Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mie yaitu salah satu produk yang terbuat dari adonan tepung terigu
maupun tapioka tergantung dari pembuatannya. Mie sangat banyak digemari
oleh orang-orang karena caranya yang praktis buat dijadikan makanan yang
siap untuk disajikan, apalagi sekarang sudah berbagai macam produk mie
instan dengan pilihan rasa, namun masih banyak juga terdapat mie olahan
industri rumahan seperti mie basah misalnya. Mie basah sama seperti halnya
mie instan yang biasa kita temui bedanya mie basah tidak dilakukan proses
pengovenan, jadi mie tersebut digunakan untuk waktu yang cepat.
Zaman sekarang ini orang tidak menghiraukan kandungan yang ada
dalam makanan yang dikonsumsi, yang penting makanan itu enak menurut
lidah mereka, padahal kita perlu memperhatikan beberapa hal dalam makanan
baik itu kandungan karbohidrat, protein, lemak maupun kandungan lainnya.
Sebuah produk makanan pastilah harus memenuhi syarat mutu yang sudah ada
dalam standar nasional Indonesia maupun standar internasional lainnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan beberapa pengujian
pada makanan untuk mengetahui syarat mutu tersebut. Pada tugas akhir ini,
dilakukan analisis kualitatif boraks dan kadar protein pada sampel mie basah.
Sekarang ini banyak bahan kimia dan berbagai campuran lain yang
digunakan oleh manusia untuk membuat makanan, dengan campuran bahan
kimia makanan akan terlihat lebih menarik dan menghasilkan rasa yang lebih
enak, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk membeli dan

2



mengkonsumsinya, pada awalnya masyarakat belum menyadari akan bahaya
yang ditimbulkan oleh bahan kimia tersebut, akan tetapi jika bahan tersebut
dikonsumsi terus-menerus akan mengakibatkan kerugian terhadap
masyarakat itu sendiri. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya pada
fisiknya tetapi juga pada psikisnya, apalagi untuk anak yang sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, contoh konkretnya yaitu
terjadinya obesitas, kolesterol tinggi, darah tinggi, dan sebagainya,
sedangkan dalam psikisnya menimbulkan keterlambatan pola pikir karena
terlalu banyak bahan kimia yang dikonsumsi (Khamid, 2006)
Begitu banyak masyarakat yang tercemar oleh bahan pengawet boraks
yang sangat membahayakan ini. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena
masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang bahaya makanan yang
mengandung bahan kimia seperti boraks. Kejadian seperti ini merupakan
salah satu masalah dan kerusakan bangsa yang harus diperbaiki. Apabila
masalah ini terus berlarut dan tidak segera diatasi akan berakibat di masa
depan. Penanganan tersebut harus ada kerjasama antara pihak pemerintah dan
masyarakat, dan sebagai generasi penerus sebaiknya kita mulai dari sekarang
memberikan pengertian kepada masyarakat akan bahaya boraks. Selain itu,
mulai menciptakan makanan yang tidak mengandung boraks tetapi
mempunyai bentuk yang menarik sehingga masyarakat mau
mengkonsumsinya (Khamid, 2006).



3



1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Apakah sampel mie basah mengandung boraks?
2. Berapakah kadar protein yang terkandung dalam sampel mie basah
tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
1. Mengetahui ada tidaknya boraks pada sampel mie basah
2. Mengetahui kadar protein pada sampel mie basah.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai ada tidaknya boraks pada sampel
mie basah.
2. Memberikan informasi ilmiah tentang kadar protein pada sampel mie
basah memenuhi baku mutu atau tidak.









4



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mie
Mie basah adalah makanan yang terbuat dari olahan tepung terigu
dengan campuran bumbu, berbentuk seperti tali. Mie dapat bertahan lebih
lama tanpa bahan pengawet, jika dimasukkan dalam freezer. Penggunaan
boraks pada mie akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal, lebih
awet yaitu dapat disimpan hingga empat hari (Tumbel, 2010).
Pembuatan mie dalam perkembangan produk mie dan teknologi
pembuatannya tidak lagi terbatas hanya dari bahan mentah utama terigu saja,
sehingga mie dapat dikelompokan menjadi beberapa macam berdasarkan
bahan utamanya, yaitu mie yang terbuat dari tepung terigu, bihun yang
terbentuk dari tepung beras, soun (fensi) yang terbuat dari pati kacang hijau,
shomein yang terbuat dari tepung terigu dan tepung beras. Berdasarkan
kondisi sebelum dikonsumsi, mie dapat digolongkan dalam beberapa
kelompok yaitu mie basah, mie kering, mie rebus, mie kukus dan mie
instan. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52
% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu
kamar (Badilangoe, 2012).
Kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan
pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang
sebelumnya dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih

4
5



dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan
bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur pewarna
dan bahan tambahan pangan. Mie basah yang baik mempunyai ciri-ciri
berwarna putih atau kuning, tekstur agak kenyal dan tidak mudah putus
(Badilangoe, 2012).

Gambar 1. Mie basah
2.2 Boraks
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, rnempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak
langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut
(Winarno, 1994).
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
mengharnbat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan
6



yang disebabkan oleh mikroorganisme. Boraks yang berasal dari bahasa
arab yaitu Bouraq pada awal mula dikenal mempunyai aktivitas sebagai
bahan antiseptik yang digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet kayu,
dan herbisida. Namun saat ini boraks tidak digunakan sebagai pembersih,
tetapi umum sebagai pengenyal atau pengawet makanan. Dengan adanya
boraks, adonan dapat lebih liat dan elastis, sehingga tidak cepat molor atau
sagging. Boraks banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah
tangga, dalam pembuatan adonan mie, gendar, atau kerupuk gendar (kerupuk
nasi). Mie merupakan salah satu produk makanan yang sangat digemari oleh
masyarakat, baik anakanak maupun orang dewasa, terbuat dari tepung
gandum, tepung beras, atau tepung tapioka. Pada proses pembuatannya
terutama pada mie basah yang memiliki kadar air 51 % sering ditambahkan
boraks untuk memperpanjang daya tahannya terhadap kerusakan dan
kebasian (Khamid, 2006).
Boraks adalah zat pengawet yang banyak digunakan dalam industry
pembuatan taksidermi, insektarium dan herbarium, tapi dewasa ini orang
cenderung menggunakannya dalam industri rumah tangga sebagai bahan
pengawet makanan seperti pada pembuatan mie dan bakso. Penggunaan
boraks dapat mengganggu daya kerja sel dalam tubuh manusia sehingga
menurunkan aktivitas organ, oleh karena itu penggunaan bahan pengawet
ini sangat dilarang oleh pemerintah karena dampak negatif yang
ditimbulkan sangat besar; Boraks apabila terdapat dalam makanan, maka
dalam waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi
(penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah
7



banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal nafsu makan
berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit,
anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Tumbel, 2010).

Gambar 2. Boraks
Boraks merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur boron (B).
Boraks merupakan kristal lunak tidak berwarna, terjadi dalam suatu deposit
hasil proses penguapan hot spring (pancuran air panas) atau danau garam.
Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kima alami
yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O
2
). Beberapa jenis boraks jarang
ditemui, dan terjadi pada daerah tertentu saja, sebaliknya beberapa
diantaranya, misalnya boraks, kernite (Na
2
B
4
O
7.
4H
2
O) dan colemanite
(Ca
2
B
6
O
11
.5H
2
O) secara komersil ditambang untuk pembuatan boraks, asam
borat serta berbagai garam boron sintesis (Winarno, 1994).
Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37.
Rumus molekul Na
2
B
4
O
7
.10H
2
O. Pemeriannya berupa hablur transparan
tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat
basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan hangat,
hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam
8



air;mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam
etanol (Depkes RI, 1995).

Gambar 3. Struktur Kimia Boraks

2.3 Protein
Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan
disambungkan dengan ikatan peptide. Karena keragaman rantai samping
terbentuk jika asam-asam amino tersebut disambung sambungkan, protein
yang berbeda dapat mempunyai sifat kimia yang berbeda dan struktur
sekunder dan tersier yang sangat berbeda. Rantai samping dapat bersifat polar
atau non polar. Protein terdapat baik dalam produk hewan maupun dalam
produk tumbuhan dalam jumlah yang berarti (Deman, 1997).
Protein mempunyai kegunaan dalam tubuh amat banyak. Diantaranya
adalah pembongkaran molekul protein untuk mendapatkan energy atau
unsure senyawa seperti nitrogen atau sulfur untuk reaksi metabolism lainnya.
Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun structural dan untuk
keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentukan protein sangat
penting fungsinya. Tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas untuk
mensintesa asam-asam amino tersebut dan sama sekali tidak dapat mensintesa
9



