Anda di halaman 1dari 112

STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD BERBASIS KARTU MASALAH DAN CTL MELALUI


PEMANFAATAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI POKOK SPLDV KELAS VIII SEMESTER 1 SMP NEGERI
NALUMSARI JEPARA
TAHUN AJARAN 2010/2011


SKRIPSI



Disusun oleh :
ANITA SETYANINGSIH
06310085


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2010










STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STAD BERBASIS KARTU MASALAH DAN CTL MELALUI
PEMANFAATAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI POKOK SPLDV KELAS VIII SEMESTER 1 SMP NEGERI
NALUMSARI JEPARA
TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IKIP PGRI Semarang Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna
Memperoleh Derajat Sarjana Pendidikan


Disusun oleh :
ANITA SETYANINGSIH
06310085



JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2010


LEMBAR PERSETUJUAN

Kami selaku Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI
Semarang
Nama : Anita Setyaningsih
NPM : 06310085
Jurusan : Matematika
Judul skripsi :Studi Komparasi Model Pembelajaran STAD Berbasis Kartu
Masalah dan CTL Melalui Pemanfaatan LKS Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan SPLDV Kelas VIII Semester 1
SMP N 2 Nalumsari Jepara Tahun Ajaran 2010/2011.
Skripsi ini dinyatakan telah siap diajukan di sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI
Semarang.
Semarang, 2010

Pembimbing I Pembimbing II


Drs.Djoko Purnomo, M.M Prof.Dr.Sunandar, M.Pd
NIP.19560727 198303 1 002 NIP.19620815 198703 1 002




LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Studi Komparasi Model Pembelajaran STAD Berbasis Kartu
Masalah dan CTL Melalui Pemanfaatan LKS Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Pokok Bahasan SPLDV Kelas VIII Semester 1 SMP N 2 Nalumsari Jepara
Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang
Panitia Ujian Skripsi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang pada:
Hari : kamis
Tanggal :26 Agustus 2010
Panitia Ujian
Ketua, Sekretaris,

Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si. Drs. Rasiman, M.Pd.
NIP. 19690826 199403 1 003 NIP. 19560218 198603 1 001
Anggota Penguji
Penguji I
Drs. Djoko Purnomo, M.M.
NIP.19560727 198303 1 002 (................................)
Penguji II
Prof. Dr. Sunandar, M.Pd
NIP.19620815 198703 1 002 (.................................)
Penguji III
Drs. Rasiman, M.Pd
NIP. 19560218 198603 1 001 (.................................)



MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
o ilmu ilmu ilmu ilmu itu tidak bernilai tetapi yang membuat bernilai adalah penggunaan itu tidak bernilai tetapi yang membuat bernilai adalah penggunaan itu tidak bernilai tetapi yang membuat bernilai adalah penggunaan itu tidak bernilai tetapi yang membuat bernilai adalah penggunaan
ilmu itu sendiri. ilmu itu sendiri. ilmu itu sendiri. ilmu itu sendiri.
o Harapan itu penting karena dengan harapan manusia bisa selalu tetap Harapan itu penting karena dengan harapan manusia bisa selalu tetap Harapan itu penting karena dengan harapan manusia bisa selalu tetap Harapan itu penting karena dengan harapan manusia bisa selalu tetap
hidup untuk menjalani kehidupannya. hidup untuk menjalani kehidupannya. hidup untuk menjalani kehidupannya. hidup untuk menjalani kehidupannya.
PERSEMBAHAN
1. 1. 1. 1. Thanks for God, yang telah memberikan Thanks for God, yang telah memberikan Thanks for God, yang telah memberikan Thanks for God, yang telah memberikan
jalan jalan jalan jalan kemudahan dalam penyusunan skripsi kemudahan dalam penyusunan skripsi kemudahan dalam penyusunan skripsi kemudahan dalam penyusunan skripsi
ini ini ini ini. .. .
2. 2. 2. 2. Untuk Ibu dan Ayah yang senantiasa Untuk Ibu dan Ayah yang senantiasa Untuk Ibu dan Ayah yang senantiasa Untuk Ibu dan Ayah yang senantiasa
membimbing dan membimbing dan membimbing dan membimbing dan mendoakan untuk mendoakan untuk mendoakan untuk mendoakan untuk
kelulusanku kelulusanku kelulusanku kelulusanku. .. .
3. 3. 3. 3. Untuk Untuk Untuk Untuk adekku tersayan adekku tersayan adekku tersayan adekku tersayang gg g yang yang yang yang selalu dihati selalu dihati selalu dihati selalu dihati
memberiku motivasi. memberiku motivasi. memberiku motivasi. memberiku motivasi.
4. 4. 4. 4. Untuk secercah cahaya di hatiku yang Untuk secercah cahaya di hatiku yang Untuk secercah cahaya di hatiku yang Untuk secercah cahaya di hatiku yang
memberikan dorongan dan semangat da memberikan dorongan dan semangat da memberikan dorongan dan semangat da memberikan dorongan dan semangat dalam lam lam lam
menjalani hidup menjalani hidup menjalani hidup menjalani hidup. .. .
5. 5. 5. 5. Kelas C Kelas C Kelas C Kelas C matematika angkatan 2006 matematika angkatan 2006 matematika angkatan 2006 matematika angkatan 2006 yang yang yang yang
kompak selalu kompak selalu kompak selalu kompak selalu. .. .



ABSTRAK

Setyaningsih, Anita. 2010. Studi Komparasi Model Pembelajaran STAD
(Student Teams Achievement and Division) Berbasis Kartu Masalah dan CTL
(Contextual Teaching and Learnig) Melalui Pemanfaatan LKS Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan SPLDV Kelas VIII Semester 1SMP N 2
Nalumsari Tahuhn Pelajaran 2010/2011. yang bertujuan untuk mengetahui:1)
Ada atau tidaknya perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
memperoleh pengajaran menggunakan model STAD (Student Teams Achievement
and Division) dan CTL (Contextual Teaching and Learning) materi SPLDV siswa
kelas VIII semester 1 SMP N 2 Nalumsari tahun 2010/2011. 2) Ada atau tidaknya
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memperoleh pengajaran
menggunakan model STAD (Student Teams Achievement and Division) dan CTL
(Contextual Teaching and Learning) materi SPLDV siswa kelas VIII semester
SMP N 2 Nalumsari tahun 2010/2011. 3) Ada atau tidaknya perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang memperoleh pengajaran menggunakan
model STAD, CTL (Contextual Teaching and Learning) , dan Konvensional
materi SPLDV siswa kelas VIII semester 1 SMP N 2 Nalumsari tahun 2010/2011.
Sehingga dimunculkan hipotesis: Terdapat perbedaaan hasil belajar siswa
antara yang mendapatkan pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Division), dan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning), serta
pembelajaran konvensional pada materi pokok SPLDV siswa kelas VIII Semester
I SMP Negeri 2 Nalumsari.
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VIII
Semester I SMP N 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri dari 8 kelas.
Tekhnik pengambilan sampel dengan cluster random sampling (undian).
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi dan metode tes.
Hasil penelitian tahap akhir diperoleh ANOVA dengan STAD, CTL dan
konvensional Frasio(59.17) > Ftabel(4.86) ada perbedaan secara signifikan antara
ketiga metode tersebut. Secara klasikal ketuntasan belajar kelompok belajar
eksperimen 1adalah 100%, untuk kelompok eksperimen 2 adalah 96.67% untuk
kelompok control adalah 86.67%.
Maka kesimpulannya terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran STAD, CTL, dan pembelajaran konvensional pada
materi Sistem persamaan linier dua variable siswa kelas VIII semester I SMP
Negeri 2 Nalumsari Jepara.
Dari penelitian disarankan bagi para pengajar sebaiknya menggunakan
model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan materi pembelajaran
dalam proses belajar mengajar.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Komparasi Model Pembelajaran
STAD Berbasis Kartu Masalah dan CTL Melalui Pemanfaatan LKS Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan SPLDV Kelas VIII Semester 1 SMP N
2 Nalumsari Jepara Tahun Ajaran 2010/2011 dengan lancar. Skripsi ini disajikan
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan matematika. Penulis memilih judul
tersebut karena sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi yaitu
rendahnya kreativitas dan hasil belajar siswa. Solusi yang dipilih adalah dengan
menerapkan pembelajaran ini adalah dengan media Kartu Masalah dan LKS.
Penyusunan skripsi ini penulis memperoleh dukungan dan bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Muhdi , SH, M Hum sebagai Rektor IKIP PGRI Semarang.
2. Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang .
3. Drs.Rasiman M.Pd selaku ketua jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IKIP PGRI Semarang yang berkenan memberikan ijin penelitian.
4. Drs.Djoko Purnomo, M.M selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan persetujuan, arahan dan bimbingan kepada penulis.


5. Prof.Dr.Sunandar, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah menuntun,
membimbing dan memberi pengarahan yang sangat berguna dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI
Semarang yang telah memberikan bekal kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
7. Drs.Nooryadi sebagai Kepala SMP Negeri 2 Nalumsari yang telah
memberikan ijin penelitian.
8. Sri Eka Samudera, S.Pd sebagai guru Matematika SMP N 2 Nalumsari yang
telah memberikan waktu dan kerjasamanya selama penelitian.
9. Seluruh siswa kelas VIII A, B, F, dan G tahun pelajaran 2010/2011 yang
bersedia menjadi obyek penelitian.
10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan khususnya dalam pengembangan pendidikan matematika.

Semarang, Agustus 2010

Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..........................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1
B. Permasalahan................................................................................................4
C. Cara Pemecahan Masalah............................................................................6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................7
E. Penegasan Istilah..........................................................................................8
F. Sistematika Penulisan Skripsi......................................................................9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar......................................................................................11
B. Hasil Belajar...............................................................................................12
C. Faktor-Faktor Belajar........................................................................18
D. Model Pembelajaran Kooperatif................................................................21
E. Student Teams Achievment Division (STAD)............................................24


F. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)..............28
G. Kartu Masalah....................................36
H. LKS dalam Pengajaran Matematika...........................................................38
I. Tinjauan Materi SPLDV....................................................41
J. Kerangka Berfikir.......................................................................................62
K. Hipotesis Tindakan.....................................................................................63
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian.......................................................................................65
B. Desain Penelitian.......................................................................................66
C. Metode Pengumpulan Data........................................................................68
D. Instrumen Penelitian...............................................................69
E. Metode Analisis Data.................................................................................75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian......85
B. Uji Coba Instrumen...................................................................................86
C. Analisis Data Awal.89
D. Analisis Data Akhir...91
BAB V PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................................101
B. Saran.........................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN




DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Nama Siswa Kelompok eksperimen 1
Lampiran 2 : Daftar Nama Siswa Kelompok eksperimen 2
Lampiran 3 : Daftar Nama Kelompok Kontrol
Lampiran 4 : Daftar Nama Kelas Uji Coba
Lampiran 5 : Daftar Nama Kelompok Siswa Model Pembelajaran STAD
Lampiran 6 :Daftar Nama Kelompok Siswa Model Pembelajaran CTL
Lampiran 7 : Nilai ulangan siswa sebelum perlakuan kelompok
eksperimen1
Lampiran 8 : Nilai Ulangan Siswa Sebelum Perlakuan Eksperimen2
Lampiran 9 : Nilai Ulangan Siswa Sebelum Perlakuan Kontrol 2
Lampiran 10 : Tabel Normalitas Kelompok 1
Lampiran 11 : Perhitungan Normalitas Awal Eksperimen 1
Lampiran 12 : Tabel Normalitas Kelompok 2
Lampiran 13 : Perhitungan Normalitas Awal Eksperimen 2
Lampiran 14 : Tabel Normalitas Kelompok Kontrol
Lampiran 15 : Perhitungan Normalitas Awal Kelompok Kontrol
Lampiran 16 : Uji Homogenitas Awal
Lampiran 17 : Kisi-Kisi Soal Uji Coba
Lampiran 18 : Daftar Nilai Hasil Uji Coba Kelas VIII A
Lampiran 19 : Analisis Hasil Uji Coba
Lampiran 20 : Analisis Validitas Soal Uji Coba
Lampiran 21 : Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba
Lampiran 22 : Analisis Reliabilitas Uji Coba
Lampiran 23 : Analisis Daya Pembeda Butir Soal Uji Coba
Lampiran 24 : Tabel Normalitas Akhir Kelompok Eksperimen 1
Lampiran 25 : Perhitungan Normalitas Akhir Kelompok STAD
Lampiran 26 : Tabel Normalitas Akhir Kelompok CTL
Lampiran 27 : Perhitungan Normalitas Akhir Kelompok CTL
Lampiran 28 : Tabel Normalitas Akhir Kelompok Kontrol


Lampiran 29 : Perhitungan Normalitas Akhir Kelompok Kontrol
Lampiran 30 : Uji Homogenitas Akhir
Lampiran 31 : Perhitungan Anova
Lampiran 32 : Tabel Bantu Anova
Lampiran 33 : Perhitungan Ketuntasan Belajar
Lampiran 34 : RPP Model Pembelajaran STAD
Lampiran 35 : Lembar Jawab Siswa
Lampiran 36 : LKS (Lembar Kerja Siswa)
Lampiran 37 : RPP Model CTL
Lampiran 38 : RPP Model Konvensional
Lampiran 39 : Kartu Masalah
Lampiran 40 : Tabel

























BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika adalah pelajaran yang dianggap paling sulit oleh
kebanyakan siswa. Didalam kegiatan belajar mengajar matematika perlu
diciptakan situasi yang membuat siswa terlibat secara aktif dan siswa
mengalami sendiri dalam kehidupan sehari hari. Dengan demikian siswa
merasa senang mengikuti pelajaran matematika. Sehingga apa yang
diharapkan memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika sehingga
pelajaran matematikan dapat tercapai.
Sementara guru sebagai pengelola kelas mempunyai peranan sangat
dominan dalam proses belajar mengajar. Demikian juga harus mampu
meningkatkan hasil belajar siswanya terhadap pelajaran yang diberikan. Disisi
lain tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di SMP antara lain agar
siswa mampu menghadapi perubahan yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kristis, cermat, jujur dan
efektif. Hal ini jelas merupakan tuntutan yang tidak ringan dan tidak mungkin
bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan soal dan proses pembelajaran
biasa. Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka perlu dikembangkan materi
serta proses pembelajaran yang relevan yaitu sebuah strategi yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta fakta tetapi sebuah strategi yang
mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.



