Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Dokter
Secara operasional, definisi Dokter adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang
menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua
masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan
usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna,
bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya,
dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi
tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya
adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan
kedokteran.
B. Perhimpunan Dokter keluarga Indonesia (PDKI) PDKI adalah Kepanjanganya adalah
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia Saat ini seluruh anggotanya adalah Dokter
Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah anggota
yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota PDKI adalah anggota IDI.
PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara pelayanan kesehatan
tingkat primer"yang utama". Ciri dokter layanan primer adalah: (Goroll, 2006)
Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan
(continuing care) Membuat diagnosis medis dan penangannnya, Membuat diagnosis
psikologis dan penangannya, Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan
berbagai latar belakang dan berbagai stadium penyakit Mengkomunikasikan informasi
tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan prognosis, dan Melakukan
pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui penilaian
risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan perubahan
perilaku.
C.
Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi
anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan
kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik
sebagai Dokter Praktik Umum.
D. Dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer termasuk Dokter (Praktik
Umum) yang praktik pribadi Dokter Keluarga yang praktik pribadi Dokter layanan
primer lainnya termasuk: Dokter Praktik Umum yang praktik solo Dokter (praktik
umum) praktik bersama Dokter perusahaan Dokter bandara Dokter pelabuhan Dokter
kampus Dokter pesantren Dokter haji Dokter Puskesmas Dokter yang bekerja di unit
gawat darurat Dokter yang bekerja di Poliklinik Umum RS Dokter Praktik Umum
yang bekerja di bagian pelayanan khusus misalnya Unit Hemodialisis, PMI, dsb.

Sebutan Dokter Umum sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan Dokter Praktik Umum
(DPU) sesuai dengan keputusan Muktamar IDI di Malang tahun 2000 Dokter adalah gelar profesi bagi
lulusan Fakultas Kedokteran dan atau Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD), yang menggunakan
KIPDI I, II, dan sebelumnya Pendidikan dokter sejak tahun 2005 telah berubah metodenya dari
Content Based Curriculum yang bersifat teacher centered menjadi Competency based
Curriculum (KBK) yang bersifat student centered. Isi kurikulum (bahan bahasan) tetap sama yaitu
Ilmu Kedokteran Pelayanan Primer beserta kemajuan yang dicapai. Seluruh isi KIPDI III selanjutnya
menjadi bagian utama dan disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia sebagai Standar Nasional
Kurikulum Pendidikan Dokter. Standar ini harus menjadi acuan utama kurikulum FK/PSPD dan
menjadi 80% is kurikulum setiap FK/PSPD. Yang 20% lainnya berupa muatan local. Kurun waktu
pendidikan dokter juga berubah menjadi 5 tahun ditambah internsip 1 tahun. Gelar dokter ini juga
diberikan kepada lulusan Fakultas Kedokteran dan atau Program Studi Pendidikan Dokter yang
menggunakan KBK sebelum dan sesudah internsip. Dengan demikian, definisi Dokter adalah
tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di fasilitas/sistem pelayanan kesehatan primer
untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit,
organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna,
dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan
profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang
mengutamakan pencegahan, serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan
moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. Secara singkat definisi Dokter adalah praktisi
medis yang berpraktik sebagai DPU, dengan kewenangan sebatas pelayanan primer. Khusus untuk
lulusan KBK yang dalam praktinya menerapkan pendekatan kedokteran keluarga, boleh disebut
dokter keluarga sekalipun belum bergelar profesi sebagai Dokter Keluarga. Dengan kata lain,
dalam praktiknya dokter menyelengarakan pelayanan kesehatan tingkat primer sebagai generalis
atau Dokter Praktik Umum. Kewenangannya sebatas Basic Medical Doctor versi World Federation
of Medical Education 2003 yang di Indonesia diberi gelar Dokter yang memperoleh sertifikat
kompetensi dari Kolegium Dokter Indonesia dan dalam praktik bergelar DPU (Dokter Praktik Umum).