8 jenis asam amino atau yang sering disebut asam amino esensial
(Deman, 1997).
Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino
yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan satu
sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya.
Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan
nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting
dalam makanan, dimana protein merupakan sumber energi sekaligus
mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan,
methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting bagi
tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga
merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang
menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging
atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam
makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi
uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilanm tekstur atau
stabilitas yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen
pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa
(foaming agent) dan pengental (thickener). Beberapa protein makanan
merupakan enzim yang mampu meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu,
baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam
analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan
sifat fungsional dari protein sangat penting (Herowati, 2011).
10



Protein merupakan molekul rumit dan penggolongannya kebanyakan
didasarkan pada kelarutan dalam berbagai pelarut, akan tetapi, secara
meningkat, setelah pengetahuan mengenai sususanan dan struktur molekul
bertambah, dipakai kriteria lain untuk penggolongan. Protein dikelompokkan
ke dalam golongan utama berikut:
a. Protein Sederhana
Protein sederhana hanya menghasilkan asam amino saja jika
dihidrolisis dan termasuk golongan berikut:
1. Albumin, albumin larut dalam air netral yang tidak mengandung
garam, Contohnya albumin telur
2. Globulin, globulin larut dalam larutan garam netral dan hamper
tidak larut dalam air. Contohnya globulin serum.
3. Glutelin, glutelin larut dalam asam atau basa yang sangat encer dan
tidak larut dalam pelarut netral. Contohnya glutelin dalam gandum.
4. Prolamin, prolamin larut dalam alkohol 50-90% dan tidak larut
dalam air. Contohnya zein dalam jagung.
5. Skleroprotein, tidak larut dalam air dan pelarut netral dan tahan
terhadap hidrolisis memakai enzim. Contohnya seperti elastin dan
keratin.
6. Histon, larut dalam air dan diendapkan oleh ammonia.
7. Protamin, protein yang bersifat basa kuat. Contohnya klupein dari
ikan hering.


11



b. Protein Konjugasi
Protein konjugasi mengandung bagian asam amino yang terikat pada
bahan nonprotein seperti lipid, asam nukleat, atau karbohidrat.
Beberapa protein konjugasi yang penting yaitu:
1. Fosfoprotein, golongan penting yang mencakup protein makanan
yang penting.
2. Lipoprotein, adalah gabungan lipid dengan protein dan mempunyai
daya pengemulsi yang sangat baik.
3. Nukleoprotein, gabungan asam nukleat dengan protein.
4. Glikoprotein, gabungan karbohidrat dengan protein.
5. Kromoprotein, protein yang gugus prostetiknya berwarna.
c. Protein Turunan
Protein turunan adalah senyawa yang diperoleh dengan metode kimia
atau dengan metode enzimatik dan dipilah ke dalam turunan primer
dan turunan sekunder, bergantung pada derajat perubahan yang terjadi.
Turunan primer sedikit dimodifikasi dan tidak larut dalam air. Turunan
sekunder mengalami perubahan yang lebih besar dan mencakup
protease, pepton, dan peptida (Deman, 1997).
12





Gambar 4. Reaksi antara monomer-monomer asam amino untuk membentuk
polipeptida. R= bisa aromatis atau alifatis. BM protein pada
umumnya lebih besar daripada 40.000 (Rohman, 2007)














13



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 1 bulan terhitung
mulai pada bulan Maret 2014. Tempat pengambilan sampel dilakukan di wilayah
sekitar kota Banjarbaru, sampel yang diambil yaitu mie basah yang dijual oleh
penjual di sekitar wilayah tersebut. Alasan pemilihan tempat tersebut adalah
karena daerah tersebut ada menjual mie basah. Selanjutnya, analisis sampel
dilakukan di laboratorium makanan dan minuman Balai Riset dan Standarisasi
Industri Kota Banjarbaru.

3.2 Alat Dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang pengaduk,corong
kaca, erlenmeyer, gelas piala, labu ukur 250 ml, labu Kjeldahl, pemanas listrik,
kertas saring, tabung reaksi, seperangkat alat destilasi protein, pipet volume, pipet
tetes dan neraca analitik.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian yaitu air panas, selen,
indikator campuran (larutan bromocresoll green 0,1% dan larutan metil merah
0,1%), indikator PP, larutan asam borat 2%, larutan HCl 0,01112 N, larutan
NaOH 30 % dan tes kit boraks.