Sesuai dengan masalah tersebut, salah satu model pembelajaran yang tepat
adalah model kontekstual (CTL).
Selain untuk menghadapi perubahan yang selalu berkembanng siswa
diharapkan mampu menjalin kerjasama diantara siswa, oleh karena itu dalam
menggunakan model pembelajaran guru diharapkan mampu membuat kondisi
kelas yang nyaman untuk proses pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang dikenal selama ini adalah model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa bekerjasama pada
suatu tugas dalam kelompok kecil dan mereka harus mengkoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Salah satu model pembelajaran
kooperatif yaitu STAD (Student Team Achievement Division). Dalam model
pembelajaran STAD siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dalam kelas.
Jadi dengan adanya kelompok-kelompok belajar dalam kelas diharapkan
adanya kerjasama antar siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Di samping dapat memilih metode yang tepat, guru matematika dalam
pembelajaran jugadapat menggunakan media. Media yang dapat digunakan
untuk menunjang penggunaan metode kontekstual salah satunya adalah kartu
masalah. Kartu masalah yang dimaksud adalah sebuah kartu yang berisi
instruksi dari guru kepada siswa atau masalah-masalah atau soal-soal yang
mereka miliki. Tujuan dari pembelajaran dengan bantuan kartu masalah ini
untuk memacu kreatifitas dalam pembelajaran dan menumbuhkan keberanian
siswa dalam menyampaikan pendapat serta mamacu siswa untuk aktif dalam


menyelesaikan masalah pada saat proses pembelajaran sehingga dapat
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Selain kartu masalah dikenal juga media pembelajaran LKS (Lembar
Kerja Siswa). Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.
Setelah melakukan wawancara dengan Ibu Sri Eka Samudera, S.Pd
selaku guru matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari. Diperoleh data
hasil ulangan harian matematika masih rendah. Melihat kondisi tersebut maka
guru perlu memahami dan mengembangkan serta menerapkan model atau
strategi yang tepat dalam pembelajaran matematika. Dengan tujuan agar siswa
kelas VIII dapat belajar secara aktif dan mampu meningkatkan motifasi dalam
belajar matematika, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
meningkat.
Berdasarkan pengalaman dari guru matematika SMP Negeri 2
Nalumsari, menunjukkan bahwa dalam menyajikan bahan ajar matematika
kepada para siswanya terdapat berbagai kesulitan. Salah satu materi yang
masih sulit dipahami siswa kelas VIII adalah materi SPLDV (Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel), Guru juga mengalami kesulitan dalam
menyajikan materi SPLDV khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian
soal cerita. Kesulitan guru meliputi dalam hal melatih siswa untuk memahami
soal, terampil memilih dan mengidentifikasikan konsep yang relevan dan
menentukan tekhnik yang akan digunakan.


Dengan melihat permasalahan diatas maka diajukan penelitian studi
komparasi dengan judul STUDI KOMPARASI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBASIS KARTU
MASALAH DAN CTL MELALUI PEMANFAATAN LKS TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN SPLDV KELAS VIII
SEMESTER 1 SMP NEGERI 2 NALUMSARI JEPARA TAHUN AJARAN
2010/2011 .

B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta untuk
mewujudkan kesatuan pandangan dan pengertian yang berhubungan dengan
rencana penelitian ini maka perlu ditegaskan istilah istilah sebagai berikut :
1. Studi Komparasi
Studi berarti penelitian ilmiah, kajan, telaahan. Komparasi berarti
perbandingan. Komparatif berarti berkenaan atau berdasarkan
perbandingan. Studi diartikan sebagai kajian, pelajaran, penggunaan waktu
dan pikiranuntuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dan komparasi diartikan
sebagai perbandingan. Jadi studi komparasi adalah kajian untuk
membandingkan sesuatu dengan yang lain dan mana yang lebih baik dari
keduanya. Dalam penelitian ini membandingkan antara hasil belajar
peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif STAD, CTL, dan
pembelajaran konvensional.
2. Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran Kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. (Suprijono, 2009: 54)
3. Model STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara
hiterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan
kelompok. (Trianto, 2007: 52).
4. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajarn CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata.
(Nurhadi, 2004: 103).
5. Kartu Masalah
Kartu masalah yang dimaksud adalah kartu yang berisi intruksi
dari guru kepada siswa atau masalah-masalah (soal) dari siswa. Hal ini
dilakukan agar siswa dapat aktif dan kreatif dalam menyelesaikan
masalah melalui praktek penerapan hasil untuk mencapai tujuan
belajar.
6. LKS
Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.


7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan kemampuan yang dimiliki siswa
setelah mengalami proses belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikemukakan pengertian hasil adalah sesuatu yang dicapai (KBBI, 2005:
391), sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. (KBBI, 2005: 17).
8. Sitem Persamaan Linier dengan Dua Variabel
Pokok bahasan sistem persamaan linier dengan dua variabel adalah
merupakan salah satu materi pokok untuk kelas VIII semester I sesuai
kurikulum.
9. Studi Komparasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis
Kartu Masalah dan CTL Melalui Pemanfaatan LKS Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan SPLDV Kelas VIII Semester I SMP N
2 Nalumsari Tahun Ajaran 2010 / 2011.
Adalah kajian untuk membandingkan mana yang lebih baik hasil
belajar matematika siswa yang mendapat pengajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berdasarkan kartu masalah dengan
CTL dengan media LKS dan siswa yang mendapat pengajaran dengan
model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan SPLDV siswa
kelas VIII Semester I di SMP Negeri 2 Nalumsari Tahun Ajaran
2010/2011.



C. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu :
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mendapat
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis
kartu masalah dan CTL melalui pemanfaatan LKS pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.
2. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mendapat
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis
kartu masalah dan pembelajaran Konvensional, pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.
3. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mendapat
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL melalui
pemanfaatan LKS dan pembelajaran Konvensional, pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis
kartu masalah dan CTL melalui pemanfaatan LKS pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.


2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis
kartu masalah dan pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara
pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL melalui
pemanfaatan LKS dan pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan
SPLDV kelas VIII SMP Negeri 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
Untuk menumbuh kembangkan kebiasaan bekerjasama dan berkomunikasi
dengan teman dalam kelompoknya serta meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran, selain itu siswa juga dapat mengaplikasikan
pelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi Guru
Dengan diadakannya penelitian ini, guru dapat mengetahui dan
menerapkan model pembelajaran yang tepat sehingga meningkatkan
prestasi belajar siswa, selain itu guru juga dapat meningkatkan kreativitas
dalam mengajar.
3. Bagi Peneliti
Akan diperoleh pemecahan masalah dalam penelitian dan diperoleh suatu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar.


4. Bagi Sekolah
Meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika dan kualitas
sekolah, selain itu memberikan sumbangan yang baik pada sekolah itu
sendiri dalam rangka perbaikan pembelajaran.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan isi skripsi, berikut ini akan dijabarkan secara singkat
sistematika penulisan skripsi. Bagian skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu:
Bagian Pendahuluan yang berisikan Halaman Sampul, Halaman Judul,
Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata
Pengantar, Abstrak, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Lampiran.
Bagian Kedua dari skripsi ini adalah Isi dari lima Bab.
BAB I. Pendahuluan, dalam bab ini berisikan Latar Belakang Masalah,
Penegasan Istilah, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II. Landasan Teori, dalam bab ini berisikan penjelasan secara teoritis
yang secara garis besar terdiri dari Pengertian Belajar, Hasil Belajar, Faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Model STAD,
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Kartu
Masalah, Lembar Kerja Siswa (LKS) Dalam Pengajaran Matematika,
Tinjauan Materi Tentang Sistem Persamaan Linier Dua Variabel , Kerangka
Berfikir dan Hipotesis Tindakan.


BAB III. Metode Penelitian, bab ini berisi Metode Penentuan Subjek
Penelitian, Desain Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Instrumen
Penelitian, Metode Analisis Data.
BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini memuat Pelaksanaan
Penelitian, Laporan Data, Analisis Hasil Penelitian.
BAB V. Penutup, bab ini berisikan simpulan Penelitian dan Saran-saran.
Bagian akhir ini adalah bagian ketiga yang meliputi daftar pustaka dan
lampiran-lampiran.

















BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar
Banyak sekali macam kegiatan yang dapat digolongkan kepada belajar
seperti mencari arti sebuah kata dalam kamus, mengingat dan menghafal
kalimat. Tingkah laku belajar yang dilakukan diatas merupakan kegiatan
harian, sehingga lama kelamaan dalam dirinya akan terjadi suatu perubahan
dalam diri orang yang sedang belajar. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak bisa menjadi bisa, dari bodoh menjadi pandai. Belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Beberapa ahli pendidikan telah merumuskan dan menafsirkan
pengertian belajar, yaitu: (1) Menurut Whittaker (dalam Darsono, 2000: 4)
Belajar adalah proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui
latihan atau pengalaman, (2) Menurut pandangan Skinner (Mudjiono, 2009:
9) bahwa belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka
responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya
menurun, (3) Menurut Hakim (2002: 1) Belajar adalah suatu proses suatu
perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku,
(4) Menurut Herman Hudoyo (1990: 1) belajar adalah perubahan tingkah laku
yang dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama di mana
diiringi dengan kegiatan dan usaha orang itu dari yang tidak tahu menjadi



tahu. Kegiatan dan usaha dari orang itu dinamakan sebagai proses dalam
belajar.
Dari beberapa definisi belajar tersebut di atas ada satu istilah yang
terdapat dalam semua definisi, yaitu perubahan. Dapat disimpulkan bahwa
pengertian belajar secara umum adalah terjadinya perubahan pada diri orang
yang belajar karena pengalaman. Bahwa perubahan itu terlihat atau tidak,
bertahan lama atau tidak, kearah positif atau negative, dan sebagainya.

B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh
pembelajar. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan
tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa
penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus
dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan
dalam tujuan pembelajaran. (Anni, 2005: 5).
Bloom mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah
belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
a. Ranah Kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan,
kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori
berikut:


1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali
informasi (materi pelajaran) yang telah dipelajari sebelumnya.
2) Pemahaman (comprehension)
Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna
dari materi pembelajaran.
3) Penerapan (application)
Penerapan mengacu pada kemampuan menggunakan materi
pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkret.
4) Analisis (analysis)
Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam
bagianbagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya.
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan bagiam-bagian
dalam rangka membentuk struktur yang baru.
6) Penilaian (evaluation)
Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang
nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.
b. Ranah Afektif (affective domain)
Taksonomi tujuan pembelajaran afektif berhubungan dengan
perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran afektif
adalah sebagai berikut:



1) Penerimaan (receiving)
Penerimaan mengacu pada keinginan siswa untuk menghadirkan
rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik,
dan sebagainya).
2) Penanggapan (responding)
Penanggapan mengacu pada partisipasi aktif pada diri siswa.
3) Penilaian (valuing)
Penilaian berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek,
fenomena atau parilaku tertentu pada diri siswa.
4) Pengorganisasian (organization)
Pengorganisasian berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang
berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai, dan mulai
menciptakan sistem nilai yang konsisten secara internal.
5) Pembentukan pola hidup (organitation by a value complex)
Pada tingkat ranah afektif ini, individu memiliki sistem nilai yang
telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama sehingga
mampu mengembangkannya menjadi karakteristik gaya hidupnya.
c. Ranah psikomotorik (psycomotoric domain)
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukan adanya
kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi
objek, dan koordinasi syaraf.
Menurut Simpson (Gay, 1986) kategori jenis perilaku untuk ranah
psikomotorik adalah sebagai berikut:


1) Persepsi (perception)
Persepsi ini berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk
memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik.
2) Kesiapan (set)
Kesiapan mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori
ini mencakup kesiapan mental (kesiapan untuk bertindak), kesiapan
jasmani (kesiapan jasmani untuk bertindak), dan kesiapan mental
(keinginan untuk bertindak).
3) Gerakan terbimbing (guided response)
Gerakan terbimbing berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam
belajar keterampilan kompleks.
4) Gerakan terbiasa (mechanism)
Gerakan terbiasa berkaitan dengan tindakan untuk kerja gerakan yang
telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerakan dapat dilakukan
dengan sangat meyakinkan dan mahir.
5) Gerakan kompleks (complex overt response)
Gerakan kompleks berkaitan dengan kemahiran unjuk kerja dari
tindakan motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks.
6) Penyesuaian (adaptation)
Penyesuaian berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan
sangat baik sehingga individu siswa dapat meamodifikasi pola-pola
gerakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika
menemui situasi masalah baru.


7) Kreativitas (orginality)
Kreativitas mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk
disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah- masalah tertentu.
Gagne dan Briggs mengklasifikasikan tujuan pembelajaran ke dalam
lima kategori, yaitu: (1) kemahiran intelektual (intelectual skill), (2) strategi
kognitif (cognitive strategi), (3) informasi verbal (verbal information), (4)
kemahiran motorik (motor skill), (5) sikap (attitudes).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang
dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal berasal dari dalam individu yang belajar yang meliputi
faktor fisik atau jasmani dan faktor mental psikologis. Faktor fisik
misalnya keadaan badan lemah, sakit atau kurang fit dan sebagainya,
sedang faktor mental psikologis meliputi kecerdasan atau intelegensi,
minat, konsentrasi, ingatan, dorongan, rasa ingin tahu, dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu yang belajar, meliputi faktor alam
fisik, lingkungan, sarana fisik dan non fisik, pengajar serta strategi
pembelajaran yang dipilih pengajar dalam menunjang proses belajar
mengajar. (Anni, 2005: 13-14).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu
perubahan yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar dan
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Terdapat tiga taksonomi yang


disebut dengan ranah belajar yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik. Ranah kognitif mencakup enam kategori yaitu: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis
(analysis), sintesis (syntetis), penilaian (evaluation). Ranah afektif mencakup
lima kategori yaitu: penerimaan (receiving), penanggapan (responding),
penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukan pola
hidup (organitation by a value complex). Sedangkan ranah psikomotorik
mencakup tujuh kategori yaitu: persepsi (perseption), kesiapan (set), gerakan
terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan
kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), kreatifitas
(orginality).
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.

C. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Hakim (2002: 11-20) faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar,





1) Faktor biologis (Jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan
keadaan fisik atau jasmaniah individu yang bersangkutan seperti
kondisi fisik yang normal dankondisi kesehatan fisik.
2) Faktor Psikologis (Rohaniah)
a) Intelegensi (kecerdasan)
Orang yang lebih cerdas biasanya akan lebih mampu belajar
dari pada orang yang kurang cerdas. Atau dapat dikatakan bahwa
orang yang cerdas akan lebih cepat menguasai pelajaran
dibandingkan orang yang kurang cerdas meskipun fasilitas dan
waktu yang digunakan mempelajari materi pelajaran itu sama.
b) Kemauan
Kemauan merupakan faktor keberhasilan belajar karena bila
belajar didasari dengan kemauan sendiri maka hasil belajarnya akan
berhasil karena sesui dengan kemauan sendiri.

c) Bakat
Seseorang yang belajar sesuai dengan bakat yang dimiliki
maka besar kemungkinan akan berhasil.
d) Daya ingat
Dalam belajar kita harus memiliki daya ingat karena daya ingat
merupakan untuk mengingat pembelajaran yang sudah kita pelajari
sebelumnya.


e) Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu kemauan dalam memfokuskan
pikiran. Jika dalam belajar kita tidak berkonsentrasi maka apa yang
kita pelajari tidak akn masuk.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern
terdiri dari:
1) Faktor lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa karena pengaruh dari keluarga merupakan proses dari
keberhasilan belajar bila keluarga dalam keadaan kurang baik maka
siswa tersebut dalam belajar kurang maksimal karena terpengaruh
masalah keluarga.
2) Faktor Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang didiplin dan tertib dapat menunjang
keberhasilan belajar. Jika kondisi sekolah yang tidak baik maka
hubungan guru dan siswa dll, akan tidak baik maka dalam belajar tidak
berhasil dan timbul berbagai masalah, tetapi jika lingkungan sekolah
yang memadai dan memiliki hubungan sangat baik antar guru dan siswa
dll, maka belajar siswaakan maksimal.
3) Faktor Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa


dalam masyarakat. Seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat yang
semuanya mempengaruhi belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern
yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, dan faktor
ekstern yaitu faktor yang ada diluar diri individu. Faktor intern terdiri dari
faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor psikologis sendiri terdiri dari (1)
intelegensi, (2) kemauan, (3) bakat, (4) daya ingat, dan (5) konsentrasi.
Sedangkan faktor ekstern terdiri dari (1) faktor lingkungan keluarga, (2)
faktor lingkungan sekolah, (3) faktor lingkungan masyarakat.

D. Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang senantiasa mengikut
sertakan siswa untuk secara aktif dalam menyampaikan pelajaran matematika
bagi temanya.sehingga pembelajaran kooperatif menjurus pada berbagai
macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
(Nurhadi, 2004: 112).


Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan.Lima unsur tersebut adalah:
a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada
dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok
secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
b. Tanggung jawab perseorangan (personal responsibility)
Pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhasilan kelompok. Tanggung jawab perseorangan adalah
kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar
bersama.
c. Interaksi promotif (face to face promotive interaction)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan
positif.
Ciri-ciri interaksi promotif adalah: Saling membantu secara efektif dan
efisien, saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan, memproses
informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan,
saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi
serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang


dihadapi, saling percaya, saling memotivasi untuk memperoleh
keberhasilan bersama.
d. Komunikasi antar anggota (Interpersonal skill)
Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian
tujuan peserta didik harus: Saling mengenal dan memercayai, mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan
saling mendukung, mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
e. Pemrosesan kelompok (Group processing)
Pemroresan mengandung arti menilai. Melalui pemroresan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Tujua pemrosesan kelompok adalah
meningkatkan afektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap
kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
(Suprijono, 2009: 58-61)
Menurut Lungren (dalam Trianto, 2007) menyusun keterampilan-
keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan
keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal,
tingkat menengah, dan tingkat mahir.
a. Keterampilan kooperatif tingkat awal
Keterampilan kooperatif tingkat awal antara lain:
1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung
jawabnya


2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman
dengan tugas tertentu dan menggambil tanggung jawab tertentu dalam
kelompok
3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan konstribusi
4) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Keterampilan tingkat menengah antara lain:
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan
verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap
informasi
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi
lebih lanjut
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
berbeda
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan
bahwa jawaban tersebut benar
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain:
Mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan
menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
mempunyai banyak keunggulan diantaranya adalah menjadikan suasana kelas


menjadi lebih hidup karena siswa lebih aktif, adanya kerja sama dan interaksi
di antara siswa sehingga akan saling memberi informasi, saling mengingatkan
dan saling membantu dalam proses pembelajaran sehingga guru tidak
berperan sebagai pusat atau central pembelajaran.

E. Model STAD
Beberapa model cooperative learning telah dikembangkan oleh para
ahli. Beberapa model yang dikembangkan oleh para ahli diantaranya adalah
STAD. Inti dari STAD (Student Team Achievment Division) ini adalah guru
menyampaikan materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya
yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya
secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. (Suherman, 2001: 219).
Slavin (dalam Trianto, 2007) menyatakan bahwa pada STAD siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan
pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:




a. Perangkat pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan
perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP),
Buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.
b. Membentuk kelompok kooperatif.
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa
dalam kelompok adalah hiterogen dan kemampuan antar satu kelompok
dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan
kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan
latar belakang sosial.
c. Menentukan skor awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.
Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka
hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.
d. Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur
dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan
pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat
menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnyapembelajaran pada
kelas kooperatif.




e. Kerja kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif
tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini
bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam
kelompok. (Trianto, 2007: 52-53).
Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert
slavin dari Universitas John Hopkin USA. Secara umum cara penerapan
model STAD di kelas adalah sebagai berikut:
1) Kelas dibagi dalam beberapa kelompok.
2) Tiap kelompok siswa terdiri atas 4-5 orang yang bersifat heterogen, baik
dari segi kemampuan, jenis kelamin,budaya, dan sebagainya.
3) Tiap kelompok diberi bahan ajar dan tugas-tugas pembelajaran yang harus
dikerjakan.
4) Tiap kelompok didorong untuk memepelajari bahan ajar dan mengerjakan
tugas-tugas pembelajaran melalui diskusi kelompok.
5) Selama proses pembelajaran secara kelompok guru berperan sebagai
motivator dan fasilitator.
6) Tiap minggu atau dua minggu, guru melaksanakan evaluasi, baik secara
individu maupun kelompok untuk mengetahui kemampuan belajar siswa.
7) Bagi siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang
sempurna diberi penghargaan. Demikian pula jika semua kelompok
memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna maka semua kelompok
tersebut wajib diberi penghargaan. (Wena, 2009: 192-193).


Model pembelajaran kooperatif tipe STAD membantu anggota
kelompok untuk belajar memecahkan masalah yang diberikan guru.
Membentuk kelompok bekerja sama saling mengemukakan pandapat, dan
berusaha supaya anggota kelompok dapat lebih menonjol pengetahuannya.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah Untuk
menuntaskan materi pembelajaran agar siswa yang aktif karena siswa belajar
dalam kelompok, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
akademik yang berbeda sehingga akan terjadi tukar pikiran untuk
menyelesaikan tugas kelompok dengan baik, memiliki tingkat pencapaian
belajar yang lebih tinggi dan produktivitas belajar yang lebih besar, lebih
menimbulkan sikap saling menghormati pendapat orang lain dan bertanggung
jawab dan menghasilkan kepercayaan diri yang lebih besar.
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
jika ukuran kelompok terlalu besar maka akan menjadi sulit bagi kelompok
tersebut untuk berfungsi secara efektif, rawan terjadi konflik-konflik verbal
yang berkenaan dengan perbedaan pendapat anggota-anggota kelompok, guru
direpotkan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang cukup rumit.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe STAD memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan
kelemahan yang dapat diterapkan dikelas yang akan membuat siswa lebih
aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar apabila guru dengan aktif
membimbing siswa dalam proses diskusi. Selain itu, kelemahan model


pembelajaran ini dapat dikurangi apabila guru dengan kreatif menyajikan
pengajaran yang menarik bagi siswa.

F. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
Model pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan
pengetahuan yang fleksibel, yang dapat diterapkan dari suatu permasalahan
ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lainnya.
Model pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah
pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika
siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga
dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya.
Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam model
pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang
kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara
untuk menyelesaikannya.
CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer
pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan
pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Disamping itu, telah diidentifikasi enam unsur kunci CTL seperti berikut ini
(University of Washington, 2001).
a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi
siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.


b. Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang
dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada
masa sekarang dan akan datang.
c. Berfikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir
kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu,atau
memecahkan suatu masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standart: konten pengajaran
berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara
bagian, nasional, asosiasi, dan /industri.
e. Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama
rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai macam
budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Budaya-
budaya ini, dan hubungan antar budaya-budaya ini, mempengaruhi
bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak empat perspektif seharusnya
dipertimbangkan: individu siswa, kelompok siswa (seperti tim atau
keseluruhan kelas), tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat yang lebih
besar.
f. Penilaian autentik: penggunaaan berbagai macam strategi penilaian yang
secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan
dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan
kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, ceklis, dan panduan
pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa ikut aktif


berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri dan
penggunaan untuk memperbaiki ketrampilan menulis mereka. (Trianto,
2007: 102-103).
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development
(CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai
berikut:
1) Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu
peserta didik agar yang dipelajari bermakna.
2) Experiencing, belajar adalah kegiatan mengalami, peserta didik
berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan
eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan
menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
3) Applying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan
pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
4) Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui
belajar berkelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan
intersubjektif.
5) Tranferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan
memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
(Suprijono, 2009: 83-84).


Ada 7 komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme,
inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modelling), refleksi, dan penilaian autentik.
1) Konstruktivisme (construktivisme)
Belajar berdasarkan Konstruktivisme adalah mengonstruksi
pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan
akomodasi (pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif
yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru)
maupun dialektika berpikir thesa-antithesa-sinthesa.
2) Inkuiri (inquiry)
Kata kunci pembelajaran kontekstual salah satunya adalah
penemuan. Belajar penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar.
Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam keseluruhan proses
metode keilmuan sebagai langkah-langkah sistematik menemukan
pengetahuan baru atau memferivikasi pengetahuan lama.
3) Bertanya (questioning)
Pembelajaran konstekstual dibangun melalui dialog interaktif
melalui tanya jawab keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas
belajar. Dalam rangka objektivikasi pengetahuan yang dibangun melalui
intersubjektif, bertanya sangatlah penting. Bertanya adalah fondasi dari
interaksi belajar mengajar.




4) Masyarakat Belajar (learning community)
Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran
sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses
dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari
berkolaborasi dan berkooperasi. Dalam praktiknya masyarakat belajar
tewujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok
besar, mendatangkan ahli kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
5) Pemodelan (modelling)
Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting
pendemonstrasian terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan
memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan
peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.
6) Refleksi (reflection)
Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual.
Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali,
menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal
yang telah dipelajari.
7) Penilaian autentik (assesmen autentict)
Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data
dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat
melakukan pembelajaran. (Suprijono, 2009: 85-88).


Penilaian yang dilakukan menggunakan beragam sumber pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung. Assesmen autentik biasanya mengecek
pengetahuan dan keterampilan siswa pada saat itu (aktual), keterampilan,
dan disposisi yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran. Banyak cara
yang dapat dilakukan untuk melengkapi informasi mengenai kemampuan,
disposisi, kesenangan, dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika.
Beberapa teknik assesmen autentik yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut.
1) Observasi
Pengamatan langsung mengenai tingkah laku siswa dalam kegiatan
pembelajaran sangat penting dalam melengkapi data asesmen.
Observasi melalui perencanaan yang matang dapat membantu
meningkatkan keterampilan mengobservasi. Dari kegiatan observasi
semacam ini dapat diperoleh gambaran mengenai sikap dan disposisi
terhadap matematika. Catatan hasil observasi berguna bukan saja
sebagai anecdotal records untuk keperluan asesmen dan perencanaan
pembelajaran, namun diperlukan dalam menentukan tindakan yang
harus dilakukan segera ketika guru menyajikan konsep baru.
2) Asesmen diri
Assesmen ini bisa dimulai dengan memeriksa apakah pekerjaan benar
atau salah, menganalisis strategi yang dilakukan siswa lain, dan melihat
cara mana yang paling sesuai dengan pemikirannya.



3) Tes
Melalui tes dapat diperoleh informasi dan petunjuk mengenai
pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan selanjutnya daripada
sekedar menentukan skor. Sayangnya tes kurang memberi kesempatan
pada siswa untuk berpikir mengapa suatu prosedur diterapkan dan
bagaimana memecahkan masalah, jika hasil tes lebih dipentingkan dari
pada bagaimana mengerjakannya.
Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL adalah sebagai berikut.
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran/indikator.
2) Menyajikan kartu soal dan lembar kerja siswa.
3) Siswa diminta berdiskusi dengan teman sebangku untuk
menyelesaiakan lembar kerja siswa tersebut.
4) Memberikan bimbingan pada siswa.
5) Meminta salah satu siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya
didepan kelas.
6) Siswa lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan dan
mengajukan pertanyaan, kemudian dibahas bersama-sama.
7) Siswa dengan bantuan guru menarik kesimpulan.
8) Memberikan umpan balik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan model
pembelajaran kontekstual yang menekankan pada berpikir tingkat lebih
tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan
dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.


Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu kontruktivisme, inkuiri,
bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modelling), refleksi dan penilaian autentik.
Keunggulan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dimana siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara materi yang dipelajari di sekolah
dengan kehidupan mereka sehari-hari, sehingga materi yang dipelajari siswa
di sekolah akan tertanam erat dalam memori dan tidak akan mudah dilupakan
oleh siswa.

G. Kartu Masalah
Kartu masalah disini adalah sebuah kartu yang berisi instruksi dari
guru kepada siswa atau masalah-masalah (soal) dari siswa. Hal ini dilakukan
supaya dapat memacu kratifitas dalam pembelajaran, menumbuhkan
keberanian siswa dalam menyampaikan pendapatnya serta memacu
kemampuan siswa untuk aktif serta dapat mengetahui sampai mana batas
kemampuan masing masing siswa dalam mengikuti materi palajaran
yang disampaikan, sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran.
Kegunaan kartu masalah sebagai alat Bantu dalam menerapkan
metode, antara lain:
a. Merupakan alternative guru untuk mengarahkan pengajaran sesuai dengan
metode yang digunakan sebagai variasi kegiatan belajar mengajar.


b. Dapat memudahkan penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau
klasikal karena siswa dalam menyelesaikan tugas itu sesuai dengan
kecepatannya.
c. Meringankan kerja guru dalam memberikan bantuan perorangan atau
remidi
d. Dapat membangkitkan minat siswa jika kartu masalah disusun secara
manarik, sistematis dan mudah digunakan.
Contoh kartu masalah:
KARTU MASALAH

Sekolah : SMP N 2 Nalumsari
Mata Pelajaran : Matematika
Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linier
Kelas/semester : VIII / ganjil
Alokasi Waktu : 30 menit
Jenis kegiatan : Mengamati, memahami dan mencatat mana yang termasuk
variabel, koefisien dan konstanta dari permasalahan yang
berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel.

masalah : Harga 3 baju dan 2 kaos adalah Rp. 280.000,00. sedangkan
harga 1 baju dan 3 kaos adalah Rp. 210.000,00. Tentukan sistem
persamaan liniernya



misal : baju .......
kaos .......

No misalkan Variabel koefisien konstanta Persamaan linier

Baju (......)


Kaos (.....)


..........
Sistem persamaan linier yang terbentuk:
..........
Melalui kartu masalah di atas siswa harus mengembangkan pola pikir
terhadap materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel, dengan memahami
persoalan yang telah diberikan. Setelah mamahami persoalan siswa mengisi
titik-titik dan tabel yang tersedia kemudian menyusun persamaan linier. Dari
persamaan linier siswa dapat menyusun sistem persamaan liniernya.

H. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) Merupakan salah satu jenis alat bantu
pembelajaran, bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga
pembelajaran matematika.. Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang
berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus
dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk


menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan
dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan
pengembangan.
LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran
yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu
memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik
perhatian peserta didik. Paling tidak LKS sebagai media kartu. Sedangkan isi
pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki
materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus
yang efisien dan efektif. (Hidayah, 2007: 8).
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai berikut:
a. Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh
peserta didik.
b. Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah
disajikan.
c. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan
secara lisan
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam
proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
c. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan


keterampilan proses.
d. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
e. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang
dipelajari melalui kegiatan belajar.
f. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. (Suyitno, 1997: 40).
Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut.
a. Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar
LKS.
b. Menyusun peta kebutuhan LKS.
c. Menentukan judul-judul LKS.
d. Penulisan LKS.
1) Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman
khusus pengembangan silabus.
2) Menentukan alat penilaian.
3) Menyusun materi. (Abadi dalam Rahmawati, 2006: 25).
Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam
pembelajaran di sekolah.
a. Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi
sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik
yang dipakai untuk menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu


mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi
dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau
lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
b. Lembar Kerja Siswa Berstruktur.
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-
tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu
program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa
bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS
telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat
menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas,
memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada
setiap siswa.
jadi manfaat yang diperoleh dengan menggunakan LKS dalam
proses pembelajaran adalah: mengaktifkan peserta didik dalam proses
pembelajaran, membantu peserta didik mengembangkan konsep, melatih
peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan
proses, sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan
proses pembelajaran, membantu peserta didik memperoleh catatan tentang
materi yang dipelajari melaui kegiatan belajar, membantu peserta didik
untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui
kegiatan belajar secara sistematis.
(Indrianto, 1998: 14-17).


(http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=kegunaan+lembar+kerja+
siswa&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=&oq=&fp=4b52f49b
53c86ed2)

I. Tinjauan Materi sistem persamaan linier dengan dua variabel
Materi sistem persamaan linier dengan dua variabel ini merupakan
salah materi matematika SMP kelas VIII semester 1.
1. Persamaan Linier Dua Variabel
a. Pengertian Persamaan Linier Dua Variabel
Contoh:
1. 2x + 2y = 1
2.
5
2 3
=
n m

3. 5p + 6q = -20
persamaan 1,2 dan 3 mempunyai dua variabel dan masing-masing
variabel berpangkat satu. Variabel pada persamaan 1 adalah x dan y,
sedangkan variabel pada persamaan 2 adalah m dan n. persamaan
linier dengan dua variabel dapat dinyatakan dalam bentuk ax + by =c
dengan a,b,c R dan a 0, b 0.
b. Penyelesaian Persamaan Linier Dua Variabel (PLDV)
Misalkan diberikan persamaan 2x + y = 4, maka untuk
menyelesaiakannya dengan mencoba seperti berikut ini :
Cara 1 : Mencoba mensubtitusikan dua nilai pada masing masing
variabel secara bersamaan.


Misalkan diambil nilai x = 1 dan y =1
Maka 2(1) + 1 = 4
2 + 1 = 4 (salah)
Untuk x = 2 dan y = 1, maka 2(2) + 1 = 4
5 = 4 (salah)
Untuk x = 1 dan y = 2, maka 2(1) + 2 = 4
4 = 4 (benar)
Ternyata x = 1 dan y = 2 merupakan penyelesaian dari 2x + y = 4.
untuk mengetahui apakah masih ada penyelesaian lainnya, coba dengan
bilangan bilangan yang lain.
Contoh soal:
3x + 2y = 5
6x + 4y = 8
Penyelesaian:
Substitusi nilai x= 0 dan y= 1
Maka persamaan 1 menjadi 3 (0) + 2(1) =5
2 = 5 (salah)
Maka persamaan 2 menjadi 6(0) +4(1) =8
4 = 8 (salah)
Substitusi nilai x = 0 dan y =2
Maka persamaan 1 menjadi 3(0) + 2 (2) =5
4 = 5 (salah)
Maka persamaan 2 menjadi 6(0) + 4 (2) = 8


8 = 8 (benar)
Jadi untuk nilai x = 0 dan y = 2 merupakan penyelesaian dari
persamaan linier 6x + 4y = 8 tetapi bukan penyelesaian dari
persamaan linier
3x + 2y =5, jadi sistem persamaan linier dua variabel di atas tidak
mempunyai penyelesaian.
Contoh 2
x + 5y =6
3x + 15y = 18
Jawab:
Misal x = 6 dan y = 0
Maka persamaan 1 menjadi 6 + 5(0) = 6
6 =6 (benar)
Maka persamaan 2 menjadi 3(6) +15(0) = 18
18 =18 (benar)
Ternyata x = 6 dan y = 0 merupakan penyelesaian dari kedua
persamaan linier di atas, jadi penyelesaian dari sistem persamaan
liniertersebut adalah: (6,0).
Cara 2 : Mencoba hanya 1 variabel yang disubstitusi nilainya.
Misalkan nilai x = 1, maka 2(1) + y = 4
2 + y = 4
y =2
untuk x = 1 dan y = 2, maka 2(1) + 2 = 4


4 = 4 (benar)
Jadi, x = 1 dan y = 2 merupakan penyelesaian dari 2x + y = 4
Misalkan nilai y = 4, maka 2x + 4 = 4
2x = 0
x = 0
Untuk x = 0 dan y = 4, maka 2(0) + 4 = 4
0 + 4 = 4 ( benar )
Jadi, x = 0 dan y = 4, adalah penyelesaian 2x + y = 4
Berdasarkan cara kedua di atas, kita dapat menduga 2 hal berikut:
1) Jika suatu nilai disubstitusikan ke sebuah variabel, maka kita
peroleh nilai variabel lain yang keduanya merupakan
penyelesaian dari PLDV
2) Untuk sebuah PLDV, terdapat lebih dari satu penyelesaian.
c. Grafik Penyelesaian PLDV
Untuk mengetahui bentuk grafik penyelesaian PLDV yaitu dengan
mengisi tabel PLDV 2x + y = 4 dengan cara diatas.
X 0 1 2 3
Y 4 2 0 -2








2. Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
Bentuk umum persamaan linier dengan dua variabel peubah x dan y
berikut:
a
1
x + b
1
y = c
1

a
2
x + b
2
y = c
2
Bila keduanya dipotongkan maka, akan diperoleh:
a
1
x + b
1
y = c
1
x b
2
a
1
b
2
x + b
1
b
2
y = b
2
c
1

a
2
x + b
2
y = c
2
x

b
1
a
2
b
1
x + b
1
b
2
y = b
1
c
2

(a
1
b
2
- a
2
b
1
) x = b
2
c
1
- b
1
c
2
x =
1 2 2 1
2 1 1 2
b a b a
c b c b


a
1
x + b
1
y = c
1
x a
2
a
1
a
2
x + a
2
b
1
y = a
2
c
1

a
2
x + b
2
y = c
2
x

a
1
a
1
a
2
x + a
1
b
2
y = a
1
c
2 -

(a
2
b
1
- a
1
b
2
)y = a
2
c
1
- a
1
c
2
y =
1 2 2 1
1 2 2 1
b a b a
c a c a


Harga x dan y berbentuk pecahan, sehingga ada 3 kemungkinan:
a. Jika penyebut 0, maka ada satu harga x dan satu harga y
sehingga:
a
1
b
2
- a
2
b
1
0
a
1
b
2
a
2
b
1
kesimpulannya persamaan linier mempunyai satu penyelesaian
2
1
2
1
b
b
a
a




b. Jika penyebut = 0, maka tidak ada harga x dan tidak ada harga y,
sehingga:
a
1
b
2
- a
2
b
1
= 0

a
1
b
2
= a
2
b
1
kesimpulannya persamaan linier tidak mempunyai penyelesaian,
karena tidak mempunyai harga x maupun y
c. Jika pembilang = 0 dan penyebut = 0 maka ada banyak harga x
dan harga y sehingga:
b
2
c
1
- b
1
c
2
= 0
b
2
c
1
= b
1
c
2
2
1
2
1
c
c
b
b
=
2
1
2
1
2
1
c
c
b
b
a
a
= =

Kesimpulannya persamaan linier mempunyai banyak penyelesaian.
3. Menentukan sistem persamaan linier dua variabel
Untuk menentukan sistem persamaan linier dua variabel dapat
ditentukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Metode Grafik
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel denagn
metode grafik, buatlah grafik (berupa garis lurus) dari persamaan
linier yang diketahui dalam satu diagram. Koordinat titik potong
garis garis tersebut merupakan penyelesaian dari sistem
persamaan.
2
1
2
1
b
b
a
a
=

a
1
b
2
- a
2
b
1
= 0
a
1
b
2
= a
2
b
1
2
1
2
1
b
b
a
a
=



Untuk membuat grafik dari persamaan linier, tentukan koordinat
dua titik yang terletak pada grafik. Kedua titik itu dapat berupa titik
potong grafik dengan sumbu x maupun sumbu y.
Contoh:
Dengan metode grafik tentukan penyelesaian sistem persamaan x +
y = 6 dan 2x + y = 0 untuk x, y R
Penyelesaian:
Perhatikan persamaan x + y = 6
Titik potong pada sumbu x
Maka y = 0, sehingga:
x + 0 = 6
x = 6


Atau menggunakan tabel berikut:
X 0 6
Y 6 0
( x, y ) ( 0, 6 ) ( 0, 6 )

Koordinat titik potong pada
sumbu x adalah ( 6, 0 )
Perhatikan persamaan 2x y = 0
Untuk x = 0, maka
Titik potong dengan sumbu y
Maka x = 0, sehingga
0 + y = 6
y = 6
Koordinat titik potong pada
Sumbu y adalah ( 0. 6 )


2 ( 0 ) y = 0
0 y = 0
y = 0
garisnya melalui ( 0, 0 )

Atau menggunakan tabel berikut:
X 0 1
Y 0 2
( x, y ) ( 0, 0 ) ( 1, 2 )

Grafik dari sistem tersebut ditunjukan pada gambar berikut ini:
y




x
b. Metode substitusi
Substitusi berarti mengganti, menyelesaikan sistem persamaan
linier dua variabel dengan metode substitusi dilakukan dengan cara
mengganti salah satu variabel lainnya yaitu mengganti x dengan y ,
jika memuat variabel x dan y.
Contoh:
Untuk x = 1, maka
2 ( 1 ) y = 0
2 y = 0
- y = 0 2
-y = - 2
y = 2
garisnya melalui ( 1, 2 )
Koordinat titik potong kedua
grafik adalah ( 2, 4 )
Jadi penyelesaiannya adalah x = 2
dan y = 4
(2,4)
4
2
x+y=6
2x-y=0


Tentukan penyelesaian dari sistem persamaan 2x + y = 10 dan x =
2y dengan menggunakan metode substitusi
Penyelesaian
Karena pada persamaan kedua x = 2y maka gantilah x dengan 2y
pada persamaan 2x + y =10 sehingga peroleh:
2x + y = 10
2 ( 2y ) + y = 10
4y + y = 10
5 y = 10
y =
5
10

y = 2
untuk menentukan nilai x, gantilah dengan 2 pada persamaan 2x +
y = 10 atau x = 2y sehingga diperoleh:
2x + 2 = 10
2x = 10 2
2x = 8
x =
2
8

x = 4
Jadi penyelesaiannya adalah x = 4 dan y = 2
c. Metode eliminasi
Metode eliminasi dilakukan dengan menghilangkan salah satu
variabel. Pada metode eliminasi, angka dari koefisien variabel yang
Atau x = 2y
x = 2 ( 2 )
x = 4


akan dihilangkan harus sama atau menjadi sama, sedangkan
tandanya tidak harus sama.
Contoh:
Tentukan penyelesaian sistem persamaan x + y = 8 dan x y = 2,
dengan metode eliminasi
Penyelesaian:
Dari persamaan persamaan yang diketahui ternyata koefisien x
sama besar dan koefisien y juga sama besar. Penyelesaian sistem
persamaan dapat ditentukan dengan menghilangkan x atau y
sehingga penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1) Menghilangkan (mengeliminasi) y
Karena koefisien y berlawanan tandanya, maka untuk
menghilangkan y dilakukan dengan cara menjumlahkan.
x + y = 8
x y = 2
2x = 10
x =
2
10

x = 5
2) Menghilangkan (mengeliminasi) x
Karena koefisien x sama tandanya, maka untuk
menghilangkan x dilakukan dengan cara mengurangkan.
x + y = 8
x y = 2
Keterangan
x + x = 2x
y + ( - y ) = y y = 0
+
+


2y = 6
y =
2
6


y = 3
Jadi penyelesaiannya adalah x = 5 dan y = 3
Selanjutnya jika kedua persamaan diketahui tidak mempunyai
koefisien yang sama, maka persamaan yang memuat koefisien
dan variabel yang akan dihilangkan boleh dikalikan dengan
suatu bilangan, sehingga koefisien atau angka pada
koefisiennya menjadi sama.
Contoh:
Tentukan penyelesaian sistem persamaan 2x 3y = 17 dan 3x
+ y = 9 dengan metode eliminasi
Penyelesaian
Menghilangkan ( mengeliminasi ) y
2x 3y = 17 x1 2x 3y = 17
3x + y = 9 x3 9x + 3y = 27
11 x = 44
x =
11
44

x = 4
Menghilangkan (mengeliminasi) x
2x 3y = 17 x3 6x 9y = 51
3x + y = 9 x2 6x + 2y = 18
+


-11y = 33
y =
11
33


y = - 3
Jadi penyelesaiannya adalah x = 4 dan y = - 3
d. Metode determinan
Sistem persamaan linier dua variabel juga dapat diselesaikan
dengan determinan.
Bentuk umum sistem persamaan linier dua variabel dengan dua
peubah x dan y adalah sebagai berikut:
a
1
x + b
1
y = c
1

a
2
x + b
2
y = c
2

jika diselesaikan dengan metode eliminasi:
eliminasi variabel y, maka didapat:
a
1
x + b
1
y = c
1
X b
2
a
1
b
2
x + b
1
b
2
y = c
1
b
2

a
2
x + b
2
y = c
2
X b
1
a
2
b
1
x + b
1
b
2
y = c
2
b
1
_
(a
1
b
2
a
2
b
1
) x = b
2
c
1
b
1
c
2

x =
1 2 2 1
2 1 1 2
b a b a
c b c b


eliminasi variabel x, maka didapat:
a
1
x + b
1
y = c
1
X a 2 a
1
a
2
x + b
1
a
2
y = c
1
a
2

a
2
x + b
2
y = c
2
X a 1 a
2
a
1
x + a
1
b
2
y = c
2
a
1
_
(a 2 b
1
a
1
b
2
) y = a
2
c
1
a
1
c
2



y =
2 1 1 2
2 1 1 2
b a b a
c a c a


y =
1 2 2 1
1 2 2 1
b a b a
c a c a


penyebut penyelesaian x dan y adalah a
1
b
2
a
2
b
1
. Bentuk tersebut
dapat ditulis dengan notasi
2
1
2
1
b
b
a
a
yang tidak lain merupakan
determinan dari matriks

2
1
2
1
b
b
a
a
dan diberi simbol . Jika unsur
unsur koefisien x kita ganti dengan c
1
dan c
2
didapat
2
1
2
1
b
b
c
c
= c
1
b
2

b
1
c
2
, ini diberi simbol x.
Jika unsur-unsur dari koefisien y kita ganti dengan c
1
dan c
2
maka
diperoleh:
2
1
2
1
c
c
a
a
= a
1
c
2
a
2
c
1
, ini diberi simbol y. Sehingga
sistem persamaan linier dengan peubah x dan y mempunyai
penyelesaian:

=
x
x dan

=
y
y , untuk 0
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel
berikut:

2x + 3y = 19
x + y = 7


Jawab:
1
3
1
2
=
= 2. 1 3. 1 = 2 3 = -1
x =
1
3
7
19
= 19 21 = -2
y =
7
19
1
2
=14 19 = -5
2
1
2
=

=
x
x
5
1
5
=

=
y
y
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah ( ) { } 5 , 2 .
e. Metode Matriks
Dalam metode matriks ini cara yang digunakan adalah
menggunakan invers matriks. Invers matriks dapat digunakan
untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan linier. Cara
menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel dengan
matriks, hampir sama seperti menyelesaikan persamaan matriks
berbentuk AX = B, hanya saja X dan B dalam hal ini merupakan
matriks berordo 2 x 1.

2
1
2
1
b
b
a
a

y
x
=

2
1
c
c

y
x
=
1 2 2 1
. .
1
b a b a
adjoin

2
1
2
1
b
b
a
a
.

2
1
c
c



Dimana Adjoin

2
1
2
1
b
b
a
a
=

1
1
2
2
a
b
a
b

Contoh:
Selesaikan sistem persamaan linier berikut dengan matriks !
x + 7 y = 13
2 x + 5 y = 8
Jawab:
Kita nyatakan dulu sistem persamaan tersebut kedalam bentuk
matriks, yaitu:
Dari bentuk umum persamaan linier bentuk matriks

a
1
x + b
1
y = c
1
a
2
x + b
2
y = c
2

2
1
2
1
b
b
a
a

y
x
=

2
1
c
c

bentuk matriks dari SPLDV di atas adalah :

5
7
2
1

y
x
=

8
13

y
x
=
2 . 7 5 . 1
1

1
7
2
5

8
13

y
x
=

18
9
14 5
1

y
x
=

2
1



Jadi, x = -1 dan y = 2
4. Menyelesaikan Soal Cerita
Ada dua fakta mengenai SPLDV yang dapat dijadikan pegangan
untuk mengenali sebuah soal cerita, yaitu:
a. Fakta adanya dua PLDV
b. Fakta adanya dua variabel
Berdasarkan dua fakta tersebut di atas, cara mengenali soal cerita
adalah sebagai berikut :
Jika dalam sebuah soal cerita terdapat hal hal
a. Dua besaran yang nilainya belum diketahui,
b. Sekurang kurangnya terdapat dua kalilmat/ pernyataan yang
menghubungkan kedua besaran tersebut.
Maka soal cerita tersebut kemungkinan besar dapat diselesaikan
dengan menggunakan SPLDV. Dalam hal ini masih berupa
kemungkinan, karena kita belum mengetahui apakah pernyataan yang
menghubungkan kedua besaran itu bersifat linear atau tidak.
Strategi penyelesaian adalah sebagai berikut.
a. Dua besaran yang belum diketahui dimisalkan sebagai variabel
dalam SPLDV yang akan disusun.
b. Dua kalimat/ pernyataan yang menghubungkan kedua besaran
tersebut diterjemahkan ke dalam kalimat matematika. Jika
diperoleh dua PLDV, maka kedua PLDV dapat dipandang sebagai
sebuah SPLDV.


c. Kita selesaikan SPLDV yang diperoleh pada bagian b. Kemudian
penyelesaian yang diperoleh kita gunakan untuk menjawab
pertanyaan pada soal cerita aslinya.
Contoh:
Harga 2 baju dan 3 kaos adalah Rp 85.000,00, sedangkan harga 3 baju
dan 1 kaos tipe yang sama adalah Rp 75.000,00. Tentukan harga
sebuah baju dan harga sebuah kaos!
Jawab:
Pada soal cerita diatas terdapat dua besaran yang belum diketahui,
yaitu harga sebuah baju dan harga sebuah kaos. Kalimat pertama dari
soal tersebut menyiratkan adanya dua pernyataan yang
menghubungkan harga baju dan harga kaos. Indikasi ini menunjukan
bahwa soal ini kemungkinan berkaitan dengan masalah penyelesaian
sebuah SPLDV.
Langkah berikutnya adalah menetapkan variabel dan menerjemahkan
soal tersebut ke dalam kalimat matematika.
Misalkan:
Harga sebuah baju = x rupiah
Harga sebuah kaos = y rupiah, maka
Harga 2 baju dan 3 kaos : 2x + 3y = 85.000
Harga 3 baju dan 1 kaos : 3x + y = 75.000
Sistem persamaannya adalah 2x + 3y = 85.000 dan 3x + y = 75.000
Dengan metode eliminasi, maka langkah penyelesaiannya adalah sbb:


2x + 3y = 85.000 x1 2x + 3y = 85.000
3x + y = 75.000 x3 9x + 3y = 225.000
- 7x = - 140.000
x =
140.000
7


x = 20.000
2x + 3y = 85.000
2(20.000) + 3y = 85.000
40.000 + 3y = 85.000
3y = 85.000 40.000
3y = 45.000
y =
4 5 . 0 0 0
3

y = 15.000
jadi harga sebuah baju = x rupiah = Rp 20.000,00 dan harga sebuah
kaos = y rupiah = Rp 15.000,00
5. Menyelesaikan Sistem Persamaan Non Linear Dua Variabel
Contoh :
Tentukan penyelesaian sistem persamaan x
2
+ y
2
= 13 dan x
2
y
2
=5
Jawab:
Untuk menyelesaikan sistem persamaan di atas boleh dipilih salah satu
metode yang telah dipelajari
a. Metode eliminasi
x
2
+ y
2
= 13 x
2
+ y
2
= 13


x
2
y
2
=5 x
2
y
2
=5
2 y
2
= 8 2x
2
=18
y
2
= 4 x
2
= 9
y = 2 atau y = - 2 x = 3 atau x = -3
b. Metode subtitusi
x
2
+ y
2
= 13
x
2
= 13 - y
2
(subtitusi nilai x
2
pada persamaan x
2
y
2
=5 )
x
2
y
2
=5
(13 - y
2
) y
2
= 5
13 2y
2
= 5
2y
2
= 13 5
2y
2
= 8
y
2
= 4
y = 2 atau y = -2
untuk y = 2 untuk y = -2
x
2
= 13 y
2
x
2
= 13 y
2

x
2
= 13 (2)
2
x
2
= 13 (-2)
2

x
2
= 13 - 4 x
2
= 13 - 4
x
2
= 9 x
2
= 9
x = 3 atau x = -3 x = 3 atau x = -3
jadi penyelesaiannya adalah x = 3 atau -3 dan y = 2 atau -2




J. KERANGKA BERFIKIR
Untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan memecahkan masalah
dalam pembelajaran SPLDV di SMP, maka perlu dipilih model pembelajaran
yang tepat, pemilihan tersebut diharapkan menambah ketertarikan, minat,
motivasi, dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran.
Banyak sekali pilihan model yang dapat dipilih oleh guru dalam
pembelajaran dengan kelebihan dan kekurangannya. Model pembelajaran
matematika yang selama ini diterapkan masih menunjukan hasil pembelajaran
belum optimal, keaktifan siswa kurang dan interaksi antar siswa maupun
siswa dengan guru belum terlihat. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang siswa secara hiterogen. Diawali dengan penyampaian
tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan
penghargaan kelompok. Sehingga interaksi dalam proses pembelajaran akan
semakin meningkat.
Model pembelajaran CTL merupakan model pembelajaran yang
mengaplikasikan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Belajar
akan lebih bermakna karena siswa mengetahui manfaat dari pengalaman
belajar di sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian diharapkan penerapan model pembelajaran STAD
berbasis kartu masalah dan CTL melalui pemanfaatan LKS dapat
memperbaiki hasil belajar siswa


Bagan alur:














K. HIPOTESIS TINDAKAN
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
(Arikunto, 2002: 64).
Secara teknik, hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi
yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel
penelitian. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan
parameter yang akan diuji melalui statistik sampel.
Pembelajaran
Konvensional
Proses belajar
mengajar
Kesulitan proses
belajar
mengajar
Pembelajaran
STAD
Pembelajaran
CTL
Hasil Belajar
Pembelajaran STAD
evaluasi
kesimpulan
Hasil Belajar
Pembelajaran CTL
evaluasi
kesimpulan
Hasil Belajar
Pembelajaran
Konvensional
evaluasi
kesimpulan


Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar
siswa pada pembelajaran STAD berbasis kartu masalah dan pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning) melalui pemanfaatan LKS pada
materi pokok SPLDV Kelas VIII Semester I SMP Negeri 2 Nalumsari.
Yang secara operasional dirumuskan:
Ha: Terdapat perbedaaan hasil belajar siswa antara yang mendapatkan
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division), dan
pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning), serta
pembelajaran konvensional pada materi pokok SPLDV siswa kelas VIII
Semester I SMP Negeri 2 Nalumsari.
Dari hipotesis di atas dimunculkan Ho yaitu:
Ho: Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara yang mendapatkan
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division), dan CTL
(Contextual Teaching and Learning), serta pembelajaran konvensional
pada Materi Pokok SPLDV siswa Kelas VIII Semester I SMP Negeri 2
Nalumsari.









BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat diperlukan dalam melakukan penelitian maupun
dalam pembuatan laporan penelitian. Hal ini dikarenakan dalam melakukan
penelitian butuh suatu langkah-langkah yang sistematis, berencana dan mengikuti
konsep ilmiah, agar hasil dari penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas
dan bisa dipertanggungjawabkan.

A. Subjek Penelitian
a. Populasi
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas
VIII Semester I SMP N 2 Nalumsari tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri
dari tujuh kelas.
b. Sampel
Penentuan sample dari populasi yaitu diambil tiga kelas secara acak
dari kesembilan kelas VIII Semester I SMP N 2 Nalumsari. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas sample yang diambil diampu
oleh guru yang sama, mendapat materi dengan kurikulum yang sama,
menggunakan buku paket matematika yang sama, siswa duduk pada
tingkat kelas yang sama dan pembagian kelas tidak ada kelas unggulan.
Setelah dipilih, kemudian ditentukan kelas eksperimen dan kelas uji coba.





c. Variabel dalam Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian yang bervariasi (Arikunto,
1989: 89). Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas (perlakuan)
dan variabel respon (variabel tak bebas). Adapun kedua variabel tersebut adalah:
1) Variabel perlakuan atau treatmen (X) adalah model pembelajaran yaitu
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD (X
1
),
model pembelajaran CTL (X
2
) dan model pembelajaran konvensional
(X
3
).
2) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika
siswa Kelas VIII Semester I SMP N 2 Nalumsari tahun ajaran
2010/2011, yaitu:
Y
1
: Hasil belajar kelompok yang menggunakan model pembelajaran
STAD (Student Teams Achievement Division)
Y
2
: Hasil belajar kelompok yang menggunakan model pembelajaran
CTL (Contextual Teachig and Learning)
Y
3
: Hasil belajar kelompok yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.

B. Desain Penelitian
Desain adalah penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. (Suharsini Arikunto, 2002: 99).

Sampel Treatmen Post tes


Kelompok eksperimen
(E1)

(E2)

Kelompok uji coba
(E3)


X 1



X2


X3


O1



O2


O3

Keterangan:
X 1 = Model Pembelajaran STAD
X2 = Model Pembelajaran CTL
X3 = Model Pembelajaran konvensional
O1 = Ujian Siswa pada Kelas yang mendapat pengajaran dengan model
Pembelajaran STAD.
O2 = Ujian Siswa pada kelas yang mendapat pengajaran dengan model
Pembelajaran CTL.
O3 = Ujian Siswa pada kelas yang mendapat pengajaran dengan model
Pembelajaran Konvensional

C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan sebuah teknik
pengumpulan data yang memadai. Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data pada skripsi ini adalah:


a. Metode Dokumentasi
Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumentasi, peraturan-
peraturan. (Suharsimi Arikunto, 2002: 149). Metode dokumentasi ini
digunakan untuk memperoleh data tentang daftar nama dan jumlah siswa
yang menjadi subyek peneltian.
b. Metode Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat latihan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
(Arikunto, 2002: 98).
Metode tes ini dianggap merupakan alternatif terbaik untuk
mendapatkan data cerminan dari suatu eksperimen. Dengan tes inilah
diharapkan diperoleh data kuantitatif dari hipotesis yang diajukan. Adapun
bentuk soal adalah tes uraian yang terdiri dari 5 soal.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
berupa tes. Penyusunan soal tes tersebut mengacu pada silabus mata pelajaran
matematika pada kurikulum 2006 (KTSP).
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang
dibuat berupa tes yang disusun dalam bentuk tes uraian yang terdiri dari enam
butir soal, dimana dalam pemilihan soal harus memperhatikan:


a. Bahan atau materi yang ditanyakan lebih spesifik.
b. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan soal relatif lama.
Tes digunakan sebagai alat pengumpul data, sehingga setiap item dari
tes tersebut harus memenuhi persyaratan baik dalam hal daya pembeda,
tingkat kesukaran, validitas dan reliabilitas item soal.
1. Validitas Butir Soal
Untuk menentukan validitas tes digunakan rumus-rumus product
moment sebagai berikut:
( )( )
( ) ( ) { } ( ) ( ) { }
2
2
2
2


=
Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy

Keterangan:

xy
r = Kooefisien korelasi antara X dan Y
X = Skor butir soal nomor tertentu
Y = Skor total
N = Banyaknya data
Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menurut aturan
sebagai berikut:
0,00 sampai 0,20 korelasi hampir tidak ada
0,21 sampai 0,40 korelasi rendah
0,41 sampai 0,60 korelasi sedang
0,61 sampai 0,80 korelasi tinggi
0,81 sampai 1,00 korelasi sempurna
(Arikunto, 2002: 72).


2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. (Arikunto, 1998: 170).
Untuk menguji reliabilitas tes akan digunakan rumus Alpha yaitu:

=
2
2
11
1
1
t
b
k
k
r


Keterangan:

11
r : reliabilitas yang dicari
k : banyaknya butir soal

2
b
: jumlah varian skor tiap-tiap butir

2
t
: varian tabel
Rumus varian butir soal:
( )


=
2
2
2
b

Setelah diperoleh
11
r kemudian dikonsultasikan dengan harga r
product moment. Instrumen dikatakan reliabel jika
tabel
r r >
11
.
Klasifikasi reliabilitas:
0,81
11
r 1,00 = sangat tinggi
0,61
11
r 0,80 = tinggi
0,41
11
r 0,60 = cukup
0,21
11
r 0,40 = rendah


0,01
11
r 0,20 = sangat rendah. (Arikunto, 2002: 75).
3. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. sebaliknya soal yang terlalu sukar
akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Rumus yang
digunakan adalah:
JB
B
P =
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JB = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan klasifikasi:
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.
(Arikunto, 2002: 207).
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Teknik yang digunakan untuk


menghitung daya pembeda bagi tes bentuk esai adalah dengan menghitung
perbedaan dua buah rata-rata (mean) yaitu antara rata-rata dari kelompok
atas dengan rata-rata dari kelompok bawah untuk tiap-tiap item.
Rumus
( )

1
) (
2
2
2
1
ni ni
x x
ML MH
t
Keterangan :
MH = rata-rata dari kelompok atas
ML = rata-rata dari kelompok bawah

2
1
x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelomok atas

2
2
x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelomok bawah
ni = 27% x N (HG dan LG sama besar)
N = Jumlah sample
Klasifikasi
Daya pembeda signifikan apabila
hitung
t
tabel
t dengan
dk = ( n
1
1 ) + ( n
2
1 ) dengan = 5 %
(Arifin, 1991: 141).

E. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesa dalam rangka penarikan
kesimpulan mencapai tujuan penelitian analisa data merupakan suatu cara
untuk mengolah data hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:


1. Analisis Awal
Dalam analisis awal ini data yang digunakan adalah nilai harian
yang digunakan untuk uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas Sampel
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal, maka digunakan uji kenormalan dengan uji
liliefors. Adapun langkah-langkahnya:
1) Pengamatan x
1
, x
2
, x
3
, , x
n
dijadikan bentuk baku z
1
, z
2
, z
3
,
, z
n
dengan menggunakan rumus
i
Z =
S
x x
i


2) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang : F(z
1
) =
P(z z
i
).
Selanjutnya dihitung proporsi z
1
, z
2
, z
3
, , z
n
yang lebih kecil
atau sama dengan z
i
. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(z
i
)
maka ( )
( )
n
z yang z ,...., z , z , z banyaknya
z S
i n 3 2 1
i

=
3) Hitung selisih F(z
i
) S(z
i
)
4) Ambil harga yang paling besar di antara harga mutlak selisih
tersebut, sebutlah harga terbesar ini L
0.

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, bandingkan L
o

ini dengan nilai kritis L untuk taraf nyata 2 yang dipilih.
Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi


normal jika L
o
yang diperoleh dari data pengamatan melebihi 1 dari
daftar normal. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima.
(Sudjana, 1996: 466 467).
b. Uji Homogenitas Sampel
Pasangan hipotesa nol dan hipotesa alternatifnya yang akan
diuji adalah:
H
0
=
2
2
2
1
=
H
1
=
2
2
2
1

Uji homogenitas sampel digunakan untuk mengetahui
kelompok-kelompok sampel yang berasal dari populasi yang sama.
Untuk mengetahui homogenitas sampel dalam penelitian akan diuji
Bartlett.
Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett:
Sample
ke-
Dk 1/dk
2
i
S
Log
2
i
S
(dk) log
2
i
S
1
2
.
.
.
n
1
1
n
2
1
.
.
.
1/(n
1
1)
1/(n
2
1)
.
.
.
log
2
1
S
log
2
2
S .
.
.


.
.
.
(n
1

1)log
2
1
S
(n
2
1)
lo
2
2
S
.


K n
k
1 1/(n
k
1)

2
k
S
log
2
k
S
.
.
(n
k
1)
lo
2
k
S
Jumlah (n
i

1)

) 1 (
1
i
n

(n
i

1)log
2
1
S

Dari uji Bartlett digunakan statistik Chi kuadrat.
2
= (In 10)
{B - (n
i
1) log
2
1
S } di mana
2

(1-)(k-1)
didapat dari daftar
distribusi chi kuadrat dengan peluang (1 - ) dan dk = (k 1).
(Sudjana, 1996: 261 263).
2. Analisis Akhir
a. Uji Normalitas Data
Agar kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari Uji
normalitas digunakan untuk mengetauhui apakah hasil belajar
siswa berdistribusi normal atau tidak.
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal, maka digunakan uji kenormalan dengan uji
liliefors. Adapun langkah-langkahnya:


1) Pengamatan x
1
, x
2
, x
3
, , x
n
dijadikan bentuk baku z
1
, z
2
, z
3
,
, z
n
dengan menggunakan rumus
i
Z =
S
x x
i


2) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang : F(z
1
) =
P(z z
i
).
Selanjutnya dihitung proporsi z
1
, z
2
, z
3
, , z
n
yang lebih kecil
atau sama dengan z
i
. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(z
i
)
maka ( )
( )
n
z yang z ,...., z , z , z banyaknya
z S
i n 3 2 1
i

=
3) Hitung selisih F(z
i
) S(z
i
)
4) Ambil harga yang paling besar di antara harga mutlak selisih
tersebut, sebutlah harga terbesar ini L
0.

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, bandingkan L
o

ini dengan nilai kritis L untuk taraf nyata 2 yang dipilih.
Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi
normal jika L
o
yang diperoleh dari data pengamatan melebihi 1 dari
daftar normal. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima.
(Sudjana, 1996: 466 467).
b. Uji Anova satu jalur (Oneway Anova)
Anova (Analysis Of Variance) merupakan bagian dari metoda
analisis statistika yang tergolong analisis komparatif
(perbandingan) lebih dari dua rata-rata. Tujuan dari uji anova satu
jalur ialah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata.


Sedangkan gunanya untuk menguji kemampuan generalisasi.
Maksudnya dari signifikansi hasil penelitian (anova satu jalur). Jika
terbukti berbeda berarti kedua sampel tersebut dapat
digeneralisasikan artinya data sampel dapat mewakili populasi.
Anova pengembangan atau penjabaran lebih lanjut dari uji-t
(t
hitung
). Uji-t atau uji-z hanya dapat melihat perbandingan dua
kelompok data saja. Sedangkan anova satu jalur lebih dari dua
kelompok data, contohnya: 1) perbedaan prestasi belajar statistika
antara mahasiswa tugas belajar (X1), izin belajar (X2) dan umum
(X3). 2) Motivasi kerja pegawai diklat dari eselon I (X1), eselon II
(X2) , Eselon III (X3), eselon IV (X4).
Anova lebih dikenal dengan uji-F (Fisher Test), sedangkan
arti variasi itu asal usulnya dari pengertian konsep Mean Square
atau kuadrat rerata (KR), rumus sistematisnya:
KR =
db
JK

dimana :
JK = Jumlah kuadrat (some of square)
db = derajat bebas ( degree of freedom)
menghitung nilai anova atau F (F
hitung
) dengan rumus:
F
hitung
=
D
A
V
V
=
D
A
KR
KR
=
D D
A A
db JK
db JK
:
:
=
mGroup VarianDala
rGroup VarianAnta





LANGKAH-LANGKAH ANOVA SATU JALUR:
1) Uji atau asumsikan bahwa data masing-masing dipilih secara
acak.
2) Uji atau asumsikan bahwa data masing-masing berdistribusi
normal.
3) Uji atau asumsikan bahwa data masing-masing homogen.
4) Tulis H
a
dan H
o
dalam bentuk kalimat.
5) Tulis H
a
dan H
o
dalam bentuk statistik.
6) Buat tabel penolong anova sebagai berikut:
TABEL ANOVA
Nomor
Responden
Variabel Bebas

X
1
X
2
X
3
X
n





n
1
N
2
n
3
n
n
N
X
1
X
2
X
3
X
n
X
X
1
X
2
X
3
X
n

S
2
1
S
2
2
S
2
3
S
2
n


7) Hitung jumlah kuadrat rata-rata dengan rumus:


JK
R
=
n
n
n n n n + + + +
+ + + +
...
) ... (
3 2 1
2
3 2 1


8) Hitung jumlah kuadrat antarkelompok dengan rumus:
JK
A
=
1
2
1
) (
n

+
2
2
2
) (
n

+
3
2
3
) (
n

+
......
......
+
n
n
n
2
) (
- JK
R

9) Hitung jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus:
JK
D
=
2
JK
R
- JK
A

10) Hitung derajat kebebasan rata-rata dengan rumus:
dk
rata-rata
= 1
11) Hitung derajat kebebasan antarkelompok dengan rumus:
dk
A
= k 1
di mana k = banyak kelompok.
12) Hitung derajat kebebasan dalam kelompok dengan rumus:
dk
D
= N k
di mana N = jumlah seluruh anggota sampel.
13) Hitung rata-rata jumlah kuadrat antar kelompok dengan rumus:
RK
rata-rata
=
R
R
dk
JK

14) Hitung rata-rata jumlah kuadrat antarkelompok dengan rumus:
RK
A
=
A
R
dk
JK

15) Hitung rata-rata jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus:
RK
D
=
D
D
dk
JK



16) Cari F
hitung
dengan rumus:
F
hitung
=
A
A
RK
RK

17) Tetapkan taraf signifikansi ()
18) Cari F
tabel
dengan rumus:
F
tabel
= F
(1-)(dkA, dkB)

Dengan menggunakan tabel F didapat F
tabel

19) Masukkanlah semua nilai yang didapat ke dalam tabel anova
berikut:
Jumlah variasi
Jumlah
kuadrat (JK)
Dk
Rata-rata
kuadrat (RK)
F
Rata-rata
Antar
kelompok
Dalam
kelompok
JK
R
JK
A


JK
D
1
dk
A


dk
D
RK
R
RK
A


RK
D

F
hitung
Jumlah
2
X
n

20) Tentukan kriteria pengujiannya yaitu:
Jika F
hitung
F
tabel
, maka H
o
deterima.
21) Bandingkan F
hitung
dengan F
tabel



22) Buatlah kesimpulannya.
23) Seandainya ternyata H
o
ditolak, maka perhitungan dilanjutkan agar
dapat diketahui pasangan mana yang berbeda dengan
menggunakan uji t atau uji Scheffe atau uji Tukey.
c. Ketuntasan Belajar
Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran digunakan
kriteria ketuntasan belajar sebagai berikut:
1) Ketuntasan Belajar Individu (Perorangan)
Ketuntasan belajar siswa baik kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen dapat dirumuskan sebagai berikut:
% 100
seluruhnya max nilai jumlah
siswa diperoleh yang nilai jumlah

Apabila siswa telah menguasai sekurang-kurangnya 65%
terhadap materi setiap satuan bahasan yang diajukan.
2) Ketuntasan Belajar Klasikal
Di dalam pengukuran tuntas secara klasikal, dikatakan belajar
tuntas dengan rumus:
% 100
tes mengikuti yang siswa jumlah
belajar tuntas yang siswa jumlah

Apabila sekurang-kurangnya 85% dari siswa berhasil
mencapai tingkat penguatan yang ditetapkan.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum peneliti mengadakan penelitian sangat perlu diadakan
persiapan agar hasil yang dicapai benar-benar maksimal. Beberapa persiapan
yang dilakukan sebelum mengadakan penelitian, antara lain:
1. Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah yang meliputi
wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP N 2 Nalumsari
Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011 yang meliputi kegiatan pembelajaran
di kelas, dan situasi serta kondisi sekolah.
2. Dengan menggunakan Cluster random sampling yaitu secara acak
dipilih empat kelas dari seluruh siswa kelas VIII SMP N 2
NalumsariJepara Tahun Pelajaran 2010/2011.
3. Kemudian menentukan kelompok uji coba dan kelompok eksperimen
yaitu terpilih kelas VIII A sebagai kelas uji coba dan VIII B,VIII F,VIII
G sebagai kelas eksperimen. Kemudian mencatat nama-nama siswa kelas
VIII A, VIII B, VIII F dan VIII G beserta nilai ulangan harian pada mata
pelajaran matematika.
4. Menganalisis data awal yaitu nilai ulangan harian mata pelajaran
matematika kelas VIII SMPN 2 Nalumsari Jepara Tahun Pelajaran
2010/2011. Kemudian dianalisis sehingga diperoleh suatu kesimpulan
bahwa antara kelompok eksperimen memiliki rata-rata yang sama.


5. Menentukan soal tes uji coba yaitu soal tes tentang system persamaan
linier dua varabel.
6. Mengadakan uji coba instrument kepada siswa kelas VIII A yang
berjumlah 30 siswa. Uji coba ini diadakan dengan tujuan untuk
mengetahui validitas, reliabiltas, taraf kesukaran, dan daya pembeda dari
perangkat tes.
7. Memilih soal instrument penelitian yang akan diteskan pada kelas
eksperimen.
8. Menyebarkan perangkat tes tersebut pada kelas.

B. Hasil Uji Coba Instrumen
Untuk memperoleh alat pengambilan data yang baik dalam hal ini
berupa tes, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu pada kelas uji coba yang
telah ditentukan untuk menghasilkan soal tes yang baik pada pokok bahasan
SPLDV, maka soal tes tersebut harus memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
1. Validitas soal
Analisis validitas dilakukan untuk mengetahui apabila soal yang
disusun termasuk kategori soal valid atau tidak.
Dari hasil perhitungan validitas soal nomor 1 sampai dengan8

didapat data sebagai berikut:




Nomor Soal
xy
r

tabel
r

Kriteria Kesimpulan
1 0,525

0,361
tabel
r >
xy
r

Valid
2 0,664 0,361

tabel
r >
xy
r

Valid
3 0,256 0,361

tabel
r <
xy
r

Tidak Valid
4 0,784 0,361

tabel
r >
xy
r

Valid
5 0,649 0,361

tabel
r >
xy
r

Valid
6 0,563 0,361

tabel
r >
xy
r

Valid
7 0,227 0,361

tabel
r <
xy
r

Tidak Valid
8 0,322 0,361

tabel
r <
xy
r

Tidak Valid

Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .
Dari hasil perhitungan validitas item diperoleh untuk soal nomor 1, 2, 4,
5 dan 6 adalah soal yang valid dan nomor 3, 7, dan 8 adalah soal yang
tidak valid.
2. Reliabilitas Soal
Perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 13, dari hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus alpha didapat r
11
= 0,538.
Karena nilai r
11
terletak antara 0,41 dan 0,60 (0,41 r
11
0,60) maka
klasifikasinya cukup.
3. Taraf kesukaran soal


Analisis tingkat kesukaran dilakukan dengan tujuan mengetahui
keseimbangan item tes yang disusun.
Dari hasil perhitungan taraf kesukaran soal didapat data sebagai berikut:
Dengan,
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JB = Jumlah Peserta Tes
Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran soal, terdapat 4
soal untuk kategori mudah dan 3 soal untuk kategori sedang dan 1 soal
untuk kategori sukar. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran .
4. Daya pembeda soal
Untuk perhitungan daya pembeda dapat dibuat tabel sebagai berikut:
No.Item Daya Pembeda
1 Signifikan
NO B JB

KETERANGAN SOAL
1. 29 30 0,96 Mudah
2. 25 30 0,83 Mudah
3. 24 30 0,8 Mudah
4. 20 30 0,67 Sedang
5. 26 30 0,867 Mudah
6. 21 30 0,7 Sedang
7. 3 30 0,1 Sukar
8. 12 30 0,4 Sedang


2 Signifikan
3 Tidak Signifikan
4 Signifikan
5 Signifikan
6 Signifikan
7 Tidak Signifikan
8 Tidak Signifikan

Setelah dilakuan perhitungan daya pembeda soal terdapat 3 soal
dengan daya pembeda tidak signifikan dan 5 soal dengan daya pembeda
signifikan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .
C. Analisis Data Awal Nilai Ulangan Harian
Analisis data tahap awal diperoleh dari hasil ulangan harian kelas VIII
F, VIII G, VIII B pelajaran matematika. Data tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah ketiga kelompok eksperiment berawal dari kemampuan
prestasi belajar yang sama. Dari data tersebut dilakukan uji normalitas,
homogenitas dan ANAVA.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 1, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.136. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.136


lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 1
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 10.
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 2, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.145. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.145
lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 2
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 12.
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 3, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.123. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.123
lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 3
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran14 .
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah 3 kelompok
sebelum diberi perlakuan mempunyai varian yang sama atau tidak. Untuk
menguji homogenitas digunakan uji Bartlett.
Dari lampiran diperoleh
2
= 16,69, untuk = 5% dengan dk = 86
didapat
2
0,95(86)
= 108,62. Karena
2
hitung
<
2
table, yaitu 16,69 < 108,62
maka dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok mempunyai varians
yang sama (homogen).



D. Analisis Data Akhir Nilai Tes Evaluasi
Analisis data tahap akhir dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga
kelompok eksperiment menghasilkan hasil belajar yang berbeda pada pokok
bahasan SPLDV. Data analisis akhir hasil belajar dapat dilihat pada lampiran
26. Dari data tersebut dilakukan uji normalitas, homogenitas, ANAVA dan
persamaan rata-rata
1. Uji Normalitas
Dari lampiran 24-29 terlihat bahwa kelompok eksperimen I
(STAD), kelompok eksperimen II (CTL) dan kelompok kontrol
(konvensional) diperoleh Lo < L
tabel
pada taraf 5% dan n
1
= 30, n
1
= 30
dan n
3
= 30 sehingga sampel dari ketiga kelompok tersebut
berdistribusi normal.
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 1, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.149. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.136
lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 1
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 25.
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 2, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.130. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.130


lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 2
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 27.
Uji normalitas untuk kelompok eksperimen 3, dengan
menggunakan Uji Liliefors didapat ) ( ) (
i i
Z S Z F terbesar adalah Lo
= 0.148. Dengan N = 30 dan = 0.05 didapat L = 0.161 yang diambil
dari kritik Uji Liliefors. Ternyata dari perhitungan didapat Lo = 0.148
lebih kecil dari L = 0.161. Kesimpulan bahwa kelompok eksperimen 3
berdistribusi normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
29.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah 3 kelompok
sebelum diberi perlakuan mempunyai varian yang sama atau tidak. Untuk
menguji homogenitas digunakan uji Bartlett.
Pada tabel chi-kuadrat dengan dk = 86 dan = 5% didapat
2

tabel

= 108,62, ternyata bahwa
2

hitung
<
2

tabel
yaitu 15,540 < 108,62 Ini
berarti bahwa ketiga kelompok sampel homogenitas. Untuk
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 30.
3. Uji Anova
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar dari nilai
ulangan harian antara kelas VIII F, VIII G, dan VII B digunakan Uji
Anova Satu Jalan.



1. Ringkasan ANOVA
Sumber
Variansi
Jumlah
Kuadrat
Derajad
bebas (d)
Kuadrat
mean (M)
F Taraf
nyata
0.05
1. di antara
kelompok
(ak)

2. di dalam
kelompok
(dk)
3.
keseluruhan
(total)
74.953



55.11


130.06
3-1 = 2



90 3 =
87


89
37.48



0.6334


59.172
4,41
Kuadrat mean (M) ak = 48 . 37
2
95 . 71 ) (
= =
d
ak JmlKuadrat

Kuadrat mean (M) dk = 63 . 0
87
11 . 55 ) (
= =
d
dk jmlkuadrat

F = 17 . 59
63 . 0
48 . 37
= =
dk
ak
M
M

F
tabel(1.18)
= 4.41
Membandingkan F rasio (59.17) dengan F tabel pada taraf nyata 0.05

yakni 4.41

Ternyata F
rasio
> F
tabel
dengan demikian terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok STAD, CTL dan Kelompok kontrol. Sehingga
perhitungan dilanjutkan dengan uji- T

4. Uji T-Test




a. Kelompok STAD dan CTL
M
1
= 8.73
M
2
= 7.7
MK
d
= 1.532
n
1
= 30
n
2
= 30
t
0
=
)
30
1
30
1
( 532 . 1
7 . 7 73 . 8
+



44 . 11
09 . 0
03 . 1
06 . 0 532 . 1
03 . 1
=
=

=

t
0
= 11.44
dk = 30 + 30 2 = 58
karena nilai t
tabel
tidak ada maka dilakukan interpolasi
t
(0.975)

40
58
60
2.02
B
2.00
Menentukan nilai B
00 . 2
04 . 40 20
36 . 0 20 4 . 40
) 18 )( 02 . 0 ( ) 20 )( 02 . 2 (
20
18
02 . 0
02 . 2
60 40
58 40
2 02 . 2
02 . 2
=
=
= +
=

B
B
B
B
B
B




t
tabel
= 2
Karena t
hitung
> t
tabel
maka terdapat perbedaan antara kelompok STAD dan
CTL.

b. Kelompok STAD dan Kontrol
M
1
= 8.73
M
2
= 6.5
MK
d
= 1.487
n
1
= 30
n
2
= 30
t
0
=
)
30
1
30
1
( 487 . 1
5 . 6 73 . 8
+



617 . 25
089 . 0
23 . 2
06 . 0 487 . 1
23 . 2
=
=

=

t
0
= 25.617
dk = 30 + 30 2 = 58
karena nilai t
tabel
tidak ada maka dilakukan interpolasi
t
(0.975)

40
58
60
2.02
B
2.00
Menentukan nilai B



00 . 2
04 . 40 20
36 . 0 20 4 . 40
) 18 )( 02 . 0 ( ) 20 )( 02 . 2 (
20
18
02 . 0
02 . 2
60 40
58 40
2 02 . 2
02 . 2
=
=
= +
=

B
B
B
B
B
B

t
tabel
= 2
Karena t
hitung
> t
tabel
maka terdapat perbedaan antara kelompok STAD dan
Kontrol

c. Kelompok CTL dan Kontrol
M
1
= 7.7
M
2
= 6.5
MK
d
= 3.1
n
1
= 30
n
2
= 30
t
0
=
)
30
1
30
1
( 10 . 3
5 . 6 7 . 7
+



0084 . 0
43 . 1
2 . 1
06 . 0 10 . 3
2 . 1
=
=

=


t
0
= 0.0084
dk = 30 + 30 2 = 58
karena nilai t
tabel
tidak ada maka dilakukan interpolasi



t
(0.975)

40
58
60
2.02
B
2.00
Menentukan nilai B
00 . 2
04 . 40 20
36 . 0 20 4 . 40
) 18 )( 02 . 0 ( ) 20 )( 02 . 2 (
20
18
02 . 0
02 . 2
60 40
58 40
2 02 . 2
02 . 2
=
=
= +
=

B
B
B
B
B
B

t
tabel
= 2.00
Karena - t
tabel
< t
hitung
< t
tabel
maka terdapat tidak perbedaan antara kelompok
CTL dan Kontrol..
Dari ketiga pengujian dengan t-test tersebut memberikan informasi
bahwa, hasil belajar siswa meningkat apabila mendapat pembelajaran STAD (
kalau dengan pembelajaran CTL belum ada perbedaaan hasil belajar yang
signifikan).
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok eksperimen I (STAD) berbeda
dibandingkan dengan kelompok eksperimen II (CTL) dan kelompok kontrol.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran STAD berbeda ditinjau dari ketuntasan belajar siswa
secara individu maupun klasikal, keaktifan siswa dalam pembelajaran dan
kerjasama siswa dalam kelompok pada materi pokok system persamaan



linier dua variabel kelas VIII semester I SMP N 2 Nalumsari Jepara tahun
pelajaan 2010/2011.
5. Ketuntasan Belajar
1) Uji ketuntasan belajar kelompok eksperimen I
a) Ketuntasan belajar secara individual
Contoh perhitungan prosentase penguasaan siswa nomor absen 1
yaitu: = = % 100
maksimum skor
didapat yang skor
% 60 . 82 % 100
2 . 9
6 . 7
=
Untuk siswa nomor absen 2 sampai dengan 30 dapat dihitung
prosentase penguasaan dengan cara yang sama seperti di atas.
Ketuntasan belajar secara individual pada kelompok eksperimen I
dinyatakan sudah tercapai, hal ini dikarenakan hasil belajar atau
prosentase penguasaannya sudah lebih dari 65%.
b) Ketuntasan belajar secara klasikal
Perhitungan untuk menentukan prosentase penguasaan kelas adalah
sebagai berikut:
% 100
tes mengikuti yang siswa jumlah
belajar tuntas yang siswa jumlah
= % 100 % 100
30
30
=
Sehingga pada kelompok eksperimen I ketuntasan belajar secara
klasikal dinyatakan telah tercapai, karena hasil belajar atau
prosentase penguasaan kelas lebih dari 85%.
2) Uji ketuntasan belajar kelompok eksperimen II





a). Ketuntasan belajar secara individual
Contoh perhitungan prosentase penguasaan siswa nomor absen 1
yaitu:
% 30 . 91 % 100
2 . 9
4 . 8
= (tuntas)
Untuk siswa nomor absen 2 sampai dengan 30 dapat dihitung
prosentase penguasaan dengan cara yang sama seperti di atas.
Ketuntasan belajar secara individual pada kelompok eksperimen II
dinyatakan sudah tercapai, hal ini dikarenakan hasil belajar atau
prosentase penguasaannya sudah lebih dari 65%.
b). Ketuntasan belajar secara klasikal
Perhitungan untuk menentukan prosentase penguasaan kelas
adalah sebagai berikut:
% 67 . 96 % 100
30
29
=
Sehingga pada kelompok eksperimen II ketuntasan belajar secara
klasikal dinyatakan telah tercapai, karena hasil belajar atau
prosentase penguasaan kelas lebih dari 85%.
3) Uji ketuntasan belajar kelompok kontrol
a) Ketuntasan belajar secara individual
Contoh perhitungan prosentase penguasaan siswa nomor absen
1 yaitu:
% 19 . 76 % 100
4 . 8
4 . 6
= (tuntas)
Untuk siswa nomor absen 2 sampai dengan 30 dapat dihitung
prosentase penguasaan dengan cara yang sama seperti di atas.



Ketuntasan belajar secara individual pada kelompok kontrol
dinyatakan sudah tercapai, hal ini dikarenakan hasil belajar atau
prosentase penguasaannya sudah lebih dari 65%.
b) Ketuntasan belajar secara klasikal
Perhitungan untuk menentukan prosentase penguasaan kelas
adalah sebagai berikut:
% 67 . 86 % 100
30
26
=
Sehingga pada kelompok kontrol ketuntasan belajar secara
klasikal dinyatakan telah tercapai, karena hasil belajar atau
prosentase penguasaan kelas lebih dari 85%
E. Pembahasan
Berdasarkan analisis data seperti yang telah di uraikan di atas
diketahui bahwa dari uji anova diperoleh F
hitung
= 59,17 selanjutnya
dikonsultasikan dengan kriteria pengujian dengan = 5% dk pembilang 2
dan dk penyebut 87 diperoleh F
table
= 4,41. Ternyata harga F
hitung
> F
table

yaitu 59,17 > 4,41 maka kesimpulannya terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran STAD, CTL, dan
pembelajaran konvensional pada materi Sistem persamaan linier dua variable
siswa kelas VIII semester I SMP Negeri 2 Nalumsari Jepara.
Setelah dilakukan pembuktian antar dua sampel dengan t-test (related
berpasangan) disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang
mendapat pembelajaran STAD dengan yang mendapat pembelajaran CTL,



hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran STAD dengan yang
mendapatkan pembelajaran konvensional, hasil belajar siswa yang mendapat
pembelajaran CTL dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Dan
hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran STAD ebih tinggi
dibandingkan yang lain.
Sedangkan untuk ketuntasan belajar kelompok eksperimen I (STAD)
lebih banyak siswa yang tuntas belajarnya yaitu 30 orang dengan persentase
100%, kelompok eksperimen II (CTL) yang tuntas belajarnya adalah 29 orang
dengan persentase 96,67%, kelompok kontrol yang tuntas belajarnya adalah
26 orang dengan persentase 86,67%. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model STAD dan CTL berbeda
dibandingkan dengan model konvensional ditinjau dari ketuntasan belajar
baik individu maupun klasikal pada siswa kelas VIII semester I SMP N 2
Nalumsari tahun pelajaran 2010/2011.
Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD memberikan
hasil yang berbeda dibandingkan dengan pengajaran matematika dengan
menggunakan model CTL dan model konvensional pada materi pokok system
persamaan linier dua variable.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapat Trianto (2007: 62), yang
mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana
bertujuan untuk melatih siswa bertanggung jawab karena siswa dituntut
berpikir bersama dan melatih siswa dalam menyampaikan serta menerima



informasi untuk menguasai materi dan menularkannya pada temannya. Jadi
ada aktifitas dan kerjasama dalam sebuah kelompok.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Thomas Garry
Permadi dalam skripsinya menyatakan bahwa pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis
Kartu Masalah akan meningkatkan hasil belajar matematika dan dapat melatih
siswa dalam mengembangkan keterampilan siswa dalam berpikir dan
bekerjasama dalam tim.
Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Rina Retnowati
dalam skripsinya mengenai Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis
Masalah dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Hasil
Belajar dan Aktifitas Siswa menyatakan penerapan pendekatan kontekstual
berbasis masalah dapat meningkatkan kinerja guru, aktivitas siswa, dan
hasil belajar. Karena dalam pembelajaran ini menjadikan guru lebih kreatif
dan siswa tidak jenuh serta lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran.





BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mendapat
pembelajaran STAD, CTL, dan pembelajaran konvensional pada materi pokok
SPLDV kelas VIII SMP N 2 Nalumsari tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini
terbukti pada analisa hasil akhir dengan uji anova diperoleh F
hitung
= 59,17
selanjutnya dikonsultasikan dengan kriteria pengujian dengan = 5% dk
pembilang 2 dan dk penyebut 87 diperoleh F
table
= 4,41. Ternyata harga F
hitung
>
F
table
yaitu 59,17 > 4,41 maka kesimpulannya terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran STAD, CTL, dan pembelajaran
konvensional pada materi Sistem persamaan linier dua variable siswa kelas VIII
semester I SMP Negeri 2 Nalumsari Jepara.
. Sedangkan untuk ketuntasan belajar kelompok eksperimen I (STAD) lebih
banyak siswa yang tuntas belajarnya yaitu 30 orang dengan persentase 100%,
kelompok eksperimen II (CTL) yang tuntas belajarnya adalah 29 orang dengan
persentase 96,67%, kelompok kontrol yang tuntas belajarnya adalah 26 orang
dengan persentase 86,67%. Dan untuk keaktifan siswa dalam pembelajaran,
siswa yang mendapat pembelajaran STAD juga berbeda jika dibandingkan
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran CTL dan konvensional.



Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran STAD berbeda
signifikan bila dibandingkan dengan metode CTL dan konvensional.
B. Saran
Dari hasil penelitian, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut:
1. Guru perlu meningkatkan hasil belajar siswa dengan memilih model
pembelajaran yang tepat dan dapat memperlancar kegiatan belajar mengajar
dikelas.
2. Karena pembelajaran dengan model STAD dan CTL memberikan pengaruh
yang baik terhadap hasil belajar siswa, maka hendaknya guru mampu
menerapkan pembelajaran dengan model tersebut dalam proses belajar
mengajar.
3. Agar siswa lebih bersemangat saat pembelajaran, hendaknya guru lebih
meningkatkan motivasi yang dimiliki oleh siswa dengan berbagai cara,
misalnya cara yang paling sering digunakan adalah pemberian nilai tambahan
untuk siswa yang telah berani mengemukakan pendapatnya.








DAFTAR PUSTAKA

Adinawan, M.Cholik dan Sugijono, M.Cholik Adinawan. 2006. Matematika
untuk SMP Kelas VII Semester 2. Jakarta: Erlangga

Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES PRESS.

Arifin, Zaenal. 1991. Evaluasi Intruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara

Dahar, Ratna Wilis. 1986. Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga

Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP
Semarang Press

http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=kegunaan+lembar+kerja+siswa
&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=&oq=&fp=4b52f49b53c8
6ed2

Poerwadarminta, W. J. S. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Poerwadarminta, W. J. S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia

Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publishers

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu
Tinjauan konseptual operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai