Anda di halaman 1dari 2

BAB V

SIMPULAN

Trauma maksilofasial merupakan suatu trauma fisik yang mengenai wajah
dan jaringan sekitarnya. Trauma maksilofaksial dapat diklasifikasikan menjadi
dua bagian, yaitu trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah.
(Lavy CBD, Barret DS, 1995; Kumala, et al, 1998; Mansjoer, et al, 2000)
Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu
lintas, kekerasan fisk, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api.
Kecelakaan lalu lintas secara umum adalah penyebab utama trauma maksilofasial
yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa di bawah usia
50 tahun, dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria berusia 21-30 tahun.
(Obuekwe, et al, 2003; Nealon, 1996).
Pemeriksaan klinis fraktur maksilofasial dapat dilakukan dalam dua
pemeriksaan, yakni pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan radiografis yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosa
fraktur maksilofasial.
Perawatan untuk fraktur maksilofasial berbeda satu sama lain. Tetapi
sebelum perawatan defenitif dilakukan, maka hal yang pertama kali dilakukan
adalah penanganan kegawatdaruratan yakni berupa pertolongan pertama (bantuan
hidup dasar) yang dikenal dengan singkatan ABC. Apabila terdapat perdarahan
aktif pada pasien, maka hal yang harus dilakukan adalah hentikanlah dulu
perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk
membantu menghilangkan rasa nyeri (Hoyt, et al, 2008; Kellman, 2005; Hanako,
2010). Setelah penanganan kegawatdaruratan tersebut dilaksanakan, maka
perawatan definitif dapat dilakukan.
Pada laporan kasus ini, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Melalui
pemeriksaan ekstra oral, intra oral, serta pemeriksaan penunjang lainnya diketahui
bahwa diagnosa pasien yaitu fraktur Lefort I, fraktur segmental dentoalveolar a/r
32-42 disertai mobility grd 3 gigi 32-42, dan vulnus laceratum a/r gingiva 32-41
et vestibulum 31 et commisura sn et labiomentale. Adapun penatalaksanaan
fraktur maksilofacial yang dilakukan terhadap pasien ini yaitu tindakan ORIF
(Open Reduction and Internal Fixation).

Anda mungkin juga menyukai