13

14



3.3 Cara Kerja
3.3.1 Uji Kualitatif Boraks
Sampel diambil kurang lebih 3 gram, kemudian tambahkan air panas,
kemudian diaduk-aduk sampai sekiranya homogen, kemudian di saring, ambil
sekiranya 5 ml larutan sampel masukkan dalam botol tes kit, kemudian
ditambahkan tes kit sekitar 4 tetes untuk boraks, kemudian celupkan kertas
kurkumin pada larutan tersebut dan amati perubahan warna pada kertas tersebut
apabila berwarna merah positif mengandung boraks.
3.3.2 Uji Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl
Sampel ditimbang kurang lebih 1 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Ditambahkan sedikit campuran selen dan 25 ml H
2
SO
4
pekat,
panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau-hijauan, biarkan dingin, kemudian encerkan dan
masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan sampai tanda garis, pipet 10
ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling tambahkan setetes indikator
PP kemudian tambahkan dengan NaOH 30% sampai berubah warna sampai
merah muda. Didestilasi selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung
gunakan 10 ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator. Dbilas
ujung pendingin dengan air suling, kemudian dititrasi dengan larutan HCI
0.0112 N, kemudian hitung kadar proteinnya.

3.3 Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan kadar yang
diperoleh dibandingkan dengan SNI 01-2987-1992 Tentang Mie Basah.
15



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis boraks dan protein ini akan dibandingkan dengan SNI 01-
2987-1992 tentang mie basah. Berikut adalah hasil analisis kualitatif boraks dan
kadar protein pada sampel mie basah di pasar Banjarbaru.
Tabel. 1 Hasil pengujian kualitatif boraks dan kadar protein
No Sampel Boraks Kadar
Protein (%)
Syarat Mutu
SNI 01-2987-1992
Boraks Protein
Sampel 1 Negatif 11,25
Tidak boleh
ada
Min. 8%
Sampel 2 Negatif 5,29
Sampel 3 Negatif 6,04
Sampel 4 Negatif 5,99
Sampel 5 Negatif 7,28

4.1 Analisis Kualitatif Boraks
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1998,
boraks merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan pangan yang dilarang
penggunaannya dalam produk makanan. Dampak buruk bagi kesehatan dari
boraks yaitu menyebabkan iritasi saluran cerna yang ditandai dengan sakit
kepala, pusing, muntah, mual, diare, penyakit kulit yakni kemerahan pada kulit,
diikuti dengan terkelupasnya kulit ari. Gejala lebih lanjut ditandai dengan
badan menjadi lemah, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan dapat menyebabkan

15
16



kematian bila tertelan 5-10 gram boraks. Boraks tidak boleh ada dalam
makanan karena secara berkesinambungan dapat merusak fungsi ginjal serta
dapat menyebabkan sirkulasi darah terganggu (Permenkes RI, 1998).
Pemeriksaan secara kualitatif boraks dalam makanan menggunakan
metode reaksi kimia dengan tes kit boraks. Prinsip analisis boraks dengan cara
ini berdasarkan pembentukan senyawa rosasianin berwarna merah dari boron
dengan kurkumin. Cara analisis boraks dengan test kit boraks, pertama-tama
sampel yang berbentuk padatan dihancurkan sampai cukup halus dengan alat
penghancur, dimasukkan secukupnya ke dalam gelas piala dan ditambahkan
akuades panas secukupnya. Kemudian saring dan ambil sekitar 5 ml larutan
sampel tersebut kemudian diteteskan dengan tes kit boraks sekitar 4 tetes. Isi
daripada tes kit boraks tersebut yaitu HCl yang berfungsi menguraikan boraks
dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat. Reaksi natrium tetraborat dengan
HCl yaitu :
Na
2
B
4
O
7
+ 10 H
2
O + 2 HCl 4 H
3
BO
3
+ 2 NaCl + 5H
2
O
Setelah itu dicelupkan kertas ke dalam tabung reaksi, kertas yang
mengandung komponen kurkumin. Kurkumin merupakan zat warna alam, yang
digunakan sebagai penunjuk adanya boraks pada makanan dengan mengikat
asam borat. Kertas diangin-anginkan dan biarkan terkena cahaya matahari
selama 10 menit. Hasil positif ditandai dengan kertas yang berubah menjadi
kemerahan atau merah kecoklatan.
Asam borat ini yang akan diikat oleh kurkumin membentuk kompleks
warna rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau senyawa boron siano
17



kurkumin kompleks yaitu suatu zat yang berwarna merah, seperti terlihat pada
gambar 5 dibawah ini

