Ilmu Gizi FK UNDIP EFEK KONSUMSI KOPI TERHADAP RISIKO OSTEOPOROSIS Permasalahan kesehatan bangsa Indonesia di jaman sekarang ini bukan lagi hanya mengenai penyakit menular atau infeksi, tetapi juga penyakit degeneratif dan defisiensi. Bahkan kecenderungan terjadinya penyakit-penyakit yang dahulu jarang diderita oleh masyarakat pada umumnya sekarang mulai menjangkiti masyarakat luas dan tidak pandang gender. Seperti halnya penyakit osteoporosis. Rendahnya kepadatan tulang dapat menjadi tanda awal dari kejadian osteoporosis. Prevalensi osteoporosis di Indonesia pada tahun 2007, seperti yang dinyatakan oleh PEROSI sudah mencapai angka 28,85% untuk laki-laki dan 32,3% untuk wanita. 1 Sementara itu, penelitian lain juga mengungkapkan adanya indikasi risiko tinggi terhadap rendahnya massa tulang dan kerapuhan serta terjadinya osteoporosis pada wanita dan laki-laki Indonesia yang berumur diatas 70 tahun. 2 Oleh karena risiko osteoporosis yang tidak hanya tertuju pada wanita, maka sebaiknya kita dapat mengetahui apa saja yang dapat menjadi faktor risiko osteoporosis tersebut. Berkaitan dengan tulang, tentunya osteoporosis memiliki banyak faktor penyebab, seperti asupan makan terkait dengan kalsium dan vitamin D, aktivitas fisik, paparan sinar matahari pagi, serta gaya hidup. Salah satu faktor yang termasuk dalam asupan dan gaya hidup adalah minum kopi. Gaya hidup dengan jam kerja sering menyebabkan para pekerja meminum kopi agar tidak mudah merasa ngantuk atau lelah. Disamping itu, kebiasaan minum kopi juga sudah menjadi kebiasaan umum yang marak di kalangan remaja ataupun dewasa sehingga tidak heran apabila tingkat konsumsi kopi masyarakat Indonesia cukup tinggi. Memang sejak dahulu kopi telah dianggap sebagai faktor supportive terhadap terjadinya penurunan kepadatan tulang. Namun ternyata, selama bertahun-tahun penelitian hal ini juga masih merupakan kontroversi. 2 Kopi merupakan minuman tidak berkarbonasi yang telah dikonsumsi secara luas bahkan cukup melekat pada orang Indonesia. Setiap kopi mengandung lebih dari seribu senyawa kimia yang berbeda, termasuk karbohidrat, lemak, senyawa-senyawa nitrogen, vitamin, mineral, alkaloid, dan senyawa fenolik. 3 Kekayaannya akan senyawa fenolik, senyawa-senyawa nitrogen, dan alkaloid membuatnya diketahui memiliki manfaat protective terhadap penyakit lain seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, kanker, dan Parkinson. Namun, di sisi lain kopi tetap memiliki sisi kontroversial jika berkaitan dengan kepadatan tulang dan osteoporosis. Penelitian yang menguji tentang pengaruh kopi terhadap diferensiasi sel- sel tulang dan kepadatan mineral tulang secara in vitro dan in vivo menghasilkan tidak adanya pengaruh dari kafein konsentrasi rendah terhadap viabilitas sel dan diferensiasi osteoblas dalam sumsum tulang MSCs (mesenchymal stem cells), tetapi secara signifikan meningkatkan diferensiasi osteoklas dalam sumsum tulang HSCs (hematopoietic stem cells) dan aktivitas resorpsi tulang. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa secara in vitro, kafein mampu meningkatkan peristiwa osteoklastogenesis. Selain itu, hasil penelitian melalui hewan percobaan juga menyatakan bahwa kafein secara signifikan mengurangi kepadatan mineral tulang dan kandungan kalsium di dalam tulang, serta meningkatkan osteoklastogenesis HSCs (hematopoietic stem cells). Dengan demikian, hasil tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa peningkatan osteoklastogenesis yang terjadi dapat menyebabkan penurunan kepadatan mineral tulang pada tikus yang diberi pakan dengan kafein. 