Anda di halaman 1dari 20

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

KELURAHAN
(Studi Kasus Pelatihan Teknisi Telepon Selular di Kelurahan Manggarai Selatan,
Jakarta)

Gunawan, Ety Rahayu

Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

aguero.jun@gmail.com



ABSTRAK

Nama : Gunawan
Program Studi : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (Studi Kasus
Pelatihan Teknisi Telepon Selular di Kelurahan Manggarai Selatan)

Penelitian ini membahas evaluasi pelaksanaan pelatihan teknisi telepon selular pada bina
sosial program pemberdayaan masyarakat kelurahan di Kelurahan Manggarai Selatan Jakarta
Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian eveluatif.
Hasil penelitian ini mengevaluasi pelaksanaan pelatihan teknisi telepon selular pada bina
sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Manggarai Selatan.
Penelitian ini juga menjelaskan mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat pada
pelaksanaan pelatihan teknisi telepon selular.

Kata kunci: Pelatihan; Pemberdayaan Masyarakat; PPMK.


ABSTRACT

Name : Gunawan
Study Program : Social Welfare
Title : Evaluation of Village Community Empowerment Program (Case
Study of Cellular Telephone Technician Training in Kelurahan
Mangarai Selatan)

This study discusses the evaluation of the implementation of a mobile phone technician
training in social development programs to empower urban communities in Kelurahan
Mangarai Selatan in South Jakarta. This study used a qualitative approach to research
methods eveluatif. The results of this study to evaluate the implementation of a mobile phone
technician training program on social development in Kelurahan Manggarai Selatan. The
study also describes the factors supporting and inhibiting factors in the implementation of a
mobile phone technician training.

Keywords: Training; Community Development; PPMK
.


Pendahuluan

Latar Belakang Permasalahan
Menurut James Midgley (1997, h 23) kesejahteraan sosial merupakan a state or
condition of human well-being that exists when social problems are managed, when human
needs are met and social opportunities are maximized (sebuah keadaan atau kondisi
kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai masalah sosial dapat dikelola dengan baik,
ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi, dan kesempatan-kesempatan sosial dapat
dimaksimalkan). Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan kesejahteraan sosial adalah
keadaan di mana masyarakat dapat mengelola masalah-masalah sosialnya dengan baik,
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya seperti sandang, pangan, dan papan, serta dapat
meningkatkan dan merealisasiakan potensi-potensi yang ada melalui pendidikan dan
kesempatan bekarja.
Sebagai negara pancasila, Negara Indonesia harus menjamin adanya rasa keadilan bagi
seluruh rakyatnya. Hal ini seperti yang ada pada sila kelima dalam pancasila, yakni Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan yang ada harus berupaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan keadilan pada masyarakat. Dalam semua aspek kehidupan
mereka. Sebagai negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbanyak di dunia dan kekayaan alam
yang melimpah, seharusnya dapat menjadi modal pembangunan yang baik. Namun,
kesejahteraan masih menjadi impian banyak penduduk di Indonesia. Data dari situs Badan
Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2012 menunjukan masih ada 28,5 juta penduduk Indonesia
yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Di Jakarta sendiri yang merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi di Indonesia,
kesejahteraan masih menjadi masalah serius. Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut, data
dari situs BPS Jakarta menyebutkan hingga tahun Maret 2013 masih ada sekitar 354,19 ribu
atau 3,55% penduduk Jakarta yang hidup miskin. Hal ini sangat memperihatinkan bila
melihat sudah banyak upaya baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan
sembako murah terutama beras miskin (raskin), pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis,
perumahan murah, dan lain sebagainya.
Tabel Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta
Maret 2012-Maret 2013

Sumber : Data BPS Jakarta, 2013
Upaya lain guna meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk di Jakarta adalah
Program Pemberdayaan Masyarakat kelurahan (PPMK). Program ini mulai diperkenalkan
pada tahun 2001. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) ini mengedepankan
3 aspek yang dibina guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada suatu kelurahan yang
ada di Jakarta, yaitu bina fisik, bina ekonomi, dan bina sosial. Bina fisik bertujuan untuk
memperbaiki atau membuat sarana dan prasarana guna dimanfaatkan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya seperti perbaikan jalan, pembuatan taman, pembuatan sarana
olahraga, perbaikan saluran air, dan lain sebagainya. Bina ekonomi bertujuan memberi
bantuan dana bagi masyarakat yang memiliki usaha untuk meningkatkan usaha mereka.
Sedangkan bina sosial adalah upaya meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat
melalui program pelatihan maupun penyuluhan. Namun, sejak tahun 2010, bina ekonomi
sebagaimana Keputusan Gubernur No 84 Tahun 2010 diahlikan pada Koperasi Jasa
Keuangan. Hal ini disebabkan dibutuhkannya suatu badan hukum yang jelas agar dana
pinjaman yang diberikan kepada masyarakat dapat dikelola dengan baik.
Bina sosial menjadi salah satu upaya penting yang harus dilakukan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jakarta pada lingkup kelurahan. Melalui bina
sosial, masyarakat diberdayakan dengan pelatihan dan penyuluhan. Melalui pelatihan dan
penyuluhan tersebut, masyarakat yang memperoleh pelatihan mendapat pengetahuan dan
keterampilannya sehingga mereka dapat mencari pekerjaan yang dapat memberikan mereka
penghasilan. Hal ini seharusnya menjadi solusi bagi masalah pengangguran yang ada di
Jakarta. Data situs dari BPS Jakarta hingga Februari 2013 menyebutkan ada sekitar 9,94%
masyarakat Jakarta yang tidak bekerja / pengangguran dari 5,16 juta angkatan kerja.

Permasalahan
Sejak tahun 2011, bina sosial pada Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di
Kelurahan Mangarai Selatan dilaksanakan dengan target pemanfaat benar-benar masyarakat
yang memiliki masalah kesejahteraan. Pada pelatihan tahun 2011 dan 2012 dilakukan
pelatihan dan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) mobil. Pelatihan ini sangat bermanfaat
bagi para peserta pelatihan karena pelatihan ini memberikan mereka keterampilan
mengendarai mobil. Ada peserta pelatihan yang mendapatkan pekerjaan setelah mengikuti
pelatihan dan pembuatan SIM pada PPMK tahun 2011 dan 2012. Menurut Wakil Ketua LMK
Kelurahan Mangarai Selatan, Bapak Sri Sapta Satriawan, peserta pelatihan bina sosial pada
PPMK tahun 2011 dan 2012, beberapa ada yang menjadi supir pribadi di berbagai tempat.
Seperti seorang warga yang setelah ikut pelatihan mendapat peluang kerja menjadi supir
pribadi seorang pengusaha yang memiliki sebuah stasiun televisi di Indonesia. Ada juga
beberapa peserta yang setelah pelatihan menjadi supir angkutan umum.
Data dari kelurahan Mangarai Selatan menyebutkan hingga tahun 2012-2013, masih
ada sekitar 449 dari 5034 rumah tangga di kelurahan Mangarai Selatan yang masih hidup
tidak sejahtera atau Rumah Tangga Miskin (RTM) dimana ada 3 RW yang jumlah rumah
tangga miskin paling banyak, yakni RW 02, 03, dan 07. Hal ini berdasarkan jumlah penerima
beras miskin yang di data oleh petugas kelurahan. Ini menunjukan ada 8,9 % rumah tangga di
Kelurahan Mangarai Selatan masih hidup miskin. Hal lain yang menjadi masalah adalah 524
kepala keluarga pada rumah tangga di Kelurahan Mangarai Selatan berstatus tidak bekerja
atau pengangguran. Melihat keadaan pada masyarakat di Kelurahan Mangarai Selatan yang
masih banyak yang hidup tidak sejahtera, maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui
Program Perberdayaan Masyarakat Kelurahan harus tepat sasaran dan menjadi solusi bagi
masalah meningkatkan kesejahteraan penduduk yang ada di kelurahan Mangarai Selatan.
Sampai tahun 2013, PPMK telah memasuki tahun ke-13, namun angka kemiskinan di
kelurahan Manggarai Selatan masih memperihatinkan. Selain itu, selama ini, belum ada
pelaksanaan evaluasi pada pelatihan bina sosial pada Program Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan di Kelurahan Mangarai Selatan baik evaluasi dari pihak LMK Kelurahan Mangarai
Selatan maupun pihak luar yang independen. Karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan bagi pihak LMK Kelurahan Mangarai Selatan untuk melakukan pelatihan pada
bina sosial PPMK di tahun berikutnya. Pada tahun 2013 ini, LMK Mangarai Selatan kembali
melakukan pelatihan melalui bina sosial PPMK. Pelatihan yang dipilih adalah pelatihan
teknisi telepon selular. Menurut Bapak Sri Sapta, pelatihan ini dipilih karena warga yang
memilih pelatihan ini. Menurutnya, warga cenderung memilih pelatihan teknisi telepon
selular karena peluang bekerja dan membuka usaha pada bidang teknisi telepon selular cukup
baik.
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pelaksanaan pelatihan telepon selular pada bina sosial Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Mangarai Selatan
2. Menjelaskan faktor-faktor yang menghambat pada pelaksanaan pelatihan telepon selular
pada bina sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Mangarai
Selatan
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mendukung pada pelaksanaan pelatihan telepon selular
pada bina sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Mangarai
Selatan


Tinjauan Teoritis

Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan kompleks, oleh karena itu
pengertian/definisi kemiskinan sangat beragam sesuai evolusi ilmu pengetahuan atau
perkembangan ilmu sosial. Tanpa mengurangi makna konsep kemiskinan yang sudah
dipakai selama ini, maka definisi kemiskinan lebih mengikuti pemikiran konvensional
yakni mereduksi masalah kemiskinan kepada terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan
dan papan). Definisi ini diperluas ke dalam ukuran pemenuhan kebutuhan sekunder dan
tersier yang terus meningkat, tersedianya fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan dan
pasar (Suhardianto, 1999). Secara spesifik kesejahteraan dinilai dari kekurangan
pendapatan, konsumsi, pemilikan harta benda baik diam maupun bergerak, aset modal dan
stok. Nilai miminum penghasilan rumah tangga miskin adalah kurang dari 1920 kg setara
beras per rumah tangga per tahun (Sayogyo, 1978; Tjondronegoro, Soejono & Hardjono,
1996; van Oostenbrugge, van Densen & Machiels, 2004). Makin tinggi pendapatan
diasumsikan makin baik konsumsi kalori dan gizi.
Menurut Chambers (1983), kemiskinan berkaitan dengan masalah deprivasi sosial,
akses ke sumberdaya seperti air, tempat tinggal, layanan kesehatan dan sanitasi, pendidikan
serta transportasi. Akar masalah kemiskinan adalah ketergantungan, isolasi, ketidakberdayaan
(vulnerability) dan rendahnya harapan hidup. Oleh karena itu kemiskinan mempunyai
banyak sisi: ekonomi, sosial dan politik (Harris-White, 2005). Secara ekonomi penduduk
miskin tidak memiliki apa-apa (having nothing), secara sosial mereka tidak menjadi siapa-
siapa (being nothing), dan secara politik mereka tidak memperoleh hak kecuali korban
pembangunan (having no rights and being wrong). Karena multidimensi, kemiskinan itu
ibarat istilah kecantikan yang didefinisikan berbeda oleh orang yang melihatnya. Jadi
kemiskinan itu tidak bisa terlepas dari aspek politik, sehingga tidak ada definisi kemiskinan
yang paling benar: There is no one correct, scientific, agreed definition because poverty is
inevitably a political conceptand thus inherently a contested one (Alcock,1997). Strategi
nafkah rumah tangga berkelanjutan (sustainable household livelihood strategies) merupakan
salah satu upaya alternatif mengatasi kemiskinan.
Pemberdayaan Masyarakat
Payne dalam Adi (2002:162) mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan
(empowerment) pada intinya ditujuakan untuk To help the client gain power of decision and
action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to existing
power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power
from the environment to client. Sementara itu konsep pemberdayaan menurut Ife (1995:182)
tidak begitu berbeda dengan yang dikemukakan diatas Empowerment means providing
people with resources, opportunity, knowledge, and skill to increase their capacities to
determine their own future, and to participate in and affect the life of their community.
Pelatihan
Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: proses pendidikan
jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para
peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk
tujuan tertentu. Menurut Good (dalam Marzuki 1992) pelatihan adalah suatu proses
membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan. Sedangkan Michael J. Jucius
(dalam Moekijat 1991 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk
mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan guna menyelesaikan pekerjaan--
pekerjaan tertentu. Pendapat lain mengatakan bahwa pelatihan merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk
meningkatkan kinerja (Simamora, 2004).
Pendekatan dan Teknik Pelatihan
Terdapat dua pendekatan yang sering digunakan dalam sebuah organisasi, yaitu on the
job training dan off the job training (Joinson dalam Decenzo dan Robbins, 2002:217). Berikut
penjelasannya:
On the Job Training
On the Job Training di mana seseorang dilatih di sebuah lingkungan kerja. Melalui
pelatihan ini, seseorang dihadapkan dengan lingkungan kerja yang sebenarnya dengan
mengamati dan kemudian ikut melakukan suatu pekerjaan dan bukannya melalui sebuah
pelatihan pelatihan yang dilaksanakan di dalam kelas, seminar, dan sejenisnya. Dengan
demikian, pelatihan ini mengandalkan proses learning by doing.
Pelatihan jenis ini dibagi menjadi dua teknik, yaitu apprenticeship programs (sejenis
program magang kerja dan job instruction training. Dalam apprenticeship programs ini,
pengikut latihan trainee) dihadapkan dengan lingkungan kerja sebenarnya namun didampingi
oleh seorang yang lebih ahli daripada dia (supervisor).
Off the Job Training
Off the Job Training merupakan kebalikan dari on the job training. Pelatihan jenis ini
tidak melaksanakan pelatihan di dalam lingkungan kerja sebenarnya, melainkan pelatihan
dilakukan di dalam ruangan dan menggunakan teknik tersendiri, seperti di dalam kelas,
demontrasi, melalui menonton video, simulasi, dan lain sebagainya. Teknik yang digunakan
dalam metode ini, antara lain:
Tatap muka di dalam kelas (lecture)
Teknik ini merupakan teknik yang sering dipakai. Pelatihan diberikan oleh orang yang
lebih tahu kepada yang belum atau kurang tahu di dalam suatu ruangan. Jumlah pesertanya
biasanya tidak sedikit.
Program instruksi (programmed instruction)
Seiring meningkatnya teknologi, pelatihan diberikan tidak lagi menggunakan teknik
lama (lecture), tetapi menggunakan program atau media tertentu seperti video atau film.
Simulasi
Dalam teknik ini, peserta pelatihan dihadapkan dengan kejadian yang sebenarnya
sehingga peserta pelatihan dapat merasakan dan mengalami sesuatu.

Metode Penelitian

Pendekatan
Menurut Moleong (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2005)
menyatakan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif: Ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu
sendiri.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif. Evaluasi menurut Watson (1993) adalah: Is an
ongoing activity, which assesses the effectiveness of current procedures and provides data
that can help set direction for future activities. The overall goal, of course, is to improve
service. Objek evaluasi disini adalah sebuah program, Rossi, Freeman, dan Lipsey (1999)
secara spesifik mendefinisikan evaluasi program sebagai: The use of social research
procedures to systematically investigate the effectiveness of social intervention programs that
is adapted to their political and organizational environments and designed to inform social
action in ways that improve social conditions.
Jenis Evaluasi
Sementara itu, jenis evaluasi yang digunakan dalam penelitian evaluatif ini adalah
formatif. Royse dan Thyer (1996) mendefinisikan evaluasi formatif sebagai: a type of
process evaluation intended to adjust and enhance interventionsto provide feedback and
influence a programs ongoing development. (Sebuah tipe evaluasi proses yang
dimaksudkan untuk menyesuaikan dan memperbaiki intervensiuntuk menyediakan umpan
balik dan pengaruh terhadap perkembangan sebuah program yang sedang berjalan) (Lewis,
Lewis, Packard, & Souflee, 2001, 246).

Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling. Teknik sampling ini tidak dilakukan secara acak, karena untuk
mendapatkan hasil penelitian yang maksimal diperlukan informan yang menguasai informasi
mendasar mengenai pelaksanaan program. Dengan adanya keterbatasan pengetahuan yang
dimiliki peneliti terhadap populasi, maka dalam penelitian ini digunakan logika pengambilan
sampel secara purposive. Dengan cara ini, penentuan sampel didasarkan pada tujuan-tujuan
atau kriteria-kriteria tertentu (Moleong, 2007).
Teknik Pengumpulan Data
Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan mempunya arti sebagai upaya penelusuran kembali pustaka-pustaka
yang terkait (review of related literature) (Leedy, 1997). Sesuai dengan definisi tersebut,
suatu studi pustaka berfungsi sebagai penelusuran kembali (review) pustaka, baik dari laporan
penelitian maupun buku.
Wawancara
Wawancara dalam penelitian kualitatif memiliki peranan yang penting. Wawancara
melibatkan interaksi personal antara peneliti dengan informan dalam penggalian data dan
informasi. Cannell dan Kahn (1968) dalam Wildemuth (2009, 232) mendefinisikan
wawancara dalam penelitian sebagai: a two-person conversation initiated by the interviewer
for the specific purpose of obtaining research-relevant information and focused by him on
content specified by research objectives
Observasi
Observasi menurut Pincus dan Minahan (1973, 125) adalah: Is a pervasive activity
and a basic of gathering information in daily life. There are important differences between
casual observations and the use observation as a tool in data collection. Observation can be
considered a technique to extent that it is used toward some specific purpose
Teknik Analisa Data
Teknik yang dilakukan dalam kriteria evaluasi ini yaitu membandingkan antara proses
pelaksanaan di lapangan dengan agency policies and prosedures yang berlaku. Melalui
perbandingan yang dilakukan, dapat diketahui apakah program yang dilaksakanan sesuai
dengan pedoman pelatihan yang ada, hambatan-hambatan apa saja yang menyebabkan
pelaksanaan program tidak sesuai dengan yang telah direncanakan.