Dokter adalah profesi yang banyak berinteraksi dengan berbagai macam karakter manusia. Baik
terhadap pasiennya (baca: klien kesehatan), sesama profesinya, maupun dengan kawan-kawan non
profesinya. Pengalamanku selama setahun lebih sedikit menjalani profesi ini, khususnya sebagai
dokter sebuah perusahaan swasta yang kadang harus berurusan dengan kertas-kertas klaim
penggantian biaya pengobatan karyawannya, membuatku mengenal sebagian karakter sesama
teman sejawat, yang mendorongku menuliskan topik ini.

Kasus A, seorang laki-laki berusia 30 tahun datang berobat ke sebuah klinik swasta yang bernamakan
pemiliknya di bilangan Pamulang, dengan keluhan buang-buang air sejak 6 jam yang lalu. Frekuensi
BAB cair mencapai 12 kali, kini tanpa ampas sama sekali, dengan muntah mencapai 4 kali. Masih
mau minum, namun merasa lemas terutama setelah BAB. Dari pemeriksaan dokter, didapatkan
tekanan darah normal, dan isi nadi cukup. Hanya dehidrasi ringan tampaknya. Namun... bagaimana
kalau kita rawat saja laki-laki ini. Alasannya agar bisa diobservasi diarenya, khawatir jatuh ke
dehidrasi. Ia tampaknya juga tidak akan keberatan. Bukankah keputusan di tangan dokter? Obatnya
apa ya?? Bagaimana kalau kita berikan ANTIBIOTIKA intravena (diberikan melalui selang infus), plus
botol infus dong tentunya. Walaupun panduan penatalaksanaan diare tidak menyebutkan
pemberian antibiotika pada diare yang tidak dicurigai karena bakteri. Toh ia akan terima saja semua
keputusan dokter. Hmm, sekarang apa ya pilihan antibiotikanya? Ahaa! Kebetulan, kemarin ada
perusahaan farmasi yang menawarkan komisi kalau kita meresepkan obatnya. Memang mahal sih..
Melihat pasien ini cuma seorang sopir taksi. Tapi lumayan boo... Kan biayanya akan diganti oleh
perusahaannya. OK berikan saja.

Kemudian pria muda ini hanya membutuhkan 1 hari rawat inap (yang sebetulnya tidak perlu, karena
tidak memenuhi indikasi rawat inap) saja--tampaknya penyakitnya akibat salah makan saja, jadi ya
sembuh sendiri--dengan biaya mencapai Rp 500 ribu. Kok mahal sekalee?? Iya lah, kan sudah di-bom
dengan antibiotika berspektrum luas yang harga per botolnya Rp 150 ribu.

Kubaca jelas nama si dokter di salinan kuitansinya. Mudah-mudahan aku tidak bersu'udzon
dengannya... Astaghfirulloh...

Kasus B, anak perempuan berumur 2 tahun dengan demam tinggi sejak kemarin. Si kecil tampak
lemah, tidak mau makan, maunya minuuumm terus, sejak pagi tidak mau diajak bercanda. Bawa saja
ke IGD RS di bilangan Ciputat sono dikit. Baiklah, pemeriksaan fisik tidak mengarah ke penyakit lain
kecuali observasi febris (demam) dengan gajala common colds (batuk-pilek). Tapi kok demamnya
'mengkhawatirkan' ya? Mencapai 39 derajat selsius. Kita periksa darah dan kencing saja. Hasilnya
pun normal. Tapi si orangtua masih khawatir dengan keadaan anaknya. Sudahlah, daripada repot-
repot menjelaskan pada mereka perihal anaknya yang butuh observasi demamnya saja, mending
dirawat saja. Orangtua tidak panik, obat bisa diresepkan. Betul ga? Andaikan si orangtua tahu
panduan tata laksana demam. Itu contoh kecil saja, 'modus' tersering bagaimana 'uang tambahan'
bisa masuk saku dokter. Lho, kok uang tambahan? Iya, kalau boleh dibagi-bagi, pemasukan utama
adalah biaya jasa konsultasi. Dokter adalah profesi, sama dengan pengacara, insinyur, dan lain-lain,
yang khususnya dihargai dari kemampuannya sebagai seorang konsultan. Masalahnya, dokter di
Indonesia kurang 'dihargai' dari sisi jasa konsultasi ini. Ya, maksudnya dihargai dalam arti harga
sesungguhnya Di sebuah jaringan klinik terkenal di Jakarta saja, jasa konsultasi dokter (umum)
dihargai 'hanya' Rp 7000. Itupun yang masuk ke kantong dokter masih sepersekian persen lagi.
Namun karena jumlah pasien dalam sehari bisa mencapai puluhan orang, akumulasi dari ongkos ini
(plus dari obat) mencapai hasil yang... agak lumayan lah. Salah satu dampak buruk jumlah pasien
yang banyak adalah waktu layanan konsultasi minim, sehingga dokter tampak kurang berkompeten
dalam memberikan jasa konsultasi dan pemeriksaan. Akibatnya? Klien merasa sah-sah saja
membayar 'murah'? Toh cuma dilayani 5 menit kemudian disuruh langsung ke apotek?! Bagi yang
beruntung bisa berpraktik di RS Swasta besar dan mahal, jasa konsultasi akan dihargai lebih pula.
Dokter (umum) bisa mendapatkan Rp 75 ribu sampai Rp 150 ribu rupiah untuk setiap konsultasi, dan
dokter spesialis bisa mendapatkan Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu rupiah. Berarti yang mendapatkan
di bawah ini tergolong kurang beruntung ya? Hehehe Hey, namun jangan salah. Seorang sejawat
dokter spesialis anak yang 'beruntung' ini dikenal sangat idealis dan rasional dalam melayani pasien-
pasiennya. Tidak rugi mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan jasa konsultasinya.
Perhatiannya benar-benar dicurahkan dalam menangai setiap kliennya secara individual. Bahkan
tidak jarang ia tidak meresepkan apa-apa untuk pasiennya. Mengapa? Karena ia tahu bahwa kondisi
kliennya memang tidak butuh intervensi obat. Malahan orangtua yang memaksa dokter untuk
memberikan obat. Masa anak balita dengan demam 3 hari tidak mendapatkan obat apa-apa, hanya
disuruh kompres hangat dan minum air putih yang banyak? Karena memang panduan tata laksana
demam terbaru menyarankan hal ini.

Eits, mulai muter-muter. Kita balik lagi ke uang tambahan. Ya.. jadinya untuk mendapatkan
penghasilan memadai (iya dong, dokter kan sekolahnya minimal 6 tahun, belum kalau lulusan FK
swasta harus membayar mahal dengan waktu lulus bisa lebih dari 6 tahun.. jadinya harus 'balik
modal' lah), dokter diberikan celah lain. Yaitu dari komisi dari perusahaan farmasi. Ini sudah menjadi
rahasia umum, melihat regulasi peraturan perusahaan farmasi di Indonesia yang memungkinkan
celah ini. Padahal jelas-jelas dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), hal ini dilarang bagi
dokter.

'Modus' kedua adalah merawatinapkan pasien. Jadi pasien yang seharusnya tidak perlu dirawat inap,
diminta rawat inap oleh dokternya. Ini dapat terjadi baik di RS pemerintah maupun swasta.
Lumayan.. ada ongkos kamar harian, jasa visite dokter dan dokter spesialis, biaya tindakan, belum
termasuk obat-obatan yang kalau tidak diberikan obat suntik (yang harganya lebih mahal), tidak
'afdhol' rasanya. Minimal diinfus lah, meskipun pasien masih bisa makan-minum. Masa masuk RS
nggak diinfus?

Inilah sebagian kasus yang dapat diceritakan. Masih banyak contoh kasus lain, namun.. segini dulu
deh. Bingung buat penutup... Intinya: bekalilah diri Anda dengan informasi penyakit Anda
sebanyak-banyaknya sebelum berobat ke dokter. Setiap hari bisa online browsing dan ikutan milis,
masa nggak bisa cari informasi kesehatan yang bejibun jumlahnya di dunia maya?!

-yang nulis bebas bicara soalnya dapat penghasilan dari uang gaji, bukan jasa per pasien dan komisi
dari perusahaan obat. Hehehe.
Astaghfirullah, banyak membicarakan teman sejawat sendiri. Harus banyak introspeksi diri juga

Anda mungkin juga menyukai