4 Sementara itu, penelitian yang mencoba menguak efek kafein kopi terhadap kepadatan mineral tulang dari sisi lain, yaitu dari segi metabolisme kopi menawarkan hipotesa adanya pengaruh genotip CYP1A2 (enzim cytochrome P450 1A2) dari partisipan terhadap hubungan antara konsumsi kopi dan kepadatan mineral tulang. Partisipan yang memiliki aktivitas CYP1A2 dianggap memiliki daya metabolisme yang cepat. Penelitian di Swedia ini melibatkan partisipan laki- laki dan wanita, dimana asupan kafein dan kopi mereka sangat tinggi, yaitu 367 mg/ hari dan 3,2 cangkir/ hari. Terdapat bukti yang menyatakan bahwa wanita memiliki aktivitas CYP1A2 yang lebih rendah dibanding dengan laki-laki. 3 Dengan aktivitas CYP1A2 yang lebih tinggi pada laki-laki, kafein akan lebih cepat dimetabolisme dan konsentrasi dari metabolit, seperti paraxanthine akan menjadi tinggi sesuai dengan konsentrasi kafein yang diasup. Efek negatif dari konsumsi kopi terhadap tulang dapat juga disebabkan oleh hasil metabolit- metabolit kopi. Sejalan dengan teori tersebut, hasil penelitian menunjukkan adanya kepadatan mineral tulang yang lebih rendah pada partisipan yang memiliki daya metabolisme tinggi dibandingkan dengan yang rendah. Selain itu, kepadatan tulang yang lebih rendah juga ditemukan pada laki-laki yang tinggi konsumsi kopi, namun tidak ditemui hal yang sama pada wanita yang juga tinggi konsumsi kopi. Di sisi lain, penelitian tersebut tidak menemukan perbedaan yang bermakna antara partisipan berdaya metabolisme cepat dan lambat yang mengonsumsi kopi dalam jumlah sedikit, ataupun antara partisipan berdaya metabolisme lambat dengan konsumsi kopi yang tinggi dan partisipan berdaya metabolisme cepat dengan konsumsi kopi yang rendah. Penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk mengobservasi efek negatif dari kopi terhadap kepadatan mineral tulang, diperlukan metabolit kopi yang mencapai level tertentu. Dengan demikian, konsumsi kopi yang tinggi (4 cangkir atau lebih dalam sehari) dapat berkontribusi terhadap penurunan kepadatan mineral tulang pada proximal femur laki-laki dewasa. Selain itu, penurunan kepadatan mineral tulang juga lebih banyak terjadi pada konsumen yang memiliki daya metabolisme kafein yang lebih tinggi atau cepat sehingga menambah risiko terjadinya kehilangan massa tulang. 5 Selain penelitian tentang efek kafein kopi terhadap kepadatan massa tulang, penelitian lain yang tidak kalah penting untuk dipelajari adalah tentang efek kopi terhadap vitamin D dan level kalsium dalam tubuh. Konsumsi kopi dianggap memiliki interaksi dengan berbagai reseptor polimorfisme vitamin D. Partisipan dalam penelitian tersebut merupakan remaja Saudi, baik laiki-laki maupun perempuan berumur 11-14 tahun yang berjumlah total 330 orang. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, belum pernah diketahui apakah ada hubungan antara asupan kafein dengan level 25-hydroxyvitamin D yang beredar di dalam tubuh. Sejauh ini, penelitian baru menyampaikan hubungan antara asupan kafein dengan metabolisme kalsium saja. Kafein secara negatif mempengaruhi keseimbangan kalsium dengan cara mengurangi reabsorpsi kalsium pada ginjal, 4 dan dimungkinkan juga dengan mengurangi efisiensi absorpsi kalsium pada usus. Hasil peelitian epidemiologi sebelumnya telah menyatakan hubungan antara konsumsi tinggi kafein dan rendahnya kepadatan mineral tulang, serta fractures osteoporotic, yang diduga terjadi sebagai hasil dari penggantian kalsium dalam darah. Asupan kafein juga mengurangi level inositol dalam darah. Inositol merupakan faktor regulasi pada metabolisme kalsium, dan dapat secara sederhana meningkatkan ekskresi kalsium dan menurunkan absorpsi. Efek negatif kafein terhadap penyerapan kalsium sebenarnya cukup kecil, seperti mengganti sekitar satu sampai dua sendok makan susu. Asupan kafein lebih dari 300 mg/ hari dapat mempercepat kehilangan massa tulang pada tulang belakang wanita postmenopause. Terlebih, bagi wanita yang memiliki variasi genetik TT pada VDR akan memiliki risiko yang lebih besar dari efek negatif kopi bagi tulang. Hal tersebut dapat terjadi karena polimorfisme dalam gen VDR berkorelasi dengan kepadatan mineral tulang, pergantian tulang, dan kehilangan massa tulang. Pada penelitian yang mengaitkan konsumsi kopi dengan level vitamin D dalam darah dinyatakan bahwa level serum vitamin D meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi kopi. Methylxanthine, theophyline, dan kafein diketahui dapat menghambat konversi dari 25 hydroxyvitamin D3 menjadi 1,25 dihydroxyvitamin D3 dalam tubulus ginjal sehingga mengakibatkan peningkatan pada level sirkulasi vitamin D. 6 Penelitian terbaru juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi kopi dengan risiko patah tulang yang masih sering menemui ketidakjelasan. Dengan melakukan review literature secara komprehensif dan meta-analisis diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan yang benar terhadap permasalahan yang ingin diketahui. Berdasarkan hasil meta-analisis, diketahui bahwa konsumsi kopi berhubungan dengan peningkatan risiko patah tulang pada wanita dengan dosis tertentu. Konsumsi 2 dan 8 cangkir kopi per hari juga memiliki keterkaitan dengan 2% dan 54% risiko patah tulang pada wanita jika dibandingkan dengan wanita yang tidak meminum kopi. Walaupun demikian, pada laki-laki dengan konsumsi kopi yang lebih tinggi diketahui bahwa risiko patah tulang lebih rendah 24%. Beberapa penelitian prospektif kohort juga menyatakan tingginya asupan kadein berhubungan dengan peningkatan risiko 5 patah tulang panggul, patah tulang belakang, dan patah tulang pergelangan tangan, yang terutama terjadi pada wanita. Oleh karena itu, konsumsi tinggi kafein dapat menjadi faktor resiko untuk terjadi osteoporosis pada wanita. Bukti biologis juga terdapat pada penelitian ini. Pada hewan percobaan, asupan kafein menghasilkan keseimbangan kalsium negatif melalui peningkatan ekskresi kalsium pada urin dan feses. Kafein juga meningkatkan diferensiasi osteoklas dalam sumsum tulang hematopoietic cells dan mengurangi kepadatan mineral tulang pada tikus yang sedang bertumbuh. Sementara itu, penelitian pada manusia juga menghasilkan hal yang serupa. Kafein memengaruhi metabolisme kalsium dengan cara mengganggu efisiensi penyerapan kalsium, meningkatkan eksresi kalsium dalam urin, dan menurunkan ekspresi reseptor vitamin D, juga menurunkan aktivitas 1,25 dihidroxyvitamin D3-stimulated alkaline phosphatase dari osteoblas. 3 Penelitian tersebut juga melihat sisi gender sebagai sebuah perbedaan yang memiliki efek pada kepadatan massa tulang. Laki-laki dewasa muda memiliki tulang yang lebih lebar dan trabekula yang lebih tebal dibandingkan dengan wanita seusianya. Selain itu, penurunan produksi estrogen pada masa menopause dan selama sisa hidupnya, akan membuat wanita lebih mudah berisiko terkena osteoporosis dibandingkan dengan laki-laki. 7 Dari semua hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa konsumsi kopi dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko terjadinya penurunan kepadatan mineral tulang, penghambatan absorpsi kalsium, serta peningkatan level serum vitamin D. Hasil penelitian tersebut berlaku bagi laki- laki maupun wanita, tetapi risiko akan meningkat pada laki-laki karena memiliki enzim metabolisme kafein yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Namun konsumsi kopi dalam jumlah sedikit atau biasa tidak bermakna signifikan terhadap kalsium dalam tubuh maupun kepadatan massa tulang, selama konsumsi kalsium tetap dijaga agar optimal. 6 DAFTAR PUSTAKA 1. PEROSI, Indonesian Osteoporosis: Fact, Figures, and Hopes, Indonesian Osteoporosis Association, 2009. 2. Kruger et al. BMC Musculoskeletal Disorders. Bone health comparison in seven Asian countries using calcaneal ultrasound. 2013 3. Lee, Dong Ryul et al. Coffee consumption and risk of fractures: A systematic review and, doseresponse meta-analysis. Science Direct. 2014. 4. Liu, Shing Hwa et al. Caffeine Enhances Osteoclast Differentiation from Bone Marrow Hematopoietic Cells and Reduces Bone Mineral Density in Growing Rats. Wiley Online Library. 2011. 5. Hallstrm et al. Coffee consumption and CYP1A2 genotype in relation to bone mineral density of the proximal femur in elderly men and women: a cohort study. Nutrition & Metabolism. 2010 6. Al-Othman et al. Tea and coffee consumption in relation to vitamin D and calcium levels in Saudi adolescents. Nutrition Journal. 2012. 7. Liu et al. Coffee consumption and risk of fractures: a meta-analysis. 2012