Hasil Penelitian

Temuan lapangan menunjukkan bahwa pemilihan pelatihan apa yang dilaksanakan
berdasarkan apa yang menjadi keinginan warga. Petugas yakni kelompok peduli
pemberdayaan masyarakat menampung semua aspirasi masyarakat dalam menentukan
pelatihan apa yang akan dilaksanakan. Pelatihan ini juga sebagai bagian dari memberdayakan
masyarakat yang tidak berdaya agar dapat meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik.
Seperti apa yang diungkapkan Payne, pelatihan ini bagian dari sebuah pemberdayaan
masyarakat yang akan membuat klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan
melalui transfer daya dari lingkungan. Melalui pelatihan ini juga warga dapat berpartisipasi
menyumbangkan ide-ide yang menurut mereka merupakan solusi terbaik bagi mereka. Seperti
yang diungkapkan Adi, partisipasi warga merupakan hal penting pada suatu pemberdayaan
masyarakat. Temuan lapangan menyebutkan bahwa pelatihan teknisi HP merupakan pilihan
alternatif warga yang dikumpulkan oleh KPPM setelah pilihan pelatihan utama mendapat
suatu kendala untuk dilaksanakan.
Perekrutan Peserta Pelatihan
Temuan lapangan menyebutkan bahwa perekrutan peserta pelatihan berdasarkan suatu
kriteria yakni masyarakat yang terdaftar pada kelurahan itu yang belum berdaya (miskin dan
pengganguran). Untuk kepala keluarga yang berasal dari keluarga miskin dan tidak memiliki
pekerjaan, akan menjadi prioritas untuk ikut dalam pelatihan. Dari kriteria tersebut maka
KPPM akan memilih siapa saja yang berhak ikut dalam pelatihan teknisi HP ini. Di mana
pada setiap RW akan diwakili 5 peserta.
Namun selama pelatihan, peneliti melihat beberapa orang tidak sesuai dengan kriteria
yang ada. Bahkan salah satu informan bekerja sebagai guru tetap pada sekolah negeri. Hal ini
bisa terjadi karena jatah lima peserta dari tiap RW bisa dibilang tidak adil. Seperti kita
ketahui, angka kemiskinan yang ada di kelurahan Manggarai Selatan memang banyak, tapi
terpusat hanya pada tiga RW, yakni RW 02, 03, dan 07.
Hal ini menjadi masalah tersendiri karena tujuan pelatihan ini adalah memberdayakan
masyarakat yang belum berdaya. Sementara ada peserta pelatihan yang sebenarnya sudah
memiliki daya dan tidak sesuai dengan kriteria pemilihan peserta pelatihan yang ada, yakni
miskin dan tidak memiliki pekerjaan.
Pelaksana Pelatihan
Temuan lapangan menunjukkan bahwa pelaksana pelatihan adalah Premiere Institute
yang merupakan lembaga pendidikan khusus. Sudah memperoleh ijin Dikmenti DKI Jakarta
No 266/1/851.4 Tahun 2012. Kurikulum yang dipakai sesuai dan telah teruji untuk memenuhi
tuntutan pada dunia kerja. Tenaga pengajarnya juga sangat ahli dalam bidang pendidikan
karena latar belakang pendidikannya adalah sarjana pendidikan. Dengan mengikuti pelatihan
dan pengalaman kerja dan mengajar banyak pelatihan teknisi HP, membuat pengajar pada
pelatihan ini sangat kompeten. Salah satu pekerjaannya yang lain adalah teknisi ahli di
BlackBerry, salah satu brand HP terkemuka, di Mall Ambassador, Jakarta.
Pelaksaan Pelatihan Teknisi Telepon Selular
Tempat dan Waktu
Pelatihan teknisi telepon selular ini dilaksanakan di ruang serba guna / pertemuan
lantai tiga di kantor lurah Manggarai Selatan. Ruangan ini cukup luas. Suasana juga sangat
bersih dan nyaman. Terdapat beberapa pendingin ruangan yang siap untuk menyejukan
ruangan tersebut. Terdapat beberapa meja dan kursi yang merupakan barang inventaris
kelurahan. Pelatihan ini dilaksanakan pada Senin 21 Oktober 2013 sampai Jumat 25 Oktober
2013. Pelatihan ini dimulai pada pukul 09.00 pagi sampai dengan pukul 13.00 siang. Hasil
observasi dari hari senin sampai dengan jumat menunjukan setiap harinya selalu saja ada yang
terlambat, ijin keluar, dan banyak yang tidak masuk. Pelatihan selalu selesai kurang dari jam
satu siang. Ini disebabkan materi yang hendak diberikan baik teori dan praktek sudah
diberikan semua dan peserta sudah tidak sabar untuk pulang.
Pengajar
Bagaimana pelatihan dapat berjalan dengan baik salah satu faktornya ada pengajar
yang memiliki kompetensi. Pengajar pada pelatihan ini seperti pada memiliki latar belakang
sebagai sarjana pendidikan IKIP Jakarta. Metode pelatihan dan cara menjelaskan suatu materi
sangat baik. Peserta sangat antusias dan tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh pengajar,
saat peserta mulai tidak fokus, pengajar dapat menarik perhatian mereka kembali dengan
berbagai macam cara, seperti lelucon, intonasi suara yang jelas dan tegas. Selain kemampuan
mengajar, pengajar juga memiliki keahlian pada teknisi HP. Hal ini dia dapat melalui
pelatihan dan pengalamannya bertahun-tahun pada dunia kerja. Setelah mendapat banyak
pengetahuan dan keterampilan, dia mulai menjadi pelatih pada pelatihan teknisi HP di
Premiere Institute. Keller memperkenalkan model ARSC (Attention, relevance, confidance,
satisfaction) agar sebuah pelatihan berjalan efektif. Attention, pada pelatihan ini pengajar
selalu menarik perhatian dari peserta pelatihan.
Metode Pengajaran
Pada temuan lapangan dapat dilihat pelatihan ini hendak memberikan pengetahuan,
perilaku dan nilai, pemahaman, dan pengembangan keahlian. Dalam memberikan
pengetahuan, ada beberapa metode yang digunakan pada pelatihan ini. Pertama adalah
melalui buku pedoman. Melalui buku pedoman ini, peserta pelatihan mendapat semua
informasi yang ada dan akan diberikan selama pelatihan. Yang kedua adalah ceramah dibantu
dengan komputer dan proyektor. Pada metode kedua ini, pengajar memberikan ceramah
tentang materi yang akan dipelajari. Ceramah ini bantu dua alat peraga yaitu komputer dan
laptop.
Materi
Temuan lapangan menunjukan bahwa materi pelatihan pada pelatihan teknisi telepon
selular ini disusun sesuai dengan kebutuhan yang ada dan memberikan informasi yang akan
membantu para peserta pelatihan untuk memahami apa saja yang mereka butuhkan untuk
menjadi seorang teknisi telepon selular. Bagi sebagian besar peserta merupakan hal baru.
Mereka masih sulit memahami istilah-istilah, nama peralatan, nama komponen pada telepon
selular, dan lain sebagainya.
Faktor-Faktor Pendukung
Ruangan Kelas
Ruangan Kelas yang nyaman menjadi faktor yang mendukung pelaksanaan pelatihan
ini. Semua pihak merasa sangat puas dengan ada nya ruangan serba guna ini yang
dipakai sebagai kelas saat pelatihan.
Antusiasme Peserta
Antusiasme Peserta Pelatihan juga menjadi faktor yang mendukung pelaksanaan
pelatihan teknisi handphone ini. Selama pelatihan peserta dengan serius
mendengarkan materi yang disampaikan dan memperhatikan contoh peragaan atau
praktek yang diberikan oleh pengajar tak jarang juga mereka bertanya kalau
menemuhi hal yang belum mereka ketahui atau pahami.
Pelaksana Pelatihan
Pelaksana Pelatihan ini yakni Premiere Institute termasuk pelatih dalam pelatihan ini
menjadi faktor yang mendukung terlaksananya pelatihan ini dengan baik. Pelaksana
dalam hal ini tidak pernah terlambat memulai sesi pelajaran. Pelatih pada pelatihan ini
juga sangat kompeten. Selain menguasai materi tentang teknisi HP, pengajar juga tahu
bagaimana cara mengajar yang baik dan benar.
Faktor-Faktor Penghambat
Dana
Dana pada pelatihan ini sangat tidak mencukupi. Untuk itu beberapa cara
menghimpun dana agar pelatihan ini dapat terlaksana pun dilakukan
Peserta
Peserta pelatihan selain menjadi target yang akan diubah juga menjadi sebuah
penghalang. Terdapat 3 halangan yang terjadi akibat peserta pelatihan.
Pertama, mereka banyak yang terlambat datang saat pelatihan, ijin keluar tetapi tidak
kembali, bahkan tidak masuk sama sekali. Pelatihan yang dilaksanakan pada hari dan
jam kerja ini menjadi sebabnya. Jadwal pelatihan yang ada pada hari dan jam kerja
membuat pelatihan ini banyak mengganggu aktifitas yang biasa peserta pelatihan
lakukan pada hari dan jam kerja. Kedua, peserta yang tidak membawa peralatan yang
sudah diketakan sebelumnya. Agar tujuan pelatihan ini tercapai semua metode
pelatihan yang hendak memberikan pengetahuan dan keterampilan ini mesti
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, saat praktek yang berguna bagi
pemahaman dan keahlian peserta dalam mengidentifikasi dan memperbaiki HP yang
rusak, beberapa peserta tidak membawa sebagaimana semestinya. Ada yang membawa
music player dan HP tapi keadaannya tidak rusak. Ini akan sangat menghambat
mereka untuk menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapat saat praktek
dilakukan. Hal lain dari peserta yang menjadi hambatan adalah batalnya kelas
pelatihan yang rencananya dibagi dua sesi, yakni pagi dan siang. Ini menjadi masalah
karena pengajar yang hanya seorang diri dengan peserta pelatihan yang mencapai 50
orang. Suasana kelas pun menjadi suka sangat ramai.
Sarana Pelatihan Proyektor yang tidak tersedia
Pada hari pertama terjadi sebuah kesalahpahaman antara LMK dengan Premiere
Institute mengenai proyektor yang akan digunakan oleh pengajar untuk
menyampaikan materi. Pihak Premiere Institute mengira LMK menyediakan
Proyektor, tetapi tidak. Ini membuat peserta banyak yang kesulitan memahami materi
yang diberikan oleh pelatih.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perbandingan antara pelaksanaan pelatihan servis handphone pada
bina sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan dengan kebijakan dan prosedur
yang dijadikan pedoman dalam kriteria evaluasi pada penelitian ini, dapat disimpulkan poin-
poin berikut :
Persiapan Pelatihan
Berdasarkan model logika (logic model) yang digunakan dalam penelitian ini, input
yang dijadikan objek penelitian ini adalah pemilihan pelatihan, peserta dan pelaksana
pelatihan servis handphone.
Pemilihan Pelatihan
Pemilihan pelatihan apa yang dilaksanakan merupakan aspirasi warga yang ditampung
oleh KPPM (Kelompok Peduli Pemberdayaan Masyarakat). Dari tujuh pelatihan yang
diperbolehkan oleh peraturan yang ada, warga memilih pelatihan teknisi handphone.
Walaupun bukan merupakan pilihan pertama dikarenakan pelatihan setir dan pembuatan SIM
A dan C yang merupakan pilihan utama warga, pelatihan teknisi handphone merupakan
alternatif pertama. Hal ini disebabkan ketidakinginan lembaga musyawarah kelurahan
Manggarai Selatan mengambil resiko melihat maraknya kasus kecelakaan saat mengemudi
yang mengakibatkan kerugian yang besar.
Pemilihan Peserta Pelatihan
Pemilihan peserta pelatihan dilakukan oleh KPPM di mana setiap RW berhak
mengirimkan lima orang sebagai peserta pelatihan. Mengingat keterbatasan yang ada
sehingga membuat peserta dibati hanya 50 orang saja, namun pemilihan peserta tidak
sepenuhnya sesuai dengan kriteria masyarakat yang tidak berdaya yang hendak diberdayakan.
Hal ini disebabkan jumlah penduduk miskin pada Kelurahan Manggarai Selatan terbanyak
berada pada tiga RW yakni RW 02, 03 dan, 07.
Pemilihan Pelaksana Pelatihan
Pemilihan terhadap pelaksanan pelatihan dilakukan sangat tepat. Menunjuk Premiere
Institute yang sudah berpengalaman dan menjadi mitra beberapa LMK di Jakarta termasuk
LMK Manggarai Selatan dalam melaksanakan pelatihan-pelatihan yang meningkatkan
kapasitas para pesertanya.
Pelaksanaan Pelatihan
Proses pelaksanaan yang menjadi objek penelitian ini mencakup tempat dan waktu,
pengajar, metode pengajaran, materi, faktor pendukung dan penghambat.
Tempat dan Waktu
Tempat dan waktu pelaksanaan pelatihan ini dilakukan sesuai dengan keputusan yang
telah dilakukan. Walaupun menjadi sidikit masalah saat waktu pelatihan merupakan jam-jam
aktifitas beberapa peserta yang membuat mereka menjadi sering terlambat, ijin pulang,
ataupun tidak masuk, pelatihantelat berjalan dengan baik karena sebagian besar peserta sangat
antusias mengikuti pelatihan.
Pengajar
Pengajar yang memiliki latar belakang sarjana pendidikan dan memiliki segudang
pengalaman pada bidang teknisi telepon selular sudah memenuhi kriteria menjadi pengajar
pada pelatihan ini. Pengajar sangat menguasai materi dan tahu bagaimana materi itu
disampaikan.
Metode Pelatihan
Untuk meningkatkan pengetahuan, perilaku dan nilai, pemahaman, dan keahlian,
pelatihan ini menggunakan metode buku, ceramah dengan komputer, diskusi kelompok dan
studi kasus. Metode ini sudah sangat baik dalam suatu pelatihan di mana semua metode ini
dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para peserta pelatihan
Materi Pelatihan
Materi pelatihan diberikan sudah sesuai dengan yang ada apa kurikulum yang dipakai.
Namun, jam pelaksanaannya sering lebih cepat selesai karena beberapa hal. Seperti waktu
yang sudah dekat dengan Shalat Jumat dan materi sudah semua diberikan dan peserta
pelatihan tidak ada yang bertanya lagi.
Faktor-Faktor Pendukung
Sumber daya dalam hal ini ruangan yang dipakai sebagai kelas yang ada pada kelurahan
sangat nyaman. Ini membuat proses belajar menjadi tidak terganggu
Antusiasme peserta pelatihan sangat baik saat pelatihan berlangsung
Mitra kerja LMK, yakni Premiere Institute sangat professional dan kompeten.

Faktor-Faktor Penghambat
Dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan ini kurang. Karena itu swadaya
masyarakat sangat membantu proses pelaksanaan pelatihan ini.
Peserta Pelatihan yang sering tidak menghargai waktu. Mereka terlambat, ijin pulang,
bahkan tidak masuk sama sekali. Selain itu hal lain yang membuat peserta menjadi
penghambat adalah tidak adanya peralatan / HP rusak yang mereka harus bawa untuk
praktek. Yang terakhir adalah peserta tidak mau dibagi menjadi dua sesi. Ini mengganggu
pelaksanaan pelatihan karena ruangan kelas akan lebih ramai dan berisik
Kesalahan akibat kurangnya kordinasi antara LMK dan Premiere Institute ini sangat
krusial. Ini menyebabkan salah satu metode pengajaran yakni ceramah dengan alat bantu
komputer dan proyektor tidak dapat dijalankan secara maksimal.

Saran

Layanan pelatihan pada bina sosial harus rutin dilakukan guna meningkatkan kapasitas
warga melihat tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Kelurahan Manggarai
Selatan.
Pemilihan waktu pelatihan harus lebih baik. Jangan ada lagi peserta pelatihan yang
terlambat, ijin pulang, bahkan tidak masuk sama sekali karena pelatihan ini jadwalnya
bentrok dengan jadwal kegiatan mereka.
Pemilihan peserta pelatihan harus sesuai dengan kriteria yang ada. Tiap RW yang ada
mungkin angka pesertanya tidak harus sama. Mengingat jumlah masyarakat miskin hanya
berfokus pada tiga RW saja.

Daftar Referensi

Adi, Isbandi R. 2002. Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Adi, Isbandi R. 2005. Ilmu Kesejehatreaan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada
Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan). Depok: Fisip UI Press.
Adi, Isbandi R. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Alcock, P. 1997. Understanding poverty. London: Macmillan Press.
Alcock, P 2006. Understanding Poverty, New York: Palgrave Macmillan
Alston, M., & Bowles, W. 1998. Research for social workers an introduction to methods.
Sydney: Allen & Unwin.
Armstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resource Management Practice (10
th
Edition). London : Kogan Page
Chambers, R, 1983 Pembangunan Desa Mulai dai Belakang, LP3ES. Jakarta.
Decenzo, David A. dan Robbins, Stephen P. 2002. Human Resource Management (7
th

edition). New York: John Wiley and son, Inc
Harris-White, B. 2005. Destitution and poverty of its politics-with special reference to South
Asia. World Development 33:881-891.
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat Di Era Globalisasi (edisi ke-3.). Indonesia: Pustaka Pelajar.
Lawson, Karen 2006. The Trainers Handbook (Second Edition), Hoboken: John Wiley &
Sons. Inc
Leedy, P. 1997. Practical research: Planning and design (6th ed). New Jersey: Pearson,
Merril Prentice Hall.
Lewis, J.A., Lewis M.D., Packard, T., & Souflee Jr. F. 2001. Management of human service
programs (3
rd
ed). USA: Thomson Learning
Patton, M.Q. 2002. Qualitative research and evaluation methods (3rd ed). Thousand Oaks,
CA: Sage Publications.
Pietrzak, J., Ramler, M., Renner, T., & Gilbert, N., 1990. Practical program evaluation:
Examples from child abuse prevention. London: Sage Publications.
Pincus, A., & Minahan A. 1973. Social work practice: Model & method. Itasca, IL: F. E.
Peacock Publishers.
Marzuki, M.S, 1992, Strategi dan Model Pelatihan, Malang : IKIP Malang.
Mathison, S, 2005, Encyclopedia of Evaluation. Beverly Hills, CA: Sage Publications
Midgley, James., & Livermore, M. 1997. The Developmental Perpective in Social Work:
Educational Implacation for a New Century. Journal of Social Work Education. Sage
Publications, London.
Moekijat, 1991 Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan,
Bandung, Penerbit Mandar Maju
Neuman, L. W. 2000. Social research methods: Qualitative and quantitative approaches.
Toronto: Allyn and Bacon.
Rossi, P. H., Freeman, H.E., & Lipsey, M. W. 1999. Ecvaluation: A Systematic Approach.
Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Rossi, P. H., Freeman, H. E., and Lipsey, M. W. 2004. Evaluation : A Systematic Approach
(7
th
Edition). Thousand Oaks, CA : Sage Publication
Sayogyo, 1978, Golongan Miskin di Perdesaan, Bandung: Dalam Kemiskinan di Tengah
Deru Pembangunan. Bandung: PUSTAKA.
Simamora, H, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Bagian Penerbitan
STIE
Sugiyono. 2011. Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhardianto, H. 1999. Jawa Barat: Desa Adat. Dalam Mubyarto (Editor), Pemberdayaan
ekonomi rakyat.Laporan kaji tindak program IDT, Yogyakarta: Penerbit Aditya
Media.
Suharno. 2004. Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Sumantri, S. 2000, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung, Fakultas
Psikologi Unpad.
Van Oostenbrugge, J. A. E, van Densen, W. L. T. & Machiels, M. A. M. 2004. How the
uncertain outcomes assosiated with aquatic and land resource use affect livelihood
strategies in coastal communities in the Central Moluccas, Indonesia. Agricultural
Systems 82:57-91.
Wildemuth, B. 2009. Applications of social research methods to question in information and
library science. London: Libraries Unlimited.
Situs
Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2013. http://www.jakarta.go.id/
web/news/2013/07/tingkat-kemiskinan-di-dki-jakarta-maret-2013 diakses pada 12
November 2013 pukul 21.00

Anda mungkin juga menyukai