Gambar 5. Reaksi kurkumin dengan asam borat
Hasil analisis kualitatif boraks terhadap sampel mie basah yaitu pada
semua sampel negatif karena pada kertas kurkumin tidak terdapat perubahan
warna menjadi kemerahan atau kecoklatan pada kertas kurkumin. Berdasarkan
hasil analisis tersebut, sampel mie basah yang diuji telah memenuhi persyaratan
mutu sesuai dengan SNI 01-2987-1992 tentang mie basah.
4.2 Analisis Kadar Protein
Prinsip analisis kadar protein ini yaitu senyawa nitrogen diubah menjadi
ammonium sulfat oleh H
2
SO
4
pekat. Amonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat
dan kemudian dititrasi dengan larutan baku asam.
18



Analisis kadar protein dilakukan beberapa tahapan yaitu tahap destruksi
sampel, destilasi dan titrasi. Adapun tahapan destruksi sampel yaitu sampel
makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu Kjedhal dan didestruksi
dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat yang berfungsi sebagai
oksidator yang dapat mendestruksi makanan . Destruksi mengubah nitrogen
dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia,
sedangkan unsur oganik lain menjadi CO
2
dan H
2
O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium
(NH
4
+
) yang terikat dengan ion sulfat (SO
4
2-
) sehingga yang berada dalam larutan
adalah :
N(makanan) (NH
4
)
2
SO
4

Setelah proses destruksi sempurna, larutan dalam labu tersebut
dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi
gas ammonia :
(NH
4
)
2
SO
4
+ 2 NaOH 2 NH
3

+ 2 H
2
O + Na
2
SO
4

Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah
keluar dari labu destruksi masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat
berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia
menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat :
NH
3
+ H
3
BO
3
NH
4
+
+ H
2
BO
3
-

Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat
yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar,
menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi :
H
2
BO
3
-
+ H
+
H
3
BO
3

19



Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai
titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan.
Keuntungan metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan
masih merupakan metode standar dibanding metode lain. Sifatnya yang universal,
presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan
untuk penetapan kadar protein. Kerugian metode ini tidak memberikan
pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan
bersumber dari protein. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang
berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda. Penggunaan asam sulfat
pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis. Teknik ini
membutuhkan waktu lama (Herowati, 2011)
Hasil analisis kadar protein didapatkan hasil sebagai berikut untuk sampel
1 kadar protein yang terkandung sebesar 11,25%, sampel 2 kadar protein yang
terkandung sebesar 5,92%, sampel 3 kadar protein yang terkandung sebesar
6,04%, sampel 4 kadar protein yang terkandung yaitu sebesar 5,99% dan sampel 5
kadar protein yang terkandung yaitu sebesar 7,28%. Data tersebut kemudian
dibandingkan dengan SNI 01-2987-1992 tentang mie basah dimana kadar
minimum protein yang di perbolehkan terkandung pada mie basah yaitu sebesar
8%, dari hasil yang memenuhi persyaratan mutu tersebut hanya ada pada sampel 1
sedangkan sampel yang lain tidak memenuhi syarat karena kadar protein yang
terkandung masih dibawah syarat mutu.



20



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis kualitatif boraks didapatkan hasil untuk semua sampel
negatif dan memenuhi syarat mutu.
2. Dari hasil analisis kadar protein diketahui hanya sampel 1 yang memenuhi
syarat mutu yang besar kadarnya sebesar 11,25% sedangkan sampel 2
kadarnya sebesar 5,92%, sampel 3 kadarnya sebesar 6,04%, sampel 4
kadarnya sebesar 5,99% dan sampel 5 kadarnya sebesar 7,28% dimana
sampel 2,3,4 dan 5 tidak memenuhi syarat mutu daripada kadar protein
tersebut yaitu minimal 8%.

5.2 Saran
Sebaiknya diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
kualitas daripada sampel mie basah selain parameter boraks dan protein
seperti kadar air, kadar abu, cemaran logam dan cemaran bakteri pada mie
basah.






20
21



DAFTAR PUSTAKA

Badilangoe, P. M. 2012. Kualitas Mie Basah Dengan Penambahan Ekstrak Wortel
(Daucus Carota L.) Dan Subsitusi Tepung Bekatul. Thesis Fakultas
Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.Yogyakarta.

Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Herowati, R. 2011. Analisis Protein. Universitas Setia Budi. Solo
Khamid, I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Penerbit Kompas. Jakarta.
Peraturan Mentri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX. 1988. Bahan Tambahan
Pangan.

Rohman, A. 2007. Analisis Makanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
SNI 01-2987-1992 tentang Mie Basah.
Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di
Kota Makassar. Jurnal Chemica Vol. 11 Nomor 1 Juni 2010, 57 64

Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu, 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai