Anda di halaman 1dari 16

1

No. ID dan Nama Peserta :


dr. Mohamad Basroni
Presenter : dr. Mohamad Basroni
No. ID dan Nama Wahana :
RSUD Muntilan, Magelang
Pendamping: 1. dr. Triyono
2. dr. Faridha Achmawati
TOPIK : BRONKOPNEUMONIA
Tanggal (Kasus) : 18 Juli 2014
Nama Pasien :By. D.D. No. RM :222120
Tanggal Presentasi : Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Faridha Achmawati
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Muntilan, Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Bayi Laki-laki, usia 1 bulan, kejang parsial, demam, sesak, batuk, tidak mau menetek,
obs. konvulsi dan bronkopneumonia
Tujuan :
Mengobati kegawatan penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan
Bahasan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara
Membahas
Diskusi Presentasi
dan Diskusi
E-mail Pos
DATA PASIEN Nama :By. D.D. No. Registrasi :222120
Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 18 Juli 2014
(14.45)
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : Obs. Kejang e/c susp. Intracranial Bleeding dd epilepsy dd meningitis
dd electrolit imbalance, Bronkopneumonia, Dehidrasi Tak Berat e/c low intake, dan
Hiponatremia
2. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) :
Pasien bayi laki-laki, usia 1 bulan, datang dibawa ke IGD RSUD Muntilan
pada tanggal 18 Juli 2014 dengan keluhan Kejang 1 hari SMRS. Kejang bayi
berupa gerakkan tangan dan kaki sebelah kanan secara berulang. Lama kejang
2

kurang lebih 2 menit. Setelah kejang bayi sadar dan menangis. Kejang tidak
disertai demam yang tinggi.
Enam hari SMRS pasien demam. Hari pertama demam tinggi, batuk (-),
pilek (-), diare (-). Bayi kemudian diperiksakan ke bidan dan mendapat obat puyer.
Demam turun. Lima hari SMRS bayi dipijatkan ke dukun pijat, kepala bayi ikut
dipijat. Empat hari SMRS bayi demam lagi dan diminumkan obat dari bidan. Dua
hari SMRS bayi mulai sesak, batuk (+), tidak mau menetek, dan demam sumer-
sumer. BAK dan BAB tidak ada masalah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Kejang sebelumnya : disangkal, Kejang demam: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan serupa: disangkal, Epilepsy: disangkal, Kejang Demam : disangkal
5. Riwayat Kelahiran:
Lahir dengan bantuan vacuum e/c ibu tidak ada tenaga untuk mengejan
BB 3400 gram, cukup bulan, ditolong dokter di RS
6. Riwayat Imunisasi :
Riwayat suntik vit K (+), Hepatitis B-0, BCG
7. Riwayat Sosio-Ekonomi : pekerjaan orang tua bayi wiraswasta, pasien Umum
DAFTAR PUSTAKA :
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia (On-
line).http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. Diakses tanggal
25 Juli 2014
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A.,
and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines
by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society
of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI

HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui patofisiologi bronkopneumonia
2. Mengetahui cara menegakkan diagnosis bronkopneumonia
3. Mengetahui penatalaksanaan bronkopneumonia
4. Mengetahui pencegahan komplikasi bronkopneumonia


3


KASUS : BRONKOPNEUMONIA
SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama :
Kejang
B. Keluhan Penyerta :
Demam, Sesak, Batuk, Tidak mau menetek
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bayi laki-laki, usia 1 bulan, datang dibawa ke IGD RSUD Muntilan
pada tanggal 18 Juli 2014 dengan keluhan Kejang 1 hari SMRS. Kejang bayi
berupa gerakkan tangan dan kaki sebelah kanan secara berulang. Lama kejang
kurang lebih 2 menit. Setelah kejang bayi sadar dan menangis. Kejang tidak
disertai demam yang tinggi.
Enam hari SMRS pasien demam. Hari pertama demam tinggi, batuk (-),
pilek (-), diare (-). Bayi kemudian diperiksakan ke bidan dan mendapat obat
puyer. Demam turun. Lima hari SMRS bayi dipijatkan ke dukun pijat, kepala bayi
ikut dipijat. Empat hari SMRS bayi demam lagi dan diminumkan obat dari bidan.
Dua hari SMRS bayi mulai sesak (+), batuk (+), tidak mau menetek, dan demam
sumer-sumer. Sesak bertambah jika bayi rewel dan tiduran, sedikit berkurang jika
bayi tenang dan digendong. Batuk (+) grok-grok, dahak tidak bisa keluar. BAK
dan BAB tidak ada masalah.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
2. Riwayat mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat epilepsy dan kejang demam : disangkal
F. Riwayat Kelahiran:
Lahir dengan bantuan vacuum e/c ibu tidak ada tenaga untuk mengejan
BB 3400 gram, cukup bulan, ditolong dokter di RS
G. Riwayat Imunisasi :
Riwayat suntik vit K (+), Hepatitis B-0, BCG
H. Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal
I. Riwayat Sosial Ekonomi
Pekerjaan orang tua bayi wirausaha, pasien Umum
4

OBJECTIVE
I PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Juli 2014 jam 14.45:
A. Keadaan Umum : sakit berat, gerakan tidak aktif, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital :
Nadi : 160 x/menit, cepat-reguler
Respirasi : 60 x / menit
Suhu : 37,6 C (per axiller)
SiO2 : 98 %
BB : 4,2 kg
PB : 48 cm
C. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (+)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam, lurus, mudah rontok (-),
mudah dicabut (-), moon face (-). UUB lunak, sedikit cekung
(+)
E. Mata : conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), katarak (-/-),
perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter
(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).
F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).
G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau
baik, foetor ex ore (-).
H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah tiphoid
(-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-),
foetor ex ore (-).
I. Tenggorokan : Tonsil (T1/T1), uvula di tengah
J. Leher : trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
limfonodi cervical (-).
K. Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar
L. Thorax : bentuk simetris, retraksi suprasternal (+), spider nevi (-),
pernafasan abdominotorakal, sela iga melebar (-),pembesaran
KGB axilla (-/-).
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
5

parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kiri atas : spatium intercostale II linea
parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah spatium intercostale V, 1 cm medial
linea medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV linea sternalis
dextra
Kesan : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Heart Rate 160 kali/menit, reguler. Bunyi jantung SI tunggal,
bunyi jantung S2 splitting , intensitas meningkat, reguler, bising
jantung (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris, kanan = kiri
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pengembangan dinding dada kanan = kiri, fremitus raba kanan =
kiri
Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah halus
(-), ronchi basah kasar (+),wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah halus
(-), ronchi basah kasar (+), wheezing (-).
M. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, distended (-),ikterik (-),
venectasi (-), sikatriks (-), striae (-), edema (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bruit (-) di hepar
Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok
6

costovertebral kiri(-), area troube tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
N. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).
O. Ekstremitas :
Extremitas superior Extremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Pucat - - - -
Akral dingin - - - -
Luka - - - -
Deformitas - - - -
Ikterik - - - -
Petekie - - - -
Sponn nail - - - -
Kuku pucat - - - -
Clubing finger - - - -
Hiperpigmentasi - - - -
Fungsi motorik 5 5 5 5
Fungsi sensorik Normal Normal Menurun Menurun
Reflek fisiologis
+2 +2
+2
meningkat
+2
meningkat
Reflek patologis - - - -

CRT < 2
Arteri Dorsalis Pedis teraba, isi cukup-cepat
Rangsang Meningeal : negative

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Pemeriksaan 18 Juli 2014 Satuan Rujukan
Hb 10,3 g/dl 13-16
Hct 29,6 % 40-48
AE 3,47 10
6
/ L 4,5-5,5
AL 22,97 10
3
/ L 5-10
AT 809 10
3
/ L 150-400
GDS 91 g/dL
Na 112,8 Mmol/L 135-148
K 4,86 Mmol/L 3,5-5,3
Cl 88,2 Mmol/L 98-106
HbsAg Negative

7

ASSESSMENT
1. Obs. Kejang e/c susp. Intracranial Bleeding
dd Epilepsi
Meningitis
Electrolit imbalance
2. Bronkopneumonia
3. Dehidrasi Tak Berat e/c low intake
4. Hiponatremia
PLANNING
I. TERAPI
1. O
2
5 lpm headbox
2. Stesolid supposituria 5 mg (per rectal) IGD datang dengan kondisi kejang
3. Pasang NGT no 5
4. Rehidrasi IVFD RL 70cc/kgBB/5jam 58.8cc/jam
5. Inj. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari 100 mg/6 jam
6. Inj. Gentamicin 6 mg/kgBB/hari 24 mg/24 jam
7. Inj. Diazepam 0,3 mg/kgBB/kali 1,2 mg intravena bila kejang bolus pelan
8. p.o. Paracetamol syr. 10 mg/kgBB/hari Cth 1/3 per 4-6 jam
9. p.o. Diazepam pulv. 0,1 mg/kgBB/kali 0,5 mg bila demam t > 38
0
C
10. koreksi hiponatremia = Na x 0,6 x BB
= (130 112,8) x 0,6 x 4,2
= 43,3 mEq 86,6 cc NaCl 3% dalam 24 jam
11. Nebulisasi 2 cc NaCl 0,9 % per 8 jam
II. MONITORING
Monitoring KU/VS/Kejang per 8 jam
CT scan kepala
Foto thorax AP
Konsul dr.Sp.A untuk mencari penyebab kejang: lumbal pungsi/ EEG





8

TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA

A. PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah
yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan
sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang
menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia
banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita
pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab
non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan
infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi
bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.

B. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)

C. ETIOLOGI
9

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit
yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

10



D. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten

E. PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
11

melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi
virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan
intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium
hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunancompliance paru dan
kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi
progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete,
2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
12

dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

F. MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-
400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;
13

dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan
sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih
tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head
bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun
rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
14

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan)
dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

I. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan)

J. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
15

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
16

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).


L. DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia (On-
line).http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. Diakses tanggal 25
Juli 2014
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A.,
and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by
the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai