dengan tercapainya hal tersebut, maka diharapkan
dapat membangun kesadaran, peranserta aktif, serta prakarsa masyarakat
dalam meningkatkan kualitas tata ruang kota.

TINJAUAN RUANG TERBUKA NON HIJAU
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang diketahui bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka dan
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang diketahui bahwa ruang terbuka hijau
publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah/Kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
72
secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah
taman kota, taman pemakaman umum, serta jalur hijau sepanjang jalan,
sungai, dan pantai. Sedangkan yang termasuk ruang terbuka hijau privat,
antara lain adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/
swasta yang ditanami tumbuhan.
Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau, diketahui bahwa:
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka hijau publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten yang digunakan sepenuhnya
untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ruang terbuka hijau privat adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan
terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung
milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka non hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan
yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang
diperkeras maupun yang berupa badan air.
Sebuah definisi yang dipublikasi secara luas terdapat pada buku The
Dimension of Urban Design oleh Carmona, et all (2003) mendefinisikan
open space sebagai hamparan lahan tidak terbangun atau secara minimum
terbangun dengan beberapa jenis penggunaan (misalnya: lapangan golf,
lahan pertanian, taman, permukiman kepadatan rendah) atau lahan yang
dibiarkan tidak terbangun untuk tujuan estetika atau ekologis, kesehatan,
kesejahteraan, atau keamanan (misalnya: jalur hijau, jalur banjir, lereng atau
lahan basah).
Ruang terbuka dapat juga diklasifikasi berdasarkan kepemilikan, yaitu:
(1) ruang terbuka privat (lahan pada perumahan atau pertanian milik privat);
(2) ruang terbuka untuk kepentingan umum (lahan yang ditujukan atau
direncanakan sebagai ruang terbuka dengan akses dan penggunaan secara
umum oleh masyarakat); serta (3) ruang terbuka publik (lahan yang dimiliki
secara publik untuk penggunaan rekreasi masyarakat baik aktif ataupun
pasif).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Keterlibatan Masyarakat dalam Pemilihan Lokasi Perencanaan
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat (community
development) sangat bergantung pada peran Pemerintah dan masyarakat,
dimana keduanya harus mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan
masyarakat, Pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
73
secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru
yang kurang berarti bagi masyarakat yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari
Pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak
terarah yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan baru. Selain
memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan
strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif
dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karena akan
menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat,
sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis.
Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu
upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan
pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumberdaya lokal
berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa
keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan
motivasi dan peranserta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan,
dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap
program kegiatan yang telah disusun. Didalam perencanaan kebutuhan
RTNH salah satu metode didalam memfasilitasi prakarsa masyarakat adalah
dengan melakukan salah satu teknik perencanaan partisipatif, yaitu
participatory research and development (PRD) yakni suatu upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan bersama dan
kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dengan menggali informasi dari masyarakat melalui forum focus
group discussion (FGD). FGD adalah suatu metode kualitatif yang bertujuan
untuk memperoleh informasi mendalam pada konsep, persepsi, dan
gagasan pada suatu topik.
Rencana pengembangan lokasi RTNH diarahkan di pusat kota Tidore
Kepulauan, yaitu Kecamatan Pulau Tidore dengan beberapa alternatif
penentuan lokasi. Lokasi diarahkan di Kecamatan Pulau Tidore karena
lokasi ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan jumlah
penduduk yang terbanyak menempati pulau ini. serta merupakan Ibukota
dari Kota Tidore Kepulauan. Dalam penentuan lokasi RTNH menggunakan
beberapa kriteria yang diusulkan, yaitu:
1. Urgensi terhadap perubahan wajah kota, dengan kriteria:
Kondisi saat ini sangat tidak teratur (semrawut).
Kondisi saat ini berpotensi menjadi tidak teratur.
Kondisi saat ini dalam kondisi teratur.
2. Kesesuaian dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan
kota, dengan kriteria:
Pembangunan sangat mendukung visi dan misi kota.
Pembangunan cukup mendukung visi dan misi kota.
Pembangunan belum mendukung visi dan misi kota.

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
74
3. Kesesuaian dengan prioritas pembangunan wilayah, dengan
kriteria:
Lokasi menjadi prioritas pembangunan wilayah.
Lokasi belum menjadi prioritas pembangunan wilayah.
4. Potensi kawasan dalam menumbuhkan perekonomian wilayah,
dengan kriteria
Lokasi perencanaan sangat berpotensi menumbuhkan
perekonomian masyarakat.
Lokasi perencanaan tidak berpotensi menumbuhkan
perekonomian masyarakat.
Dalam pemilihan lokasi perencanaan tersebut terdapat 4 (empat)
alternatif lokasi kawasan yang berpotensi untuk direncanakan. Lokasi
dimaksud adalah:
1. Daerah reklamasi Pantai Tugulafa.
2. Ruang terbuka (open space) di sekitar Kantor Dinas Tata Ruang
dan Kebersihan.
3. Hutan Mangrove di Pantai Tugulufa Soasio.
4. Pantai Rum Bali Bunga di Kecamatan Tidore Utara.

Tabel 1.
Visualisasi Kondisi Kawasan Alternatif Perencanaan

Alternatif Lokasi Visualisasi Lokasi Alternatif Perencanaan

Kawasan Pantai
Tugulafa






Kawasan Open
Space di sekitar
Kantor Dinas Tata
Ruang &
Kebersihan







Kawasan Hutan
Mangrove di Pantai
Tugulafa






Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
75
Alternatif Lokasi Visualisasi Lokasi Alternatif Perencanaan

Kawasan Pantai
Rum Bali Bunga






Sumber : Hasil Survey

Dari hasil FGD terpilih kawasan yang prioritas untuk direncanakan
sebagai kawasan RTNH di Kota Tidore Kepulauan, yaitu kawasan hutan
mangrove yang akan diintegrasikan dengan kawasan Pantai Tugulafa.

Hasil Keterlibatan Masyarakat dalam Mendesain Lokasi Pilihan
Didalam kegiatan FGD tersebut masyarakat melakukan proses
merancang atau mendisain Lokasi RTNH. Masing-masing kelompok
berdiskusi dan merancang RTNH di lokasi pengembangan RTNH yang
sudah disepakati bersama.








Gambar 1.
Diskusi Kelompok yang Difasilitasi oleh Peneliti













Gambar 2.
Proses Desain Kelompok I
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
76











Gambar 3.
Proses Desain Kelompok II














Gambar 4.
Proses Desain Kelompok III

Setelah selesai mendesain/merancang, maka setiap kelompok
mempresentasikan karyanya. Presentasi ini hanya untuk dipaparkan saja
dan dilakukan diskusi, lalu menetapkan grand design yang nantinya akan
dapat digunakan untuk merancang wilayah tersebut.

Dari hasil diskusi Kelompok I dapat disimpulkan bahwa kelompok I
ingin mengidentifikasi penggunaan lahan yang ada di lokasi perencanaan.
Setelah itu, mereka merencanakan sisa kawasan hutan mangrove yang
masih ada sebagai tempat wisata yang bernuansa alam bagi masyarakat
Kota Tidore Kepulauan. Di lokasi bakau mereka menginginkan adanya
jembatan dan jalan-jalan yang bisa digunakan untuk menyusuri kawasan
tersebut, serta taman bermain anak-anak. Dengan demikian, anak-anak bisa
Hasil Disain Kelompok I
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
77
bermain sambil belajar apa manfaat hutan mangrove, sehingga mereka bisa
turut menjaga kelestarian hutan bakau.














Gambar 5.
Hasil Desain Kelompok I

Hasil dari Kelompok II merekomendasikan desain kawasan hutan
mangrove dapat digunakan sebagai mangrove beach resort, sehingga
diharapkan dapat menambah penghasilan daerah, dalam hal ini Pemerintah
Kota Tidore Kepulauan, dan juga dapat memberikan peluang kerja kepada
masyarakat sekitar lokasi perencanaan. Dengan demikian, konsep yang
ditawarkan adalah adanya cottage yang berupa tempat istirahat dan juga
gazebo, jogging track, jalan-jalan dari material yang bersahabat dengan
alam, sehingga tidak merusak fungsi dan manfaat kawasan hutan mangrove
tersebut.
Hasil Desain Kelompok II














Gambar 6.
Hasil Desain Kelompok II
S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
78
Kelompok III merekomendasikan beberapa hal penting di dalam
pelestraian hutan mangrove, yaitu sebagai daerah tangkapan air serta
melindungi wilayah sekitar dari abrasi dan angin. Disamping itu, juga
merekomedasikan harus dibangun suatu garis batas yang jelas, sehingga
tidak tercampur dengan kawasan terbangun agar lebih mudah dalam
perencanaannya. Diharapkan juga ada suatu tambatan perahu dekat lokasi
perencanaan serta tempat untuk memancing buat penduduk setempat.
Hasil Desain Kelompok III












Gambar 7.
Hasil Desain Kelompok III

Grand Design Pengembangan Kawasan Terbuka Non Hijau
Dari hasil sketsa desain masyarakat tersebut, setelah dilakukan
proses analisis, mediasi, perancangan, dan pengukuran lahan, maka ada
beberapa alternatif grand design sebagaimana yang diinginkan oleh
masyarakat, yaitu sebagai berikut:

Kawasan hutan mangrove dijadikan sebagai sarana rekreasi
berwawasan lingkungan (mangrove ecopark). Jalan-jalan setapak yang
berbentuk jembatan-jembatan dirancang melintas di tengah hutan mangrove
hingga ke hutan nipah. Kawasan dilengkapi dengan gazebo (sabua) di
setiap titik yang telah ditentukan, dimana pengunjung yang akan melintas di
kawasan mangrove ecopark ini dapat beristirahat sejenak di gazebo (sabua)
yang telah tersedia.
RTNH Sebagai Sarana Rekreasi






Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
79



















Gambar 8.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Rekreasi

Dibangun plaza yang direncanakan sebagai area interaksi bagi
masyarakat sekitar kawasan. Plaza ini dilengkapi dengan area tempat duduk
serta arena bermain dan jogging track
RTNH Sebagai Sarana Interaktif Antar Komunitas
















Gambar 9.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Interaksi Antar Komunitas

S Sp pe ec ct tr ra a Nomor 17 Volume IX J anuari 2011: 69-81
80
Posisi lokasi RTNH merupakan etalase bagi Kota Tidore Kepulauan,
dimana wajah Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat dari kondisi mangrove ini.
Oleh karena itu, penataan yang sekaligus mengkonservasi kawasan ini
menjadi upaya yang cukup strategis.
RTNH Sebagai Pemberi Nilai Tambah Estetika Kota

















Gambar 10.
Grand Design RTNH Sebagai Penambah Estetika Kota

Kawasan magrove ini, selain sebagai sarana rekreatif, juga sebagai
sarana pendidikan, dimana masyarakat dapat mengenal jenis-jenis
mangrove yang ada dan kawasan ini.
RTNH Sebagai Sarana Pendidikan













Gambar 11.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Pendidikan
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
81
KESIMPULAN
Kesimpulan dari FGD bersama masyarakat Kota Tidore Kepulauan
menghasilkan adanya dukungan masyarakat untuk melestarikan hutan
bakau (mangrove) yang ada di wilayah Pantai Tugulufa. Selain itu, mereka
juga mengharapkan agar ide-ide dalam mengembangkan kawasan tersebut
dapat ditampung dalam perencanaan khususnya dalam RTNH Kota Tidore
Kepulauan. Mereka akan bahu membahu menjaga kelestarian bakau dan
menginginkan agar hasil ataupun gagasan mereka dapat dituangkan dalam
perencanaan dan pembangunan kawasan tersebut. Proses partisipasi
masyarakat tersebut diharapkan dapat diterapkan juga untuk wilayah lain,
sehingga masyarakat dapat turut berperanserta membangun dan
merancang wilayahnya sendiri.


Pustaka Acuan
Budirahardjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Penerbit
Alumni.
Carmona, et al. 2003. Public Space Urban Space: The Dimension of Urban Design.
London: Architectural Press.
Darmawan, Edy. 2005. Analisa Ruang Publik: Arsitektur Kota. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PU. 2009. Penyediaan
Pemanfaatan Ruang terbuka Non Hijau di wilayah kota/Kawasan Perkotaan.
Hakim, Rustam dan Hadi Utomo. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur
Lansekap: Prinsip Unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2005 Tahun 2005 tentang
Pedoman dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.




Nomor 17 Volume IX J anuari 2011 ISSN 1693-0134

Anda mungkin juga menyukai